Bossy Guan (Panwink)

Av pocseidon

34.3K 3.7K 823

"Kalau begitu.. Saya akan bantu gadis manis ini untuk balas dendam kepada pacarnya" Ps: Gender Switch Mer

01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

11

1.4K 156 46
Av pocseidon

Cantik.

Itulah hal pertama yang ada di benak Samuel saat berpandangan dengan Somi. Wanita yang baru saja menghentikan perdebatannya dengan Jihoon.

Kedua wanita itu sedang duduk tidak jauh darinya. Sedang serius membicarakan sesuatu. Ia mengerti itu. Ia mengerti apa yang Jihoon bicarakan dengan Somi. Dan ia tidak mempermasalahkan itu. Toh itu juga masalah Jihoon dengan Guanlin.

Bibirnya kembali menyesap wine yang ada di tangan kirinya. Tangan kanannya mengetuk-ngetuk lengan sofa tidak sabaran.

Matanya sedari tadi tidak lepas dari kedua wanita itu. Ah, atau lebih tepatnya dari Somi.

Ia berdecak kesal karena dari tadi ponselnya terus bergetar. Beberapa panggilan tak terjawab ia abaikan. Dan itu semua dari Guanlin.

Tadi ia sempat mengangkatnya, Guanlin memintanya untuk membawa Jihoon kembali padanya. Namun ia sedikit menjahili Guanlin. Jadilah pria arogan itu marah-marah padanya.

Ia berdiri, berjalan mendekat ke arah Jihoon dan Somi. Namun matanya tetap mengarah ke Somi.

"Jihoon ayo kembali. Guanlin mencarimu"

Jihoon mendongkak, ia menghela napas lalu mengangguk pelan.

"Somi, aku harus kembali"

Somi tersenyum--yang mana itu membuat Samuel terpana, ia mengusap bahu Jihoon. Memberinya semangat. Semangat menghadapi pria seperti Guanlin.

Somi ingin sekali membantu Jihoon. Tapi ia bisa apa? Guanlin bukan pria yang mudah di ajak bernegosiasi. Somi tahu itu. Jadi ia hanya bisa melakukan ini ke Jihoon. Karena yang hanya bisa membebaskan Jihoon itu Guanlin sendiri.

Ngomong-ngomong, Somi juga sudah mengetahui siapa pria yang tadi berdebat dengan Jihoon, Samuel. Tadi mereka sempat berkenalan.

Somi bisa berada disini karena ia sedang ada acara dengan teman sesama modelnya. Dan secara tidak sengaja ia melihat Jihoon dengan pria asing tidak dikenalnya--yang nyatanya itu adalah Samuel, sedang berduaan.

Makanya ia menghampiri Jihoon, karena sudah lama tidak bertemu dan juga karena informasi dari Euiwoong dan Hyungseob tentang diculiknya Jihoon oleh Guanlin.

Awalnya ia ragu jika itu Jihoon. Karena tidak mungkin Jihoon berada di tempat ini, dengan pria asing pula. Namun jika dengan Euiwoong dan Hyungseob mungkin tidak masalah. Tapi semakin ia mendekat, dengan jelas ia melihat kalau itu benar-benar Jihoon.

"Som, aku pergi dulu" pamit Jihoon yang sedikit tidak rela.

Somi mengangguk.

Jihoon dan Samuel pun berjalan meninggalkan Somi setelah pamit. Mereka keluar dari bar dan masuk ke dalam lift.

"Jihoon, kenalkan aku pada temanmu tadi" pinta Samuel begitu lift sudah bergerak ke bawah.

"Hah? Maksudmu Somi? Bukannya tadi kalian sudah kenalan?" Bingung Jihoon.

"Yah.. maksudnya.."

Jihoon menatap Samuel bingung. Otaknya berjalan dengan cepat, detik selanjutnya ia menatap Samuel garang.

"Tidak! Kau pasti--"

"Aku apa?" Potong Samuel cepat.

Jika Jihoon mendekatkan Samuel dengan Somi sampai mereka menjalin suatu hubungan, tentu saja Jihoon tidak mau. Ia tidak setuju. Ia tahu bagaimana perilaku Samuel terhadap wanita, seperti Guanlin.

Dan Jihoon tidak mau sampai Somi mendapatkan hal itu. Mungkin cukup dirinya saja.

"Tidak. Kau tidak boleh"

Samuel mengerucutkan bibirnya kesal. Tidak menutup kemungkinan memang, kalau nanti ia hanya bermain-main dengan Somi.

Pintu lift terbuka, keduanya berjalan keluar. Namun baru beberapa langkah Jihoon keluar lift, ia sudah berhenti. Di depannya tidak jauh darinya, berdiri sosok Guanlin yang sedang menatapnya tajam.

Dengan gugup ia mendekati pria itu. Samuel malah santai padahal ia tahu Guanlin sedang marah.

"Hey--"

Guanlin tidak memedulikan Samuel, ia menarik Jihoon dengan kasar sampai gadis itu terpekik kaget. Ia sedang emosi sekarang.

Guanlin menyeret paksa Jihoon keluar hotel. Jihoon melirik Samuel dengan wajah memelasnya, mencoba meminta bantuan. Tapi Samuel hanya tersenyum tipis seperti mengatakan maaf.

Bruk

Dengan tidak berperasaannya Guanlin menghempaskan tubuh Jihoon di kursi mobil sampai punggung gadis itu membentur pintu mobil.

"Cepat jalan!"

Teriaknya keras, supir mobil itu tergesa-gesa menjalankan mobil. Ia sudah takut juga melihat tuannya yang sedang marah.

"Kau ini kenapa?" Tanya Jihoon sambil meringis memegangi punggungnya.

"Kau tanya kenapa hah?!" Guanlin mencengkram rahang Jihoon memaksakan gadis itu mendongkak.

"Kau pergi dengan Samuel!" Guanlin makin memperat cengkramannya.

"Akh.. aku cuma--"

"Diam!"

Sontak Jihoon menutup matanya. Tubuhnya langsung bergetar hebat. Ia juga bingung kenapa Guanlin tiba-tiba marah. Apa cuma karena ia pergi dengan Samuel? Rasanya tidak mungkin. Ia tidak melakukan hal-hal aneh dengan Samuel bukan? Sepertinya Guanlin yang aneh.

Guanlin kembali menyeret Jihoon masuk ke dalam mansion. Ia tidak peduli pada pelayan yang membungkuk hormat padanya saat ia masuk. Para pelayan itu menatap iba Jihoon. Tidak berani sama sekali membantu, karena tidak ada yang bisa mereka lakukan. Walau gadis itu menatap mereka meminta bantuan.

***

Brak

Guanlin melempar tubuh Jihoon di atas ranjang, tak lupa ia mengunci pintu. Ia melepaskan ikat pinggang yang melilit pinggangnya.

"Ka-kau mau apa?" Ucap Jihoon dengan suara bergetar. Ia menjauhkan diri dari Guanlin saat pria itu mendekat.

Guanlin tidak menjawab, ia melepas dasinya dan mengikatkannya ke kedua tangan Jihoon. Ia lalu memaksakan gadis itu untuk menungging. Dan meletakan tangan Jihoon di sandaran ranjang sebagai penyanggah tubuhnya.

Ctak!

Satu cambukan keras mendarat di bokong Jihoon. Gadis itu berteriak kesakitan. Lalu Guanlin kembali mencambuknya.

Tak tanggung-tanggung, Guanlin mencambuknya dengan ikat pinggang kulit dengan cukup keras. Walaupun secara tidak langsung karena ia masih menggunakan gaun, tapi tentu saja rasanya sangat sakit. Bahkan sangat-sangat sakit.

Ctak!

"Akh! Berhenti kumohon!" Jihoon tidak bisa menahan tangisnya. Air matanya jatuh begitu saja seiring dengan Guanlin mencambuknya.

"Berani kau merintahku HAH?!"

Suara teriakan Guanlin menggelegar di seluruh sudut kamar yang luas ini. Ia mengacuhkan teriakan tangisan Jihoon. Semakin keras Jihoon menangis semakin keras pula cambukannya.

Ctak!

Yang kesekian kalinya ikat pinggang itu mendarat di bokong Jihoon. Sesekali Guanlin menjambak rambut Jihoon ke belakang karena gadis itu berteriak keras.

"Cukup bermain-mainnya" ucap Guanlin sambil menyeringai.

Ia melempar ikat pinggang itu ke sembarang arah. Lalu melepaskan dasi yang mengikat tangan Jihoon, membalikkan tubuh gadis itu sampai terlentang di bawahnya.

Sraakk

Dengan satu tarikan, gaun mahal yang dikenakan Jihoon sobek. Guanlin melempar gaun itu asal, lalu beralih membuka paksa bra Jihoon. Tangan kanannya meremas kuat dada Jihoon.

Jihoon semakin bergelinjang ketika Guanlin menurunkan celana dalamnya dan melemparnya asal. Kini tubuh Jihoon polos sepenuhnya. Kedua tangannya di tahan Guanlin  di atas kepalanya.

"Ti-tidak! Kau tidak boleh melakulan ini!"

"Hahahaha.."

Guanlin malah tertawa renyah, sedetik kemudian ia berhenti tertawa. Menatap Jihoon tajam lalu meraup bibir gadis itu ganas.

"Kenapa hm? Terserah aku ingin melakukan apa kepadamu"  ucapnya enteng. Ia makin menghimpit tubuh Jihoon dan kembali menciumi bibir Jihoon.

"Mmmph.."

Jihoon menggerakkan kepalanya agar Guanlin berhenti menciumnya, namun satu tangan pria itu menahan rahangnya.

"Kumohon berhenti.. kumohonn.." tangisan Jihoon makin menjadi. Ia merasakan bibirnya berdarah dan ia yakin akan membengkak. Sedangkan Guanlin malah tertawa tanpa dosa.

"Diam dan nikmati saja. Percaya padaku ini akan sangat nikmat" desis Guanlin tepat di telinga Jihoon.

Guanlin mulai membuka jas dan kemejanya, lalu membuka gesper dan menurunkan celananya. Menyisakan dalaman abunya. Satu hal yang langsung terlintas di benak Jihoon begitu melihat kejantanan Guanlin.

He is a monster.

Guanlin menyeringai kejam melihat wajah ketakutan Jihoon. Tangannya membelai lembut pipi Jihoon yang berderai air mata.

"Cantik" desis Guanlin yang kini mencengkram kedua pipi Jihoon.

Lalu tanpa aba-aba, ia memasukan miliknya ke dalam tubuh Jihoon dengan satu kali hentakan. Membuat Jihoon berteriak keras dengan mencengkram bahu Guanlin erat.

Dan malam itu, kamar luas Guanlin menjadi saksi bagaimana kejamnya Guanlin menyetubuhi Jihoon tanpa peduli teriakan dan tangisan gadis itu.

Ah, bukan lagi gadis karena baru beberapa detik yang lalu gelar itu direnggut olehnya.

***

Guanlin menatap Jihoon yang tertidur meringkuk di sampingnya. Meringkuk membelakanginya. Sekarang ini mereka sama-sama hanya tertutupi selimut tebal tanpa ada sehelai benang yang menempel di tubuh masing-masing keduanya.

Guanlin yang sedang bersandar di sandaran ranjang bedecak keras. Awalnya, ia berencana untuk mempermainkan Jihoon. Maksudnya, ia ingin membuat Jihoon jatuh cinta padanya setelah ia sudah jatuh sejatuh jatuhnya kepada Guanlin, baru ia akan membuang gadis itu. Ah ralat, wanita itu.

Tapi melihat bagaimana sikap Jihoon terhadapnya, membuatnya membuang jauh-jauh niat jahatnya itu. Beralih ke membuat Jihoon takluk padanya dengan cara kekerasan atau hal lainnya seperti yang ia lakukan semalam.

Guanlin brengsek memang.

Karena itu sudah seperti menjadi hobinya.

Sekarang saja, tidak ada sedikit pun rasa menyesal ataupun bersalah telah memperkosa Jihoon dengan kejamnya semalam. Tanpa henti ia menghujam tubuh Jihoon sampai jam dua pagi. Tidak perduli sama sekali dengan tangisan Jihoon yang memohon meminta untuk berhenti.

"Eunghh.." lenguhan Jihoon membuat Guanlin sadar dari lamunannya.

Mata tajamnya terus mengikuti pergerakan kecil yang dibuat Jihoon. Sampai Jihoon tidur terlentang sehingga kissmark yang dibuatnya terlihat jelas di dada dan leher Jihoon. Senyum miring tersungging di wajah tampannya. Begitu puas dengan hasil karyanya.

Guanlin masih terdiam terus menatap Jihoon. Matanya perlahan terbuka dan ia langsung meringis pelan.

Sekujur tubuhnya terasa sakit, apalagi dibagian daerah kewanitaannya. Jihoon mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu menoleh ke samping. Tepatnya ke arah Guanlin yang sedang menatapnya intens.

Ingatannya tentang kejadian semalam langsung terlintas jelas dibenaknya. Dimana mahkotanya direnggut paksa oleh Guanlin, dimana pria itu menghujam tubuhnya tanpa henti. Dan seketika air mata Jihoon turun begitu saja tanpa bisa ia cegah.

"Ow.. don't cry little girl.." ucap Guanlin seraya mengulas seringai. Tangannya mengusap pipi Jihoon, menghapus air matanya yang makin deras. Namun Jihoon menghempas kasar tangannya.

"Brengsek!" Tukas Jihoon dengan suara seraknya. Semalaman berteriak dan menangis membuat tenggorokannya terasa kering dan sakit.

"Yes I am" balas Guanlin santai.

Jihoon mengalihkan pandangannya dan mengusap kasar pipinya. Mencoba menghapus air matanya yang sialnya tidak mau berhenti.

"Biarkan aku pergi" lirih Jihoon yang memandang jendela.

"Huh? Kau tidak akan bisa pergi dariku" desis Guanlin tajam.

"Kenapa? Apa yang kau mau dariku?" Kini Jihoon menatap Guanlin. Dan pria itu hanya tersenyum licik.

"Darimu? Tidak ada. Sampai aku bosan baru aku lepaskan kau"

Jihoon melongo tak percaya. Ia ingin membuka mulutnya berbicara namun tenggorokannya tercekat. Ia menggeleng pelan.

Guanlin berdiri, mengambil handuk lalu masuk kamar mandi. Tapi sebelum masuk kamar mandi, ia berbicara dari balik punggungnya.

"Ingat Jihoon, kau tidak akan bisa lari lagi dariku. Kalaupun kau ingin mati, kau akan mati di tanganku juga"

Dan detik itu juga, Jihoon makin menangis. Menangis dan menyesal dengan keputusan yang telah diambilnya dahulu.

***


Jihoon menatap seluruh tubuhnya di depan cermin kamar mandi, dipenuhi oleh bekas merah keunguan sampai ke punggungnya juga. Setetes demi tetes air mata membasahi pipi Jihoon. Ya, ia kembali menangis lagi.

Penampilannya begitu kacau, tubuhnya terasa sakit. Dan Jihoon hanya bisa menangis. Tapi mau bagaimana lagi, tidak ada yang bisa dilakukan.

Tiga puluh menit kemudian, Jihoon keluar dari kamar mandi. Ia duduk di tepi ranjang sambil memegang bibirnya yang masih sakit, masih bengkak pula.

Sekarang sudah jam 12 dan Jihoon melewati sarapannya. Setelah tadi pagi Guanlin masuk ke kamar mandi, ia tidur kembali lantaran karena terlalu lelah dan baru bangun jam 11 tepat.

Tapi Jihoon tidak peduli.

Suara ketukan menginterupsi Jihoon. Ia hanya menatap pintu yang tertutup rapat itu, sebelum terdengar suara seorang pelayan yang menyuruhnya turun untuk makan siang. Tapi Jihoon tidak bergerak maupun membalas pelayan rersebut. Ia malah membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya.

Tak lama kemudian pintu itu terbuka dan di susul suara si pelayan.

"Nona, makan siang sudah siap. An--"

"Aku kenyang. Terima kasih"

Pelayan itu terlihat bingung, namun karena yang menyuruhnya Guanlin dan ia tahu Jihoon berbohong, akhirnya ia berbicara lagi.

"Tapi tuan Guanlin sudah menunggu"

"Bilang saja kalau aku sedang tidur"

"Kau tidak tidur, Ji"

Sontak kedua mata Jihoon terbuka, tapi ia masih bergeming. Tentu itu bukan suara si pelayan tadi. Itu Guanlin.

"Jihoon.." panggil Guanlin sarat akan perintah.

Jihoon diam. Ia berjanji akan diam jika berhadapan dengan Guanlin.

"Jihoon, kalau kau masih diam, aku akan kembali memperkosamu sekarang juga!"

Mendengar itu, cepat-cepat Jihoon bangun. Berjalan keluar kamar melewati Guanlin begitu saja. Bahkan untuk melihat Guanlin saja ia tidak mau.

Sedangkan Guanlin hanya menyunggingkan senyum andalannya lalu ikut keluar kamar.

Mereka berdua makan dalam diam. Guanlin yang sedari tadi makan sambil melirik Jihoon, mendengus kesal. Jihoon sama sekali tidak menatapnya, bahkan melirik sekalipun. Ia makan dengan diam dan tenang.

"Ji, jangan diam saja!" Lama-lama Guanlin kesal melihat sikap Jihoon.

Jihoon malah tertawa pelan. Tapi tidak menjawab Guanlin.

"Jihoon.. " panggil Guanlin lagi.

"Aku tidak mau bicara denganmu, pria brengsek! " ucap Jihoon sedikit berteriak marah.

Namun bukannya takut atau apa,  Guanlin malah tertawa.

"Ya, itu aku"

Jihoon menghiraukan Guanlin dan kembali memakan makanannya dengan tidak minat. Rasanya ia ingin melempar piring itu ke wajah Guanlin yang sedari tadi menatapnya sambil tersenyum menyeringai. Terlihat begitu memuakkan.

Setelah selesai makan,  Jihoon berinisiatif kembali ke kamar.  Namun Guanlin menyuruhnya untuk duduk di ruang tengah. Menemaninya bekerja.

Tentu Jihoon mau, karena dipaksa.

"Jihoon! Diam disitu! " bentak Guanlin ketika melihat pergerakan Jihoon yang akan segera beranjak dari sana.

"Diam disini, sayang" ucap Guanlin, suaranya melembut. Ia memeluk pinggang Jihoon dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya berkutat dengan laptop. Yang hal itu membuat hati Jihoon berdesir.

Jihoon diam disamping Guanlin, dimeja pria itu sangat banyak berkas yang menumpuk. Lalu kenapa dia tidak kerja saja di ruang kerjanya?

Pikiran Jihoon terusik saat mendengar suara keributan dari pintu masuk. Seorang pelayan datang bersama dengan seorang wanita cantik dibelakangnya.

"Tuan, nyonya mencoba menerobos masuk--"

"Memangnya salah kalau aku masuk?! " potong wanita itu cepat. Dia berjalan melewati pelayan tersebut dan sengaja menubruk bahunya, lalu melompat memeluk Guanlin. Tidak menyadari keberadaan Jihoon.

"Sa-saya permisi" ucap pelayan tersebut berjalan menjauh sambil memegangi bahunya. Wanita tadi tidak main-main saat menubruknya.

"Aku merindukanmu" ucap wanita itu manja dan masih terus memeluk Guanlin.

Oh, siapa lagi wanita ini?

Wanita simpanan Guanlin yang lainnya?  Atau wanita wanita yang mengaku sebagai miliknya?

"Tzuyu, aku sedang bekerja.. " perlahan Guanlin mengurai pelukannya dan wanita itu cemberut.

Kedua tangannya meraih pipi Guanlin dan melumat bibirnya. Menekan tengkuk pria itu agar memperdalam ciumannya.

Sontak Jihoon mengalihkan pandangannya dan jantungnya berdetak dengan cepat.

"Aku merindukanmu, kau tidak merindukanku? " ucapnya dengan suara yang dibuat seseksi mungkin. Ia membelai pelan dada Guanlin dan makin memperapat tubuhnya.

Guanlin menggeram dan itu sukses membuat wanita yang bernama Tzuyu itu memekik senang. Guanlin berdiri dan merangkul Tzuyu.

"Jihoon, bawa ini ke ruang kerjaku. Sekarang" perintah Guanlin sambil menunjuk laptop dan berkas-berkasnya sebelum meninggalkan Jihoon yang terdiam ditempatnya.

"Guan, dia siapa? " samar-samar Jihoon mendengar suara Tzuyu.

"Tenang saja, dia itu pelayanku di rumah ini" balas Guanlin sebelum keduanya masuk ke salah satu kamar.

Jihoon menatap pintu kamar itu dengan tatapan kosong, ia tidak berniat sama sekali melakukan perintah Guanlin. Sampai ia mendengar samar-samar suara desahan dari pintu itu dan air matanya jatuh begitu saja.

"Pria brengsek akan selalu menjadi brengsek. Sial"

=======>>>

Noh, yang minta Guanlin naena Jihoon.

Udah puas tidaaa?? 😂😂

Kalau mau maki-maki Guanlin silahkan disini. Nanti dapet kecup manja dari Jihoon😘😘

Fortsett รฅ les

You'll Also Like

1M 39.1K 92
๐—Ÿ๐—ผ๐˜ƒ๐—ถ๐—ป๐—ด ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ ๐˜„๐—ฎ๐˜€ ๐—น๐—ถ๐—ธ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๐—ณ๐—ถ๐—ฟ๐—ฒ, ๐—น๐˜‚๐—ฐ๐—ธ๐—ถ๐—น๐˜† ๐—ณ๐—ผ๐—ฟ ๐—ต๐—ฒ๐—ฟ, ๐—”๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ฟ๐—ฒ๐˜€ ๐—น๐—ผ๐˜ƒ๐—ฒ ๐—ฝ๐—น๐—ฎ๐˜†๐—ถ๐—ป๐—ด ๐˜„๐—ถ๐˜๐—ต ๏ฟฝ...
1.2M 52.3K 98
Maddison Sloan starts her residency at Seattle Grace Hospital and runs into old faces and new friends. "Ugh, men are idiots." OC x OC
1.1M 19.1K 131
requests (open) walker scobell imagines AND preferences :) -- #1 - riordan (04.30.24) #1 - leenascobell (05.29.24) #2 - adamreed (04.30.24) #2 - momo...