Perempuan Kedua (TAMAT)

By MbakTeya

314K 18.8K 2.2K

Ini tentang Sebti, seorang istri berusia 28 tahu yang tak pernah tahu bagaimana rasanya di peluk suami. Ini... More

Pernikahan
Namanya Kisa, Gadis Yang Aku Cintai
Ini Segaja Atau Apa?
Dia Yang Membuatku Semangat
Ini sakit ya?
Dia Pergi
kembali untuk dilukai
Kesakitan Ini
Akhir Pernantian
Akhir perjalanan
Persimpangan

Berbohong

20.6K 1.4K 242
By MbakTeya

Aku senang Sebti kembali ke rumah. Meski dia masih bersikap kaku, tidak seperti sebelum masalah itu datang, tapi dia tetap melayaniku dengan baik. Minus masalah ranjang, aku belum berniat mengajaknya. Masih memberi waktu untuk percaya padaku sepenuhnya.

Jika boleh jujur, di balik kesenangan ini, ada rasa bersalah yang teramat besar.

Demi pendapat Sebti kembali, aku telah berbohong padanya. Aku mengatakan jika aku tidak pernah menyentuh Kisa lagi, setelah kami menikah. Itu kebohongan yang sangat besar.

Aku menyentuh Kisa, beberapa kali setelah statusku resmi menjadi suaminya.

Candu dan ketagihan, mungkin itu yang aku rasakan pada Kisa. Aku tidak berbohong, saat pertama kali mencoba berhubungan layaknya suami istri pada Kisa aku tidak bisa lagi berhenti.

Terkadang kami berdua, berniat berheti, sembari menunggu status kami berubah menjadi halal. Namun, apa mau di kata. Sekali mencoba aku tidak bisa lagi mengelak akan rasa indah itu.

Setiap sentuhan kulit kami, aku menjadi sangat menginginkannya. Tidak peduli di muka umum atau tidak. Senyum dan lirikan nakal penuh godaan membuat kami berdua semakin tidak bisa menahan diri.

Dan sekarang aku merasakan hal itu juga pada Sebti. Aku ingin dia selalu di sampingku, melayaniku dengan baik dan membuatku puas.

Lalu bagaimana dengan Kisa?

Pertanyaan itu beberapa kali sempat singgah dalam pikiran.

Aku mencoba mencari jalan keluar paling aman dan paling menguntungkan bagi kami bertiga.

Berbohong. Itulah jalan keluar yang aku pilih. Aku akan menyakinkan Sebti jika aku tidak akan berhubungan lagi dengan Kisa. Dan pada Kisa aku akan melakukan sebaliknya.

Jika semua berjalan seperti yang aku inginkan. Kami bertiga akan bahagia. Sebti bahagia, memiliki suami yang setia, Kisa bahagia karena aku masih menginginkannya meski sudah menikah dan aku bahagia karena memiliki mereka berdua di sampingku.

Sangat sempurna bukan?

Kesempurnaan yang nyaris kudapat itu berantakan seketika saat aku mendapat kabar dari Kisa.

Kisa mengajak bertemu. Tidak bisa menahan kegembiraan yang muncul ke permukaan, aku langsung menyetujui.

Tanpa pikir panjang, aku langsung berangkat ke kota setelah berbohong ada barang yang akan ku beli pada Sebti.

Awalnya dia menatapku curiga, aku sudah khawatir dia meminta ikut. Namun, ciuman yang aku beri di keningnya mampu menahannya di rumah.

Dia mengantar kepergianku dengan senyum lembut. Aku yakin seratus persen, jika dia tahu aku pergi untuk menemui kekasih hatiku yang lain, bukan senyum lembut itu yang akan aku lihat.

Mengendarai motor dengan cepat, aku tiba lebih dulu dari waktu janji kami. Tidak ada Kisa di sana. Aku memilih masuk terlebih dahulu ke rumah makan tenda. Memesan minuman sembari melototi setiap motor, becak dan angkot yang berhenti. Siapa tahu itu Kisa, aku sudah tidak sabar melihatnya.

Hampir sebulan kami tidak bertemu, rindu serasa mencekik. Tidak tahan lagi ingin segera bertemu.

Setelah menyeruput minumam, aku kembali menatap jalanan. Jantungku berbedar dengan hebat begitu seseorang wanita turun dari angkot. Aku menyipitkan mata, mencoba melihat lebih jelas.

Yakin itu Kisa, aku bangkit dan berjalan menghampiri. Senyum tidak bisa lagi hilang dari wajahku.

Dia memakai baju terusan berwana biru, sangat serasi dengan warna kulitnya.

"Adek." Aku mengenggam tangannya dengan erat. Menatap matanya dengan lembut, aku ingin dia tahu betapa aku sangat merindukannya.

"Bang, aku kangen." Balasan dari Kisa hampir saja membuatku menarik tubuhnya ke dalam pelukan. Mengecup seluruh wajahnya dengan kelembutan dan menyentuh seluruh tubuhnya dengan kegembiraan.

Aku tersenyum, meremas tangannya semakin erat.

Senyum malu-malu yang di perlihatkan Kisa membuatku harus mengertakan gigi. Kesal kanapa dia harus meminta kami bertemu di tempat umum seperti ini. Juga gemas karena aku ingin sekali mencium bibirnya.

Masih saling tatap penuh pemujaan, kami di kejutkan teriakan beberapa orang dari warung tenda.

Belum sempat aku memahami semuanya, sebuah minibus melaju tak terkendali ke arah kami.

Aku berseru, menarik Kisa dan menjatuhkan diri ke samping kiri. Nyaris saja nyawa kami melayang karena kecerobohan sang supir.

Bruk... bruk...

Suara sambung-menyambung benda roboh membuatku menoleh. Beberapa motor yang parkir sejalur roboh dan terguling ke arah kami. Aku melindungi Kisa dengan tubuhku. Memeluknya erat agar dia tidak terluka karena tertimpah motor-motor tersebut.

Sempat berteriak karena punggungku tertimpah motor, akhirnya aku bisa lepas setelah mendapat bantuan dari warga.

"Mas-nya tidak apa?"

Beberapa bertanya padaku, sebagian memaki melihat motornya rusak dan sebagian lagi memaki ke arah pengemudi.

"Saya tidak apa," kataku meski aku meringis menahan sakit di punggung.

Tanpa memperdulikan rasa sakit, aku meyentuh wajah Kisa yang pucat.
"Dek, kamu tidak apa-apa?" tanyaku sembari meneliti setiap jengkal tubuhnya. Tangannya sedikit tergores karena batu jalanan, selebihnya dia baik-baik saja.

"Tidak apa, Bang." Aku tersenyum lega. Sayangnya hanya sekejap, saat Kisa hendak bangkit dia berteriak kesakitan. Memeluk perutnya dengan posesif.

Aku yang tidak tahu apa-apa, sangat terkejut. Mengeluarkan banyak pertanyaan ada apa dan kenapa? Akan tetapi Kisa tidak menjawab, dia terus meringis menahan sakit.

Entah siapa yang memanggil, ambulan datang tidak lama kemudian. Kisa di tandu masuk ke dalam, begitu juga aku dan beberapa orang yang cedera.

Sumpah mati aku sangat panik. Kisa terus-terusan meringis, air mata mengalir dari mata indahnya.

Aku tidak suka melihatnya kesakitan. Aku tidak suka melihatnya menangis. Aku tidak suka jika Kisa bersedih. Aku hanya ingin dia terus tersenyum, tertawa dengan binar penuh bahagia.

Tiba di rumah sakit, Kisa langsung di bawa ke ruang gawat darurat. Aku menunggu di depan pintu dengan gelisah, menolak saat perawat ingin memeriksa dan mengobati luka di tubuhku.

Aku sangat sehat, masih sanggup berdiri dan berjalan mondar-mandir di depan pintu.

Suara berlarian membuatku menoleh ke sumber suara. Aku menahan napas saat melihat orang tua Kisa ada di sana.

"Setan!!" ayah Kisa memaki. Tak butuh waktu lama kepalan tangannya bersarang di wajahku.

Aku mengaduh, mundur dengan wajah kebingungan. Ayah Kisa masih memaki. Menunjukku dengan marah. Mengusirku agar pergi dari sini.

Tentu saja aku menolak. Aku meminta maaf karena lalai menjaga Kisa, aku juga bertanya baik-baik, tapi ayah Kisa masih tampak murka.

"Kisa bunting, goblok!!" teriak ayah Kisa dengan penuh emosi. "Anakmu." Kali ini suaranya berupa desisan mengerihkan.

Aku mengerjap, terkejut mendapat berita besar tersebut. Beberapa detik setelah kesadaran menghampiri aku berubah panik, mengingat Kisa tadi jatuh terduduk dengan keras.

Aku kembali mondar-mandir dengan lantunan doa. Memohon pada Tuhan agar Kisa dan anak kami baik-baik saja.

"Kapan kau mau tanggu jawab?"

"Segara, saya akan menikahi Kisa segera setelah dia keluar dari sini." Aku menatap mata ayah Kisa dengan sungguh-sengguh. Aku menganggukan kepala, melihat tatapan ragu di mata tua ayah Kisa. Aku terus menatap ayah Kisa untuk menyakinkannya, jika aku akan bertanggung jawab dengan menikahi anaknya.

"Bagaimana dengan istrimu?" Sudut bibir ayah Kisa terangkat, dia menatapku sinis. "Bukankah kalian baru menikah beberapa bulan?"

Aku terdiam untuk beberapa detik.

"Tapi saya tidak peduli, yang terpenting untuk saya, nikahi anak saya secepatnya."

Aku mengangguk paham. "Saya akan mengurus Sebti," kataku. Mengurus bagaimana? Aku tidak tahu. Aku akan memikirkanya nanti, sekarang yang terpenting Kisa dan anak kami.

Aku balik lagi. Nggak ngira akan secepat ini, kirain bakal butuh waktu lama.

Tadi sambil nunggu adzan coba lihat draf. Nulis Om Raga, iseng pindah ke sini. Dan Boomm... bentar aja jadi.

Kekuatan apa, aku juga tidak tahu.

Semangat mungkin.

Ehhh iya, ini kenapa pov Agra balik lagi, itu karena setelah di pikirin. Susah buat bikin cocok sama lanjutan kemarin kalau dari pihak Agra.

Dan di sini terlihat sekali pemujaan Agra terhadap Kisa ya. Harap di maklumi ya, soalnya Agra kan tergila-gila sama Kisa dari zaman batu wkwwk

Continue Reading

You'll Also Like

18.3K 3.8K 41
β˜†Lanjutan Single Father & Love, Zanoβ˜† _________ Meneruskan bekerja di perusahaan papanya, Zena seperti terjebak dalam cangkang. Akan tetapi ia tak m...
951K 3.3K 1
π•Έπ–Žπ–“π–Žπ–’π–†π–‘π–Žπ–˜π–† ʰⁱ˒ ᢠᡃᡛᡒʳⁱᡗᡉ ᡇᡃʳᡇⁱᡉ ᡍⁱʳˑ [[ PG-13 ]] β€’ romance + comedy + sci-fi = Minimalisa β€’ *** Alisa: "Tuhan, tolong kecilkan aku. Sedikiii...
5.9K 463 24
Tiara seorang Copywriter dengan kelakuan absurd dan hampir tidak percaya cinta. Karena sifatnya tersebut pria lebih senang menjadikan Tiara sebagai t...
40K 2.8K 50
Kyra. Seorang gadis biasa yang sudah menyimpan perasaannya pada seorang pria yang mempunyai sejarah perselingkuhan dalam keluarganya. Akankah Kyra ba...