The Last Heart

Por Zikry_

871 62 5

Novel ini menceritakan tentang kisah percintaan seseorang yang dinantinya馃槈 ----------- Jangan lupa follow ya... M谩s

Profil
2 : Pendamping Hidup
3 : Kemungkinan
4 : Mencari Dia
5 : Aku Akan Menikah
6 : Perjanjian

1 : Kepergian

199 12 0
Por Zikry_

Malam minggu adalah malam yang paling istimewa untuk mereka yang memiliki kekasih. Dimanapun itu asal berdua bersama orang yang kita cinta, rasanya bagaikan di surga. Begitulah yang dirasakan sepasang kekasih Dion dan Milo. mereka kini sedang berada di sebuah taman, ditengah malam bulan purnama. Sesekali Milo mempererat genggaman tangannya dengan genggaman tangan Dion, sungguh ia sangat bahagia karena bisa bersama-sama dengan Dion seperti ini.

"Milo aku laper, kita makan yuk?" rengek Dion terdengar sangat manja ditelinga Dion, namun itulah yang membuat Milo  senang, ia sangat senang dengan sikap manja kekasihnya itu.

"Kamu mau makan apa? Kita ke kafe tempat biasa aja yuk?" Milo bersiap-siap untuk bangkit dari duduknya namun Dion menahannya.

"Nggak mau, aku maunya makan pecel lele, itu..." Dion menunjuk dagang pecel lele yang juga berjualan di seberang jalan.

"Pecel lele? Kamu nggak bosen apa makan itu aja? Kita ke kafe aja ya?" Milo membujuk Dion.

"Nggak mau, aku maunya makan pecel lele. Kita makan disana ya, ya? Please." Dion kembali merengek manja dan membuat Milo gemas milihat wajah memohonnya yang masih tetap Manis.

"Iya, iya. Ayo kita kesana." Dion langsung bangkit dari duduknya penuh semangat dan berjalan sambil menggenggam tangan Milo dengan sangat posesif.

Ketika hendak menyebrang jalan langkah Milo terhenti karena sesorang memanggil namanya.

"MILO!" bukan panggilan lebih tepatnya sebuah bentakan. Milo mencari pemilik suara yang menyebut namanya.

Melihat siapa yang baru saja menyebut namanya, Milo langsung menggenggam tangan Dion erat-erat dan hal itu membuat Dion menjadi kebingungan.

"Kenapa?" Tanya Dion bingung. Dion ingin menoleh kebelakang tubuhnya mengikuti arah pandang Milo, namun Milo mencegahnya.

"Maaf karena ini diluar rencanaku, dalam hitungan ketiga kita lari sama-sama. Jangan sekali-kali kamu noleh ke belakang oke?" Milo memberikan sugesti agar Dion menurutinya. Akhirnya Dion mengangguk, meskipun dirinya tidak terlalu mengerti dengan situasi yang dihadapinya.

"1... 2...3..." Mereka langsung berlari tanpa melepas genggaman tangan masing-masing.

"MILO!!! BERHENTI LO.. BRENGSEK BERHENTI SEKARANG JUGA!!!"

Milo menyempatkan diri untuk menengok kebelakang dan mempercepat larinya, banyak orang yang mengejarnya di belakang sana. Situasinya tidak memungkinkan untuknya melawan karena jumlah mereka terlalu banyak dan jika dia melawan sudah pasti ia akan kalah. Maka dari itu ia memutuskan untuk berlari.

"Milo, aku capek." Ucap Dion namun masih tetap berlari mengikuti Milo.

"Tahan ya sayang, kita harus lari. Di pertigaan depan kita belok kanan."

Milo merasa sangat bersalah karena telah membawa Dion ke dalam situasi ini, ini adalah resikonya sebagai anak geng motor yang banyak memiliki musuh. Disituasi seperti ini ia harus siap menghadapi ataupun menghindari serangan-serangan musuh meskipun hanya seorang diri tanpa anggota geng lainnya.

"Milo aku capek." Dion mengeluh sekali lagi, Milo melihat wajah Dion yang mulai pucat dan merasa khawatir.

Milo memiliki ide untuk mensiasati mereka dengan cara mengambil jalan pintas ke sebuah gang dan bersembunyi di selah-selah kecil yang tidak terlihat.

Milo mendengar nafas Dion yang terengah-engah dan ia memberikan kode pada Dion untuk tenang. Tidak banyak yang bisa Dion lakukan, karena tubuhnya tidak bisa diajak berkompromi.

Sekian menit mereka bersembunyi setelah memeriksa keadaan yang cukup aman, akhirnya Milo mengajak Dion untuk keluar dari persembunyiannya.

"Maaf ya sayang, malam minggu kita berakhir seperti ini. Sekarang lebih baik kita pulang, aku nggak mau nanti mereka liat aku lagi terus kita kejar-kejaran kayak gini lagi." Ucap Milo penuh penyesalan.

"Ya udah kita pulang aja." Jawab Dion sambil memegangi dadanya yang sakit karena kelelahan saat berlari.

"Kamu nggak apa-apa kan? Kamu sakit?" tanya Milo, segera Dion menggeleng.

"Ya sudah kalau gitu aku anter kamu pulang."

Dengan penuh keberanian Milo mengantarkan Dion pulang, ketika pintu gerbang terbuka lebar, Milo segera memasukkan motornya dan mengantarkan Dion sampai di depan pintu rumahnya.

Di depan pintu, Herry sudah berdiri menyambut kedatangan anak kesayangannya dengan wajah yang sangat datar.

"Kamu bawa kemana anak saya?" Tanya Herry dingin.

"Pa, jangan gitu. Tadi Dion keluar sebentar sama Milo." Dion mencoba membela Milo.

"Harus berapa kali saya ingatkan kamu? JAUHI ANAK SAYA." Bentak Herry, Milo hanya diam tidak berniat melawan. Ia cukup sadar diri.

"Pa.." Ucap Dion lirih seperti kesakitan sambil memegangi dadanya.

"Ya ampun Dion, kamu kenapa nak?" Herry langsung menopang bahu Dion agar tubuhnya tidak jatuh.

"Dion kamu kenapa?" Milo hendak menolong Dion namun terhalang oleh Herry.

"Pa.. jangan marah-marah sama Milo."

"Tunggu apalagi kamu? PERGI DARI RUMAH SAYA!" bentak Herry kali ini sangat keras.

Dengan berat hati akhirnya Milo pergi dari rumah itu.

"Dion... sadar nak." Herry menggoyang-goyangkan tubuh Dion yang tidak sadarkan diri. Herry langsung khawatir dengan keadaan anaknya mengingat riwayat penyakit Dion yang sangat mengkhawatirkan.

"RUDI???"

"RUDI? Siapkan mobil, kita kerumah sakit." Herry berteriak memanggil supir pribadinya. Herry terus menggoyang-goyangkan tubuh Dion mencoba membuat Dion sadar, namun sia-sia.

Di depan ruang UGD disinilah kini Herry terduduk dengan rasa khawatir yang seperti ingin membunuhnya. Herry sangat mengkhawatirkan keadaan putra kesayangannya yang sedang ditangani oleh pihak medis di dalam sana. Berulang kali ia memanjatkan doa untuk Dion, berdoa agar putranya baik-baik saja dan tidak terjadi sesuatu yang buruk dengannya.

"OM? Bagaimana keadaan Dion?" mendengar kabar Dion yang tidak sadarkan diri dari pembantu rumah Dion, Milo langsung khawatir dan langsung pergi ke rumah sakit.

"Untuk apa kamu kesini?" tanya Herry dingin dengan tatapan mata tajamnya menatap Milo.

"Kamu tau? Dion seperti ini karena kamu. Kamu apakan anak saya sampai kecapean seperti ini?"

"Maaf Om, tadi kita di kejar-kejar anak geng motor jadi saya lari sama Dion." Milo menjelaskan sedikit tentang alasannya.

"Sedari awal saya sudah menentang hubungan aneh kalian, dan jikapun saya menyetujuinya orang itu bukanlah kamu. Karna kamu tidak pantas untuk anak saya. Tolong jangan bawa Dion ke dalam masalah dan pergaulan kamu yang bebas itu."

"Tapi saya mencintai Dion Om." Bela Milo.

"Kalau memang benar kamu mencintai Dion, tolong tinggalkan dia. Saya tidak mau hidup anak saya hancur karena kamu." Masih dengan nada bicara yang dingin Herry berbicara dengan Milo.

"Keluarga Dion?" Panggil dokter yang baru keluar dari ruang UGD.

"Saya dok?" Herry langsung menghampiri Dokter itu. Sementara Milo masih ditempatnya semula.

"Kita tidak bisa mengulur-ngulur waktu lagi. Kita harus segera mencari dodor yang tepat untuk Dion." Ucap Dokter itu memberikan keterangan.

"Sampai sekarang saya belum menemukan donor yang tepat untuk anak saya dok. Bagaimana dengan pihak rumah sakit?" raut wajah cemas jelas terpancar dari Herry.

"Mencari donor jantung tidak semudah mencari donor darah, meskipun begitu kita harus cepat mendapatkan pendonor untuk Dion. Kondisinya benar-benar kritis untuk saat ini." Donor jantung?
Ada apa sebenarnya? Kenapa mereka membicarakan donor jantung untuk Dion? Pikir Milo.

"Tolong dok.. tolong selamatkan anak saya." Herry terdengar memohon pada dokter.

"Kami akan melakukan yang terbaik untuk anak bapak. Baiklah kalau begitu saya permisi dulu." Herry mengangguk lalu dokter itu pun pergi meninggalkan Herry.

Banyak pertanyaan mengenai Dion yang sangat ingin Milo tanyakan, namun ia ragu untuk bertanya dengan Herry. Namun jika ia terus ragu seperti ini sampai kapanpun juga ia tidak pernah mendapat jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaannya tentang Dion.

Perlahan Milo berjalan mendekati Herry yang sedang duduk menunduk sambil menopang wajahnya dengan kedua tangan.

"Om?" Panggil Milo pelan. Ia berpikir sebentar lagi Herry akan membentaknya. Namun ia salah, Herry tidak mengucapkan apapun hanya menoleh menatapnya dengan raut wajah yang terlihat sangat sedih.

"Dion sakit apa Om?" dengan takut-takut akhirnya Milo berani untuk bertanya. Lama Herry tidak menjawab, lelaki itu hanya menatapnya tanpa berucap sepatah katapun.

"Saya tidak tau apa-apa tentang penyakit Dion. Karena dia tidak pernah mengatakannya, bahkan Dion terlihat baik-baik saja selama kami bersama." Ucap Milo pelan.

"Untuk apa kamu tau penyakit anak saya?" Tanya Herry. Milo menelan ludahnya mentah-mentah mendengar pertanyaan itu, pertanyaan yang sangat datar.

"Dion kekasih saya, saya ingin tau apa penyakit yang dideritanya." Jawab Milo apa adanya.

"Kalau kamu tau penyakit Dion apa kamu akan meninggalkannya?" MILO diam.

"Tidak ada yang bisa saya harapkan dengan orang seperti kamu. Lebih baik kamu pergi." Herry kembali mengusir Milo, tapi Milo tidak akan pergi sebelum ia mendapat jawabannya.

"Beritahu saya, apa penyakit Dion om?" pinta Milo.

"Dion terindikasi mengalami kebocoran jantung sejak umur 17 tahun, puas kamu? Sekarang kamu pergi, dan jangan pernah temui anak saya lagi. " jawab Herry.

Demi apapun yang paling mengejutkan di dunia ini, Milo tidak pernah menyangka Dion, kekasihnya selama 2 tahun ini mengidap penyakit yang mematikan seperti itu. Lalu bagaimana dengannya? Sanggupkah ia menerima keadaan Dion seperti ini?

Seguir leyendo

Tambi茅n te gustar谩n

713K 69.7K 49
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
3M 44.1K 30
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
1.6M 7.6K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 馃敒馃敒 Alden Maheswara. Seorang siswa...
629K 45.1K 40
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...