Imperfection : Trapped With T...

By a_andieran

136K 5.6K 366

[❎PLAGIATOR❎] #BBS [Bastard Belati Series] #1 Sebuah ketidaksempurnaan yang menjadi sempurna karena adanya ci... More

00 || Intermezo
Prolog
01 || Dia
02 || Masalah
03 || Drama
04 || Sebuah kejutan
05 || Bertemu Musuh
06 || Dia iblis
07 || Ditantang
08 || Menerima Kekalahan
09 || Balas Dendam
10 || Benci
11 || Reza Adrian
12 || Peduli
13 || The Devil is back
14 || Murak-Muka Abstrak
15 || Rencana menyerang
16 || Pasukan Belati? Siap!
17 || Masalah Remaja
18 || Tinggal Bersama
19 || Awal Baru
20 || Satu Langkah Lebih Dekat
21 || Pernyataan
22 || Kembali Terluka
23 || Dongeng Masa Kecil.
24 || Kejutan dan Pertengkaran
26 || Belati dan Masalah
27 || Warna Baru
28 || Monster
29 || I HATE YOU!
30 || From You
31 || With You, I Feel Better.
32 || Be Mine
33 || Luka Lama
34 || Holiday
35 || Tak Perlu Gugup Sendirian
36 || Hari Terakhir
37 || Dia yang pernah pergi
38 || Pertikaian
39 || Pantang Mundur
40 || Belajar Berdamai
41 || Penolakan
42 || Amarah
43 || Batas
44 || Hitung Mundur
45 || Tahun Baru
Epilog
Extra Part
48 || Baru (Imperfection 2)

25 || Terungkap

2.3K 105 4
By a_andieran


"Cahaya lo nggak apa 'kan?" tanya Adelia  saat duduk di tempatnya. Melihat Cahaya yang hanya diam, Adelia lantas kembali berkata, "Tapi Kak Reza sama Leo itu nggak salah Ay. Yang salah di sini itu Kak Rio."

Adelia melirik sekilas Ariesta yang mukanya tertekuk. "Mending lo berhenti suka sama Kak Rio, deh," celetuk Adelia tanpa dosa.

Ariesta memang sudah sejak lama menyukai Rio. Menurutnya, Rio adalah sosok idaman karena dia yang paling kalem dari anggota BARBEL dan Belati. Padahal kenyataannya Leo yang paling cool di sana. Bukan itu saja. Rio itu walau nakal dan jarang masuk sekolah. Tapi nilainya selalu tinggi. Selalu mendapat ranking lima besar di kelas. Itu yang membuat Ariesta kagum.

"Cowok berengsek begitu lo suka," tambah Adelia sinis.

Ariesta memelas. "Namanya hati mah nggak bisa milih mau suka sama siapa, Del."

Elisa yang baru datang menyahut. "Wah ... jadi lo suka sama Kak Ri-mmphh."

Sebelum Elisa selesai bicara, Ariesta secepat kilat membungkam mulutnya dengan telapak tangannya. Elisa memang sudah menguping sejak tadi.

Kepala Cahaya jadi tambah pusing. Niatnya ingin tenang. Tapi kepalanya malah tambah pening. Pilihan yang tepat kini adalah menyumpal telinganya dengan earphone lalu menyetel lagu bergenre rock atau hip-hop sekencangnya.

***

Rasanya kepala Leo ingin mendidih saking kesalnya. Jika ingat Rio bukan temannya, Rio sekarang pasti sudah ia habisi. Saat Leo menyusul Cahaya ke kelas pun, Cahaya sangat marah padanya. Tidak mau lagi bertemu dengannya.

"Lo harus tau, Yo. Kalo bukan karena Cahaya, gue nggak akan pernah ada di sini sama lo semua."

Akhirnya Leo berucap setelah sedari tadi hanya terdiam dan memandang tajam Rio. Dan ucapannya juga membuat anggota BARBEL yang ada di sana menatapnya penuh tanda tanya.

"Maksud lo?"

"Cahaya udah berapa kali nolongin gue. Pertama saat gue di serang sama anak Black Gun. Kedua saat gue di serang begal," papar Leo.

"Kok bisa? Kata lo waktu itu lo ngelawan Black Gun sendirian?" tanya Ahwal.

"Emang gue pernah bilang kalo gue yang ngelawan mereka sendirian? Itu mah lo aja yang ngartiinnya begitu," kata Leo sewot.

"Tapi itu cewek hebat juga ya ... keren." Fariz menyahut.

Reza yang sedari tadi diam kini mulai tersenyum sinis. "Cahaya mau-mauan aja nolong lo. Padahal lo sering jahat sama dia."

Leo tidak marah. Karena memang kenyataannya benar seperti itu. Terkekeh pelan, Leo berkata, "Iya, emang bego tuh anak. Baiknya nggak ketulungan."

Leo menatap sekilas Rio yang sedang asyik dengan keterdiamannya seraya menghisap rokoknya. "Bahkan saat lo udah ngejelekin dia di muka umum, dia cuma nonjok lo tiga kali, Yo. Udah gitu pake segala kasih lo duit buat berobat. Kalo gue jadi dia, udah pasti gue bikin lo bonyok sampai mampus."

Rio tertawa pelan. "Nggak heran kalo lo berdua sampe jadi bucin gara-gara dia," sindirnya pada Leo dan Reza.

Reza terkekeh. "Tau ... gue juga bingung. Padahal dulu gue nggak pernah suka sama cewek sampai segininya."

"Ah lo mah emang dasarnya nggak pernah serius suka sama cewek, Za," sindir Ahwal.

"Tapi biar begaimana juga, gue nggak mau liat lo berdua ribut-ribut cuma gegara cewek." Rio berkata serius. Ahwal dan Fariz mengangguk setuju.

Reza bangkit dari posisinya. Ia berjalan ke arah Leo yang tengah berdiri di pinggir pagar balkon. Lelaki itu sedang nge-vape dengan satu tangannya berada di atas pagar balkon. Reza menepuk pelan pundak Leo. Katanya, "Gue udah pernah bilang kalo gue masih bisa nyerah kalo lo ngakuin perasaan lo waktu itu."

Ketika Leo menoleh ke arahnya, menatapnya lekat. Reza melanjutkan, "Lo telat sih ... nyadar kalo lo suka sama Cahaya. Jadi, sekarang gue nggak bisa ngalah, man. Sorry."

Dengan sinis Leo berkata. "Ye ... itu mah alasan lo aja bego!"

Reza terkekeh. "Serius gue bego. Sekarang gini aja dah bro, kita bersaing secara sehat gimana?"

"Oke." Leo menyahut cepat. Ia kembali  menghisap vapenya seraya melihat pemandangan yang ada di bawah sana. Pemandangan yang menampilkan keadaan sekolahnya yang sepi karena sekarang jam pelajaran sedang berlangsung.

***

Leo mendesah kesal. Cahaya menolak untuk pulang bersamanya. Bahkan pada Reza juga begitu. Bagaimana nasibnya nanti kalau Cahaya masih marah padanya? Apa ia akan diusir dari rumah Cahaya? Bukannya Leo tidak punya uang untuk nge-kost, uangnya saat menang balapan masih ada. Ia tinggal di rumah Cahaya karena ingin dekat dengan Cahaya.

"Woi, ngelamun aja lo setan!" Refleks, Leo langsung menoyor kepala Fariz karena ucapan lelaki itu yang membuatnya kaget.

"Setan lo! Rambut cetar gue jadi rusak nih!" Kesal Fariz seraya mengusap kepalanya yang sakit.

"Derita lo," kata Leo santai.

"Sampai kapan sih kita mau di sini? Cahaya juga paling masih marah sama lo berdua," sambar Rio seolah tanpa dosa.

Leo mendelik kesal. "Gara-gara lo juga sialan!"

Reza memicingkan matanya. Memastikan apa yang dilihatnya benar. "Itu bukannya bokap lo, Le?"

Leo langsung melihat arah pandang Reza. Di parkiran sekolah yang tak jauh darinya sudah ada Bramasta yang baru saja turun dari mobilnya. Tanpa kata, Leo langsung menghampiri Bramasta ketika Bramasta memandangnya.

"Ngapain Papa datang ke sini? Udah saya bilang, kalo Papa masih ingin liat saya sekolah jangan lagi cari saya," kata Leo tanpa basa-basi.

"Pulang Leo ... Papa kangen sama kamu. Papa nggak mau kamu tinggal luntang lantung nggak jelas," kata Bramasta.

"Maaf. Saya nggak bisa."

***

"Cahaya, pulang bareng gue mau? Naik motor imut gue," tawar Adelia.

"Atau nggak lo mau bareng gue aja? Motor gue udah balik," sambar Ariesta dengan wajah cerah saat berkata 'motornya'.

"Gue bareng cadel aja deh."

"Udah berapa kali gue bilang jangan panggil gue cadel, Ay!" Kesal Adelia.

Cahaya terkekeh. Pada saat Cahaya tiba di parkiran dan menatap BARBEL, Cahaya langsung menghentikan sejenak langkahnya saat Reza memanggilnya.

"Masih berani lo manggil gue?!" Sentak Cahaya kesal.

"Udah, sabar Ay," kata Ariesta seraya mengelus pundak Cahaya.

"Gue minta maaf." Itu bukan Reza yang bicara. Tapi Rio. Dengan gengsinya yang tinggi, ia bersusah payah mengucap itu.

"Tenang. Udah gue maafin. Anggap aja tiga pukulan gue itu impas," kata Cahaya dingin yang langsung berlalu pergi dari sana. Disusul oleh Ariesta dan Adelia.

Di parkiran, netra Cahaya tidak sengaja menangkap pemilik sekolah serta Leo yang tidak jauh dari mereka.Bramasta dan Leo sudah jadi pusat perhatian di sana. Cahaya mengernyit kala Leo bertengkar dengan Bramasta.

"Lepas!" Kata Leo sedikit membentak kala kedua bodyguard Bramasta hendak menyeretnya masuk ke dalam mobil. Leo tidak menyangka bahwa Bramasta membawa bodyguard. Leo juga baru tahu bahwa sekarang Bramasta mempunyai bodyguard.

"Nggak. Papa mau kamu pulang sekarang!" Bramasta berkata tegas.

"Bawa masuk dia sekarang!" titah Bramasta pada kedua anak buahnya.

Leo tidak tinggal diam saat kedua bodyguard Bramasta kembali menyeretnya untuk membawanya masuk ke dalam mobil. Leo berontak yang lalu memukul wajah salah seorang bodyguard Bramasta dengan sangat keras.

Anggota BARBEL yang sedari tadi hanya diam memerhatikan karena tidak ingin ikut campur dengan masalah antara anak dan ayah. Kini sudah ada di hadapan Bramasta. Mereka rasa Bramasta sudah keterlaluan. Seorang anak itu tidak bisa dipaksa. Terlebih dengan bodyguard seperti itu.

Rio dan Reza sudah membantu Leo untuk menghadapi kedua bodyguard itu. Bramasta sampai marah dibuatnya. "Sudah. Berhenti kalian semua!" Ketika mereka berhenti berkelahi dengan keadaan kedua bodyguard yang sudah mendapat pukulan telak di wajahnya. Bramasta kembali berkata, "Jangan ikut campur kalian. Mau saya keluarkan kalian semua?!"

"Maaf Om. Kami bukannya mau ikut campur. Tapi kami nggak bisa melihat Leo dipaksa seperti ini." Fariz berkata.

"Bener Om. Yang Om lakuin ini salah," sahut Ahwal membenarkan.

"Tau apa kalian tentang benar atau salah? Kalau kalian tau mana yang benar dan mana yang salah. Maka kalian dan geng kalian itu tentu nggak akan buat onar di sekolah!"

"Kami memang bukan anak yang baik. Tapi seenggaknya, kami tau kalo yang Om lakuin itu salah. Anak itu nggak bisa dipaksa Om. Om seharusnya berlaku bijak pada anak Om. Bukan dengan kekerasan seperti tadi." Kata Reza geram.

"Diam kalian. Tidak perlu ikut campur!"

"Kami nggak akan ikut campur kalo Om membujuk Leo untuk pulang dengan cara yang benar. Tapi kalo caranya begini kami perlu ikut campur." Rio menyahut dengan tegas dan dingin.

Leo berjalan mendekati Bramasta. Ia menatap marah Bramasta. "Kalo Papa masih nekat maksa Leo pulang. Maka Papa akan liat Leo sama geng Leo berkelahi dengan bodyguard Papa ini."

Dengan kesal Bramasta langsung berseru kepada kedua bodyguardnya. Menyuruh mereka untuk kembali masuk ke dalam mobil. Tak lama setelahnya, mobil Bramasta berlalu pergi dari sana.

"Apa lo semua liat-liat? Pergi sana!" Sentak Reza kepada seluruh murid yang masih ada di sana. Seketika mereka langsung pergi karena takut.

Rio berjalan mendekati Leo, menepuk pelan pundak lelaki itu. Katanya, "Yang sabar, man. Lo juga sih batu jadi orang."

"Lo niat nyemangatin gue apa niat buat jatuhin gue?" Kesal Leo.

Rio terkekeh. "Kan lo anaknya emang batu. Disuruh pulang aja susahnya kebangetan."

Sementara itu Cahaya sudah naik ke atas motor Adelia. Sekarang posisinya adalah Cahaya yang menyetir agar ia bisa mengejar mobil Bramasta. Sedangkan Adelia duduk di belakang.

Cahaya ingin bicara pada Bramasta. Setelah Leo berkata suka padanya, Cahaya memang ingin Leo pulang. Ia tidak bisa membiarkan Leo tinggal bersamanya.

***

Sedari tadi Adelia tidak hentinya teriak-teriak pada Cahaya. Mulutnya juga tak henti merapalkan doa. Mendadak religius seketika kala Cahaya membawa motornya seperti orang kesetanan.

"Astaghfirullah, Aya nyebut," kata Adelia histeris saat Cahaya menyalip kendaraan yang ada di depannya. "Cahaya pelan-pelan. Gue masih mau hidup, Cahaya!" Adelia kembali histeris.

"Del diam, berisik!" Kesal Cahaya.

"Maafkan kesalahan Adel, Ya Allah apabila Adel suka jahat sama Jelly. Suka jahilin dia yang lagi bobok."

Cahaya sudah kembali menyalip dan akhirnya sudah berada tepat di belakang mobil Bramasta. Ia terus mengklakson motor Adelia yang sedang dibawanya sampai pada akhirnya Bramasta mulai menepikan mobilnya di pinggir jalan.

Ketika Bramasta turun dari mobil, Cahaya dan Adelia langsung turun dari motor setelah menepikan motor Adelia. "Siapa kalian?" tanya Bramasta kesal pada Cahaya dan Adelia saat tiba di hadapan mereka.

Dengan gemetaran Adelia berkata, "Maafin kami, Om. Kami anak SMA Angkasa."

"Kalian teman Leo?"

"Iya, kami teman sekelas Leo. Saya mau bicara sama Om tentang Leo." Cahaya berkata sopan.

Bramasta mengangguk. "Kalo begitu, kalian ikut saya."

Adelia menggeleng kikuk. "Ng-Nggak Om. Saya pulang aja deh kayaknya."

Cahaya mengangguk. "Bisa kalo saya cuma bicara berdua sama, Om?"

***

"Ada perlu apa kamu sama saya?"

Nada bicara Bramasta memang terkesan tegas dan berwibawa. Tapi rautnya begutu hangat pada Cahaya. Persis seperti seorang ayah ketika bicara pada anaknya.

"Saya teman sekelas Leo. Di sini saya cuma ingin bicara apa yang mungkin selama ini Leo rasa," kata Cahaya.

Sekarang mereka berdua sedang berada di sebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari tempat di mana Cahaya memberhentikan mobil Bramasta tadi.

Raut Bramasta langsung berubah menjadi serius seketika. Ia menatap Cahaya lekat, mencoba memahami ucapan Cahaya. "Kamu bilang, kamu teman sekelas Leo 'kan? Tapi kenapa dari ucapanmu seakan kamu dekat dengan Leo?"

Cahaya tersenyum sopan. Katanya, "Saya teman Leo. Bukan cuma teman sekelas. Tapi teman dalam arti yang sesungguhnya."

Bramasta tersenyum. "Kamu pasti adalah orang yang istimewa bagi Leo. Karena sebelumnya, Leo nggak pernah punya teman perempuan."

Benarkah?

Cahaya berdeham pelan untuk menutupi kegugupannya. "Mungkin itu semua  karena Leo nggak menganggap saya sebagai perempuan."

Senyum Bramasta terbit lagi. Kali ini lebih lebar dibanding sebelumnya. Di penglihatannya, Cahaya memang tidak feminin, alias tomboy. Tapi itu takkan mengubah fakta bahwa Cahaya adalah perempuan.

"Apa kamu adalah anak yang pernah dibully Leo?"

Cahaya tidak perlu bertanya kepada Bramasta tahu dari mana. Bramasta adalah pemilik SMA Angkasa. Jadi tentu Bramasta tahu apa pun yang terjadi di sekolah itu. Apalagi, anaknya juga bersekolah di sana. "Iya."

"Om minta maaf kalau Leo bersikap kasar pada kamu. Itu semua karena dia membenci perempuan."

Cahaya mengangguk. "Saya tau."

Bramasta tampak terkejut dengan jawaban Cahaya. Tapi beberapa detik setelahnya Bramasta kembali mengubah ekspresinya seperti semula.

Cahaya berdeham. "Maaf sebelumnya kalo saya kurang ajar, Om. Tapi saya cuma mau bilang kalo apa yang Om lakuin tadi itu salah.

"Kalo Om mau Leo kembali pulang, bukan begitu caranya. Bukan dengan pemaksaan dan kekerasan. Karakter Leo itu keras. Kalo Om memakai cara seperti tadi, dia bukannya menurut. Tapi akan semakin berontak."

"Tapi harus dengan cara apa lagi saya membujuknya pulang? Leo itu anaknya susah diatur. Dia itu nggak mungkin mau pulang kalo saya tidak memakai cara seperti tadi." Bramasta berkata agak frustrasi.

"Om salah. Mungkin kalo Om bisa bicara baik-baik sama Leo, Leo pasti mau pulang." Cahaya tersenyum. "Sebenarnya Leo itu sangat ingin pulang. Tapi karena gengsi makanya dia nggak mau pulang sampai sekarang."

Bramasta diam mendengarkan. Ia mencoba untuk memahami segala ucapan Cahaya.

Cahaya menghela napas dalam. Katanya, "Leo bilang dia pergi dari rumah karena dia nggak akan pernah bisa jadi apa yang Om mau. Dia cuma mau hidup dengan cara dia. Dengan kebebasan."

"Tapi dia hidup dengan cara yang salah. Bahkan hidupnya dulu lebih rusak dibanding apa yang kamu tau," kata Bramasta.

"Cara Leo emang salah. Dan saya juga nggak tau serusak apa hidup Leo dulu. Tapi Leo pernah bilang harapan dia di dunia ini udah nggak ada. Makanya, dia nggak pernah peduli sama masa depannya."

Hati Bramasta menjadi sakit kala mendengar itu. Rautnya berubah menjadi sendu. "Dulu Leo nggak begini. Itu semua terjadi begitu aja saat orang yang Leo cinta pergi ninggalin dia."

"Apa orang itu adalah mama Leo?" tanya Cahaya hati-hati.

Lagi, Bramasta kembali kaget karena ucapan Cahaya. Tapi setelahnya, Bramasta tersenyum. "Itu salah satu faktornya. Tapi faktor lainnya adalah karena Racquelle. Racquelle itu teman kecil Leo. Satu-satunya orang yang sangat Leo percaya."

"Semenjak mamanya pergi, Leo jadi tertutup. Dia jarang ekspresiin perasaannya termasuk sama saya. Kecuali saat sama Racquelle. Sejak kecil mereka itu udah sangat dekat. Waktu Leo sedih, Racquelle yang selalu hibur Leo.

"Makanya waktu Racquelle pergi Leo ngerasa begitu marah dan kecewa. Karena kepercayaan dan harapannya yang besar untuk Racquelle hancur. Akhirnya, Leo bertambah nakal dan menganggap semua perempuan itu sama seperti mamanya dan Racquelle. Haus akan materi."

Cahaya tak bergeming. Sekarang ia mengerti mengapa Leo begitu membenci kaum hawa. Kecewa yang besar serta harapan dan kepercayaan yang hancur membawa Leo pada luka yang dalam. 

"Apa kamu tau di mana Leo tinggal sekarang?" tanya Bramasta kemudian.

"Saya akan kasih tau asal Om mau janji satu hal."

"Apa?"

Cahaya menghela napas dalam. "Saya mohon Om ... bicara baik-baik sama Leo. Di balik sikap nakalnya Leo, Leo sebenarnya terluka. Jika bisa, mungkin Leo cuma pengin hidup seperti yang lainnya."

Saat mengucap itu, dada Cahaya mendadak sesak. Matanya berkaca-kaca. Tapi sebisa mungkin ia menahannya agar tidak menangis. Saat ini Cahaya seperti berbicara tentang dirinya sendiri. Ia tau bagaimana perasaan Leo. Karena dia juga mengalaminya.

"Tentu."

Dan itulah jawaban Bramasta yang mampu membuat Cahaya tersenyum.

***

Leo melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya dengan gelisah. Jam sudah menunjukkan pukul lima lewat dua puluh menit. Tapi sampai sekarang Cahaya belum juga pulang. Pikiran buruk tentang Cahaya terus menghantuinya. Sedari tadi Leo hanya duduk di bangku luar, karena rumah Cahaya terkunci.

Ketika matanya melihat sebuah mobil yang begitu dikenalnya berhenti di pelataran rumah Cahaya, secepat kilat ia bangkit. Memastikan apa yang dilihatnya adalah benar.

Amarah bergemuruh di dadanya kala orang yang tadi berhasil membuatnya kesal karena tindakannya di sekolah turun dari mobil itu. Leo mematung seketika kala tak lama Bramasta turun bersama ... Cahaya?

***

[Revisi Bab 25 Selesai]✓

Praktik Kimia susah banget cuyy....

Gapapa digantung, yang penting di apdet. Hehe.

Maafkan saya😂😂🙏

Jangan lupa vote dan comentnya, guys....

Continue Reading

You'll Also Like

766 62 5
Coretan gaje dari tokoh bernama Metana dan Dimas Argantara Pratama _si paling typo minta maaf di atas materai banyak kelirunya
14.1M 1.4M 53
[Part Lengkap] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [Reinkarnasi #01] Aurellia mati dibunuh oleh Dion, cowok yang ia cintai karena mencoba menabrak Jihan, cewek...
6.5M 1M 89
*SUDAH TERBIT, TERSEDIA DI GRAMEDIA ATAU TOKO BUKU ONLINE* (FOLLOW SEBELUM MEMBACA. TINGGALKAN JEJAK KOMEN DAN VOTE) *Mulai 6 oktober 2020 *Selesai 1...
1K 169 45
ini tentang aku dan seribu masalah yang aku hadapi. Tentang Mentari yang berusaha berdiri sendiri ditengah tengah kepingan kaca yang sewaktu waktu bi...