Middle

By Prhasian

115K 8.7K 2.5K

[ WATTYS 2017 CATEGORY THE NEWCOMERS ] Semua ini terasa menyakitkan, setelah kebenaran terungkap. Bahwa terny... More

Middle
Genta Senovano
Middle (1)
Middle (2)
Middle (3)
Middle (4)
Middle (5)
Middle (6)
Middle (7)
Middle (8)
Middle (9)
Middle (10)
Middle (11)
Middle (12)
Middle (13)
Middle (14)
Middle (16)
Middle (17)
Middle (18)

Middle (15)

948 78 7
By Prhasian

Saya sangat berterimakasih jika Anda memberi vote & comment, tapi saya lebih berterimakasih jika Anda memberi kritik, saran, masukkan dan merevisi cerita saya.

***

Sudah seminggu semenjak kejadian di kantin yang menimpa Via dan hingga kini keadaan masih tetap sama, Genta yang masih mendiami dirinya tanpa sebab yang jelas.

Ia merasa semakin hari cowok itu makin menjauhi dirinya, gadis itu yakin jika masalah di antara mereka bukan karena dirinya yang tidak membalas pesan dari cowok itu, melainkan ada hal yang tidak ia ketahui.

"Ayo Vi," panggil Kevin sambil menepuk bahu Via, "malah bengong nih anak."

Gadis itu pun tersadar dari lamunannya, "Eh, astaga sorry Vin gue lagi mikirin sesuatu tadi." Setelah menutup loker dan menguncinya mereka berjalan beriringan.

"Mikirin apa emang?" tanya Kevin tanpa mengalihkan pandangannya.

Via menggeleng pelan, "Ga penting kok."

Tiba-tiba Kevin berhenti, "Vi, kalau lo punya masalah lo bisa cerita ke gue." Cowok itu berdiri di depan Via "atau ini masalah antara lo sama Genta?" tanya Kevin memancing agar Via mau bercerita.

Sesaat mata gadis itu membesar dan berniat untuk menanyakan bagaimana cowok itu tau, namun ia urungkan. Via masih tetap pada pendiriannya untuk menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa melibatkan teman-temannya.

"Oh engga kok, gue lagi mikirin masalah keluarga gue. Kayaknya untuk masalah yang satu ini gue belom bisa cerita ke lo." Via sengaja berbohong dengan raut wajah yang meyakinkan agar Kevin percaya dengan ucapannya.

Kevin terdiam sejenak kemudian ia mengangguk, "Oke kalau itu yang lo mau, but just tell me if you want to need some help. Understand?"

Via mengangguk lalu mereka kembali berjalan menuju ruang OSIS dengan tangan Kevin yang merangkul bahu Via. 

Selama rapat dimulai hingga akhir, Via tidak bisa fokus dan sering melewatkan hal penting untuk dicatat. Untung saja sekretaris dua hadir saat itu, sehingga Via bisa melengkapi catatannya yang kurang lengkap. Hal tersebut tak luput dari mata Kevin yang sedari tadi selalu memerhatikan gadis itu.

Ia merasa Via benar-benar tidak fokus pada rapat kali ini, gadis itu banyak melakukan kesalahan. Entah bukunya atau kertas-kertasnya yang terjatuh, salah menulis perkembangan, dan lebih banyak melamun. Akhirnya Kevin memutuskan untuk menghampiri gadis itu yang berdiri di depan pintu sambil menyari sesuatu.

Kevin mengulurkan tempat pensil milik Via, sepertinya benda tersebut yang sedang ia cari, "Lo bener-bener ceroboh banget jadi cewek," ucap Kevin dengan nada candaan.

"Yaampun makasih banget Vin, gue duluan ya." Gadis itu langsung melesat pergi tanpa melihat ke depan, sehingga membuatnya bertabrakan dengan seseorang. Baru saja Via akan bersuara, seseorang sudah mendahuluinya.

"Cia, lo gapapa kan?" yang ditanya hanya mengagguk sambil memegang bahunya.

Via mengangkat wajahnya dan pandangan mereka bertemu, sesaat Genta melirik ke arah Kevin kemudian ia kembali menatap wajah Via.

"Lo itu ya Vi, ga pernah bener! Selalu aja ceroboh, gabisa kalem dikit, grasak-grusuk. Cewek apa bukan?!" Genta berujar dengan sedikit membentak.

Gadis itu tersentak dengan perkataan Genta, ia tidak menyangka Genta bisa berbicara seperti itu. Via sampai bingung harus berkata apa, ia hanya bisa menatap Genta dengan tatapan terkejut. Kevin yang tidak jauh dari mereka pun menghampiri Via dan membereskan barang-barang Via yang terjatuh berserakan.

"Oh ya satu lagi, lo urus tuh Vin cewek lo. Ajarin dia biar jadi cewek yang bener," Genta menjeda perkataannya, "Iya ya gue lupa, lo berdua kan sama aja. Jadi gue bisa maklumin kok," kemudian cowok itu melenggang pergi bersama Cia.

"Via, lo jangan dengerin omongannya Genta. Justru dia cowok yang ga bener." Kevin berusaha untuk menghibur Via agar dia melupakan perkataan Genta.

Via mengambil barang-barangnya, "Gue gapapa Vin. Hem, gue pulang duluan ya."

Lagi-lagi Kevin hanya bisa melihat punggung Via yang semakin jauh.

Disisi lain Genta dan Cia sudah berada dalam mobil milik cowok itu, ia kembali meluapkan emosinya dengan memukul stir mobil.

"Gue kan udah bilang, lo gabisa terus bigini Ta. Please, untuk kali ini lo denger omongan gue kayak dulu lagi." Gadis itu kembali memohon pada Genta agar untuk kali ini saja cowok itu mau mendengar perkataannya.

Genta membalasnya dengan senyuman, kemudian ia bergerak untuk memeluk Cia, "Thank you Ci, gue bersyukur bisa kenal sama lo."

***

Dalam hati, ia terus merutuki kesialan yang menimpanya. Pasalnya semakin ia berusaha menjauhi Via, justru ia semakin sering berhubungan dengan gadis itu. Seperti saat ini, ia mendapat tugas untuk membuat mind mapping dan ia satu kelompok dengan Via. Namun tidak hanya mereka berdua, masih ada tiga orang lagi dalam kelompok tersebut. Salah satunya Defo yang membuat Genta merasa lega walau hanya sedikit.

Genta semakin bertambah sabar ketika guru pelajaran Prakarya itu mengatakan tugas ini harus sudah terkumpul besok. Jika tidak, mereka tidak bisa mengikuti ulangan tengah semester. Jadi, mau tidak mau mereka harus mengerjakannya sekarang juga. Setelah berdiskusi cukup lama untuk menentukan tempat, akhirnya di sinilah mereka. Di rumah Genta, lebih tepatnya di kamar tamu.

"Keluarga lo pada kemana Ta?" tanya Sindi selagi menurunkan tasnya dan bahan-bahan untuk tugas mereka.

Arin ikut mengamati sekitar, "Iya sepi banget rumah lo."

Sembari melepas seragam sekolahnya cowok itu menjawab dengan nada canda, "Kepo banget sih lo berdua."

Defo yang dari tadi sudah melepaskan seragam sekolahnya dan hanya menyisakan kaos oblong berwarna putih, dengan santainya menghisap vape di balkon kamar tersebut. Ia kembali menghisap sebelum bersuara, "Mind mapping kita isinya apa?"

"Hem, gue sih maunya kita ngebahas tentang kebudayaan di Indonesia ada apa aja terus untuk konsepnya nanti kita tambahin unsur-unsur seni khas Indonesia gitu." Arin pun menjelaskan pendapatnya secara detail.

Sindi mengangguk dengan antusias menyetujui usulan yang disampaikan Arin, "Boleh banget tuh, nanti gue gambar batik deh. Gue bisa sih gambar sedikit-sedikit, gimana Vi menurut lo?" tanya gadis itu sambil menyenggol bahu Via.

Via tersadar dari lamunannya, "Ha? Eh iya iya, gue setuju." Via ikut mengangguk dengan wajah linglung. Kelakuannya sejak saat mereka sampai hingga detik ini, tak luput dari pandangan Genta dan Defo yang memerhatikannya.

"Lo kayaknya dari tadi ngelamun terus, lo gapapa Vi?" tangan Sindi bergerak menyentuh kening Via.

"Gue gapapa Sin, lagi mikirin pensi aja tadi." Lagi, ia kembali berbohong untuk menutupi apa yang sedang ia pikirkan.

Arin berujar untuk mengalihkan topik, "Lo jadi cowok ga pekaan banget sih Ta, ada temen lo bukannya dikasih minum gitu atau cemilan. Ini malah diem aja di atas kasur."

"Iya Ta, gatau apa kita capek nih," kata Sindi sambil mengipas-ngipaskan tangannya.

Pandangan Genta teralihkan menatap kedua gadis tersebut, "Iye bawel." Cowok itu pun keluar dari kamar.

Setelah beberapa saat Genta kembali dengan nampan yang berisikan gelas dan sirup jeruk, keadaan kamar juga sudah berubah. Bahan-bahan sudah berserakan dimana-mana, Defo juga sudah ikut bergabung ternyata.

Via, Sindi dan Arin masih belum menyadari kehadiran Genta. Via yang mengetahui terlebih dahulu langsung menghentikan tawanya lalu menunduk, berbeda dengan Arin dan Sindi.

Genta berdehem pelan, "Adanya cuma sirup, pembantu gue belom belanja. Jadi gaada makanan, kalau mau lo pada beli."

Defo yang sejak awal sudah merencanakan sesuatu, mulai merencanakan aksinya, "Yaudah gue aja yang beli makanannya."

"Eh iya post-it notenya belom dibeli juga nih," ujar Sindi.

"Lo sama Arin beli post-it note, gue beli makanan. Gimana? Biar kita cepet ngerjainnya," kata Defo tanpa memandang wajah Genta, karena ia yakin cowok itu sedang menatap tajam ke arahnya.

"Okey kita beli dulu, lo gunting-guntingin aja dulu kartonnya Vi sama Genta." Setelah Arin menutup pintu, tersisalah Genta dan Via di kamar itu.

Padahal AC di kamar itu sudah cukup dingin rasanya, tetapi dahi Via justru mengeluarkan keringat dan tangannya pun berair. Ia tidak peduli dengan Genta yang tertidur di atas kasur sambil memainkan Hp-nya, Via hanya tidak menyukai keadaan seperti ini. Kemudian ia beralasan ingin toilet, namun Genta tidak menggubrisnya sama sekali.

Via membasuh mukanya lalu menatap dirinya di cermin, "Via, lo gaboleh lagi nunjukkin kelemahan lo di depan Genta. Lo harus kuat, lo gaboleh jadi cewek cengeng yang kayak dulu lagi. Lo bisa Vi, lo pasti bisa." Gadis itu menyemangati dirinya sendiri sambil tersenyum, kemudian ia kembali ke kamar tamu.

Saat hendak kembali, ia melihat sebuah ruangan yang pintunya tidak tertutup rapat. Entah mendapat keberanian dari mana, gadis itu berjalan masuk. Ruangan itu didominasi warna hitam dan abu-abu tua, ruangan itu cukup luas dan gelap. Karena balkon kamar tersebut tertutup dengan tirai yang tebal, sehingga cahaya dari luar tidak bisa masuk ke dalam.

Mata gadis itu membesar melihat sesuatu yang berada di atas nakas samping tempat tidur, "Ini kamar Genta," ujar gadis itu dalam hati.

Tangannya terulur untuk menyentuh replika menara Eiffel, namun seseorang langsung menarik tangannya dan menghimpit badannya ke tembok.

"Siapa yang suruh lo masuk kamar gue dan nyentuh barang-barang gue?" tanyanya dengan suara agak keras dan menatap Via tajam.

Jantung Via berdegup dengan kencang, lo gaboleh nangis Vi, lo harus kuat. Kata-kata itu terus ia rapalkan dalam hati bagaikan mantra yang dapat menenangkannya.

"Gue-" ucapan Via terpotong oleh ucapan Genta.

"Persetan," desis cowok itu sambil menggeram lalu ia mencium pelan bibir Via, Genta terus melumat dengan lembut. Karena Via tidak membalasnya, Genta mulai memperdalam ciumannya kemudian menggigit bibir bawah gadis itu.

Via pun membuka mulutnya, membuat Genta semakin memperdalam ciumannya. Gadis itu menutup matanya perlahan, dan akhirnya sebutir air mata jatuh membasahi pipinya.

NOTE

Pertama-tama aku mau ngucapin terimakasih banyak sama kalian karena masih mau baca cerita ini yang penuh dengan ketidak jelasan 😭. Makasih juga atas 92K yang sampe saat ini masih ga nyangka bisa nulis sampe segitu banyaknya pembaca.

Semoga kedepannya makin banyak yang baca :)

Continue Reading

You'll Also Like

3.5M 207K 56
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
404K 42.7K 47
Rasa sakit menjadi alarm atau penanda bagi kita bahwa tubuh sedang tidak baik-baik saja. Ia memberikan sinyal kepada kita untuk lebih peduli atau mul...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

1.4M 59.1K 56
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
1.6M 77.1K 61
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...