Love Is Not Over ✔

Galing kay ririrrrii

8.4K 745 347

"Aku tahu Kookie-ya, tapi tidak bisakah kau menahan diri? Kau sudah berada di tingkat akhir." "Kalau aku mena... Higit pa

(1) Noona
(2) Holiday
(3) Dream
(4) Love is Not Over
(5) Date
(6) In Luv
(7) Drive
(8) Boyfriend
(9) Relationship
(10) Stuck
(11) First Love
(12) Jealousy
(13) Jealousy 2
(14) Confession
(16) Break Up
(17) Date 2
(18) So Sorry
(19) Girlfriend
(20) Annoy
(21) Be My Lover
(22) Caught Up
(23) Stay Strong
(24) Happiness

(15) Gloomy

205 17 1
Galing kay ririrrrii

*

*

*

*

*

Hari masih pagi tapi Taehyung sudah duduk manis di kursi kerja milik Jungra, membuat si pemilik kursi terkejut begitu tiba di lokasi.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Jungra dengan nada sok jutek-nya.

Taehyung meringis, menampilkan deretan gigi depannya yang terekspos dengan sempurna. Melihat senyum itu, Jungra merasa senang tentunya. Namun tetap saja dia gengsi untuk menunjukkan rasa senang itu.

"Hanya ingin main."Well, Taehyung yang jail sepertinya telah kembali. Jungra semakin senang dibuatnya.

"Ini bukan tempat bermain. Pergilah."

"Jutek sekali sih? Bukankah kau senang saat melihat aku ada di sini?"

Ingin berkata 'ya' tapi gengsi.

"Tidak. Untuk apa senang? Sekarang pergilah. Jangan mengganggu orang bekerja."

"Ayolah, ini masih pagi. Kita bisa mengobrol sebentar."

Jungra menarik paksa Taehyung. Pria itu pun menurut, berdiri searah dengan tarikan Jungra. Kemudian mengambil kursi lain yang tak jauh dari sana, dan mendudukinya tepat di sebelah Jungra.

"Kenapa malah duduk? Cepat pergi sana."

Taehyung menggeleng kencang, membuat rambut indahnya ikut bergerak. "Tidak mau."

Oke, baik. Diperjelas saja. Jungra memang tidak suka dan tidak nyaman saat Taehyung cuek padanya. Saat Taehyung kembali seperti semula, yaitu seorang menyebalkan dengan kadar menyebalkan yang tak bisa diuraikan dengan kata-kata, Jungra memang senang. Namun bukan berarti Jungra tidak kesal karena sikap Taehyung itu. Jika boleh memilih, Jungra lebih suka Taehyung yang dulu. Taehyung yang berkencan dengannya dulu. Walau dulu sikapnya memang berubah-ubah kadang manja kadang dewasa, Jungra tetap suka.

Jungra mengerjapkan matanya beberapa kali saat sadar dengan apa yang dia pikirkan. Kemudian melirik Taehyung. Pria itu masih saja meringis, membuat Jungra heran.

"Kau ini kenapa sih?"

"Aku sedang senang."

Jungra semakin heran dibuatnya. "Kau gila ya?"

"Eoh." Taehyung mengangguk mantap, lagi-lagi membuat rambutnya ikut bergerak. "Gila karenamu."

*

*

*

Sore hari telah tiba.

Jungra POV

Aku tak habis pikir. Anak ini salah makan atau bagaimana? Kenapa seharian ini dia bergelayut manja padaku?

"Kapan selesainya?"

Dan sekarang dia mulai rewel. Biar saja, salah sendiri bersikukuh untuk menungguku hingga selesai bekerja.

"Noona."

Tak kuhiraukan.

"Noona."

"Noona."

"Berisik!" Makiku. Benar-benar mengganggu.

Dia malah terkikik. Bocah ini sepertinya benar-benar gila.

"Kau lucu sekali sih? Saat aku seperti ini, kau kesal. Tapi saat aku cuek padamu, kau sedih. Lalu aku harus bagaimana?"

What? "Apa katamu? Sedih? Sedih pantatmu."

"Tak usah mengelak, aku tahu kau sedih. Iya kan?"

"Tidak." Tentu saja aku bohong. Mana mungkin aku langsung mengaku? Bisa-bisa dia besar kepala nanti.

Setelah mendengar jawabanku, tiba-tiba Taehyung menggeser kursinya mendekat padaku. Eh, tidak. Maksudku mendekat ke arah komputerku.

"Apa masih kurang banyak? Aku bisa membantu lho."

Ucapnya dari jarak yang lumayan dekat. Ya ya ya, dekat dengan komputer. Namun mau tidak mau dekat denganku juga. Aku grogi dibuatnya.

Dan semakin grogi saat tiba-tiba dia menoleh, menatapku dalam jarak yang sangat dekat. "Katakan, mana yang harus aku bantu?"

Aku mengerjap, tak benar-benar fokus dengan apa yang dia katakan karena aku fokus pada wajahnya yang begitu dekat itu.

"Hey."

Aku mengerjap lagi. Sadar Jungra, sadar!

"Ti-tidak ada."

Syukurlah, dia sudah kembali bersandar pada kursinya.

"Lalu kenapa lama sekali?"

"Aku tak menyuruhmu menunggu. Kalau kau mau pulang ya pulang saja." Aku menjawab dengan lancar setelah memenuhi diriku sendiri dengan kesadaran. Sadar pasca mabuk karena terlalu banyak menatap ketampanan Taehyung.

"Tidak. Aku akan menunggumu."

Tak kuhiraukan. Aku memilih melanjutkan pekerjaanku. Bagusnya, kali ini dia anteng. Tak banyak gerak dan tak banyak bicara.

"Noona." Oke, dia mulai bicara.

Aku diam.

"Nanti aku makan malam di rumahmu ya?"

Aku langsung menoleh, memberi tatapan menyetujui yang aku balut dengan tatapan tidak setuju. "Tidak bisa." Ucapku ketus.

"Wae?"

"Aku akan makan malam dengan Yoongi Oppa di luar."

"Jangan bohong. Malam ini Yoongi Hyung sedang sibuk menggarap lagu kolaborasi di perusahaan sebelah."

Benarkah? Sial!

"Sekalian aku akan menginap."

"Mwo?"

*

*

*

Bukannya makan dengan tenang, dua bocah ini malah asyik sendiri dengan obrolan-obrolan tidak bermutu. Jungkook datang menggangguku dan Taehyung yang sedang makan malam. Jangan heran jika hanya ada aku dan Taehyung yang makan malam karena ini sudah terlalu malam untuk makan bersama keluarga Jeon. Tidak buruk, at least aku tidak satu meja dengan si nenek lampir.

"Jungkook, tidak bisakah kau membiarkan Taehyung makan dengan tenang?"

Taehyung bahkan sama sekali belum menyumpit makanannya, keduluan oleh Jungkook yang datang dan bercerita tentang banyak hal.

"Ah benar. Hyung, makanlah."

"Eyy, tak masalah. Aku bisa menangani ini." Taehyung mulai memasukkan makanan ke dalam mulutnya. "Lalu? Bagaimana dengan dosen galak itu?" Sempat-sempatnya menanggapi si Jungkook.

Biar saja. Tersedak baru tahu rasa.

*

*

*

Aku terkejut bukan main saat mendapati pria yang bukan bagian dari keluargaku itu telentang nyaman di atas ranjangku. Hey, aku baru selesai mandi. Nasib baik aku sudah berpakaian lengkap.

"Kau ini tidak waras ya? Bagaimana bisa kau masuk ke kamarku seenak jidat? Kau pikir kau siapa hah?" Aku tak bisa menahan diri. Kesal tentu saja.

Dia hendak berkata-kata tapi aku mendahuluinya. "Wae? Mau mengatakan kalau sudah minta izin pada Jungkook? Ini kamarku, bukan kamar Jungkook. Cepat pergi sana. Kau ini sama sekali tidak punya sopan santun."

Aku mendaratkan pantatku pada kursi di hadapan meja rias. Sekilas dapat kulihat Taehyung yang sudah duduk. Dan dia sedang cemberut. Lucu.

"Jungkook sedang telepon dengan pacarnya."

Kulihat Taehyung dari pantulan cermin. Kenapa harus memasang wajah imut seperti itu sih? Membuatku goyah saja.

"Aku juga akan telepon dengan pacarku. Cepat pergi sana."

Bibirnya semakin maju. "Ya sudah aku ke kamar Sunny saja."

"Ya! Jangan macam-macam kau."

Enak saja ingin pergi ke kamar Sunny. Kalau ada apa-apa bagaimana? Walau adik tiri, tapi aku harus tetap menjaga Sunny.

"Kau cemburu ya?"

"Tidak. Aku hanya tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi."

Dari pantulan cermin, dapat kulihat dia menyunggingkan senyum jail. "Jangan mengelak, aku tahu kau cemburu."

Iya iya, aku memang cemburu. Namun untuk kali ini rasa khawatir jika terjadi apa-apa yang tidak-tidak lebih mendominasi. Terserahlah dia mau beranggapan seperti apa.

Tak mendapat respons dariku, Taehyung kembali merebahkan tubuhnya. Aku sebisa mungkin mencoba untuk tidak peduli. Aku sibuk dengan skincare-ku.

"Aku tahu kalau kau dan Yoongi Hyung sedang tidak baik-baik saja." Taehyung berucap secara tiba-tiba dengan nada rendah yang menjadi cirinya jika sedang serius.

Apa-apaan ini? Kenapa membawa-bawa Yoongi oppa?

"Kalau memang sudah tidak kuat, putus saja."

Enak sekali dia bilang putus. Memangnya dia tahu apa?

"Aku tahu semuanya. Kalian tidak saling mencintai. Kalian sama-sama ingin lepas tapi tak ada yang berani melepas lebih dulu."

Aku menghentikan kegiatanku yang sedang memberikan tepukan lembut pada pipi. Aku memutar tubuh, menghadap Taehyung yang sedang menatap langit-langit itu.

Dia tersenyum, kemudian menoleh. Mendaratkan tatapannya padaku. "Mau kubantu?" Tanyanya.

"Pergilah." Ucapku dingin. Dia benar-benar sudah melewati batas kali ini. Tidak seharusnya dia ikut campur dalam hubunganku dengan Yoongi oppa.

Dia bangkit. "Baiklah, aku akan pergi. Kalau kau butuh bantuan, tinggal panggil aku." Dia berlalu.

"Ah iya." Dia berhenti di ambang pintu. "Aku mencintaimu." Ucapnya sebelum benar-benar pergi.

Aku terdiam. Berusaha mencerna apa yang baru saja kudengar. Walau dia sudah pernah mengatakan bahwa dia masih mencintaiku beberapa waktu lalu, tapi kali ini terkesan berbeda. Entah, aku benar-benar belum bisa mencerna satu kalimat singkat darinya itu dengan baik.

Jungra POV End

*

*

*

*

*

Jungkook dan Chaeyeon baru saja keluar dari kelas, saling bergandengan tangan layaknya remaja yang sedang dimabuk asmara. Itu memang kenyataannya. Mereka memang sedang dimabuk asmara. Beberapa pasang mata tentu merasa iri dengan hal itu.

"Hari ini ada waktu?" Tanya Jungkook penuh harap.

Namun harapan itu tidak pernah mendapat titik terang kalau tidak dia sendiri yang mengambil inisiatif seperti dua hari lalu saat dia menculik Chaeyeon, membawanya ke pantai dan menyatakan cinta di sana.

Seperti dugaan, Chaeyeon menggeleng. Jungkook sebenarnya ingin protes, dia ingin memiliki waktu Chaeyeon. Dia ingin pergi berkencan di luar, tidak hanya di kampus. Namun dia bukan tipe pria pemaksa yang mengharuskan kekasihnya melakukan sesuai kehendaknya. Dia menghargai setiap keputusan Chaeyeon. Namun rasa kecewa selalu datang saat Chaeyeon menolak. Bahkan sebelum berkencan seperti sekarang pun, dia selalu kecewa dengan setiap penolakan yang Chaeyeon sampaikan.

Tak hanya Jungkook, Chaeyeon pun sama kecewanya.

"Bagaimana kalau akhir pekan?" Tak ingin larut dalam kekecewaan, Chaeyeon mencoba mengambil jalan tengah. Sepertinya mulai saat ini dia harus merelakan beberapa gajinya hilang karena dia akan mengambil waktu bebas selama beberapa jam di akhir pekan.

Setelah dipikir-pikir, Chaeyeon juga butuh waktu untuk kehidupan mudanya. Jika dulu dia memang tidak memiliki kegiatan lain sehingga menggunakan waktunya untuk bekerja, kali ini berbeda. Dia sudah memiliki kekasih. Dia perlu waktu untuk kencan dengan kekasihnya itu. Baiklah, akhir pekan adalah khusus untuk Jungkook walau hanya beberapa jam.

"Akhir pekan?" Tanya Jungkook memastikan.

Chaeyeon mengangguk mantap. "Pagi sampai siang. Eotte?"

Tentu saja Jungkook mau. Pun dia langsung mengangguk mantap. "Kalau begitu sekalian aku kenalkan pada Noona-ku ya?"

Raut ceria Chaeyeon mendadak berubah. Gugup tentu saja. "Aku belum siap." Ucapnya lirih.

"Apanya yang belum siap? Kita hanya akan bertemu Noona." Jungkook meyakinkan. "Tak apa-apa, Noona hanya tiga tahun lebih tua dari kita."

Chaeyeon ragu.

"Percaya saja padaku. Noona-ku itu orangnya asyik walau kadang suka cerewet."

Chaeyeon masih ragu.

"Baiklah, begini saja. Aku akan ke rumahmu dulu bertemu Imo-mu, lalu kita ke suatu tempat untuk kencan, dan setelah itu kita makan siang dengan Noona. Eotte?"

Chaeyeon terkejut. "Be-bertemu Imo?" Gadis itu tidak menyangka Jungkook sudah ingin bertemu dengan imo-nya. Dia merasa ini terlalu dini.

Jungkook mengangguk.

"Ti-tidakkah ini terlalu awal?"

"Awal bagaimana? Bukankah lebih baik jika aku memperkenalkan diri di awal?"

"Iya sih, tapi...."

Jungkook menanti kelanjutan kalimat Chaeyeon.

"Aku belum siap."

Jungkook gemas sendiri dibuatnya. Sejak tadi tetap saja belum siap. "Tidak apa-apa Chaeyeon-ah, hanya berkenalan kan?"

Iya sih. Baiklah, Chaeyeon mengalah. "Baiklah."

Jungkook tersenyum.

*

*

*

Niat awal adalah mengajak Yoongi makan siang, tapi berakhir dengan makan siang bersama Taehyung. Studio Yoongi kosong. Pria itu kembali menghilang tanpa jejak. Hilang seolah menghindari Jungra.

"Kenapa tidak makan?" Tanya Taehyung saat mendapati Jungra sama sekali belum menyentuh makan siangnya.

Tak ada jawaban. Jungra hanya menatap kosong pada Taehyung.

Taehyung POV

Dia tak menjawab. Hanya menatapku. Aku tak tahu arti tatapan itu. Selama ini aku selalu bisa membaca tatapannya, tapi kali ini aku tak bisa.

"Jungra-ya." Aku memanggilnya.

"Panggil aku Noona." Ucapnya ringan seringan tatapannya padaku.

"Iya, nanti saja kalau sudah ada orang." Aku cuek saja, memilih kembali melanjutkan makan siangku.

"Kau benar-benar tidak punya sopan santun." Ucapnya pelan tapi terdengar menusuk.

Aku kembali menatapnya. "Iya, aku memang tidak punya sopan santun. Tapi itu hanya denganmu. Bukankah dulu kau tidak mempermasalahkan itu? Bukankah kau sendiri yang memintaku untuk tidak memanggil Noona?"

"Dulu ya dulu. Sekarang aku mau kau memanggilku Noona."

"Iya, kan aku sudah bilang. Nanti kalau ada orang aku akan memanggilmu Noona." Tegasku.

Dia terlihat kesal. Pun bangkit tapi aku dengan cekatan menahan pergelangan tangannya. "Mau ke mana?"

Dia tak menjawab, justru berusaha melepaskan diri.

"Aku masih ada perlu. Duduklah." Ucapku setenang mungkin. Dia menurut. Selalu saja menurut saat aku mengandalkan ketenangan.

"Bagaimana? Sudah membuat keputusan?"

"Keputusan apa?" Tanyanya, terlihat sedikit bingung.

"Tentang kelanjutan hubunganmu dengan Yoongi Hyung."

Dia menghela napas panjang, kemudian menopang dagunya. Sepertinya putus asa. "Molla."

See? Dia memang putus asa.

"Aku kan sudah bilang, putus saja. Kalian itu tidak saling cinta. Kembali saja padaku. Kita saling cinta."

Dari tatapannya, dia seperti tidak terima dengan ucapanku. Namun dia sama sekali tidak mengelak melalui kata-kata. Ya bagaimana mau mengelak kalau apa yang aku katakan adalah benar?

"Aku akan membantumu, bagaimana?" Aku terus menyerangnya dengan kata-kata yang menguntungkanku. Eh, tidak. Menguntungkan semua pihak lebih tepatnya.

"Kau akan membantuku?"

Kena kau. Aku mengangguk penuh semangat.

"Bagaimana caranya?" Well, sepertinya Jungra memang benar-benar sudah putus asa. Sama saja dengan Yoongi hyung.

"Nanti malam kita pergi berkencan, eotte?"

Jungra terkejut, terlihat jelas dari raut wajahnya. "Kau gila ya?"

Terus saja mengataiku gila. Padahal aku juga sedang membantunya. Aku menghela napas panjang sebelum menjelaskan. "Jadi begini, kita perjelas saja. Kau dan Yoongi Hyung tidak saling cinta tapi kalian sama-sama terjebak dalam status kalian. Tak ada yang berani mengakhiri karena selama ini kalian tidak pernah ada pertikaian berarti. Aku benar kan?"

"Aku...."

"Kau masih ingin berkata jika kau mencintai Yoongi Hyung? Ayolah, jangan menipu dirimu sendiri."

Jungra terlihat bingung. "Tapi...."

"Jika yang kau khawatirkan adalah Yoongi Hyung, maka kau tidak perlu khawatir lagi. Dia juga tidak mencintaimu. Aku yakin kau tahu akan hal itu tapi kau menutup mata. Aku benar lagi kan?"

Jungra tak menanggapi, pun tak berkutik.

"Baiklah, sekarang begini saja. Daripada rumit dan tak cepat selesai, lebih baik kalian bertemu dan segera mengakhiri ini. Aku akan menjadi penengah. Bagaimana?"

Jungra masih diam. Lama sekali berpikirnya.

Taehyung POV End

*

*

*

"Noona." Jungkook memanggil noona-nya yang masih duduk diam di kursi kerja. Pekerjaan sudah selesai, tapi Jungra masih betah duduk di sana sambil menunggu Jungkook menjemput.

Jungra menoleh pada sumber suara. Seperti biasa, Jungkook hanya menampakkan kepalanya di ambang pintu. Bocah itu kalah berani dengan Taehyung yang sesuka hatinya masuk ke ruang kerja karyawan.

"Sudah selesai?"

Jungra mengangguk, pun segera bangkit dan pergi bersama Jungkook.

"Noona, kau terlihat lelah sekali."

"Eung." Jungra hanya bergumam.

Jungkook yang awalnya ingin menyampaikan sesuatu menjadi ragu. Sambil berjalan sesekali dia melirik sang noona. Benar saja, noona-nya itu memang terlihat sangat lelah. Bahkan sedikit pucat.

"Noona, kau sakit ya?" Tanya Jungkook penuh dengan kekhawatiran.

Jungra menoleh pada Jungkook sekilas. Dapat melihat si adik dengan raut wajah cemasnya. Tak ingin tersenyum, tapi Jungra justru tersenyum. Berterima kasihlah pada Jungkook yang telah mengkhawatirkannya. "Aku tidak sakit. Hanya lelah."

Jungkook POV

Akhir-akhir ini aku merasa noona sering sekali lelah. Apa pekerjaannya sangat banyak? Bahkan waktuku untuk bercengkerama dengan noona jadi berkurang karena dia sering pulang larut.

"Noona, apa pekerjaanmu sangat banyak?" Tanyaku saat kami sudah berada di dalam mobil.

Ah iya, sekarang ganti aku yang mengantar dan menjemput noona. Rasanya senang sekaligus bangga pada diriku sendiri. Ingin sih pamer pada noona, mengatakan kalau aku sudah dewasa dan sudah bisa pergi ke sana ke mari sendiri, tapi aku tak mungkin sesumbar mengingat kondisi noona.

"Ya begitulah." Ucapnya lirih. Dia duduk bersandar, menoleh pada jalanan. Aku tidak suka melihat noona seperti ini.

"Bagaimana kalau ke dokter?"

Noona menoleh padaku. "Untuk apa?"

"Noona sepertinya sedang sakit."

"Aku tidak sakit, hanya lelah." Noona kembali berpaling, menatap jalanan.

"Kalau begitu bilang saja pada Appa agar mengurangi pekerjaan Noona."

"Eung." Hanya bergumam sebagai jawaban.

Hey hey, tunggu dulu. Sepertinya aku tidak asing dengan keadaan seperti ini. Tapi....

Ah benar. Yoongi hyung. Ya, akhir-akhir ini Yoongi hyung juga terlihat sangat murung dan tak banyak bicara. Oke, dia memang tak banyak bicara, tapi akhir-akhir ini semakin parah. Dia bahkan tidak produktif dalam mencipta lagu. Yang dilakukannya hanya bermalas-malasan dengan wajah jutek seperti tak ingin di ganggu. Dia juga lebih sering mengabaikan anak-anak Bangtan.

"Apa Noona ada masalah dengan Yoongi Hyung?" Tanyaku setelah selesai mengotak-atik pikiranku.

Noona menoleh lagi padaku. Aku melirik sekilas. Dia tak mengatakan apa pun. Jadi benar ya? Mereka sedang ada masalah?

"Benar ya?"

"Apa Taehyung mengatakan sesuatu padamu?"

Taehyung hyung? Kenapa jadi membahas Taehyung hyung?

Aku menggeleng. "Kenapa jadi membahas Taehyung Hyung?" Aku membulatkan kedua mataku setelah tersadar akan sesuatu. "Noona selingkuh dengannya ya?" Tanyaku spontan.

Nonna memukul lenganku. "Jaga bicaramu."

Aku merengut. "Aku kan hanya bertanya. Habisnya Noona dan Yoongi Hyung sama-sama murung akhir-akhir ini. Dan saat aku bertanya, Noona justru membicarakan Taehyung Hyung. Aku kan jadi curiga."

"Kalaupun aku selingkuh, aku akan memilih selingkuhan yang waras."

Aku terkikik. "Memangnya Taehyung Hyung tidak waras ya?"

"Tidak. Dia itu gila. Makanya jangan dekat-dekat dengannya kalau tak mau tertular."

"Wohooo.... Noona, kau sadar tidak sih? Saat membicarakan Taehyung Hyung kau selalu bersemangat. Bukankah tadi kau lemah letih lesu? Namun sekarang lihatlah, kau jadi bersemangat. Atau jangan-jangan memang benar ya? Kau selingkuh dengan Taehyung Hyung?"

Noona memukulku lagi.

"Noona, aku sedang menyetir. Jangan memukulku."

"Biar saja. Siapa suruh kau kurang ajar padaku?"

Aku terkikik lagi. Melihat noona kesal seperti ini lebih menyenangkan dari pada melihat noona murung. Bahkan dia sudah tidak terlihat pucat lagi, membuatku sedikit tenang. Mengenai masalah yang sedang dihadapi noona dan Yoongi hyung, nanti saja aku mencari tahu.

Jungkook POV End

TBC






___________
2019-03-10

Ipagpatuloy ang Pagbabasa

Magugustuhan mo rin

109K 11.3K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
465K 46.6K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
13.4M 1.1M 81
♠ 𝘼 𝙈𝘼𝙁𝙄𝘼 𝙍𝙊𝙈𝘼𝙉𝘾𝙀 ♠ "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
128K 10K 87
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...