Imperfection : Trapped With T...

By a_andieran

136K 5.6K 366

[❎PLAGIATOR❎] #BBS [Bastard Belati Series] #1 Sebuah ketidaksempurnaan yang menjadi sempurna karena adanya ci... More

00 || Intermezo
Prolog
01 || Dia
02 || Masalah
03 || Drama
04 || Sebuah kejutan
05 || Bertemu Musuh
06 || Dia iblis
07 || Ditantang
08 || Menerima Kekalahan
09 || Balas Dendam
10 || Benci
11 || Reza Adrian
12 || Peduli
14 || Murak-Muka Abstrak
15 || Rencana menyerang
16 || Pasukan Belati? Siap!
17 || Masalah Remaja
18 || Tinggal Bersama
19 || Awal Baru
20 || Satu Langkah Lebih Dekat
21 || Pernyataan
22 || Kembali Terluka
23 || Dongeng Masa Kecil.
24 || Kejutan dan Pertengkaran
25 || Terungkap
26 || Belati dan Masalah
27 || Warna Baru
28 || Monster
29 || I HATE YOU!
30 || From You
31 || With You, I Feel Better.
32 || Be Mine
33 || Luka Lama
34 || Holiday
35 || Tak Perlu Gugup Sendirian
36 || Hari Terakhir
37 || Dia yang pernah pergi
38 || Pertikaian
39 || Pantang Mundur
40 || Belajar Berdamai
41 || Penolakan
42 || Amarah
43 || Batas
44 || Hitung Mundur
45 || Tahun Baru
Epilog
Extra Part
48 || Baru (Imperfection 2)

13 || The Devil is back

2.7K 126 0
By a_andieran

"Hadirmu, mampu buat hariku berwarna. Tanpamu, hatiku terasa hampa."

—Calileo Abimana Bramasta—

***

“Punya lo udah mau habis gitu, Yo. Nih, ambil,” kata Reza pada Rio dengan tangan menyodorkan bungkus rokok.

Thanks,” kata Rio sesudah mengambil sebatang rokok dan menjepitnya diantara sela jari dan mulutnya. Ia menjentikkan jarinya pada korek api gas dan mendekatkannya ke ujung rokok lalu menyulutnya dengan tenang.

“Eh, Za, tadi gue liat Siska nyari-nyari lo. Kasihan dia lo cuekin terus,” celetuk Ahwal yang diangguki oleh Fariz.

Reza mengangkat bahu. “Tau ah, pusing gue ngurusin dia.” Reza mengembuskan asap rokoknya lalu kembali berkata, “Gue mau lepas dari dia susah banget. Gue coba putusin baik-baik dianya nolak.”

“Yaelah, Za. Makhluk secantik dan sebohai Siska kayak gitu mau lo putusin. Definisi sempurna kayak gitu, Za. Nggak menghargai rezeki nomplok dari langit lo,” celetuk Fariz.

“Tau lo, Za.” Ahwal menimpali dengan heran. “Lo sama Siska baru jadian seminggu yang lalu. Wajar kalo dia nolak diputusin lo. Lagian, kalo lo nggak suka sama dia kenapa lo mau pacaran sama dia?”

“Lo tau gue, gue nggak tega kalo ada cewek nembak gue di depan umum terus gue tolak. Ya, gue terimalah,” kata Reza. “Makanya gue selalu putusin cewek yang jadi pacar gue nggak lama setelah jadian. Paling lama tiga hari harus udah putuslah supaya mereka nggak berharap lebih sama gue.”

Seketika Ahwal yang duduk tepat di samping Reza segera menoyor kepala Reza dari belakang. Membuat Reza mendelik tajam padanya. “Si dodol, itu mulu alasan lo. Kalo lo emang niatnya nggak mau nyakitin perasaan tuh ciwi-ciwi yang nembak lo harusnya lo jangan terima mereka. Karena itu sama aja lo kasih harapan palsu ke mereka.”

Mendengus, Reza berkata, “Ya gue nggak tegalah liat muka mereka yang harus nanggung malu nantinya karena gue tolak. Apalagi dari mereka banyak yang nembak gue di lingkungan sekolah.”

Yi, gii nggik tigilih. Halah, basi, Za basi. Kalo lo nggak tega sama mereka, jangan kasih harapan dodol,” kata Ahwal kesal. “Mending nanggung malu daripada nanggung sakit hati karena di PHP-in. Nggak heran Lo dapat julukan playboy terbaik plus terkejam di SMA Angkasa.”

Reza mendengus. “Bacot aja lo. Jadi lo pada punya solusi nggak gimana caranya biar gue bisa putus sama Siska?”

“Nggak ada. Udah rasain aja sendiri, Siska 'kan tipe orang yang keras kepala gue jamin lo nggak bakalan bisa putus sama dia. Anggap aja ini karma buat lo, Za,” kata Fariz sambil terkekeh pelan. “Lagian, Siska 'kan cantik, syukurin aja udah.”

Reza mendengus kesal. “Tampang mulu otak lo, Riz. Lo nggak liat betapa buruknya sifatnya si Siska?” Reza menginjak puntung rokoknya dan kembali mengimbuhkan, “Dari awal pacaran sama dia, sumpah gue udah benci banget sama sifatnya. Tukang bully dan bossy habis.”

Leo yang sedari tadi diam, hanya asyik dengan vapenya sontak mendelik pada Reza. “Jadi lo benci sama gue? Terpaksa temanan sama gue?” Membuat Fariz, Ahwal, dan Rio tertawa.

“Gue nggak lagi ngomongin lo,” kata Reza santai.

“Tapi secara nggak langsung lo lagi ngomongin gue sialan,” sahut Leo kesal. Membuat Ahwal, Fariz, dan Rio lagi-lagi tertawa.

“Biar kata sifat lo sebelas dua belas sama Siska and the geng, nggak bisa gue benci sama lo, Le. Lo teman gue dari zaman SMP, masa iya gue bisa jauhi lo,” kata Reza. “Lagian yang gue benci itu sifat lo, bukan lo-nya. Sama kayak Siska.”

Leo mendengus dan membuang wajah dengan kesal. Sementara Rio berkata, “Kalo lo emang benar-benar pengin putus dari Siska, saran gue lo langsung putusin dengan tegas dan nggak perlu pakai bahasa baik-baik. Orang kayak dia harus dikerasin biar nggak gede kepala. Nggak usah segala pakai kasihan-kasihanan segala.”

Reza menghela napas. Ia diam dan tak menjawab apa-apa hingga beberapa saat kemudian kembali menatap Leo dan berkata, “Le, gue serius sama yang gue omongin tadi. Sifat lo itu udah keterlaluan dan terlalu jauh. Jangan jadi orang jahat, Le. Terlebih sama perempuan.”

Leo menatap Reza dengan sinis. “Udah gue bilang, siapapun yang cari masalah sama gue bakalan terima akibatnya. Lo atau siapapun nggak bisa ngubah itu.” Membuat Reza menghela napas pasrah. Dengan begini, Leo tidak akan pernah mengubah keputusannya untuk tidak berlaku jahat pada Cahaya.

Ketika Leo sudah bangkit dari tempat, Rio berkata, “Woi, mau ke mana lo bray?”

“Cabut,” sahut Leo yang lalu berlalu pergi dari sana.

Fariz, Ahwal, dan Rio hanya menatap Leo yang pergi berlalu begitu saja dengan mengernyitkan dahinya. Bukankah sekarang mereka memang sedang cabut jam pelajaran?

***

Leo menghentikan mobilnya saat tiba di depan pekarangan rumah seseorang yang ia dapat alamatnya kemarin dari hasil pencariannya di sebuah buku informasi siswa di Ruang Tata Usaha SMA Angkasa.
Mungkin teman-teman Leo baru menyadari maksud dari kata 'cabut' yang diucapnya setelah pasti mereka tidak melihat Leo di sekolah.

Setelah pergi dari rooftop.  Leo memaksa Pak Ulo—satpam sekolahnya untuk membukakan gerbang dengan membawa kekuasaannya. Dan akhirnya Leo bisa pulang tanpa surat sakit atau izin dari BK.

Leo menekan bel yang ada di samping pintu rumah itu sekali, hingga berubah menjadi berkali-kali dengan tidak sabaran kala pemilik rumah tidak kunjung membuka pintunya.

Apa ia salah alamat? Tidak mungkin bukan?

***

Cahaya mulai menyalakan televisinya, lalu mencari saluran yang selalu menayangkan acara favoritnya di pagi hari, yaitu Doraemon. Ia melanjutkan kembali makan ramen instan plus telur yang sebelumnya sudah ia buat sebagai sarapannya.

Cahaya melirik jam dinding yang ada di dalam kamarnya yang menunjukkan pukul 09.30. Hari ini tepat pada tebakannya. Ia tidak bisa masuk sekolah karena kondisinya yang belum benar-benar pulih seutuhnya.

Lalu pintu rumah Cahaya berbunyi tanpa jeda ketika ia tengah menenggak air putih yang sebelumnya ia ambil dari atas nakas samping ranjangnya. Kali ini Cahaya bersumpah akan benar-benar memukul orang yang telah mengganggunya jika itu Reza. Karena sekarang ia sudah punya cukup tenaga.

Menghela napas, ia berjalan keluar dari kamarnya. Turun menapaki undakan tangga menuju pintu utama rumahnya dengan malas.

Tapi nyatanya ketika ia membuka pintu rumahnya, orang yang tak pernah disangkanya ada di sana. Membuatnya mematung bagai orang tolol.

"Hai babu," sapa Leo dengan wajah datarnya seraya melambaikan tangannya di depan wajah Cahaya yang masih mematung.

Mendengar itu, Cahaya langsung berucap dengan ketus. "Mau ngapain lo di sini?"

"Lo lupa kalo lo itu masih babu gue. Lo udah bolos sehari loh, kemarin," kata Leo yang langsung melangkah masuk. Duduk di salah satu sofa ruang tamu Cahaya dengan melewati Cahaya begitu saja yang menatapnya horor.

"Siapa yang ngizinin lo masuk rumah gue dan duduk di sana?" kata Cahaya yang masih berada di pintu rumahnya, tidak berniat beranjak dari sana.

"Gue nggak perlu minta izin sama babu gue."

Cahaya mendengus. "Tau dari mana lo rumah gue?"

"Lo nggak perlu tau soal itu."

Cahaya yakin sekali bahwa semua ini pasti ulah Reza. Benar 'kan tentang pandangannya selama ini bahwa semua lelaki itu sama saja. Berengsek. Semua ucapannya tidak ada yang bisa dipercaya.

"Ganti baju, terus ikut gue. Oh iya, gue yakin lo pasti belum mandi 'kan?" kata Leo dengan nada mengejek.

Memang benar, Cahaya belum sempat mandi tadi pagi. "Nggak."

"Lo babu. Dan harus nurut apa kata gue," ucap Leo penuh penekanan dan menatap Cahaya dengan datar. "Jangan karena sakit, lo bisa membuat alasan."

Cahaya mendecih. "Gue nggak akan ngelakuin itu!" Lalu melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang berada di lantai dua dengan kesal. Pusing yang menderanya tidak lagi dihiraukannya. Cahaya tidak akan pernah mau berkata sakit sebagai alasan untuk bebas dari Leo. Tidak akan. Karena dia, tidak ingin dianggap lemah. Apalagi jika kepada banci berengsek macam Leo. TIDAK AKAN!

Leo menatap Cahaya yang telah pergi dengan gembira. Walau wajahnya masih datar, tapi hatinya berkata lain. Entah mengapa dia begitu puas melihat Cahaya yang emosi karenanya.

Kemarin, saat Cahaya tidak ada disisinya, ada perasaan hampa tersendiri dalam hatinya. Seperti ada yang kurang.

Karena melihat penderitaan Cahaya adalah  hal yang wajib ia lakukan.

***

Cahaya mengernyit kala Leo menghentikan mobilnya di sebuah kafe. Ia mendengus kala Leo turun dari mobilnya dan menyuruhnya untuk ikut turun dengan wajah datarnya.

Cahaya menatap Leo yang mulai duduk di salah satu kursi kosong yang ada di sana. Cahaya pun ikut duduk di bangku seberang Leo saat Leo menyuruhnya untuk duduk lewat isyarat matanya.

"Ngapain lo ngajak gue ke sini?" tanya Cahaya sembari mengernyitkan dahinya.

"Makan." Cahaya mendengus saat mendengar ucapan Leo yang sangat singkat.

Seorang wanita muda yang berumur dua puluh dua tahun menghampiri Leo dengan senyum yang tak pernah pudar darinya. Sedangkan Leo hanya menanggapinya dengan wajah datarnya saja.

Wanita itu mengambil duduk di samping Leo. Menatap Leo dan Cahaya bergantian. "Ini kali pertama Tante lihat kamu membawa perempuan ke sini setelah dia, Leo. Apa dia pacar kamu?" ucap wanita itu seraya menunjuk Cahaya dengan jari telunjuknya.

"Dia babu saya, Tante Dona," kata Leo dingin.

Dona mengernyit bingung. Melihat itu, kali ini Cahaya buka suara. "Ini sebuah perjanjian anak muda, biasa," kata Cahaya dengan nada menyindir khusus untuk Leo.

Dona hanya ber-'oh' ria sembari mengangguk maklum. "Oh iya, kenalkan, nama saya Dona. Tante dari Leo sekaligus pemilik kafe ini." Dona mengulurkan tangannya.  

Cahaya menjabat tangan Dona dan tersenyum sopan. "Cahaya, babu Leo," kata Cahaya seraya menyindir Leo.

Leo hanya memutar bola matanya malas. "Mending Tante perhatiin kinerja para pelayan Tante supaya nggak curang."

Mendengar itu, Donna pun hanya tersenyum maklum. Mungkin Leo ingin berduaan saja, pikirnya. Dona memanggil salah satu pelayannya untuk datang menghampiri mereka sebelum akhirnya  berlalu pergi.

"Nasi goreng seafood level 5 dan level 2 masing-masing satu."

"Apa ada lagi yang mau dipesan Kak?" tanya pelayan perempuan itu sembari mencatat pesanan Leo tadi.

"Matcha green tea dua."

Setelah mencatat semua pesanan Leo, pelayan itu pun pergi, menyerahkan notes yang ditulisnya pada chef agar segera membuat pesanan itu.

Cahaya mengernyit bingung atas pesanan Leo yang banyak itu. Tapi Cahaya tidak ingin ambil pusing dan menganggapnya mungkin porsi makan Leo memang besar.

Tak lama setelahnya, pelayan itu mulai membawa apa yang Leo pesan tadi dan menaruhnya di atas meja Leo. Saat pelayan itu pergi kembali, Leo pun menyerahkan piring nasi goreng seafood  level 2 serta satu gelas matcha green tea  kepada Cahaya.

Melihat Cahaya yang mengangkat sebelah alisnya, Leo kembali berkata, "Buat lo."

Mungkin sekarang Leo sedang kerasukan. Tapi memangnya iblis bisa kerasukan? Setahu Cahaya tidak. Tapi mengapa sekarang Leo mendadak baik padanya?

Tepat saat Cahaya ingin menolak, Leo kembali berkata, "Semua yang ada di meja ini, lo yang bayar."

Ingin rasanya Cahaya berkata kasar dan melempar piring berisi nasi goreng ini ke muka Leo yang selalu datar itu. Tapi tidak jadi. Sayang jika uangnya nanti hanya terbuang sia-sia.

Untung saja, Anjani kemarin kembali mentransfernya uang tanpa diminta. Tantenya bilang, untuk jaga-jaga jikalau uangnya habis atau butuh membeli suatu barang.

Ketika makanan mereka sudah habis, Cahaya berjalan ke arah resepsionis. Sedang Leo sudah keluar untuk menunggu di parkiran.

"Meja no. 21. Atas nama Leo. Semuanya jadi berapa Mbak?" tanya Cahaya pada sang resepsionis.

Sang resepsionis itu tersenyum ramah. "Nggak perlu membayar apapun, Kak. Meja no.21 atas nama Leo digratiskan oleh Bu Dona."

"Tapi—"

"Cahaya, kafe ini milik saya. Jadi kamu nggak perlu membayar apapun," kata Dona yang sudah ada di samping Cahaya.

Ketika Cahaya akan membalas, Dona berkata, "Kamu nggak perlu sungkan. Leo itu keponakan saya. Dan kamu teman Leo."

Musuh lebih tepatnya, batin Cahaya tertawa sinis.

Menghela napas, Cahaya tersenyum kaku. "Makasih, Tante."

"Ayo biar Tante antar kamu keluar."

Cahaya membiarkan Dona berjalan keluar bersamanya. Tapi ketika tiba di luar, ia mengerutkan dahinya. Melirik intens pada perkelahian yang tak jauh darinya.

Leo dengan tujuh orang yang menjadi lawannya. Dona sudah beranjak dari sisi Cahaya untuk menyuruh kedua satpamnya melerai. Tapi malah berakhir babak belur akibat lawan Leo yang salah satunya Cahaya dengar bernama Alex.

Daerah di sekitar kafe milik Dona seringkali terjadi tawuran atau perkelahian antar pelajar. Maka tidak ada satupun yang berniat melerai meski kafe milik Dona berada di pinggir jalan dan banyak sekali manusia dan kendaraan yang hilir mudik.
Para pengunjung kafe pun hanya menonton saja sambil sesekali berbisik-bisik. Enggan ikut campur.

Mata Cahaya mengamati Leo dan kawanan Alex yang berkelahi dengan brutal. Ia sangat membenci perkelahian tak imbang seperti yang terjadi di depan matanya. Satu lawan tujuh. Cih, hanya pecundang yang melakukan hal itu.

Biasanya ia tidak perlu ragu untuk menolong. Tapi Leo adalah musuhnya. Orang yang sangat ia benci. Harusnya Cahaya tidak ikut campur. Tapi nyatanya, Cahaya malah melangkahkan kakinya ke tempat Leo. Ia malah membantu Leo yang sudah mendapat satu pukulan telak di pipi dan juga hidungnya.

Cahaya akui Leo memang jago beladiri, jika dilihat sedari tadi perkelahian itu Leo yang mendominasi. Cahaya menendang perut salah seorang yang akan menyerang Leo dari belakang.

Leo yang sedang fokus melawan Alex dan kedua kawanannya itu langsung melirik sejenak ke arah Cahaya sebelum akhirnya kembali fokus dengan lawannya. Dua lawan Cahaya telah tumbang setelah ia memelintir lengan keduanya lalu membuat gerakan tendangan melompat ke arah keduanya sekaligus.

Tiga lawan Leo juga sudah tumbang sejak awal perkelahian itu dimulai. Mungkin fisik mereka terlalu lemah atau Leo yang terlalu sulit dikalahkan. Well, menurut Cahaya mungkin opsi pertama lebih masuk akal.

Cahaya kembali membantu Leo. Kali ini, ia yang akan melawan pemimpinnya, yaitu Alex. Alex menatap Cahaya dari atas hingga bawah. "Gue nggak suka lawan cewek. Mending lo jadi pacar gue aja deh. Gue jamin lo bakalan puas main sama gue walau cuma satu malam."

Cahaya berdecih. "Banyak bacot."

Secepat kilat menendang Alex dengan *tendangan sabit* yang langsung membuatnya jatuh seketika tanpa mempedulikan Alex yang sepertinya belum siap sama sekali. Ia sudah sangat tersulut emosi karena ucapan lelaki itu yang seakan meremehkannya.

Cahaya paling benci dengan lelaki yang sukanya meremehkan perempuan. Maka dari itu, sebelum Alex sempat  bangun Cahaya langsung menginjak perut Alex dengan kencang hingga ia mengaduh kesakitan.

Cahaya melirik Leo dan langsung membeku seketika kala Leo melakukan *tendangan tornado* yang langsung menjatuhkan kedua lawan terakhirnya sekaligus.

Bagaimana bisa seorang Leo menguasai gerakan itu?

Leo sungguh orang yang tidak terduga dan ... penuh kejutan, mungkin?

***

[Revisi Bab 13 Selesai]✓

*Tendangan sabit banyak memiliki arti kata tersendiri dalam berbagai beladiri.

Dalam karate hal ini dinamakan MIKAZUKI GERI
juga disebut sebagai tendangan 'ayunan', memiliki beberapa kesamaan dengan tendangan hook, dan kadang-kadang dilakukan sebagai tendangan jepret off-target depan. Kaki dibengkokkan seperti tendangan depan, tapi lutut mengarah pada target ke kiri atau kanan dari target yang benar. Energi dari snaping/kejutan kemudian diarahkan dan  mencambuk kaki dan memukul target dari samping. Hal ini berguna untuk masuk ke dalam pertahanan dan menyerang sisi kepala atau untuk merobohkan tangan untuk menindaklanjuti dari serangan jarak dekat. Tendangan ini sendiri dilakukan dengan menggunakan punggung kaki.

Dalam Pencak Silat tendangan sabit/busur,
Seperti namanya tendangan busur adalah tendangan berbentuk busur dengan menggunakan punggung kaki. Pelaksanaan tendangan ini adalah sama dengan prinsip tendangan depan namun lintasanya berbentuk busur dengan tumpuan satu kaki dan perkenaan pada punggung kaki.

*Tendangan Tornado
Tendangan tornado, alias tendangan 540, digunakan dalam Taekwondo dan MMA untuk membingungkan dan mengalihkan perhatian lawan. Saat melakukan tendangan yang efektif dan kuat ini, Anda melompat, menendang, dan mendarat dengan kaki yang sama. Tendangan berputar ini dibagi menjadi tiga bagian: sikap bertahan, tendangan berputar, dan tendangan bulan sabit. 

Untuk gerakan lengkapnya silakan cek Youtube, ya.

Jangan lupa vote dan comentnya, guys.

See you,

Continue Reading

You'll Also Like

248K 35.4K 61
[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Davi...
2.4M 128K 61
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
1M 98.5K 53
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
93.8K 13.5K 80
Ini tentang aku, kamu, dia, dan kisah masa lalu yang terulang kembali. Start : 05 Desember 2020 Finish : 09 Agustus 2021 ©Cover: Pinterest