Young God(s) || KookV [ √ ]

By fantae-ssi

239K 33.5K 2.1K

"But, do you feel like a young God?" Ketua OSIS bernama Kim Taehyung itu punya suatu rahasia, namun apa jadi... More

✨ Intro: Heaven
✨ His Smile Is A Thorn
✨ What's His Name?
✨ I Saw You Hiding
✨ Are You Real?
✨ Don't Smile At Me
✨ Another Step to You
✨ You Can Call Me
✨ ✨
✨ I Can't Show You Me
✨ Put A Mask and Go
✨ Flower Like You
✨ Need To Be Hidden
✨ I Am Afraid
✨ I Am Shattered
✨ Will You Leave?
✨ The Only Thing
✨ In This World
✨ Want To Breathe You
✨ A Little Too Much
✨ Stand Before You
✨ But I Still Want You
✨ Back Then
✨ If I Was Brave
✨ Show You Me
✨ Be Young and Wild-Free
✨ Can't See You Again
✨ My Heart Is Breaking
✨ Everything Has Fallen
✨ You Know It All
✨ Love's Maze
✨ Darkness Isn't Eternal
✨ Bloom For You
✨ I Want To See You
✨ A Little Longer
✨ Can You Stay?
✨ Until Spring Comes Back
✨ The Winter
✨ Read More

✨ Epilogue: It's Ending.

6.8K 756 86
By fantae-ssi

Hal paling pertama yang Taehyung periksa adalah catatan panggilan. Ada dua panggilan keluar di beberapa menit sebelum kecelakaan terjadi. Yang pertama untuk 'Appa Park' dan yang kedua untuk 'Appa Jeon'. Jimin benar-benar menganggap ayah Jeongguk seperti ayahnya sendiri. Membuat perasaan sesak menyeruak di hati Taehyung, meski ia sendiri tidak tahu apa isi percakapan Jimin dengan kedua orang ayah tersebut.

Kemudian, jemarinya bergeser ke kanan untuk menekan ikon pesan. Nama 'Forever Nemesis' berada tepat di bawah pesan dari 'Appa Jeon'. Taehyung membuka yang teratas lebih dulu. Isinya menanyakan apa yang membuat Jimin tidak sampai tujuan. Isinya mengatakan bahwa Tuan Jeon sudah menunggu di kedai bulgoggi namun Jimin tak kunjung sampai. Lalu, pesan dari forever nemesis dibuka Taehyung selanjutnya.

Nafasnya tercekat untuk yang kesekian kalinya. Deretan kata itu tidak biasa saja. Deretan kata itu seperti menusuk-nusuk hatinya.

"Kau telah meminta maaf tapi aku belum memaafkanmu. Pergi dari hidupku selama-lamanya dan aku akan memastikan untuk memaafkanmu."

Taehyung sangat ingin mempercayai bahwa orang dibalik pesan itu bukanlah Jeon Jeongguk. Sangat ingin mempercayai bahwa Jimin memang mati murni kecelakaan, bukan karena pesan konyol seperti ini. Sangat ingin mempercayai bahwa ucapan terakhir Jimin di rumah sakit hanya omong kosong. Untuk membuktikannya, Taehyung menekan tombol panggilan terhadap pengirim pesan tersebut.

"Halo?" Suara itu benar-benar bukan yang diharapkan Taehyung. "Siapa ini? Setahuku, pemilik nomor ini sudah mati."

Jadi ini yang Eunwoo maksud kemarin. Bahwa hanya dirinya yang boleh membuka ponsel ini tanpa ada orang lain. Karena jika ia membukanya bersama Jeongguk, mungkin pria itu sudah lebih dulu mengambil ponsel Jimin sebelum Taehyung sempat mengecek yang lainnya.

Taehyung sudah menangis saat mematikan ponsel Jimin. Orang dibalik nama forever nemesis itu benar-benar kekasihnya. Jeon Jeongguk dengan suara dingin dan curiganya. Meski begitu, pria itu tidak menelepon ataupun mengirim satu pun pesan balik. Karena Jeongguk berada di sana, melihat dengan mata kepalanya bahwa pemilik ponsel itu, Jimin, telah dikubur bermeter-meter jauhnya di dalam tanah.

Aplikasi rekam suara adalah hal terakhir yang Taehyung lihat hari itu. Hanya ada satu dengan tanggal baru-baru terlewat ini. Taehyung mendengarkannya. Itu percakapan Jimin dengan seorang pria tentang dana pendidikannya. Diakhiri dengan Jimin yang mengancam pria itu jika ia menyalah gunakan dananya. Taehyung tidak menyangka jika Jimin mempertanggungjawabkan perbuatannya secara diam-diam seperti itu.

"Jimin..." Taehyung memeluk ponsel yang retak itu ke dadanya. Sangat erat. Sangat berharap jika yang tengah ia peluk saat ini adalah pemiliknya dan bukan hanya benda persegi panjang yang nyaris hancur. "Jimin... maaf."

Karena Taehyung tidak bisa menolongnya. Karena Taehyung tidak tahu kebenarannya. Karena Taehyung hanya mendengarkan cerita hidup Jimin dari mulut Jeongguk. Karena Taehyung terlalu mempercayai dan mencintai Jeongguk. Karena Taehyung... tidak dapat membuat Jeongguk menjadi teman yang baik untuk Jimin.

💫💫♠💫💫

He says "Oh, baby girl, don't get cut on my edges
I'm the king of everything and oh, my tongue is a weapon
There's a light in the crack that's separating your thighs
And if you wanna go to heaven you should fuck me tonight"

💫💫♠💫💫

Mereka tidak berangkat bersama hari itu. Taehyung menolak Jeongguk menjemputnya. Mengatakan bahwa ia ada urusan dekat Menara Namsan, jadi ia hanya tinggal berjalan sedikit untuk sampai disana. Kenyataannya? Taehyung tidak bisa berhenti memikirkan pesan terakhir dari Jeongguk untuk Jimin. Taehyung tidak bisa menatap Jeongguk tanpa merasa sedih dan kecewa.

Pria bersurai cokelat itu merapatkan jaket dan syal di lehernya. Desember berganti Januari yang artinya tahun baru telah datang. 2017 telah datang. Ia menaiki tangga dengan hati-hati karena banyak salju yang mencair disana. Sebenarnya apa yang telah ia lakukan adalah hal gila. Siapa yang mau datang ke Menara Namsan disaat musim dingin dengan salju turun seperti ini?

Tak berapa lama kemudian, ia sampai di tempat yang telah Jeongguk janjikan. Di depan wahana cable car. Hanya ada sekitar lima orang yang tengah mengantri disana. Jeongguk bukan salah satunya. Pria itu berada diluar antrian, bahkan diluar ruangan. Ia tengah menumpu badannya dengan kedua siku dilipat diatas besi pembatas. Menatap jauh ke pemandangan di depan sana tanpa mempedulikan salju yang jatuh di atas kepala dan jaketnya.

Taehyung berjalan mendekati dengan bibir bawah digigit kuat. Memeluk tubuhnya dari belakang dan membiarkan kepalanya berada di pundak sang kekasih. Jeongguk tidak menoleh, ia hanya terkekeh kecil. Ia sangat mengenali bahwa orang yang sedang memeluknya adalah Taehyung. Hanya pria itu yang berani dan boleh melakukan ini padanya.

"Kau datang."

"Tentu saja aku datang." Jawab Taehyung. "Apa yang membuatmu berpikir bahwa aku tidak akan datang?"

"Kemarin itu, kau 'kan?"

"Kemarin?"

"Iya, kemarin." Jeongguk menoleh pada Taehyung setelah pria itu melepaskan pelukannya. "Yang meneleponku menggunakan ponsel Jimin, itu kau. Itu suara nafasmu."

Jeongguk tidak bertanya, ia justru memberikan pernyataan. Hanya dari suara nafas, Jeongguk tahu bahwa penelepon itu adalah Taehyung. Meski begitu, pria itu tidak terlihat khawatir atau marah sekalipun. Ia sangat tenang. Berjalan memasuki ruangan untuk mengantri cable car. Taehyung mengikuti tanpa banyak bicara. Menerima uluran tangan Jeongguk yang membantunya untuk masuk ke cable car. Mereka duduk saling berhadapan sekarang. Lalu, pintu pun tertutup secara otomatis.

"Aku tidak akan bertanya bagaimana ponsel pria itu bisa ada padamu, Tae." Jeongguk tidak menatap mata Taehyung. "But, pertanyaanku adalah do you feel like a young God?"

Taehyung masih sibuk mengatur detak jantungnya yang menggila. Sebelumnya ia tidak pernah tahu bahwa ia sangat takut pada ketinggian, sampai hari ini datang. Ia berada di sebuah cable car dengan ketinggian lebih dari enam ribu kaki. Berjalan sangat lambat di atas secuil kota Seoul. Ia memejamkan mata tidak berani melihat pijakan kakinya yang tembus pandang. Ia tidak mungkin jatuh ia tahu itu, hanya saja perasaan takut itu tetap berada disana.

Pria yang penuh tindik di telinganya itu tidak mendapat jawaban. Maka ia menggidikan bahunya sendiri dan melanjutkan, "you know, the two of us are just young gods and we'll be flying through the streets with the people underneath."

Taehyung ingin mengatakan bahwa tidak, sama sekali bukan, mereka itu bukan Tuhan. Ya, mungkin mereka akan terbang diatas jalanan dengan orang-orang di bawah sana. Seperti yang tengah mereka lakukan sekarang ini. Terbang dengan alat atau kendaraan bernama cable car, tapi mereka tidak akan pernah menjadi Tuhan.

"Rasanya begitu lucu ketika pria itu mengatakan bahwa ia ingin menjadi Tuhan yang berkuasa—"

"Aku ingin jadi Tuhan yang tidak bisa dikalahkan apalagi dilukai oleh siapapun." Jawab Jimin tegas. "Jika ada yang menentang, aku akan langsung memberi hukuman. Tuhan yang seperti itu sangat keren dan kuat. Ia tidak akan pernah terluka."

"—dan yang tidak bisa dikalahkan oleh siapapun."

Taehyung akhirnya membuka mata hanya untuk melihat Jeongguk tengah tersenyum. Tidak mengarah padanya, melainkan pada jendela besar yang memperlihatkan langsung pemandangan di sekitar Menara Namsan itu. Kedua tangan Jeongguk berada di dalam jaketnya dan ia duduk begitu bebas di kursinya, tidak seperti Taehyung yang begitu cemas dengan merapatkan kedua kakinya.

"Nyatanya aku mengalahkannya. Dengan konsep Tuhan yang ingin membaur dengan para hambanya, lalu menghancurkan mereka."

Jeongguk pernah bertanya tentang permainan apa yang harus ia mainkan di kota metropolitan bernama Seoul. Kota padat penduduk, yang artinya ia bisa mempermainkan banyak manusia disana. Lebih dari yang pernah ia lakukan di Tongyeong.

Tongyeong hanyalah kota kecil berisi orang-orang bodoh. Pertama adalah Jimin dan selalu Jimin. Jeongguk dari awal mengatakan bahwa ia tidak ingin menjadi teman Jimin, ia hanya ingin menjadi lawan. Parahnya, bocah itu percaya saja ketika Jeongguk mengatakan bahwa ia akan berusaha menjadi teman yang baik untuknya. Meski yang terjadi justru sebaliknya.

Jeongguk selalu ingin jadi yang terbaik di taekwondo untuk membuat anak-anak disana iri pada kemampuannya. Termasuk Lee Jaehyun yang kebetulan punya kakak berparas cantik. Jeongguk tahu apa yang Jimin lakukan di balik punggungnya, ia tahu akan tiba saat dimana Jaehyun akan berkelahi dengan Jimin yang sudah mempermainkan kakaknya. Jeongguk hanya akan tertawa tanpa ada satu pun orang yang tahu.

Jeongguk juga selalu tahu bahwa Jimin sangat mendambakan ayahnya. Terlihat dari bagaimana kilatan sedih mata pria itu setiap Jeongguk berinteraksi dengan Tuan Jeon. Rasanya benar-benar menyenangkan melihat anak itu sangat berharap untuk diajak makan bulgoggi lagi dengan ayahnya.

Kemudian, Min Yoongi. Pria berkacamata yang jatuh hati padanya. Kata siapa Jeongguk tidak tahu apa yang Jimin lakukan padanya setiap pulang sekolah? Jeongguk tahu, Jeongguk menunggu untuk melihat. Di balik pohon diluar gerbang sekolah. Pria itu akan menonton bagaimana Yoongi mencari-cari kacamatanya yang dibuang Jimin ke sembarang arah. Ia hanya akan menggelengkan kepala dan tersenyum. Jimin pikir itu akan membuatnya peduli? Tentu saja tidak. Jika Jimin ingin bermain dengan Yoongi, maka bermainlah saja karena Jeongguk tidak peduli.

Sampai tiba dimana kecelakaan itu terjadi. Jeongguk dengan sengaja melemparkan kursi itu ke arah Min Yoongi dan bukannya Park Jimin. Pria itu memang menjadikan Yoongi tameng, tapi itu terjadi beberapa detik lamanya sebelum Jeongguk melempar kursi. Jeongguk bisa saja mengganti arah lemparannya, tapi itu tidak akan membuat kejadian ini tragis. Pada akhirnya Jimin yang merasa bersalah, pada akhirnya Jimin yang tidak bisa memaafkan dirinya sendiri, dan berpikir bahwa memang dialah penyebab Yoongi amnesia.

Seoul ternyata jauh lebih menyenangkan. Jeongguk langsung menjadi most wanted disana. Ia juga mendekati Irene yang punya kekasih bernama Jongin. Ia tahu Jongin berusaha mendekati Taehyung untuk membalas dendam, tapi pada akhirnya Irene sendiri yang mengakui pada Jongin bahwa ia menyukai orang lain. Jeongguk mendekati Eunha, lalu menjatuhkannya karena ia lebih membela Taehyung daripada gadis itu. Cha Eunwoo? Orang itu berada diluar bingkai yang tidak sengaja terseret dan menderita karena kehilangan sahabatnya sendiri, Jimin.

"Kau, Taehyung, adalah seseorang yang tidak pernah kuduga sebelumnya." Tutur Jeongguk.

"Apa maksudnya?"

"Kau tahu dari awal aku ingin sekali mengganggu hidupmu, karena itu kau yang pertama mengusik hidupku."

"Apa yang membuatmu mengubah tujuanmu?"

"Aku juga tidak paham. Perasaan itu tumbuh begitu saja."

Jeongguk menatap pria di hadapannya dalam-dalam. "Tidak tahu apa yang merasukiku saat itu, tapi aku menciummu secara tiba-tiba. Aku begitu penasaran dengan hidupmu. Apa yang membuatmu bekerja sebagai pelayan crossdresser? Apa yang membuatmu dibenci teman-teman satu sekolahmu?"

"Apakah semua perasaanmu padaku itu palsu, Jeongguk?"

"Tidak." Jawab Jeongguk cepat. "Aku sendiri tidak mengerti apa yang membuat diriku begitu ingin melindungimu. Aku bahkan membawamu ke apartemenku, memasakanmu ramyeon, lalu mengantarkanmu pulang."

Jeongguk menghela nafas. "Kau itu salah satu dari manusia bodoh di luar sana. Untuk apa kau menolong Jackson dan teman-temannya saat itu? Kau tahu itu hanya membahayakanmu karena kau bertemu dengan Park Jimin. Apa yang terjadi jika aku tidak datang?"

"Apa yang membuatmu datang?"

"Sudah kukatakan sebelumnya. Ada perasaan dimana aku sangat ingin melindungimu dan aku tidak tahu kenapa. Jujur, untuk pertama kalinya saat itu, aku sangat tidak ingin Jimin ikut campur ke dalam kehidupanku. Aku sangat tidak ingin Jimin mengetahui keberadaanmu dan semua tentangmu.

"Rasanya aku ingin menjagamu hanya untukku, hanya untuk menjadi rahasia kecilku dari dunia yang besar ini. Dan aku marah, sangat marah saat kau mengatakan padaku untuk menjauhimu karena ancaman Park Jimin."

Saat itu Jeongguk tahu bahwa Jimin hanya ingin membalas dendam. Ia tahu bahwa Jimin hanya mempermainkan Taehyung agar Jeongguk merasa cemburu. Karena akhirnya Jimin menemukan titik lemah Jeongguk setelah sekian lamanya mereka kenal dan Jimin tidak akan menyia-nyiakannya.

Meski begitu, Jeongguk bukan seseorang yang suka mengalah dan mundur. Ia juga akan membalaskan dendamnya pada Jimin, karena pria itu yang telah memisahkannya dengan ayahnya sendiri. Jeongguk sengaja mengirimkan pesan pada Jimin supaya tidak menjadi pengecut. Supaya membiarkan Yoongi yang kehilangan ingatannya bertemu lagi dengan Jeongguk. Untuk melihat apakah pria itu akan tetap menyukainya atau justru sudah berpaling pada Jimin. Diluar dugaannya, Jimin benar-benar mendatangkan Min Yoongi untuk menjadi pelayan di kafe dimana ia sering berkunjung itu.

"Taehyung, Jimin adalah monster." Jeongguk menjeda. "Begitu pula denganku. Aku juga seorang monster.

"Makanya aku melarangmu untuk mencintaiku karena itu merepotkan, karena aku mungkin melukaimu sebelum aku sempat menyadarinya."

Jeongguk dan Jimin saling menyakiti tanpa tujuan yang pasti, itu adalah kesimpulan yang diambil Taehyung. Mereka berdua sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu bodoh dan tidak berarti, namun mereka tetap melanjutkannya. Sampai salah satu dari mereka menyerah, sampai salah satu dari mereka akhirnya lenyap dan kalah.

"Tapi bukankah aku lebih baik dari padanya? Setidaknya, aku membuat ayahnya datang di saat-saat terakhirnya hidup."

💫💫♠💫💫

Perjalanan selama tiga jam menuju Tongyeong itu hanya diisi dengan keheningan. Taehyung mengikuti Jeongguk tanpa banyak bertanya. Mereka memasuki SMA Tongyeong yang sudah dipenuhi wartawan. Jeongguk dengan beraninya menembus kerumunan itu dan melangkah langsung ke ruangan kepala sekolah. Ia masih ingat dengan jelas dimana letaknya.

Taehyung pikir skenario terburuk adalah Jeongguk yang akan melayangkan pukulan pada pria tua yang berada di kursi kebanggaannya itu. Nyatanya, semua itu berada di luar dugaannya. Jeongguk berdiri dengan tenang menjulang di hadapan Tuan Park yang menatapnya dengan dahi berkerut. Taehyung hanya sibuk memperhatikan di ambang pintu—ia tidak mau ikut campur.

"Apa yang kau lakukan disini?"

"Seharusnya aku yang bertanya padamu. Apa yang kau lakukan disini sementara anakmu masuk rumah sakit karena kecelakaan?"

"A-aku... Aku tidak sanggup menemuinya."

"Menyesal atas segala yang telah kau lakukan?"

"Jaga ucapanmu, Jeon Jeongguk."

"Aku hanya mengatakan fakta, Tuan Park. Ayah yang tidak pernah mempedulikan anaknya, yang melakukan kekerasan, yang tidak pernah memuji anaknya. Tunggu, apa kau masih pantas disebut sebagai seorang ayah?"

"Kuperingatkan padamu—"

"Boleh aku menebak?" Sayang sekali Taehyung tidak bisa melihat Jeongguk menyeringai di depan sana. "Ada permintaan terakhir dari Park Jimin yang tidak kau sanggupi, hm?"

"TUTUP MULUTMU!" Teriaknya marah disertai gebrakkan kuat di meja kacanya. Retak, tentu saja meja itu retak karena kekuatannya.

"Oh, hanya ingin mengatakan satu hal lagi." Jeongguk merunduk untuk membisikkan sesuatu di telinga Tuan Park. "Dua tahun lalu, itu memang aku. Yang melemparkan kursi dengan sengaja pada Min Yoongi itu memang aku."

Tuan Park bangkit dari kursinya. Melewati Jeongguk begitu saja. Melirik sekilas ke arah Taehyung karena ia tidak mengenal anak itu sebelumnya. Namun ia tidak berhenti. Ia terus melangkah menuju mobilnya dengan tergesa. Tidak menghiraukan kamera-kamera yang tertodong padanya. Terus menjalankan mobilnya menembus kerumunan dengan jemari sibuk menelepon sang istri dengan telepon mobilnya.

Air matanya tidak tertahankan lagi. Akhirnya ayah dari Park Jimin itu menangis. Ia tahu apa yang dikatakan Jeongguk adalah kebenaran. Semua tentang dirinya.

"Yeobo..." Suaranya tertahan di tenggorokan sebelum melanjutkan, "Uri aegi... kita harus menjenguknya bersama-sama."

💫💫♠💫💫

"Oh, sepertinya aku tidak lebih baik darinya." Kata Jeongguk. "I killed him, didn't I?"

Selama ini, dunia hanya berpihak pada Jeon Jeongguk. Tidak pernah pada Park Jimin, bahkan sampai di akhir cerita hidupnya. Selama ini, yang orang-orang lihat adalah sisi antagonis Jimin. Memilih untuk menutup mata dan kemungkinan bahwa ada sisi lain darinya yang disebut protagonis. Dunia terlalu fokus pada cerita Jeon Jeongguk, tanpa pernah melirik sedikit pun pada sudut pandang Park Jimin.

"Jeongguk, ini waktunya untuk berhenti."

Taehyung mengatakannya sembari menangis. Ia membiarkan Jeongguk berpindah untuk duduk di sampingnya dan memeluknya. Menarik kepalanya untuk bertemu dengan dadanya. Membiarkan jemarinya menyusuri surainya untuk menenangkan.

Jaket yang dikenakan Jeongguk diremas kuat oleh Taehyung. Tidak ada satupun hal yang bisa diulang—apalagi waktu. Hanya ada satu yang bisa Taehyung lakukan. Yaitu, mencegah hal yang serupa terjadi kembali di masa depan. Taehyung tidak akan membiarkan Jeongguk melakukan hal bodoh lagi.

"Aku tahu." Jeongguk menunduk. "Maafkan aku. Aku tidak bisa menyelamatkanku dari diriku sendiri."

Jeongguk terlalu sibuk menyelamatkan orang yang dicintainya dibanding menyelamatkan dirinya sendiri. Lagipula penyesalan memang ditakdirkan untuk datang di akhir. Pesan darinya sudah terlanjur terkirim, Jimin pun sudah terlanjur pergi.

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa." Taehyung mendongak kembali. Menyentuh wajah Jeongguk yang bersedih dengan jemarinya yang dingin. "Kita akan memulai semuanya dari awal lagi."

"Tae, genggam tanganku." Selamatkan aku.

"Aku menggenggam tanganmu." Jemari Taehyung berpindah untuk mengisi ruang kosong diantara jemari Jeongguk. "Aku akan menyelamatkanmu."

Apa yang Jimin katakan bahwa Jeongguk tidak akan menjadi Tuhan yang baik itu sama sekali tidak keliru. Jeongguk memang tidak akan pernah menjadi Tuhan, baik ataupun buruk. Jeongguk hanya akan menjadi manusia biasa, yang hidup dan yang akan mati. Taehyung berjanji untuk akan berada disana. Menggenggam tangan Jeongguk, mengingatkannya jika ia hampir melangkah di luar jalurnya. Taehyung akan berada disana untuk menyelamatkan Jeongguk sebelum ia tak tertolong lagi. Tidak akan ada Jimin lainnya, tidak boleh ada Jimin lainnya.

Mereka turun dari cable car ketika kendaraan itu kembali ke tempat semula. Keduanya saling  berpegangan tangan. Jeongguk beberapa kali memeluk pinggang Taehyung, karena pria ceroboh itu hampir tergelincir di anak tangga.

Sampai akhirnya mereka berhenti di pagar penuh gembok. Taehyung menarik lengannya untuk membeli dua gembok. Salah satunya bertuliskan Jeongguk + Taehyung yang dituliskan oleh Jeongguk dan Taehyung menulis gembok lainnya dengan Jimin + Yoongi.

Hanya sebagai suatu tanda jika suatu hari nanti mereka kembali ke tempat ini. Dengan wujud, ingatan, dan zaman yang berbeda. Jeongguk mengeratkan gembok miliknya sekitar satu jengkal jaraknya dengan yang dieratkan Taehyung. Ia menatapnya bergantian sebelum menyunggingkan senyum kecil. Jeongguk berharap Jimin melihat hal yang dilakukan Taehyung untuknya. Mungkin dengan begitu, Jimin akan pergi dengan tenang karena katanya jika kalian mengeratkan gembok di dinding itu, maka cinta kalian akan abadi. Mungkin Jimin akan bertemu Yoongi suatu saat nanti.

"Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu."          

Jeongguk mencium Taehyung tepat di bibirnya. Penuh perasaan. Taehyung adalah hal terbaik yang pernah dikirim takdir untuknya. Jika tadi Taehyung tidak datang, mungkin esok hari akan ada berita terpampang di semua media massa. Tentang seorang pria yang melompat dari Menara Namsan dan mati di bawah sana. Kemudian Jimin akan menertawakannya karena mereka berdua sama-sama bodohnya.

Sampai nanti lagi, Park Jimin. Sampai nanti kita bertemu lagi.

THE END.

💫💫♠💫💫

I hope all of this make senses! Gimana, selama kalian baca buku ini apa rasanya kayak naik rollercoaster? Atau justru kayak masuk ke dalam labirin? Banyak teka-teki yang gamasuk akal?

Intinya... selamat! Kamu udah tiba di chapter terakhir buku ini. Terima kasih udah mau bertahan sampai sejauh ini! I appreciate you a lot 💜💜💜💜

Sampai ketemu di buku lainnya ya!

Continue Reading

You'll Also Like

89.1K 8.1K 8
Berawal dari dua garis merah di pagi hari. Emosi Taehyung naik turun dan kacau gara-garanya, sedang Jungkook mesti menahan tekanan batin selagi memup...
119K 18.5K 187
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
17.5K 2K 13
[COMPLETE] "HAH?!" Jimin berjengit kaget. Menyembunyikan teropong di tangannya dan segera menarik tangan Taehyung agar ikut menunduk sehingga tubuh...
103K 9.9K 26
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...