Mantan Housekeeper Bos! (Hous...

By DhetiAzmi

3M 235K 11.1K

Tidak ada yang menginginkan menjadi orang tua tunggal. Apa lagi alasan itu karena seorang pria yang tidak ber... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Bab 26

Bab 22

82.3K 7.7K 171
By DhetiAzmi

Kalo gak sabar bisa langsung ke Karyakarsa atau google playbook ya Bestie❤️

Akhirnya aku sampai di rumah Sari, tentu saja dengan membawa Fani bersamaku. Beberapa kejadian yang datang berulang kali, mencelakai orang-orang terdekatku. Apa lagi ketika penculikan yang terjadi kepada Fani membuat aku semakin hati-hati dan tidak berani melepaskan Fani tanpa ada aku di sampingnya.

"Re─Oh, Fani juga ikut!" seru Sari, wanita itu sedang menyiram tanaman di halaman rumah.

Aku tersenyum. "Beri salam tante Sari,"

Fani mengangguk dan menyalami Sari. Sari terkekeh, mengelus rambut Fani. "Fani sudah sarapan?" tanya Sari.

Fani mengangguk. "Sudah tante,"

"Wah pintar, sekarang ayo masuk. Kakak Elsa masih ada di sekolah, Fani main sama mainan Kakak Elsa saja ya." Ujar Sari, membawa Fani ke sebuah ruangan khusus untuk bermain ruangan itu di cat dengan gambar yang membuat anak kecil betah di dalam, apa lagi dengan banyaknya mainan yang tersimpan rapi di dalamnya.

Fani memandang takjub ruangan itu, aku yang mengikutinya di belakang hanya bisa memasang senyum kecil. Aku mendadak merasa gagal menjadi orang tua karena tidak bisa memberikan apa yang putriku mau.

"Ma, Fani boleh bermain?" pertanyaan Fani menyadarkan ku.

"Ah? Ya, tapi Fani tidak boleh membuat ruangan berantakan oke?" ucapku, memberi tahu.

Fani mengangguk dan berteriak senang. Berlari ke dalam ruangan, mengambil beberapa mainan yang putriku sukai. Sari terkekeh melihat tingkah putriku, begitu juga dengan aku.

"Maaf jika putri saya merepotkan meminjam mainan Elsa" ucapku kepada Sari

Sari langsung mengibaskan kedua tangannya. "Tidak apa, Elsa juga tidak akan keberatan."

"Kamu yakin? Saya tidak enak, apa tidak apa-apa saya membawa Fani bekerja?" tanyaku, masih tidak enak hati.

Sari membuang napas lelah. "Tidak apa-apa, Re. Justru bagus kalau Fani ikut ke sini, Elsa jadi ada teman main. Kamu tahu, belakangan ini Elsa mengeluh karena aku tidak bisa sering menemaninya main. Kamu tahu sendiri perutku sudah membuncit, kadang aku capek dan lelah,"

Aku tersenyum. "Wajar saja, sebentar lagi kandunganmu menginjak 9 bulan."

Sari mengangguk. "Aku tidak tahu, padahal ini anak keduaku. Tapi rasanya benar-benar lebih melelahkan daripada mengandung Elsa."

Aku terkekeh. "Mungkin kamu lelah, karena harus mengurus Elsa sembari membawa adiknya."

Sari mengangguk-anggukan kepalanya setuju. "Bisa jadi, bahkan tiap malam aku tidak bisa tidur saking sesaknya."

"Saya juga pernah merasakannya," balasku, tersenyum paham sekali dengan keluh kesah Sari barusan.

"Sari, kamu lihat ponselku?" seseorang datang memanggil, Sari menoleh melihat suaminya datang dengan ekspresi kebingungan.

"Oh, kamu sudah datang Renata."

Aku mengangguk. "Selamat pagi Pak Elios,"

Elios mengangguk dan kembali bertanya kepada Sari. "Kamu lihat ponselku tidak?"

Sari membuang napas gemas. "Kenapa balik lagi? kamu yang punya ponsel kenapa tanya sama aku?"

"Aku lupa, tadi di kantor aku cari-cari tidak ada. Aku yakin tertinggal di rumah, tapi aku tidak tahu di mana," Elios kembali membalas.

"Masih muda kok kamu udah pikun toh mas!"

Elios meringis. "Ayolah Sayang, carikan ya, please aku harus buru-buru ke kantor lagi."

"Ck, kebiasaan."

Dan aku hanya bisa menggeleng melihat pertengkaran mereka. Tidak, mereka tidak bertengkar hanya sedikit berdebat saja. Dan sepertinya Elios selalu mengalah kepada Sari, yah, Elios memang sangat mencintai Sari. Seandainya saja Steven seperti it─Oh sialan, apa yang baru saja aku pikirkan? Kenapa aku harus membayangkan pria bajingan itu.

Astaga, sepertinya aku harus segera bekerja dan mengenyahkan semua tentang Steven sialan itu.

Waktu berlalu begitu cepat, bahkan Elsa sudah pulang dari sekolahnya. Gadis kecil itu sangat antusias melihat Fani di rumahnya. Bahkan Elsa dengan senang hati memberikan semua mainannya kepada Fani untuk di pinjam, sesekali Elsa mengajari Fani menggambar.

Aku tersenyum kecil, hatiku mendadak terharu. Melihat bagaimana cara Sari dan Elsa yang memperlakukan putriku dengan begitu baik, melihat bagaimana cara Fani tertawa bersama mereka, aku merasa benar-benar beruntung. Seandainya dulu aku tidak bertemu dengan Sari, mungkin aku masih menjadi wanita pengangguran yang mencari pekerjaan sana-sini.

"Re, kamu sedang sibuk tidak?" Sari tiba-tiba memanggil.

Aku yang memang baru saja menyelesaikan semua pekerjaanku menoleh. "Ada apa?"

"Elsa mau es krim, kamu belikan ya di mini market depan. Beli satu kotak yang rasa strawberry yang biasa aku beli." Sari memberikan dua lembar uang berwarna merah kepadaku.

Aku tersenyum lalu mengangguk. "Baik,"

"Hati-hati Re,"

Aku megangguk, keluar untuk membeli apa yang Sari mau. Karena jaraknya tidak cukup jauh, hanya keluar dari area Komplek saja di sana ada mini market kecil.

"Kamu─Kamu anak dari Guntur 'kan?"

Tiba-tiba suara asing memanggil, aku mendongak mengerutkan dahiku melihat pria tinggi tidak aku kenal. Pria itu mendekat, menarik satu tanganku cukup kuat membuat aku syok.

"Kamu anak Guntur si bajingan itu 'kan? Iya kan? Di mana Ibu mu? Di mana wanita murahan itu!? Beraninya dia membohongiku untuk melunasi utangnya!"

Aku tidak paham, memproses apa yang di katakan pria asing di depanku ini. "Anda siapa? Anda salah orang, lepaskan saya!"

"Tidak, aku tidak salah. Kamu sama persis seperti gadis yang ada bersama wanita murahan itu ketika aku menagih utangku, kamu anaknya 'kan? Di mana Ibumu hah!?" teriaknya murka.

Aku membisu, mencoba mencerna semua kalimat yang pria ini katakan. Pikiranku berputar ke dalam masa lalu, di mana aku masih tinggal bersama dengan Ibu.

Aku masih ingat ada beberapa pria datang ke rumah dan merusak isi rumahku, berteriak mencari Ayah yang berakhir memukul Ibu. Ah, mereka pra bajingan yang menagih utang ayahku. Mengingat itu hatiku mendadak sakit hati.

"Ibuku sudah meninggal, apa yang kalian mau lagi sekarang!? Kenapa kalian menagih utang pria yang bahkan saya saja tidak mau mengakuinya. Kenapa kalian menagih kepada kami hah!? Kami sudah tidak ada hubungan dengan dia!" teriakku, marah.

Pria tinggi itu mencengkeram tanganku cukup kuat. "Kamu pikir aku peduli? Ada atau tidak hubungan, aku mau utangku di bayar. Jika tidak, aku akan membuat hidupmu sama menderitanya seperti ibumu!"

Aku mencoba berontak, tapi cengkeraman pria tinggi ini benar-benar sangat kuat. "Lepaskan!"

"Tidak akan aku lepaskan sebelum utangku kamu bayar!"

"Kenapa anda menagih kepada saya! Saya tidak tahu menahu soal utang itu, dan saya juga tidak punya uang!" teriakku, masih mencoba menepis cengkeraman pria ini.

Pria tinggi itu tersenyum sinis. "Benarkah? Bukankah tadi kamu baru keluar dari rumah besar itu?"

Aku terdiam, membelalak lalu kembali memekik. "Saya bekerja di sana, itu bukan rumah saya!"

"Ah, jika seperti itu aku akan memintanya kepada majikanmu,"

Aku membelalak. "Jangan, apa yang anda lakukan! Majikan saya tidak ada urusannya dengan saya."

"Ada, kamu bekerja di sana dan aku akan meminta gajimu."

"Saya baru bekerja di sana!"

"Aku tidak peduli,"

Aku mematung, tubuhku gemetaran takut sesuatu terjadi. Aku tidak mau membuat Sari cemas dan terus merepotkannya. Entah ide dari mana, aku berteriak mencoba menghentikan langkah kaki pria tinggi menyeramkan yang berjalan di depanku.

"Berhenti. Baik, saya akan membayarnya!"

Pria itu menoleh ke arahku, satu alisnya naik tidak percaya. "Bukankah kamu baru saja mengatakan tidak punya uang?"

"Sa─saya memang tidak punya uang, tapi saya akan berusaha mencarinya." Balasku, gemetaran.

Pria itu terlihat menimang-nimang sebelum akhirnya negoisasiku di setujui. "Oke, aku beri kamu waktu 3 hari. Bayar utang orang tuamu sebesar 100 juta."

Aku membelalak. "100 juta!? Kenapa besar sekali,"

Pria itu tertawa sinis. "Tentu saja, kamu pikir berapa kali orang tuamu meminjam uang untuk berjudi kepadaku?"

"Tapi─,"

"Aku tidak mau tahu, jika dalam 3 hari kamu masih belum bisa mengembalikan uang itu, aku akan menagihnya kepada majikanmu." Ancamnya.

Aku membeku, tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Pria itu pergi begitu saja setelah memberi ancaman mengerikan kepadaku. Kenapa? Kenapa kejadian lalu harus kembali menghantuiku? Tidak puaskah dengan meninggalnya Ibu ku? Dan ayah, bajingan itu mati di hajar rentenir penagih utang. Dan sekarang, kenapa harus aku yang membayarnya? Aku bahkan sudah tidak melihatnya lagi semenjak Ayah selingkuh dengan wanita lain dan membawa kabur uang Ibu.

Bagaimana aku melunasi uang sebesar itu? Gajiku saja tidak mungkin bisa membayarnya. Tidak, aku tidak boleh menyerah. Aku harus mencari uang itu, aku tidak boleh melibatkan Sari dan keluarganya ke dalam masalahku, aku harus menyelesaikannya sendiri.








Continue Reading

You'll Also Like

7.5M 154K 18
Sebagian sudah diunpublish Ebook : https://play.google.com/store/books/details?id=leQvDwAAQBAJ Berawal dari One Night Stand yang tidak Rere sadari...
2.8M 359K 56
Mia, si dedek koas yang terpaksa jadi sugar baby demi membiayai cita-citanya buat jadi dokter spesialis forensik. Ini gara-gara dia nekat menolak dij...
21.5K 1.2K 11
Setelah 20 tahun berpisah Miyura Nanda dipertemukan lagi dengan Aaraz Radhitya, teman masa kecil sekaligus cinta monyetnya yang tiba-tiba saja menghi...
1.9M 90K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞