Break! (Terimakasih Tuhan, di...

Por nyxxsegitiga

6.3K 293 8

Sampai akhirnya lelaki itu datang kembali ke dalam kehidupannya masih dengan perasaan yang sama dan untuk ses... Mais

Prolog
1 - Flashback: Video call
3 - Pedekate: Teringat
4 - Pedekate: Ganti perban
5 - Pedekate: Rumah Gilang
6 - Pedekate: Tengsin
7 - Pedekate: Pergi?
8 - Pedekate: Penangkaran kuda
9 - He's come back
Aralyn Leonie
10 - Jodi Dafandra
11 - Gilang pulang~
12 - Do-fun
13 - Pantai
14 - Luluh
15 - Friendzone
16 - Sulit
17 - Meski sakit
18 - Diduain:')
19 - Bertemu kembali
20 - Kesempatan terakhir
21 - Putus?
22 - Klub
23 - Mabuk
24 - Dibentak
25 - Jadian, kah?
26 - Ke-gep?
27 - Sorry
28 - Di duain sama mantan
29 - Kehilangan
30 - Rindu
31 - Berbeda
32 - Perih
33 - Ulangtahun Ibu Jody
34 - Dilema
35 - Permintaan Terakhir

2 - Flashback: Futsal

240 12 0
Por nyxxsegitiga

Halooo gaessss~

Kayanya kurang greget ya ceritanya, gak kaya yang udah2 hehe

Ini aku mau lanjut lagi, semoga suka ya

Happy reading~

•••••

Gilang mengajak Alin untuk menemaninya sparing futsal lagi. Kali ini sparing dengan Andri, Bagas, Bimo, dan juga beberapa teman dari sekolah penerbangannya. Itu artinya, Riani ikut menemani Andri futsal. Tapi lagi-lagi, Riani sengaja menyuruh Gilang untuk membonceng Alin. Padahal Alin ingin datang berdua dengan Riani. Gaenak dilihat sama yang lain kalau berdua terus sama Gilang, Alin kan bukan siapa-siapanya Gilang.

Alin senyum-senyum sendiri daritadi. Bukan senyum-senyum melihat Gilang yang keringetan dilapangan futsal, tapi senyum-senyum sendiri oleh handphonenya. Ada seseorang yang sedang membuatnya bahagia daritadi, yang pasti itu bukan Gilang. Karena Gilang saja sedang disini bersama dengan Alin.

"Gue break dulu." Teriak Gilang didalam lapangan, yang lalu berjalan keluar lapangan untuk mendekati Alin yang sedang duduk dibangku panjang didekat dinding.

Alin langsung menlock handphonenya dan memasukkannya kedalam tas kecilnya yang selalu ia bawa. Sedikit gelagapan saat melihat Gilang datang.

"Capek Lin." Ucap Gilang yang kini sudah duduk disamping Alin dengan keringat yang mengucur.

"Nih, minum dulu." Ucap Alin yang menyodorkan botol air mineral lalu tersenyum melihat wajah Gilang yang sedikit kemerahan.

Gilang langsung berhenti minum saat tiba-tiba saja Alin mengelap keringat dikeningnya dengan handuk kecil berwarna putih yang ternyata Alin bawa sendiri dari rumah.

"Capek banget yaa, Lang? Mukanya sampe merah gitu kaya udang." Ucap Alin sedikit meledek.

Awalnya Gilang diam menatap Alin, lalu tiba-tiba saja Gilang menyandarkan kepalanya dikedua paha Alin. Untung saja Alin sedang memakai celana jeans panjang, jadi tidak masalah kalau Gilang tiduran dipahanya.

Ada rasa nyaman yang tiba-tiba saja datang merasuk ke dalam tubuh Alin. Rasa nyaman yang tidak bisa dijelaskan oleh Alin. Rasa nyaman yang tidak bisa diungkapkan. Rasa nyaman yang seakan-akan selalu berbisik pada Alin kalau Alin sudah menemukan rumah untuk menetap. Yaitu Gilang.

Alin tersenyum melihat Gilang. "Gak main lagi dilapangan?" tanyanya lembut. Alin benar-benar merasa bahagia melihat wajah manis Gilang dari atas seperti ini.

"Nanti dulu ah, capek. Mau istirahat." Jawab Gilang dengan nafas tersengal.

"Kasian banget keringatnya masih ngucur." Alin sedikit meledek dan kembali mengelap keringat diwajah Gilang pelan-pelan dengan handuk kecilnya tadi.

Gilang tidak menjawab. Tangannya memegangi dadanya yang sedang berdegup kencang karena kelelahan. "Lin..." panggilnya.

"Kenapa?" tanya Alin, yang mulai mengelapi poni Gilang yang basah dengan keringat.

"Gajadideh."

"Kenapa, Lang?"

"Engga, nanti aja." Balas Gilang, sedikit memejamkan kedua matanya saat Alin mengusap lembut rambut dibagian poninya yang mulai panjang. Rasanya sangat nyaman sekali. Gilang tidak bohong.

"Apaansih Lang, gajelas banget deh." Alin, yang lalu menarik gemas hidung mancung Gilang dengan sedikit tawanya.

"Lin ih!"

Alin tertawa. "Gue suka tau sama hidung lu, Lang. Mancung." Ucapnya.

"Kalo sama orangnya, suka gak?" tanya Gilang, menatap Alin lekat. Tapi masih dengan nada bercanda.

"Hmm... gimana yaa."

"Gue baper tau sama lu, Lin." Ucap Gilang akhirnya.

Tiga detik Alin diam menatap Gilang. "Masasih..." lalu ia kembali menarik gemas hidung mancung Gilang dengan sedikit tawanya.

"Lin! Diem kenapasih!" Gilang mengusap-ngusap hidungnya sambil menatap Alin kesal.

Alin tertawa.

"Pacaran mulu."

Tiba-tiba saja muka Gilang terlempar handuk kecil berwarna merah. Kemudian Gilang langsung bangun dari paha Alin untuk duduk disamping Alin. Melihat teman sekelasnya sudah duduk dilantai didepan Gilang.

"Bagi minum, Lang." Pintanya.

Gilang melempar botol air mineralnya tadi.

"Kenapa sih, kok cowok suka banget futsal?" tanya Alin, mencoba membuka pembicaraan diantara mereka bertiga.

"Itu udah hobi." Jawab Gilang

"Pantes, soalnya Jod..." Alin langsung berhenti berbicara.

"Soalnya kenapa, Lin?" tanya Gilang.

"Engga, gapapa."

Cowok itu langsung berhenti minum. "Soalnya Gilang lebih suka sama lu, daripada futsal." Ucapnya.

Alin hanya tertawa.

"Gejalas lu, Nil." Gilang.

"Danil." Cowok itu langsung menjulurkan tangan kanannya.

"Alin." Jawab Alin dengan senyum, yang juga membalas jabatan tangan Danil.

"Udah, jangan kelamaan." Gilang langsung melepaskan jabatan tangan mereka.
"Oh, jadi ini Lang, cewek yang katanya tipe lu banget? Ini, cewek yang sering lu ceritain ke gue?" ledek Danil yang sedang meluruskan kedua kakinya dilantai.

Alin menatap Gilang, seolah-olah sedang bertanya dengan apa yang diucapkan oleh Danil barusan.

"Apaansih lu Nil, gajelas." Gilang sedikit salah tingkah.

Danil tertawa sebentar. "Gue sama Danil deket banget, dia udah kaya sodara gue sendiri. Kalo ada apa-apa Gilang selalu cerita ke gue. Termasuk elu." Jelas Danil pada Alin.

"Gue?" Alin, menunjuk dirinya sendiri.

"Nil..." panggil Gilang, maksudnya untuk berhenti bicara.

"Sebenernya kalian berdua pacaran gak, sih?" tanya Danil meledek. Sebenarnya ia sudah tahu jawabannya.

"Gue kan udah pernah bilang, engga, Nil." Gilang.

"Gue nanya sama Alin, bukan sama lu." Ucap Danil pada Gilang.

"Engga kok." Alin.

"Engga pacaran atau engga salah lagi udah jadian?" ledek Danil.

Alin hanya tertawa kecil. Sebenarnya Alin sedang menyembunyikan rasa malunya.

"Makin gajelas. Udah ayo balik lagi ke lapangan." Ucap Gilang, yang langsung menarik lengan Danil untuk kembali masuk kedalam lapangan.

Alin hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah laku Danil. Kemudian Alin mulai memperhatikan Gilang yang kembali main dilapangan, dengan sedikit mengingat kembali kedekatannya dengan Gilang selama hampir tiga bulanan ini. Mengingat saat pertama kali mereka kenal, sampai Alin merasa kalau Gilang benar-benar seperti mengistimewakan dirinya. Dan Alin tahu kalau Gilang memang menyukainya, atau mungkin sekarang sudah lebih dari kata suka. Alin juga tidak bisa berbohong, kalau Alin juga sudah dibuat nyaman oleh Gilang. Benar-benar sangat nyaman.

Lamunan Alin buyar, saat tiba-tiba saja handphonenya berbunyi.

Ada yang menelfon.

Tapi Alin langsung berdiri dan berjalan ke belakang, tepatnya ke sudut tempat futsal ini. Alin seperti sedang menghindar. Dan seperti tidak ingin ada yang melihatnya saat ia sedang menerima telfon dari seseorang yang mungkin akan membuat Gilang marah.

"Hallo... Iyaa maaf tadi aku lagi ke bawah dulu... aku lagi dirumah Riani... Ini bang Adnan kan lagi nonton bola makanya berisik... nanti aku telfon lagi yaa... see you too."

Mungkin Alin berusaha menghindar, agar Gilang ataupun yang lain tidak melihatnya. Tapi Alin salah. Gilang sudah melihat Alin lebih dulu, saat Gilang ingin mengambil bola yang terlempar disudut jaring lapangan. Tadinya memang Gilang sempat bertanya-tanya dalam hati, Alin sedang telfonan dengan siapa. Tapi tanpa harus bertanya pun, sepertinya Gilang sudah tahu jawabannya.

Sungguh, benar-benar membuat mood Gilang jadi hilang seketika. Rasanya Gilang langsung ingin pulang kerumah dan tidak ingin bertemu dengan Alin dulu. Tapi tidak bisa. Tidak menelfon Alin sehari saja, rasanya seperti ada yang kurang lengkap. Alin begitu menggemaskan untuk Gilang rindukan.

Tunggu,

Gilang tidak boleh egois.

Tidak boleh menunjukkan wajah bete nya dilapangan. Sampai akhirnya Gilang mencoba untuk biasa saja dilapangan, tapi saat ingin menendang bola ke gawang, diluar pikirannya kaki kanannya terkilir. Dan sontak, membuat yang lain langsung membantu Gilang berjalan untuk keluar dari dalam lapangan.

"Lin!" Riani memanggil Alin yang masih disudut tempat futsal disana.

Alin langsung menlock handphone nya. "Kenapa, Ri?" Alin sedikit berteriak, dan saat ia berbalik sudah melihat Gilang yang sedang duduk dilantai seperti Danil tadi. Alin segera mempercepat langkahnya.

"Lurusin Lang kakinya." Riani.

Gilang mencoba meluruskan kaki kanannya pelan-pelan dengan menahan rasa nyeri yang kini sedang ia rasakan. Betisnya terasa berdenyut-denyut kencang, otot-otot kakinya terasa sedang tertarik. Rasa nyeri yang melengkapi rasa badmood Gilang malam ini.

Alin langsung sedikit berjongkok disamping kanan Gilang dengan menempelkan lututnya ke lantai. "Gilang kenapa?" tanyanya panik.

"Kayanya kakinya terkilir deh." Jawab Andri.

Alin hendak membuka sepatu futsal yang dipakai Gilang tapi Danil mencegahnya. "Biar gue aja, Lin." Kata Danil yang langsung membuka sepatu juga kaos kaki futsal Gilang dengan menjauhkan sedikit wajahnya. Bergidik agak geli.

Lalu Alin mengelap betis juga telapak kaki Gilang dengan handuk kecilnya tadi. Untuk membersihkannya terlebih dahulu sebelum nanti dioleskan oleh minyak, karena kaki Gilang cukup lembab oleh keringatnya.

Gilang diam memperhatikan Alin, sempat tak percaya melihat Alin mengelap kakinya yang lepek tanpa rasa geli sedikitpun.

Dan ini pertama kalinya untuk Gilang, ada seorang gadis yang dengan kemauannya sendiri membersihkan kakinya yang lepek dengan keringat. Dari semua mantan pacarnya, ataupun perempuan-perempuan yang pernah dekat dengannya, tidak ada yang seperti Alin. Gadis itu sungguh sangat menarik perhatian Gilang. Membuat Gilang luluh, dan yakin dengan Alin.

Iyaa yakin. Yakin untuk menjadikan Alin sebagai pacarnya, sebentar lagi.

"Gue balik ke lapangan yaa Lang? Gapapa kan gue tinggal?" Andri.

Lamunan Gilang membuyar, dan langsung melihat kearah Andri kaget. "Iyaa Ndri gapapa, thanks yaa udah bantuin." Ucapnya dengan senyum.

Andri kembali masuk kedalam lapangan.

"Gue gasuka minyak kayu putih, Lin." Ucap Gilang cepat, saat melihat Alin sedang mencari sesuatu didalam tas kecil yang dibawanya.

"Bukan kok, Lang." Jawab Alin, yang lalu menunjukkan minyak roll on miliknya pada Gilang dengan senyum.

Alin meletakkan handphonenya disamping paha Gilang. Mengoleskan minyak roll on nya ke telapak tangan Alin dulu, barulah Alin mulai mengoleskannya ke kaki kanan Gilang yang terkilir.

"Aw! Pelan-pelan, Lin." Pinta Gilang, saat Alin sedikit memijat telapak kaki kanannya.

"Gue juga balik yaa Lang ke lapangan. Ada Alin kan yang ngobatin." Ucap Danil, yang lalu pergi saat Gilang menganggukkan kepalanya.

Sesekali, Gilang menggigit kerah v-neck baju futsalnya karena menahan rasa nyeri dikaki kanannya yang sedang diolesi minyak roll on lagi oleh Alin.

"Tahan sedikit yaa Lang." Ucap Alin yang sedaritadi memijat pelan kaki Gilang dan mencoba untuk meringankan rasa nyeri yang ada.

Gilang hanya mengangguk-angguk.

"Makanya pikiran jangan kemana-mana kalo lagi main futsal." Celetuk Riani.

"Apaansih Ri!" Gilang.

Layar handphone Alin menyala beberapa kali, tanda ada pesan chat yang masuk. Handphonenya sengaja Alin silence, agar tidak berisik. Atau lebih tepatnya lagi, untuk menyembunyikan notif chat yang masuk dari Gilang.

Kali ini Gilang dapat nasib baik.

Layar handphone Alin yang berkedip-kedip beberapa kali, justru membuat Gilang dapat melihat beberapa pesan chat yang masuk ke notif Alin, dan itu hanya dari satu kontak saja. Notif chat yang isinya cukup mesra, yang tidak sengaja dilihat oleh Gilang. Seperti ada rasa sesak yang tidak biasa, yang dirasakan oleh Gilang saat notif pesan chat terakhir yang masuk ke handphone Alin ada kata-kata i love you dengan emot love.

Tapi Alin tidak sadar kalau ada notif yang masuk ke handphonenya karena sedang sibuk mengobati kaki Gilang yang sedang terkilir.

Gilang diam sebentar menatap Alin. "Ada chat masuk dihandphone lu, Lin." Ucapnya pelan, dengan menahan rasa sesak yang sedang menyerang dadanya.

Alin langsung mengambil handphonenya dan melihat notif yang masuk. Alin langsung diam menatap layar handphonenya kosong. Seperti ada sebuah pistol yang siap menembakkan peluru dikepalanya. Karena yang ia pikirkan saat ini adalah, Alin takut kalau Gilang membaca notif chatnya.

"Jodi siapa, Lin?"

Deg!

Gilang memang membaca notif handphonenya.

Jantung Alin langsung berdegup dengan kencang. Alin hanya bisa menunduk sambil memegangi handphonenya dengan kedua telapak tangannya yang mulai keringat dingin, dan tidak berani menatap balik Gilang yang mungkin saja sedang menatapnya penuh curiga.

"Dia pacar lu?" tanya Gilang lagi, yang terus menatapi Alin. Seakan-akan tidak ingin melewatkan jawaban dari Alin.

Dwar!

Sebuah peluru sepertinya sudah berhasil menembus kepala Alin. Pertanyaan Gilang, seperti pertanyaan yang mematikan untuk Alin. Alin benar-benar dibuat diam seribu bahasa pada saat itu oleh Gilang. Tidak tahu harus menjawab apa. Alin benar-benar sudah berada diujung tebing yang sangat curam.

"Lin, nanti lu pulangnya sama gue aja yaa. Kita naik taksi. Gilang kan gak mungkin bawa motor, kakinya lagi terkilir." Riani dengan cepat mengalihkan pembicaraan mereka. Sama gugupnya dengan apa yang dirasakan oleh Alin saat ini.

Gilang menatap Riani yang berdiri disamping kirinya. "Alin naik taksi aja sama gue. Nanti gue anterin sampe rumah. Gaenak, yang bawa Alin pergi kan gue." Ucapnya, lalu menatap Alin lagi. Sepertinya Gilang tahu kalau Riani ingin mengalihkan pembicaraan mereka.

Kemudian Alin langsung menengok kesebelah kirinya, memberanikan diri untuk melihat kearah Gilang yang ternyata sedang menatapnya lekat. Tatapan mata Gilang, benar-benar membuat nafas Alin terasa tercekat. Membuat Alin sedikit susah untuk mengatur nafasnya. Tatapan Gilang benar-benar membunuhnya. Tapi Alin merasa ada rasa sedikit tak mengerti.

Padahal Alin sudah mengecewakan Gilang hari ini. Tapi tetap saja Gilang masih berbaik hati pada Alin. Bahkan Gilang sama sekali seperti tidak marah pada Alin.

"Gausah Lang. Alin sama gue aja, sekalian gue mau nginep dirumahnya. Nanti gue yang bilang ke Andri buat nganterin lu kerumah." Jelas Riani.

Gilang menoleh kearah Riani sebentar untuk menganggukkan kepalanya tanda mengiyakan tawaran Riani. Lalu kembali menatap Alin lekat, yang ternyata masih memperhatikannya. Mungkin didalam hatinya sekarang, Alin sedang berteriak meminta maaf pada Gilang.

Ada rasa tak percaya bercampur dengan rasa sedih juga rasa merasa dibohongi, yang kini dirasakan oleh Gilang. Dan kini Gilang tahu jawabannya, kenapa Alin seakan-akan mengalihkan pembicaraan mereka disaat Gilang mencoba untuk mengatakan perasaannya pada Alin.

Ternyata Alin sudah memiliki kekasih. Dan selama hampir tiga bulanan ini, Gilang dekat atau mungkin sudah nyaman dengan pacar orang. Ralat, bukan nyaman. Atau mungkin mulai sayang.

"Hmm, Lang... kalo kakinya masih sakit, nanti coba panggil tukang urut aja yaa dirumah." Ucap Alin pelan. Lalu tersenyum tipis. Mencoba untuk mencairkan suasana walau tidak sepenuhnya.

Dan Gilang lagi-lagi hanya mengangguk. Tanpa senyum.

Semenjak kejadian itu, sepulangnya mereka dari tempat futsal, Gilang langsung mencoba untuk bertanya pada Andri tentang Alin. Kebetulan, Gilang diantar pulang oleh Andri, Danil, Bagas, dan yang lain. Mereka mampir sebentar dirumah Gilang sampai tengah malam, karena tadi selesai futsal sekitar jam sebelasan. Andri bercerita hanya sedikit tentang Alin pada Gilang karena memang Andri tidak telalu dekat dengan Alin.

"Sebelumnya gue kan udah pernah bilang sama lu, Lang. Alin udah punya pacar. Tapi lu masih terus aja ngedeketin Alin." Ucap Andri diteras rumah Gilang.

"Gue kira lu Cuma becanda Ndri, lu kan orangnya gitu... bercanda mulu." Balas Gilang, yang sedang meluruskan kakinya yang terkilir tadi diatas kursi teras rumahnya.

"Gue bercanda juga tau situasi kali, Lang." Ucap Andri. "Soalnya waktu itu gue sama Riani pernah nemenin Alin dicafe nungguin cowoknya jemput."

"Kapan?" tanya Gilang antusias.

"Udah lama sih, kira-kira hampir lima bulanan yang lalu. Setelah itu gue gak pernah ngeliat cowoknya Alin lagi." Jawab Andri sedikit menjelaskan.

"Berarti lu udah pernah ketemu sama pacarnya Alin dong?" tanya Danil kepo.

"Pernah, itupun sekali doang." Jawab Andri. "Cakep sih pacarnya Alin. Kayanya itu cowok anak skate deh, soalnya pas jemput Alin pun dia bawa-bawa papan skate." Jelasnya sedikit mengingat-ngingat.

"Berat saingan lu, Lang." Ucap Bagas menepuk-nepuk bahu kiri Gilang.

"Pas dijalan juga, Riani pernah cerita kalo Alin emang udah lumayan lama pacaran sama itu cowok. Dari Alin lulus sekolah sampe sekarang. Dan kata Riani juga, Alin sayang banget sama cowoknya-"

"Makanya dia gak ngasih kepastian sama lu Lang, gitu." Potong Bagas meledek.

"Awas lu yaa Gas, besok-besok jangan minta temenin gue buat nyari sepatu." Gertak Gilang.

"Lu nya juga terlalu ngarep sih, Lang sama Alin." Celetuk Danil, lalu meminum kopi hangatnya yang sudah disuguhkan tadi.

"Yahh Nil... siapa sih yang gak ngarep, kalo perhatian lu selama ini direspon mulu sama cewek? Apalagi Alin..."

"Alin tipe lu banget? Alin cantik? Alin baik? Alin lucu bisa bikin lu ketawa terus? Alin cewek yang gak ngebosenin? Alin bisa bikin lu move on dari Laura?" Danil langsung menjelaskan detail.

"Gue gapenah nyesel yaa pisah sama Laura. Gue gasuka sama cewek yang suka ngebohongin gue."

"Terus, kenapa lu bisa suka sama Alin? Dia kan udah ngebohongin lu, Lang." Bagas langsung bertanya.

"Itu beda cerita, Gas." Gilang.

"Tadinya gue mau ngedeketin Alin tuh Lang. Eh, gataunya lu udah start duluan." Ucap Bagas kemudian.

"Kalo lu mau nyerah sampe disini, gue aja deh Lang yang ngelanjutin lu buat ngedeketin Alin." Ledek Danil sambil tertawa.

"Temen macem apaan lu berdua, ketawa diatas penderitaan gue." Gilang.

"Nanti gue tanya ke Riani lagi deh, Lang." Andri.

"Gausah, Ndri. Biar gue aja nanti yang nanya langsung ke Riani." Gilang.

Esok harinya, saat Riani datang dan ikut berkumpul dirumah Andri seperti biasanya, Gilang to the point bertanya tentang status Alin. Maksdunya, Alin single atau relationship. Awalnya memang Riani sempat menutup-nutupi, tapi akhirnya Gilang bilang kalau Andri sudah cerita sedikit tentang Alin. Dan itu membuat Riani terpaksa harus menceritakan yang sejujurnya pada Gilang.

Riani bilang kalau Alin sudah hampir tiga tahunan menjalin hubungan dengan seorang cowok yang baru saja wisuda mengambil jurusan di bidang teknik yang hobi banget main skate, dan namanya Jodi Dafandra atau biasa dipanggil Odi.

Jodi itu—tipe cowok yang cool banget. Dia tinggi tapi masih lebih tinggi Gilang beberapa cm. Postur badannya cukup berisi dan memiliki kulit yang bersih. Jodi lebih suka memakai topi, tapi kalau mood nya lagi bagus, terkadang rambutnya juga suka dibentuk klimis memakai pomade rasa vanilla. Jodi sebenarnya berpenampilan sederhana dan tidak terlalu mewah. Tapi harus diakui, banyak cewek yang naksir sama Jodi. Mungkin karena Jodi anak skate. Makanya kelihatan keren.

Riani juga cukup dekat dengan Jodi, tapi sebenarnya ia tidak terlalu suka dengan Jodi karena Jodi selalu membuat Alin menangis. Jodi memang tidak kasar, tidak pernah membentak Alin, dan tidak pernah berkata kasar pada Alin. Makanya Alin sayang. Tapi Riani bilang pada Gilang, kalau Alin seperti tidak bahagia dengan Jodi. Mungkin jika dilihat dari luar, Alin terlihat baik-baik saja bersama dengan Jodi. Tapi yang benar-benar peduli dengan Alin, seperti Riani, akan melihat yang sebenarnya kalau Alin sedang menahan rasa sakit selama bersama dengan Jodi.

Mungkin karena notaben nya Jodi anak skate, jadi Jodi jarang banget punya waktu buat Alin. Sekalinya ada waktu luang, itupun hanya satu atau dua hari. Jodi terlalu sibuk dengan dunianya, sampai Jodi lupa kalau dibelakangnya ada Alin yang juga ingin dibahagiakan.

Dan Alin juga pernah cerita ke Riani, kalau Jodi terkadang masih berkomunikasi dengan mantan pacarnya. Tapi Alin memilih diam, agar hubungannya dengan Jodi tetap baik-baik saja. Riani juga bilang, kalau Alin terlalu menyayangi Jodi sampai Alin melupakan kebahagiaannya.

Terakhir Riani bilang, Alin tidak bahagia. Alin butuh seseorang yang bisa menerima kehadirannya. Alin ingin diakui. Alin ingin sesekali diprioritaskan. Alin ingin sekali diistimewakan. Alin ingin sekali seperti perempuan yang lain, yang begitu spesial untuk pacarnya.

"Tapi sekarang gue bahagia banget Lang, ngeliat Alin yang setiap harinya ketawa. Ngeliat Alin yang udah gak pernah murung lagi. Dan Alin bilang..." Riani menghela nafasnya sebentar, ia hampir menangis. "Gue ngerasa diistimewain banget Ri sama Gilang, Gilang perhatian banget, Gilang baik banget sama gue, Ri. Gilang yang bisa bikin gue ketawa lepas Ri, gue suka Ri sama Gilang, tapi gue malu." Ucapnya sambil mempraktikkan cara ngomong Alin yang sesekali ada tawa dibalik airmatanya yang hampir saja menetes.

Gilang tersenyum mendengarnya. Ternyata perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan, walaupun Alin belum bisa menjadi miliknya. Tapi setidaknya Gilang merasa sedikit lega sekarang. Tidak sesakit seperti dilapangan futsal saat melihat notif chat dihandphone Alin.

"Gue tau, lu pasti kesel, lu pasti marah, lu pasti kecewa banget karena gue gak bilang dari awal soal semuanya." Ucap Riani menatap Gilang. "Tapi lu jangan marah ke Alin yaa Lang, lu harusnya marah ke gue. Karena gue yang ngedeketin lu sama Alin."

"Gatau Ri, gue bingung."

"Iyaa Lang, gue ngerti. Yang penting gue udah cerita semuanya kan sama lu? Gaada lagi yang gue tutup-tutupin tentang Alin."

Gilang hanya mengangguk pelan.

"Sekarang terserah lu, masih mau deket sama Alin atau ngejauh. Gue gak maksa kok." Ucap Riani, lalu tersenyum.

Untuk hari-hari berikutnya, Alin merasakan perbedaan pada Gilang. Gilang seperti menjaga jarak dan sedikit menjauh pada Alin. Dan akhirnya Riani cerita, kalau Gilang sudah tahu semuanya. Semuanya, yang selama ini Riani dan Alin sembunyikan. Alin langsung merasa bersalah saat itu karena merasa sudah memberikan harapan pada Gilang sekaligus membohonginya. Tapi sungguh, Alin juga menyukai anak penerbangan itu. Sangat.

Beberapa kali Alin menge-chat Gilang sekedar berbasa-basi dan mencoba untuk meminta maaf untuk semuanya. Dan Gilang bilang tidak mau membahasnya lagi.

Satu yang harus Alin tahu, sebenarnya Gilang sudah menyayanginya. Dan berusaha untuk menjauh dari Alin, adalah hal yang paling sulit untuk Gilang. Karena selama hampir tiga bulan ini Gilang dekat dengan Alin, Gilang merasa seperti sudah menemukan kebahagiaannya lagi. Seakan-akan, yang selama ini Gilang tersesat didalam hutan, ada seorang peri cantik yang datang menuntunnya untuk keluar dari dalam hutan.

Dan sampai akhirnya, Gilang mencoba untuk mengajak Alin jalan lagi, dan Alin tidak menolaknya sama sekali. Karena pada saat itu Alin berpikir, ia juga ingin menjelaskan semuanya pada Gilang. Agar semuanya selesai dan tidak ada kesalahpahaman diantara mereka.

Awalnya memang Gilang bilang kalau temannya sedang berulang tahun disebuah klub malam. Tadinya Alin ingin menolak, tapi tidak enak. Bukannya Alin tidak suka klub malam. Tapi rasanya Alin takut ke klub bersama dengan orang yang baru saja ia kenal. Sekalipun Gilang sudah berhasil membuat Alin menjadi suka, tetap saja ada rasa yang berbeda yang dirasakan oleh Alin.

Dan akhirnya, keraguan Alin terjawab.

Kejadian yang membuat Alin merasa direndahkan. Sekaligus kejadian yang membuatnya lost contact dengan Gilang sampai hampir delapan bulanan. Walau Gilang sudah mencoba untuk meminta maaf, Alin tetap tidak mau bertemu dengan Gilang lagi. Sekalipun Gilang meminta pada Riani untuk menjelaskan semuanya, Alin tetap pada pilihannya. Alin tetap tidak mau bertemu dengan Gilang lagi.

Alin benar-benar merasa kecewa dengan Gilang pada saat itu.

Sangat kecewa.

•••••

Gimanaaa gaes part yg ini?

Hmm, kayanya msh blm greget yaaaaa huhu tp makasih ya buat yg udah mau bacaa cerita baal punya akuu

See u next part~

Continuar a ler

Também vai Gostar

23K 340 2
[IdolFan Series #1][TAMAT][Part masih lengkap] Esther Rafeyfa tidak menyangka dipertemukan dengan idolanya sepuluh tahun belakangan, yaitu Elvan Baga...
72.8K 2.3K 41
Tommy tidak bisa menolak bahkan ketika Eve menariknya ke kamar. Perlahan Eve membuka kancing kemeja Tommy, bahkan nyaris membuka celananya. Tommy t...
8.3M 517K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
1.1M 59.1K 50
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...