The FALL of the Heartbreaker

By matchamallow

275K 38.1K 5.1K

Sinopsis di dalam More

SINOPSIS
PROLOG
Part 1 - Arrogant Princess
Part 2 - KIRS
Part 3.2 - Bolos
Part 4 - Taruhan
Part 5 - Kamu Siapa?
Part 6 - Masuk Ekskul
Part 7 - Live While We're Young
Part 8 - Comfort Zone
Part 9 - Strategi
Part 10 - Strategi Lagi
Part 11 - Strategi Teross
Part 12 - Nilai A

Part 3.1 - Bolos

12.9K 2.3K 134
By matchamallow

Sorry baru balik, abis banyak keluhan kesehatan mulu jadinya mengurangi begadang.

Btw aku mencoba pelan-pelan menyelesaikan cerita ini meski sedikit-sedikit. Selama seminggu ke depan aku bakal coba rutin update. Lagian ini proyek seneng-senengku jadi enjoy aja 🙏🙏

Tolong dibantu tekan bintang dong ⭐️

🍒🍒🍒

School life is best life ever...

"Sudah jadi nih? Gimana menurut kalian?"

Marissa memperlihatkan pamflet ukuran folio yang baru saja selesai dibuat di percetakan digital depan sekolah. Rencananya pamflet itu akan ditempel di mading agar semua murid tahu bahwa klub KIRS membuka penerimaan anggota kembali.

"Oke sip! Tinggal ditempel aja nanti," jawab Fathur.

"Berita gembira! Klub kita selamat!" tiba-tiba Pak Dika, pembina klub KIRS memasuki ruangan klub. "Kita sudah mendapat anggota!"

"Berapa orang, Pak?" tanya Fathur.

"Dua belas. Kebetulan pas rapat guru tadi kepala sekolah akhirnya mengusulkan mengumpulkan siswa yang belum memiliki ekskul dan mencoba memasukkannya ke klub kita."

"Boleh juga caranya," puji Fathur. "Tapi memangnya boleh begitu ya, Pak?"

"Mereka nggak punya pilihan. Sudah kewajiban siswa harus memilih satu ekskul dan ini konsekuensinya karena mereka nggak memanfaatkan kesempatan untuk memutuskan sendiri. Lalu Bapak kolaborasi dengan guru lain agar memasukkan semua murid mereka yang belum punya ekskul ke klub KIRS dan disetujui kepala sekolah. Tugas kalian adalah membuat mereka betah," Pak Dika menyerahkan sebuah kertas berisi nama-nama murid lengkap beserta kelasnya. "Ini daftar nama mereka. Sebentar lagi mereka datang, kalian absen satu-per satu ya. Bapak ke ruang guru dulu."

Aries, Fathur, dan Marissa membaca daftar nama itu dalam hati.

"Buset! Nggak salah nih?" Fathur langsung berseru.

"Apaan, Tur?" tanya Marissa.

"Lo nggak lihat? Jovita Amanda!" Fathur menunjuk sebuah nama di daftar.

"Jovita?" Anggota KIRS anak kelas X di depan mereka ikut bergumam berbisik-bisik.

"Memangnya kenapa kalau ada dia?" tanya Aries.

"Dih, Es! Ini mah kesempatan!"

"Permisi, Kak. Di sini ekskul KIRS?" Percakapan mereka terinterupsi oleh kedatangan beberapa siswa di depan pintu ruang lab.

"Iya bener," Fathur langsung menjawab antusias. "Sini kenalin diri dulu atu-atu."

Dengan takut-takut khas anak baru, siswa-siswa itu berbondong-bondong masuk barengan bagaikan tamu kondangan. Satu persatu mereka memperkenalkan diri dan ketiga pengurus KIRS tadi mencocokkan dengan daftar Pak Dika. Ada sebelas orang yang datang, dan itu artinya menyisakan satu orang.

"Yahh..." Fathur mengeluh kecewa mengetahui yang dia harapkan yang ternyata tidak datang.

"Berarti dia nggak jadi masuk ekskul kita ya. Syukurlah kalau gitu."

"Mungkin dia telat aja, Es."

Aries melirik jam di tangannya. "Telat dua puluh menit?"

Fathur nyengir. "Mungkin dia konde-an dulu sebelum ke sini. Biasa cewek."

Aries mencoret nama Jovita Amanda.

Fathur menghela napas pasrah.

🍒🍒🍒

Satu hari berlalu dengan gemilang. Hari ini adalah hari Jumat yang berarti satu hari lagi menuju Sabtu sore yang indah. Jovita mencintai Sabtu sore bukan dengan alasan yang sama seperti pasangan-pasangan kasmaran yang akan berkencan di malam minggu, tapi karena esoknya adalah hari libur sehingga ia bisa bangun siang dan tidak perlu bertemu PR serta pelajaran yang memusingkan.

Bahagia itu sederhana.

"Eh gila lo bener-bener pengen dipanggil guru lagi? Doyan apa gimana sih?"

Itu adalah komentar Hera saat tahu bahwa Jovita tidak hadir dalam ekskulnya kemarin. Padahal temannya itu sudah menunggu-nunggu curhatan penuh derita Jovita.

"Buktinya nggak dipanggil. Ini udah jam istirahat kedua lho," sahut Jovita santai sembari memakan siomaynya. "Udah deh, santai aja. Ekskul tuh nggak penting. Dulu smp juga gitu kan pas kita ikut ekstra paskibra, awal-awal aja rajin dateng, udah pertengahan nggak kedengeran lagi."

"Tapi kita anak baru Jo. Kita nggak tau gimana kebiasaan di sekolah ini. Mending jangan nekat deh," saran Erin pelan, beda dengan Hera yang selalu ngegas.

"Tau ah ni anak emang susah dikasi tau," gerutu Hera.

"Eh, btw tau nggak sih, anak kelas sebelah udah nge-wa gue nanya apa beneran Jojo masuk ekskul KIRS," celetuk Erin.

"Siapa?"

"Si Agus."

"Agus yang mana? Agus banyak."

"Agus kelas X IPA 7. Yang doyan ngupil. Katanya di bawah mejanya banyak upil-upil kering."

"Bangke lo! Gue lagi makan!" pekik Hera.

"Lah, elo yang nanya tadi."

"Ngapain dia nanya-nanya gue?" sela Jovita.

"Ya paling pengagum rahasia elolah." Erin terkikik.

"Idih, selamat ya, Say, disukai ama Agus upil," Hera ikut terkikik sambil menutup mulutnya.

"Jojo kan emang disukai para lelaki dari berbagai kalangan. Tua, muda, dunia nyata, dan gaib," puji Erin.

"Eh, Rin kalau lo ngomong kayak gitu mustinya lo curiga ama Kelvin. Jangan-jangan dia deketin lo modus aja biar bisa deketin Jojon."

"Kelvin siapa lagi?" tanya Jovita.

"Idih, belum pikun udah tua aja lo. Temen sekelas Erin pas SMP. Sekarang pedekate ama Erin."

Erin menggeleng-geleng. "Nggak! Nggak semua cowok sama. Dia nggak kena pelet Jojo kok."

"Yakinnnn?"

"Udah, jangan toxic lo, gue pokoknya yakin kalau Kelvin cuma suka gue."

"Tunggu. Dari ceritanya si Kelvin ini suka elo, tapi gue mau nanya emang lo juga suka Kelvin?" tanya Jovita.

"Dulu enggak," jelas Erin.

"Trus sekarang?"

Erin tersenyum-senyum dan memilih memakan siomaynya dibanding menjawab pertanyaan Jovita. Jovita mengernyitkan hidung.

"Sejak dikejar-kejar dia suka, Jon. Penyakit cewek...biasa...mudah jatuh cinta." Hera mewakilkan Erin.

"Emang si Kelvin cakep?"

"Stoppp!" sergah Erin dengan cepat. "Pertanyaan Jojo yang itu nggak usah dijawab. Nggak guna. Seumur-umur belum pernah gue denger Jojo muji cakep ama cowok. Semua jelek di mata Jojo."

"Ya, juga sih," Hera nyengir.

"Berarti jelek," simpul Jovita dengan malas.

"Jojo jahat!" Erin hampir memekik. "Nggak musti kan kita milih cowok karena cakep?!"

"Menurut gue si Kelvin lumayan. Udah Rin, lo jangan esmosi. Jojo nggak pernah jatuh cinta."

"Sok bijak lo. Emang lo sendiri pernah?" gerutu Jovita pada Hera.

"Pernah. Dulu pas SMP."

"Kok gue nggak pernah tau?"

Hera mendelik pada Jovita. "Lo mana pernah peduli hal lain kecuali diri lo?"

"Siapa sih, Ra?" tanya Erin antusias.

"Nggak, ah."

"Ihh, jangan gitu dong. Juga udah expired kisahnya. Cerita aja udah."

"Nggak. Gue kan cuma mau bilang ama Jojo kalau gue pernah suka ama orang."

"SMP woi, SMP," ucap Jovita meremehkan. "Lagian darimana lo tau kalau lo suka ama dia?"

"Ya, tau deh gue waktu itu masih SMP," Hera menumpukan dagunya di telapak tangan. Tatapannya menerawang jauh. "Tapi gue mikir simpel, sih. Gue suka aja. Pokoknya kalau udah suka sama orang lo bakal buta, Jo. Awalnya lo mungkin nganggep dia nggak istimewa tapi kalau udah suka lo bakal nganggep dia cowok paling cakep sedunia."

Jovita mengerutkan dahi. "Kedengeran kayak dipelet."

"Kok dipelet sihhhh? Indah banget tau!" Erin memegang pipinya. "Love is blind emang."

"Ya, ampun. Kak Devan oi! Kak Devan!" Suara bisikan cewek-cewek kantin di sekitar mereka membuat percakapan Jovita, Erin, dan Hera terhenti. Cewek-cewek itu memang sok berbisik-bisik, padahal suara mereka jelas kedengaran dari meja Jovita yang berjarak beberapa meter.

"Jon! Itu yang namanya Devan, biar lo agak apdet dikit! Kemarin kan lo gue bilangin tapi lo bilang nggak kenal!" Hera ikut berbisik setengah histeris setengah kesurupan.

Jovita menoleh ke arah pintu masuk kantin. Matanya mencari sosok yang menjadi pusat perhatian dan tidak sulit untuk menemukannya. Dia adalah pria yang Jovita temui kemarin di lorong saat hampir terlambat masuk sekolah. Badan yang tinggi tegap melangkah dengan penuh percaya diri dan slengekan. Mata yang tajam menyimpan misteri serta senyum malas yang tipis. Mata itu tiba-tiba terhenti saat beradu pandang dengan Jovita.

"Standar..." gumam Erin sayup-sayup yang membuat Jovita dan Hera menoleh.

"Kayak gitu lo bilang standar?!" protes Hera tak terima.

"Standar gue banget maksudnya!! Ih!" Erin memukul genit bahu Jovita yang kebetulan ada di sampingnya.

"Kelakuan abege labil! Langsung amnesia ama Kelvin," gerutu Hera.

"Janur kuning belom melengkung!"

"Emang lo mau nikah, Rin?" Jovita bergidik jijik.

"Eh, apa cuma perasaan gue aja, dia kayaknya jalan ke arah kita," potong Hera.

Erin menoleh kembali. "Iya, njirr, kayaknya dia emang ke sini," Tangannya mengguncang-guncang bahu Jovita. "Gimana nih, Jo?! Gue nerves! Gue belum siap nikah."

"Udah jangan lebay! Belum tentu juga dia ke si__"

"Boleh gue duduk di sini?"

Suara berat itu membuat Jovita, Erin, dan Hera mendongak. Devan ada di samping meja mereka. Tempat duduk di sekeliling meja itu ada empat yang otomatis menyisakan satu tempat kosong yakni bangku di sebelah Hera.

🍒🍒🍒

Makasi sudah tekan bintang ⭐️

Continue Reading

You'll Also Like

5.5M 372K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...
4.3M 257K 61
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
2.4M 241K 59
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?
469K 33.9K 27
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...