Love Is Not Over ✔

By ririrrrii

8.4K 745 347

"Aku tahu Kookie-ya, tapi tidak bisakah kau menahan diri? Kau sudah berada di tingkat akhir." "Kalau aku mena... More

(1) Noona
(2) Holiday
(3) Dream
(4) Love is Not Over
(5) Date
(6) In Luv
(8) Boyfriend
(9) Relationship
(10) Stuck
(11) First Love
(12) Jealousy
(13) Jealousy 2
(14) Confession
(15) Gloomy
(16) Break Up
(17) Date 2
(18) So Sorry
(19) Girlfriend
(20) Annoy
(21) Be My Lover
(22) Caught Up
(23) Stay Strong
(24) Happiness

(7) Drive

322 27 13
By ririrrrii

*

*

*

*

*

"Berhenti mengikutiku!" Jungra menghentikan langkahnya dan berbalik dengan segera.

Hari masih pagi, Jungra baru saja memarkir mobilnya dan hendak masuk ke gedung JJ tapi Taehyung yang entah datang dari mana tiba-tiba mengikutinya. Pria itu hanya meringis, menampilkan deretan gigi rapinya.

"Kau ini tidak punya pekerjaan ya?"

"Aku memang belum bekerja, jadi aku tidak punya pekerjaan. Tapi kalau kau mau mempekerjakanku, aku akan punya kerja."

Jungra memutar mata jengah. Taehyung benar-benar menyebalkan.

"Dengar ya Kim Taehyung, sekarang ini aku akan bekerja. Aku punya banyak pekerjaan di dalam sana." Jungra menunjuk arah dalam gedung. "Jadi jangan menggangguku oke? Ganggu saja orang lain." Jungra berbalik, hendak melanjutkan langkahnya tapi Taehyung lebih dulu menahan lengannya.

"Aku ingin bicara denganmu." Kali ini wajah Taehyung berubah menjadi serius.

"Sepertinya tak ada yang perlu kita bicarakan." Jungra tak kalah seriusnya dengan Taehyung. Dia masih menyimpan kekesalan mengenai peristiwa beberapa hari lalu saat Taehyung menipunya menggunakan nama Jungkook sebagai umpan.

"Aku serius. Aku tidak bisa menahan ini lebih lama."

Jungra menepis tangan Taehyung yang berada di lengannya. "Kau pikir aku tidak serius? Aku bahkan sangat serius. Jadi berhentilah menggangguku." Jungra berbalik dan berjalan dengan cepat.

Namun Taehyung tak menyerah begitu saja. Dia mengejar Jungra dan menghentikan langkah gadis itu dengan cara berdiri di hadapannya. Mereka saling berhadapan tapi sama-sama diam untuk beberapa saat.

Jungra tak bisa lepas dari tatapan Taehyung yang seperti ini. Tatapan penuh keseriusan. Sekuat apa pun Jungra menolak, tapi pesona Taehyung yang seperti ini selalu bisa membuatnya tergoda.

"Aku mohon, beri aku kesempatan. Aku benar-benar bisa gila jika seperti ini terus."

Jungra POV

Seorang Kim Taehyung memohon? Aku tidak salah dengar kan? Ada apa dengan bocah ini?

Keadaan sekitar mulai ramai oleh para karyawan yang berdatangan sementara topik pembicaraanku dan Taehyung sepertinya tidak cocok dengan lingkungan ini. Aku menarik lengannya, membawanya menuju mobilku agar kami bisa bicara lebih nyaman.

Baiklah, baik. Aku akan mengaku. Aku memang tidak bisa mengabaikannya begitu saja.

"Katakan, aku memberimu waktu lima menit." Kataku ketus. Paling tidak aku harus tetap bersikap dingin padanya.

"Aku masih mencintaimu." Satu kalimat dari Taehyung yang mampu membuatku membatu.

Aku tidak salah dengar kan? Kalaupun aku tidak salah dengar, aku yakin dia sedang bercanda. Aku tidak akan mempercayai Taehyung begitu saja.

"Sudah selesai?"

Dia tak menjawab apa-apa. Hanya menatapku penuh keseriusan.

"Kalau kau sudah selesai silakan keluar dari mobilku."

"Kau menganggap aku bercanda?"

Aku tersenyum sinis. "Eoh, aku menganggapnya seperti itu. Sekarang pergilah."

"Aku serius. Aku tidak bisa memendam ini terus. Aku harus mengatakannya padamu."

"Dan kau sudah mengatakan itu. Sekarang pergilah."

"Kau juga masih mencintaiku kan?"

"Setelah kau campakkan, kau pikir aku masih memiliki rasa itu? Cih! Dalam mimpimu. Lagi pula aku sudah memiliki kekasih dan kami saling mencintai."

Aku dapat melihat Taehyung tersenyum sinis, sama seperti yang aku lakukan beberapa saat tadi. "Kalian saling mencintai?"

Aku menghela napas panjang, tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan pada manusia di depanku ini.

"Baiklah, akan aku tunggu waktu yang tepat untuk menghancurkan rasa saling mencintai kalian itu." Dia tersenyum, senyum iblis yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Setelahnya, dia keluar dari mobilku.

Aku terdiam, kembali mengingat peristiwa saat dia memutuskanku beberapa tahun lalu dengan alasan bosan. Dan setelah itu dia menghilang seperti ditelan bumi. Kemudian beberapa bulan lalu dia kembali muncul saat aku sudah memiliki kekasih. Dan tadi dia berkata jika masih mencintaiku. Aku tersenyum sinis, mengejek diriku sendiri yang memang tak bisa dipungkiri jika aku sedang dilema sekarang.

Jungra POV End

*

*

*

Hari masih pagi tapi Jungkook sudah berada di kampus padahal kelasnya baru dimulai siang nanti. Beberapa hari ini dia merasa gelisah karena tak kunjung berkenalan dengan Chaeyeon. Dia mengikuti saran Yoongi tapi belum juga membuahkan hasil. Padahal ini sudah mendekati akhir pekan, yang berarti di minggu ini hanya tersisa satu hari untuknya berkenalan dengan Chaeyeon. Besok dan lusa adalah hari libur untuk anak kuliah. Tidak bisa melihat wajah Chaeyeon selama dua hari, membayangkannya saja Jungkook merasa sedih.

"Aku harus segera berkenalan dengannya." Gumamnya.

"Berkenalan dengan siapa?" Tiba-tiba Jimin duduk di sebelah Jungkook, membuat Jungkook terkejut bukan main.

"Aish Hyung. Kau membuatku terkejut." Kata Jungkook sambil memegangi dadanya.

Jimin hanya meringis. "Katakan. Berkenalan dengan siapa?"

"Bukan siapa-siapa."

"Eyyy," Jimin menunjukkan wajah yang penuh dengan godaan. "Chaeyeon ya?"

"Aish Hyung. Jangan keras-keras."

"Hahahaha jadi benar ya?"

"Hyung!"

Jimin masih tertawa, matanya sampai hilang ditelan sipit. "Jadi sampai saat ini kau belum berkenalan secara resmi ya?"

Jungkook menggeleng lemah.

"Sudahlah, jangan bersedih. Cepat atau lambat kau pasti akan berkenalan dengannya."

"Aish, kata-katamu dan Yoongi Hyung sama saja."

"Oppa!"

Jimin melambaikan tangan saat ada seorang perempuan yang memanggil 'oppa'. Itu adalah kekasih Jimin.

"Aku pergi dulu ya? Semoga acara berkenalanmu sukses."

Jungkook POV

Aku hanya melambai saat Jimin Hyung pergi. Kukira dia ke sini untuk menemaniku, ternyata dia menemui kekasihnya. Aku harusnya hafal dengan kegiatan Jimin Hyung yang sudah kulihat selama lima hari ini. Pagi-pagi dia datang hanya untuk kencan dengan kekasihnya yang satu angkatan denganku itu. Biar kutebak, sepertinya mereka tidak akan bertahan lama mengingat Jimin Hyung adalah player tingkat lokal.

Sungguh sangat tidak asyik duduk seorang diri di bangku taman kampus yang lumayan ramai ini.

"Boleh aku duduk di sini?"

"Tentu." Aku menjawab dengan santai, tapi sedetik kemudian aku membeku. Apakah aku sedang bermimpi?

Aku menoleh secara perlahan. Siapa pun tolong cubit aku. Bangunkan aku jika aku sedang bermimpi. Tolong ....

Tunggu dulu, kenapa aku harus grogi secara berlebihan seperti ini? Bukankah aku sudah biasa duduk di sebelahnya. Bukankah aku harus tetap bersikap tenang? Perlahan senyumku mengembang. Dia juga tersenyum padaku. Sungguh manis.

"Kau datang pagi sekali." Ucapnya. Bukan pertanyaan, melainkan pernyataan. Dan itu membuatku bingung harus menjawab apa.

"Iya." Hanya itu yang keluar dari mulutku.

"Oh iya, aku Jung Chaeyeon. Kau bisa memanggilku Chaeyeon. Kau Jungkook kan?"

Aku sedikit melongo mendengar dia menyebut namaku. Bagaimana dia tahu? Apakah dia juga memendam rasa yang sama sepertiku? Hey hey hey, apa arti semua ini? Dia mengajakku berkenalan lebih dahulu ya? Ingin rasanya aku berteriak karena terlalu bahagia. Inilah hasil dari kesabaranku. Inilah hasil dari wajah tampanku. Tak menyesal aku mengikuti saran dari Yoongi Hyung.

"N-ne. Aku Jungkook." Sial. Aku semakin gugup.

Ayolah Jungkook, kau harus tenang. Ingat, jangan membuat malu wajah tampanmu ini.

Aku menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Aku harus tenang. Aku harus terlihat keren.

"Kau tahu dari mana?"

Dia masih tersenyum. Sangat cantik. "Tidak ada yang tidak tahu kau. Kau sangat terkenal di kalangan para gadis."

Kukira aku sepesial. Ternyata jawabannya seperti itu. Itu jawaban yang sudah biasa aku dengar.

"Oh, begitu ya?"

Dia meletakkan tasnya di meja, lalu mengambil kotak makanan dari dalam.

"Kau mau?" Dia menawarkan kimbab padaku. "Ambil saja." Sambungnya.

Aku mengambil kimbab itu secara perlahan. "Kau yang membuat ini?"

Dia mengangguk. Kami sama-sama memakan kimbab dalam diam.

"Bagaimana rasanya?"

Haruskah aku jujur? Aku tidak terbiasa berbohong. "E-enak." Namun aku memutuskan untuk berbohong. 

"Eyy, jangan berbohong. Aku juga makan dan rasanya terlalu asin." Dia terlihat menyesal.

Untuk alasan yang tidak jelas, kami berdua sama-sama tertawa. Sepertinya pintu untuk mendekati Chaeyeon sudah terbuka. Tidak ada lagi yang perlu aku takutkan. Melihat tatapan dan perlakuannya padaku, sepertinya aku kembali mendapatkan kepercayaan diriku yang sempat hilang. Baiklah, aku akan berusaha untuk mendapatkanmu Jung Chaeyeon.

Aku menghentikan tawaku. "Ini enak kok, boleh aku minta lagi?"

Dia menarik kotak makannya menjauh. "Jangan. Ini terlalu asin. Maafkan aku, seharusnya tadi aku mencobanya dulu."

"Eyy, tak masalah. Aku belum sarapan dan aku lapar."

Dia menggeleng. "Lain waktu aku akan membuatkan yang enak, aku janji."

Aku berkedip beberapa kali. Aku tidak salah dengar kan? Dia akan membuatkan kimbab untukku?

"Emm ... Hari Senin bagaimana?"

Aku mengerjap beberapa kali, tidak paham dengan maksudnya.

"Aku memiliki waktu dua hari untuk belajar. Semoga hari Senin nanti kimbab buatanku rasanya enak. Tidak apa-apa kan?" Tanyanya terdengar penuh dengan rasa bersalah.

Jung Chaeyeon, kau benar-benar hebat dalam membuat hatiku lemah. Jadi kau benar-benar akan membuatkan kimbab spesial untukku ya?

Aku mengangguk penuh semangat. "Tak masalah. Tapi sepertinya aku juga tak masalah jika memakan yang itu."

"Jangan! Nanti kau sakit perut."

"Tapi aku lapar." Kataku sedikit merengek. Aish, aku keceplosan. Apakah sekarang aku terlihat menjijikkan? Seharusnya aku bersikap jantan.

Senyumnya mengembang. "Kalau begitu kita beli makan di luar saja. Kita masih memiliki banyak waktu untuk itu."

Dan apa lagi ini? Dia mengajakku kencan ya? Hatiku!!! Kau baik-baik saja kan?

Aish jinja! Apa-apaan aku ini? Sepertinya aku mulai tertular virus hiperbola Taehyung Hyung. Chaeyeon tidak mengajakku kencan, dia hanya mengajakku membeli makanan. Sadarlah Jungkook, sadar. Jangan gila seperti Taehyung Hyung.

"Call. Aku akan mentraktirmu." Seruku antusias.

"Eyy, tidak perlu. Ayo kita pergi."

"Eyy, tak masalah. Kau kan akan membuatkan aku kimbab."

"Baiklah jika kau memaksa."

Jungkook POV End

*

*

*

Jungra POV

Setengah hari ini aku sangat tidak fokus. Aku masih terbayang-bayang dengan pertemuanku dan Taehyung pagi tadi. Bahkan beberapa kali aku tak menanggapi saat Yoongi Oppa mengajakku berbicara.

"Kau melamun lagi ya?" See? Bahkan aku tidak tahu apa yang baru saja dia bicarakan.

"Kau kenapa hmm?" Tanyanya sambil kembali sibuk dengan makanan di hadapannya. FYI kami sedang berada di kedai ramen.

Aku tersenyum. "Aku tidak apa-apa. Hanya pusing memikirkan pekerjaanku yang tiada habisnya." Baiknya aku jawab seperti itu. Tidak lucu kalau aku mengatakan aku sedang memikirkan Taehyung.

"Kalau kau lelah kenapa tidak meminta cuti saja? Kita bisa berlibur."

"Aniyo. Kalau aku tinggal, pekerjaan itu justru semakin banyak dan aku akan semakin pusing."

"Kau bisa menyuruh anak magang untuk mengerjakannya." Yoongi Oppa selalu punya solusi.

"Eoh benar juga. Baiklah, nanti aku akan meminta bantuan anak magang."

Yoongi Oppa kembali sibuk dengan ramen-nya. Aku memperhatikan dia dalam diam. Dan lagi-lagi aku teringat dengan perkataan Taehyung pagi tadi. '... menghancurkan rasa saling mencintai kalian.'

Apa maksud dari perkataannya itu? Dia akan menghancurkan hubunganku dengan Yoongi Oppa? Yang benar saja? Memangnya dia siapa?

"Oppa."

"Eung."

"Kau tidak berniat menikahiku?"

Yoongi Oppa terlihat terkejut dengan pertanyaanku. Terbukti dengan dia yang tiba-tiba berhenti mengunyah dan langsung menatapku.

"Kita masih terlalu muda untuk itu." Jawabnya santai lalu kembali makan.

Ya, aku tahu. Kami memang masih muda. Aku seharusnya baru saja lulus kuliah saat ini. Namun aku sudah lulus lebih dahulu karena tuntutan dari Appa. Aku hanya kuliah tujuh semester jika kalian ingin tahu. Namun bukankah tidak masalah jika kami sudah merencanakan pernikahan?

"Oppa, apa kau benar mencintaiku?" Sial! Salahkan mulutku yang ceplas-ceplos ini. Bagaimana bisa aku menanyakan hal seperti itu? Kenapa aku tidak berpikir dulu sebelum berkata-kata?

Yoongi Oppa kembali menatapku. Kali ini dengan tatapan yang sedikit tajam. "Menurutmu?"

"Kita sudah berpacaran tiga tahun dan tidak ada perkembangan apa-apa." Sungguh berani mulutku ini. Kenapa aku harus melanjutkan topik yang seperti ini sih?

Tidak ada tanggapan dari Yoongi Oppa. Dia justru kembali sibuk dengan makanannya. Sekarang aku mulai merasa kesal. Dia ini serius denganku atau tidak sih?

"Oppa."

"Makanlah dulu, kita bicarakan ini lain waktu."

Selama ini kami belum pernah membahas mengenai pernikahan. Dan sekalinya aku membahas, Yoongi Oppa justru terkesan tidak peduli. Entah, aku tidak mau menyimpulkan hal negatif terlalu dini. Mungkin dia memang masih belum siap. Mungkin dia masih ingin fokus dengan kariernya. Ya, paling tidak aku harus tetap positive thinking mengenai ini.

Baiklah, aku tidak akan membahasnya dulu. Namun lain kali aku pasti akan mengungkitnya lagi. Ini semua bukan karena aku sudah tidak sabar ingin menikah, tapi gara-gara obrolan dengan Taehyung tadi pagi. Aku hanya merasa harus memperkuat ikatanku dengan Yoongi Oppa. Paling tidak dengan adanya ikatan yang lebih kuat seperti pertunangan, aku bisa terbebas dari godaan Taehyung.

Tunggu dulu. Godaan? Terkesan seperti aku mudah tergoda saja. Namun memang iya. Kuakui, aku memang sering tergoda dengan keberadaan Taehyung walau dia lebih sering membuatku kesal daripada membuatku senang. Saat Taehyung ada di sekitarku, aku bahkan tak jarang melupakan keberadaan Yoongi Oppa di hatiku. Seolah aku ini sedang tidak memiliki kekasih. Terkutuklah aku. Bagaimana bisa aku seperti itu?

Tatapanku fokus menatap sosok pria di hadapanku. Yoongi Oppa, aku harap hubungan kita baik-baik saja.

Jungra POV End

*

*

*

Jungkook tak hentinya tersenyum. Bahkan selama kelas, dia terus saja tersenyum sambil sesekali curi pandang ke arah Chaeyeon. Mereka berdua terus saja bersama sejak pagi hingga sore setelah kelas selesai. Bagai sepasang kekasih yang baru saja menjalin kasih, mereka berjalan keluar dari gedung fakultas dengan senyum merekah.

"Kau pulang dengan siapa?"

Jungkook melihat arlojinya. "Entah, aku belum menghubungi siapa pun untuk menjemputku."

"Kau dijemput?" Chaeyeon tampak sedikit terkejut dengan jawaban Jungkook. "Kukira kau pergi sendiri."

Benar juga, Jungkook bukan lagi anak kecil yang harus diantar dan dijemput. Harusnya dia berangkat dan pulang sendiri. Jungkook mengusap tengkuknya. Mendadak dia merasa malu.

Chaeyeon yang menyadari hal itu langsung memukul ringan lengan Jungkook. "Eyy tak perlu malu."

Tak mempan. Jungkook terlanjur malu. Dia takut Chaeyeon menganggapnya anak manja.

"Tidak apa-apa Jungkook-ah, tak perlu malu. Aku tidak akan mengolokmu kok, kau tenang saja."

Jungkook sedikit lega mendengar itu. Namun tetap saja, dia merasa malu.

"Lalu bagaimana denganmu? Maksudku, kau pulang sendiri atau ...."

"Aku pulang sendiri. Tapi kalau kau menemani, aku tidak akan sendiri."

Jungkook membulatkan kedua matanya. Setelah didera rasa malu, kini dia seolah ketiban durian runtuh. Apa Chaeyeon baru saja mengajaknya pulang bersama?

"Tapi naik motor. Apa tak masalah?"

Jungkook cepat-cepat menggeleng. "Tak masalah. Ayo."

"Nice. Kebetulan aku punya dua helm. Aku akan mengantarmu pulang, ayo."

*

*

*

Jungkook POV

"Whoa aku tak menyangka kau bisa mengendarai motor." Chaeyeon terlihat sangat antusias saat aku baru saja menyerahkan helmnya yang baru kupakai.

Ya, aku memang bisa mengendarai kendaraan beroda dua itu. Aku juga bisa mengendarai mobil. Bahkan aku sudah mulai bisa saat masih bersekolah dulu. Taehyung Hyung yang mengajari. Namun tentu saja tanpa sepengetahuan Appa dan Noona.

Kami telah sampai di depan apartemen tempat latihan grupku. Aku sengaja mengendarai motor ke sini karena aku belum siap menunjukkan rumahku atau bahkan JJ kepada Chaeyeon.

"Tentu saja aku bisa. Tapi jangan bilang siapa-siapa ya, aku tidak memiliki SIM. Hehe." Ucapku sambil terkekeh.

Chaeyeon tampak terkejut dengan perkataanku. "Mworago? Ya! Kau tidak memiliki SIM tapi berani-beraninya mengendarai motor sampai ke sini. Aish jinja! Jika tahu seperti ini aku yang akan membonceng tadi."

Aku hanya bisa terkekeh melihatnya mengomel seperti itu. Terlihat sangat menggemaskan, terlebih dia masih memakai helm mungil berwarna pink.

"Kau tertawa? Aish jinja." Dia memberi pukulan ringan pada tubuhku.

"Appo appo ...." Tentu saja tidak benar-benar sakit. Hanya pura-pura.

"Lain kali aku yang akan memboncengmu." Ucapnya setelah menghembuskan napas panjang.

Lain kali? Dia masih ingin mengajakku? Whoa senang sekali rasanya. Namun ... Eyy, itu tidak lucu jika aku yang duduk di belakang.

"Tidak tidak, biar aku yang di depan."

"Kau tidak memiliki SIM!"

"Lain kali aku akan punya, kau tenang saja."

Kami saling diam untuk beberapa saat. Chaeyeon mengedarkan pandangannya.

"Kau tinggal di sini?"

Aku menggeleng. "Ini tempat para Hyung-ku."

"Kau memiliki Hyung?"

Aku menggeleng. "Mereka teman-temanku, tapi aku sudah menganggap mereka seperti Hyung-ku sendiri."

Chaeyeon mengangguk.

"Kau mau mampir?"

"Tidak." Dia menjawab dengan cepat. "Aku harus segera pulang."

"Begitu ya ...."

Kami kembali diam untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia memulai untuk bicara. "Kalau begitu aku pulang dulu."

Ingin berkata 'jangan' tapi aku tak kuasa. Aku tak memiliki alasan kuat untuk menahannya tetap berada di sisiku.

"Baiklah, terima kasih atas tumpangannya."

Dia mengangguk sambil tersenyum. Sepertinya dia senang karena bisa memberi tumpangan orang tampan sepertiku.

"Sampai jumpa besok Senin."

"Oke. Hati-hati di jalan."

Dia mengangguk lagi. "Bye ...." Dia mulai menjalankan motor-nya dan perlahan menjauh.

Aku belum bisa memudarkan senyum ini. Bagaimana tidak, aku terus saja dihujani keberuntungan. Berkenalan dengan Chaeyeon tanpa aku mulai, pergi sarapan dengannya, duduk bersebelahan dengannya dan sesekali mengobrol, dan yang terakhir ini adalah yang paling indah. Dia mengajakku pulang bersama menggunakan motor-nya. Oh iya ditambah lagi hari Senin esok dia akan membuatkan kimbab untukku.

"Kau baik-baik saja?" Suara Namjoon Hyung langsung kudengar begitu aku masuk dalam apartemen.

"Tentu. Memangnya kenapa?" Tanyaku. Aku bergantian menatap Namjoon Hyung dan juga Taehyung Hyung.

"Kau senyum-senyum." Jawab Taehyung Hyung.

Aku duduk bersama mereka di ruang tengah. "Aku bahagia sekali hari ini."

Aku menyandarkan kepalakan pada sandaran sofa, kepalaku menengadah dan aku memejamkan mataku. Menikmati kepingan memori indah yang baru saja kualami. Namun tiba-tiba senyum itu menghilang. Aku kembali membuka mata dan menegakkan badanku.

"Hyung, antar aku membuat SIM."

Namjoon Hyung dan Taehyung Hyung terlihat kaget. Mereka saling tatap kemudian sama-sama mengarahkan pandangan kepadaku.

"Kau ini apa-apaan sih?" Taehyung Hyung bertanya.

"Aku sudah bisa menyetir dan aku sudah dewasa kan? Jadi sepertinya aku butuh SIM."

"Kalau kau ingin punya SIM, bilang dulu pada Appa atau Noona-mu." Ucap Namjoon Hyung.

Taehyung Hyung mengangguk. Sepertinya dia menyetujui ucapan Namjoon Hyung. Aku berpikir sejenak. Haruskah aku bilang pada Appa dan Noona? Selama ini aku tidak pernah membahas mengenai SIM. Bahkan aku tidak pernah memberitahu mereka kalau aku bisa mengemudi.

"Kami tidak bisa mengantarmu mencari SIM begitu saja. Kau harus izin pada orang tuamu dulu." Namjoon Hyung kembali berucap.

Baiklah-baiklah, aku akan bilang pada Noona nanti. Semoga dia tidak memarahiku karena aku sudah belajar mengemudi tanpa izin darinya.

*

*

*

Aku mondar-mandir di dalam kamar Noona. Ini sudah malam tapi Noona tak kunjung pulang padahal Appa sudah pulang sejak tadi. Mengenai Appa, aku belum berani bilang padanya. Aku akan bicara pada Noona lebih dulu.

"Noona." Aku langsung memanggilnya begitu pintu terbuka.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Benar, itu Noona. Dia meletakkan tasnya lalu duduk di meja rias, membersihkan wajahnya. Dia terlihat sangat lelah.

"Aku ingin membuat SIM."

Noona melihatku dari pantulan cermin.

"Tidak." Jawabnya singkat, padat dan jelas.

Inilah yang membuatku harus belajar mengemudi secara diam-diam. Aku tidak pernah diizinkan melakukan kegiatan seperti itu. Dan salah satu alasan kenapa aku sering berkelahi waktu masih sekolah dulu adalah karena ini. Teman-teman selalu mengolokku, mengatakan aku ini anak manja yang tidak bisa apa-apa. Dulu aku memang masih belum cukup umur untuk mengemudi. Namun sekarang aku sudah dewasa.

"Wae?"

"Kau bisa pergi denganku atau dengan sopir." Jawabnya santai.

"Noona, aku ini sudah dewasa. Teman-temanku pergi sendiri, mengendarai kendaraan mereka sendiri. Sedangkan aku selalu diantar. Aku malu."

"Teman-temanmu ya biar saja, jangan hiraukan mereka."

"Mereka bisa melakukan semuanya sendiri sementara aku hanya anak manja yang selalu diantar ke sana dan kemari." Aku tidak bisa menahan emosi, suaraku sedikit meninggi. Aku ini sudah dewasa tapi tetap saja diperlakukan seperti itu. Aku keluar dari kamar Noona, membanting pintu kamarnya dengan keras.

Jungkook POV End

Jungra POV

Jungkook membanting pintu kamarku dengan keras. Dia benar-benar marah kali ini. Namun aku heran, kenapa tiba-tiba dia ingin membuat SIM? Padahal mengemudi saja dia tidak bisa. Aku tidak bisa berdiam diri. Jungkook benar, dia memang sudah sepatutnya mengemudikan kendaraannya sendiri. Baiklah, aku akan meminta izin pada Appa terlebih dahulu.

*

*

*

Aku mengetuk pintu kamar Jungkook lalu membukanya perlahan. Dia berbaring di ranjang, memunggungiku. Aku yakin dia belum tidur.

"Kookie-ya."

Tak ada jawaban. Aku duduk di ranjangnya, mengusap rambutnya yang sekarang berwarna coklat gelap itu.

"Kau benar-benar ingin memiliki SIM?"

"Eung." Hanya jawaban itu yang kudengar. Aigo, jika sedang seperti ini wajahnya pasti sangat lucu. Bibirnya pasti akan sedikit maju. Membayangkannya saja aku ingin tersenyum.

"Baiklah, kalau begitu besok aku akan mengantarmu daftar ke sekolah mengemudi."

"Tidak perlu," Jawabnya ketus. Eyy, kenapa sudah melempem? Aku pikir dia akan meminta dengan gigih, ternyata baru ditolak seperti itu saja sudah putus asa.

"Wae? Bukankah kau ingin membuat SIM?"

Jungkook bangun, terpaksa aku menarik tanganku yang tadinya bermain-main dengan rambutnya.

"Aku sudah bisa. Tidak perlu kursus."

Aku membulatkan kedua mataku, terkejut dengan apa yang baru saja kudengar. "Mworago?"

Jungra POV End

TBC







___________
2019-01-08

Continue Reading

You'll Also Like

129K 10.1K 87
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
455K 8.5K 13
Shut, diem-diem aja ya. Frontal & 18/21+ area. Homophobic, sensitif harshwords DNI.
13.4M 1.1M 81
♠ 𝘼 𝙈𝘼𝙁𝙄𝘼 𝙍𝙊𝙈𝘼𝙉𝘾𝙀 ♠ "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...