Satu Atap

By cappuc_cino

3.2M 344K 74.1K

Aundy dan Argan, tidak menyangka justru harus menggantikan kedua kakak mereka yang kabur dari acara pernikaha... More

Kata Pengantar
Prolog
2 | Bau Perjodohan
3 | Gaun Pengantin
4 | Peran Pengganti
5 | Terima kasih dan Maaf
6 | Satu Atap
7 | Pada Waktunya
8 | Sebuah Kesalahan
9 | Gaun Tidur
10 | Gelang Tridatu
11 | Pertengkaran Pertama
12 | Baikan nggak?
13 | Meledak
14 | Isi Paket
15 | Ingkar, Lagi
16 | Sweeter than Wine
17 | Jangan Pergi
18 | Perpisahan
19 | Karena Satu Garis
20 | Tidak Ingkar Lagi
21 | Aku dan Kamu
22 | Kotak Bekal
23 | Move On Itu Susah
24 | Eh, nyasar, ya?
25 | Sekali Tepuk
26 | Terungkap
27 | Empat Kali
28 | Kunci Kamar
29 | Tarik nggak?
30 | Kunci yang Tertukar
31 | Vanilla
32 | Karena Bola Momo
33 | Boleh minta tolong?
34 | Tragedi Omelet
35 | Lecet nggak?
36 | Tangan Argan
37 | Dy?
38 | Masalah Baru
39 | Arah Jam Satu
40 | Sofa Baru
41 | Test Drive
42 | Caller ID
43 | Iya atau Tidak
44 | Menunggu
45 | Pacarnya Argan?
46 | Apel
47 | Tikus Dapur
48 | Kabar
49 | Buket Bunga
50 | Janji
51 | Pilihan Terbaik
52 | Peluk?
Epilog
Extra Part

1 | Interaksi Pertama

130K 8.4K 548
By cappuc_cino

Jumat, 1 November

Aundy sedang mengotak-atik layar ponselnya untuk membalas pesan dari Audra yang berentet, menanyakan keberadaannya, padahal Aundy baru saja keluar kelas. Mata kuliah terakhirnya adalah Analisis Real yang cukup membuat isi kepalanya panas, jadi sekarang ia memutuskan untuk mendinginkannya dengan menemui Hara di kantin untuk makan siang yang sepertinya sudah terlalu sore.

Kantin tidak terlalu ramai seperti tengah hari, jadi Hara tidak perlu mengantre terlalu lama untuk mendapatkan dua piring chicken katsu.

Untuk kesekian kali, Aundy menolak telepon dari Audra. Dia hanya bergumam, "Ribet banget, sih."

"Siapa?" tanya Hara, mengalihkan perhatiannya dari piringnya.

"Kak Oda," jawab Aundy. "Gue punya janji sama dia. Gue bilang, gue baru keluar kelas jam tiga sore. Eh, dari tadi dia nggak berhenti nge-chat sama telepon, nanya gue di mana?" Aundy berdecak. "Repot banget emang kakak gue."

"Udah, makan aja dulu." Hara menggeser makanannya. "Berdua sama gue, yuk."

Aundy menggeleng. "Gue harus pergi."

Tidak lama, Ajil datang dengan terburu. Dia duduk di seberang Aundy setelah menaruh tiga botol air mineral di meja. "Punya gue kan ini?" tanya laki-laki itu seraya menggeser satu piring chicken katsu yang dipesankan oleh Hara tadi.

"Iya," jawab Hara.

Sejak memasuki universitas yang sama, ketiganya belum mendapatkan teman dekat di jurusan masing-masing. Sehingga, setiap hari mereka akan membuat janji di kantin FISIP, gedung kuliah Ajil yang merupakan titik tengah dari gedung kuliah ketiganya.

"Lho, lo nggak makan, Dy?" tanya Ajil heran.

Aundy menggeleng. "Gue mau berangkat, bentar lagi," jawab Aundy, masih menatap layar ponselnya untuk membalas pesan-pesanAudra yang berisi omelan.

Kak Oda : Kamu janji jam tiga, sekarang udah jam tiga kamu masih di kampus?

Kak Oda : Bagus, reject aja terus teleponnya!

"Memangnya lo mau ke mana?" tanya Ajil dengan mulut penuh makanan.

Aundy membuka tas, mengulurkan selembar tisu dan memberikannya pada Ajil. "Ikut ngecek gedung sama katering." Aundy membantu mengusap bibir Ajil dengan tisu yang baru. "Pelan-pelan kek makannya, Jil!" omelnya.

Ajil menarik tisu dari tangan Aundy, mengelap sendiri bibirnya. "Belum beres, ya?"

"Persiapannya udah sekitar delapan puluh persen, sih. Sekarang cuma ... kayak nyicip-nyicip makanan gitu. Misal kalau ada makanan yang nggak sesuai sama selera mereka, bisa minta ganti dengan menu baru."

"Wih, enak." Ajil meraih botol air mineral. "Kalau nggak ada kuliah sore, gue ikut, deh."

"Yah, sayang banget," gumam Aundy. "Hara juga ada mata kuliah satu lagi, jadi nggak bisa ikut."

"Lo mau berangkat sama siapa? Nggak mungkin dianter Ariq, kan?" tanya Ajil. Kedua teman Aundy itu sangat tahu bahwa ibu Aundy tidak terlalu menyukai Ariq.

Aundy dan Ariq sudah dekat sejak kelas XII SMA. Namun, Aundy baru mengenalkan Ariq pada keluarganya setelah masuk kuliah semester pertama, sekitar empat bulan yang lalu. Ayahnya dan Audra tidak memberi komentar apa-apa, tapi respons ibunya beberapa saat setelah Ariq pulang adalah, "Kok, Ibu kurang sreg sama Ariq, ya? Kelihatannya baik, sih. Tapi hati Ibu kayak ... belum bisa nerima aja gitu."

"Mau naik Grab?" tanya Hara. "Nggak mungkin lo diizinin naik Grab sendirian." Hara sangat tahu betapa protektifnya orangtua Aundy.

Peraturan orangtua Aundy adalah : Aundy tidak boleh pergi sendirian, Aundy boleh pergi jika ditemani Ajil atau Hara, teman laki-laki yang boleh mengajak pergi Aundy hanya Ajil—selain itu jangan harap diizinkan. Peraturan itu sangat mereka ketahui sejak berteman di masa-masa SMA.

Bagaimana Aundy bisa berkencan dengan Ariq? Ya, tentu saja dengan mengikutsertakan Ajil dan Hara.

Aundy tidak pernah pergi berdua dengan Ariq. Pernah suatu ketika, saat dia ingin pergi menonton berdua, dia memohon pada Ajil dan Hara untuk berbohong, "Bilang aja gue perginya sama kalian." Tapi kedua temannya itu menolak, walaupun Aundy hampir memohon di telapak kakinya. Ajil bilang, "Kalau lo kenapa-kenapa, kita yang dipenggal sama bokap lo!"

"Lo mau gue antar? Nunggu kelas gue selesai?" Ajil menyengir setelah menghabiskan makanannya.

"Kak Oda keburu ngirim bom ke sini kalau gue harus nunggu lo." Aundy sudah sempat bangkit dari tempat duduknya, dan telepon dari Kak Audra membuatnya kembali duduk. "Halo?" sapanya dengan suara malas.

"Bagus, ya! Lama-lamain aja terus. Masih di kampus kamu?" omel Audra dari balik speaker telepon.

Aundy sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga.

"Kamu tahu nggak sih kalau Kakak tuh beneran nggak nyaman harus berduaan sama Mahesa kayak gini?" omel Audra lagi.

"Dia kan calon suami kamu, Kak," gumam Aundy. "Nanti juga kalian tinggal berdua."

"Eh, anak kecil! Nggak usah nyahut kalau lagi diomelin! Cepet ke sini!" Seringkali Audra lebih cerewet dari ibunya. Perbedaan usia Audra dan Aundy yang cukup jauh, yaitu terpaut delapan tahun, cukup membuat Audra merasa sangat tua dan berhak mengomel pada Aundy hampir setiap hari.

"Iya, ini aku mau pesan Grab paling—"

"Nggak usah. Argan juga masih di kampus katanya, kamu berangkat bareng dia aja. Dia mau ke sini juga."

"Aduh, aku naik Grab aja, deh. Canggung pasti kalau berangkat sama Argan," jawab Aundy. Dia sudah ingin menutup telepon.

"Kakak kirim nomor Argan, ya. Kamu hubungi dia langsung." Sambungan telepon terputus, meninggalkan keputusan sepihak. Memang ya, Aundy tidak pernah diberi kesempatan untuk menolak jika dihadapkan dengan kakak satu-satunya yang otoriter itu.

Aundy kembali bangkit dari tempat duduknya. "Gue duluan!" Dia mencium pipi Hara, lalu mengacak rambut Ajil sebelum pergi. Kedua temannya itu melambaikan tangan saat dia melangkah menjauh.

Aundy melangkah dengan tergesa, dia tidak ingin diteror lagi oleh Audra. Tatapannya tidak teralihkan dari layar ponsel. Setelah menyimpan nomor kontak Argan yang baru saja dikirim Audra, dia berjalan sembari menghubungi nomor ponsel laki-laki itu.

"Halo?" Suara berat dari seberang sana menyapa setelah nada sambung ke-tiga.

"Ini Argan?" tanya Aundy. Dia keluar dari kantin FISIP, dan menyeberang menuju gedung kuliah Fakultas FMIPA.

"Siapa?"

"Aundy."

"Aundy? Siapa"

Ngeselin banget, sih. Kayak sok nggak kenal gitu.

Mereka memang belum pernah berkenalan secara resmi, walaupun sudah bertemu beberapa kali saat acara makan malam keluarga. Mereka juga belum pernah berjabat tangan dan saling memberi tahu nama masing-masing. Namun, sejak pertama kali bertemu di perjodohan Audra dan Mahesa, sekitar dua bulan yang lalu, selain menjelaskan panjang-lebar tentang sosok Mahesa Raka yang mengagumkan, Tante Sarah dan Om Brata juga tidak ketinggalan mempromosikan anak bungsu mereka, Arganta Yudha—yang istimewa itu.

Dan ya, namanya orangtua, kadang Aundy tidak mengerti bagaimana cara mereka berpikir, kedua orangtua Aundy pun sejak saat itu senang sekali menjelaskan sosok Aundy kepada keluarga Om Brata, mulai dari prestasi akademik sampai kebiasaan baiknya di rumah.

Jadi, seharusnya dari beberapa kali pertemuan itu, Aundy dan Argan sudah saling tahu.

"Halo?" Suara Argan terdengar bingung dari balik speaker ponsel.

"Aundy, adiknya Audra," jelas Aundy.

"Oh."

"Lo di mana? Mau ke Kuningan juga, kan? Gue di depan gedung fakultas gue, nih." Aundy masih berjalan tergesa.

"Fakultas lo? Fakultas apa?"

Wah, bener-bener. Jadi selama acara makan malam, ibu dan ayahnya berbusa-busa menjelaskan Aundy yang kuliah di jurusan Statistika ini tidak menarik perhatiannya sama sekali ya? Padahal Aundy hafal betul tentang Arganta Yudha yang kuliah di jurusan Ekonomi yang beberapa kali diceritakan oleh orangtuanya itu.

"Aundy? Lo masih di sana?"

"Fakultas MIPA!" Aundy sedikit membentak.

"Santai, dong," gumam Argan. "Gue udah di depan FMIPA dari tadi, disuruh Kak Audra jemput lo."

Tadi sok-sokan nggak tahu siapa Aundy dan nanya fakultas itu maksudnya apa? Aundy membuang napas kasar, tatapannya berkeliling, mencari sosok Argan.

"Camry hitam, cepet ya," titah Argan.

Leher Aundy sedikit memanjang. "Oke. Gue udah lihat." Dia mematikan sambungan telepon. Dan saat mau melangkah ke arah di mana Camry hitam itu terparkir, ada seseorang yang menarik tangannya.

"Ody!"

Aundy menoleh ke belakang, menemukan sosok yang selalu bisa membuatnya tersenyum setiap kali melihatnya. "Ariq?" Benar kan sekarang Aundy tersenyum. Terlebih, karena seharian ini dia belum bertemu dengan laki-laki itu. "Udah selesai kelas?"

"Masih ada satu mata kuliah lagi." Ariq adalah mahasiswa Jurusan Manajemen, dan jarak gedung kuliah mereka cukup jauh.

"Terus ngapain ke sini?"

"Nyari kamu, lah. Lumayan ada waktu setengah jam buat ketemu kamu, sebelum masuk kelas lagi." Ariq mengusap kepala Aundy.

Perut Aundy mendadak mulas, rasanya tidak rela harus bilang pada Ariq bahwa sekarang dia harus cepat-cepat pergi dan tidak bisa menemani waktu setengah jam yang sangat berharga itu—karena biasanya Ariq sangat sibuk. "Riq ...." Aundy memegang kaus di bagian pinggang Ariq. "Aku pengin banget nemenin kamu, tapi aku harus pergi."

Ariq mengernyit. "Ke mana?"

"Ke kawasan Kuningan. Mau nemenin Kak Oda ngecek gedung buat persiapan pernikahan."

Ariq mengangguk. "Kamu ke sana sama siapa?"

"Sama calon adik iparnya Kak Oda," jelas Aundy. "Dia kuliah di sini juga kok, jadi sekalian bareng berangkatnya."

"Oh." Ariq mengangguk lagi. "Ya, udah. Kamu hati-hati, ya." Dia mengusap kepala Aundy lagi.

Dia nggak penasaran calon adik ipar Kak Oda itu laki-laki atau perempuan? Memang bukan Ariq banget kalau harus penasaran lalu cemburu. "Iya, aku hati-hati." Aundy mengangguk. Setelah itu, ponselnya kembali bergetar, ada telepon masuk dari Argan.

Aundy tersenyum ke arah Ariq sebelum mengangkat telepon, dan suara protes di seberang sana terdengar, "Pacarannnya bisa nanti-nanti?"Argan sedang memperhatikannya, ya?

Aundy memutus sambungan telepon tanpa membalas ucapan Argan. "Aku pergi sekarang, ya. Udah nunggu dari tadi orangnya. Nggak enak."

"Oke." Ariq memegang tangan Aundy. "Bye."

Aundy menjauh, dan pegangan tangan Ariq terlepas. Dia menghampiri Camry hitam di depan gedung fakultasnya dan segera membuka pintu mobil. "Sori lama," ujarnya setelah duduk di samping jok pengemudi.

Argan berdeham, setelah menyalakan mesin mobil, dia bergumam, "Kalau ini taksi, argonya udah berapa?" Dengan nada sinis.

Aundy tidak tahan untuk tidak memutar bola matanya, dia memalingkan wajah ke kaca jendela di sebelah kiri. Dia akan membiarkan perjalanan ini tanpa suara. Karena, kesan yang dia dapatkan pada interaksi pertama mereka ini adalah ... Argan cukup menyebalkan.

***

Continue Reading

You'll Also Like

135K 4.9K 34
-Kepercayaan itu seperti sebuah kaca, jika sudah pecah, tidak ada yang bisa membuatnya kembali sempurna.- **** Berawal dari ketidaksengajaan Mery men...
1.4M 65.1K 56
[Belum di revisi] Cover by @slvee_design âš  Awas baperâš  "Takdir itu milik Allah, namun usaha dan doa adalah milik kita" Kisah tentang Mayra dan El. Ke...
11M 740 13
Sebuah perjalanan kisah seorang wanita dimana ia ditempatkan di suatu situasi yang membuatnya harus memilih, karena hal itu menyangkut masa depannya...
4.5M 219K 44
(TELAH DI BUKUKAN. BISA DI TEMUKAN DI TOKO BUKU KESAYANGAN KALIAN 😊) Sequel Dirty Marriage - Anindana Orang bilang, Pertemuan PERTAMA adalah kebetul...