Weddings' Smuggler

By lyanchan

2.9M 175K 4.5K

[Sudah tersedia dalam bentuk buku @gagasmedia] Wanda E. Pangestu, meneliti berbagai pesta pernikahan orang as... More

prolog
satu
dua
empat
lima
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
enam belas
tujuh belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima
epilog
Our Bundle of Joy
Selena's Effect
Selena's Effect - PROLOG
Selena's Effect - Satu
Selena's Effect - Dua
Selena's Effect - Tiga
Selena's Effect - Empat
OPEN ORDER
WEDDINGS' SMUGGLER PO!
Selena's Effect - Lima

tiga

134K 7.7K 71
By lyanchan

Bryant menatap mic dalam genggamannya, lalu kembali melontarkan candaan setelah dirinya siap. "Seperti itulah istri saya, tertutup," Bryant mengeratkan pelukannya dari samping, "Darl, kuharap ketertutupanmu ini membuatku menjadi satu-satunya pria yang mengenalmu paling baik di dunia."

Tepuk tangan dan sorakan pertama datang dari pembawa acara. "Ternyata pengantin wanita bermaksud seperti itu! Beruntung sekali Anda." Pembawa acara kembali membuka bibirnya, "Apa berita keliru mengenai wanita yang akan Anda nikahi serta nama pada kartu undangan adalah keinginan Anda?"

Bryant terkekeh geli, "Sungguh, kekeliruan berita dan kartu undangan benar-benar di luar kehendak kami." Bryant menggantungkan kalimatnya sebelum mengecup pipi Wanda cepat, "Gosip mengenai saya dan Selena menyebar begitu cepat di luar prediksi kami berdua. Keluarga besar saya, begitu juga keluarga Wanda tidak pernah ingin terekspos media massa sehingga kami lebih memilih untuk tidak mengklarifikasi apa pun yang pada akhirnya akan membuat kami mau tidak mau lebih sering terekspos."

Raut Bryant berubah serius, "Tapi, masalah malah semakin rumit, entah bagaimana terjadi sebuah kesalahpahaman yang terlambat disadari. Kedekataan saya dengan Selena yang sempat tersebar di media massa membiaskan ingatan orang lain menyebabkan kartu undangan tercetak atas nama Selena dua minggu sebelum hari ini dan langsung disebar oleh percetakan yang juga bertugas mengurus pengiriman. Kami ingin menarik itu semua, namun pada akhirnya tetap memilih tidak. Terdengar klise, tapi istri saya adalah istri terbaik."

Wanda mendengus. Pria di sampingnya ini ternyata penipu ulung. Jika pria di sampingnya ini penulis naskah, sungguh, dia akan terkenal. Semua cerita palsu yang dia ceritakan beralur runtut dan penuh misteri.

"Bagaimana bisa? Apa Anda tidak cemburu atau kecewa? Kenapa sangat pasrah?" tanya pembawa acara pada Wanda. Hal itu membuat Wanda terpaksa memfokuskan pandangannya ke depan, ke arah tamu-tamu yang hadir.

Sepertinya sekarang adalah saat yang tepat untuk mengeluarkan semua daya imajinasi yang ia miliki. Toh, mereka tidak akan bertemu lagi. "Saya cemburu, kecewa, dan marah. Tidak pasrah sama sekali, saya sempat memberontak kesal," jawab Wanda sambil menatap Bryant dengan pandangan kesal, "tapi saya bisa apa? Lebih baik melewatkan beberapa masalah, agar masalah lain tidak tercipta. Bukankah sekarang kalian sudah tahu bahwa saya adalah istri sah dari...?"

Kalimat Wanda terhenti saat ia tersadar bahwa ia belum tahu nama pria di sampingnya ini. "Pria menyebalkan ini," lanjut Wanda setelah sempat terdiam beberapa detik.

"Apa pria menyebalkan adalah panggilan sayang Anda?" tanya pembawa acara dengan senyum menggoda.

"Tentu," jawab Wanda tanpa ragu. "Panggilan sayang untuk pria yang tidak mengubah nama pengantin wanitanya hanya karena tidak mau berurusan dengan khalayak umum."

"Bagaimana ini? Ternyata Anda marah!"

Setelah itu Wanda memilih untuk duduk kembali di atas sofa di tengah panggung, membiarkan Bryant berpura-pura menyesal dan memainkan satu lagu romantis untuknya. Jari-jari pria itu menari di atas tuts piano, mengeluarkan nada-nada yang merdu, membuat semua orang yakin bahwa satu detik setelah lagu selesai... Wanda dan Bryant akan berbaikan, melupakan masalah yang sempat terjadi sebelum pesta pernikahan.

***

"Sudah. Selesai sudah," kata Wanda sambil melambaikan tangannya pada Bryant yang tengah melepas dasi kupu-kupu hitamnya.

"Iya, sudah selesai." Bryant mengulurkan tangannya pada Wanda. "Terima kasih atas kerja samanya."

"Lupakan bahwa Anda pernah melihat saya menyusup masuk ke pesta orang asing sebagai ungkapan dari rasa terima kasih Anda," balas Wanda cepat sambil menyambut uluran tangan Bryant.

"Tentu, saya juga akan melupakan uang lima puluh ribu itu," goda Bryant sambil mendudukkan dirinya di atas sofa kamar hotelnya.

"Bagaimana bisa tahu?" tanya Wanda.

"Saya akan mengatakannya jika kita bertemu lagi, dan jika saya tertolong lagi." Bryant menaikkan kedua alisnya sebelum terkekeh.

Wanda berdeham berusaha mengurangi kegugupannya, "Saya juga tidak penasaran."

"Baguslah jika Anda tidak penasaran. Kalau begitu Tony akan mengantar Anda pulang." Bryant memberi arahan kepada Tony agar mendampingi Wanda keluar dari kamarnya.

"Tidak perlu, saya bisa pulang sendiri," tolak Wanda secepat kilat. Ia segera meraih tas tangannya dari Tony kemudian berjalan sendiri ke arah pintu.

"Lebih baik lagi." Bryant mengangkat kedua tangannya, seperti membiarkan Wanda untuk mengikuti keputusannya sendiri.

Wanda berjalan keluar dari kamar Bryant lalu turun menggunakan lift diikuti Tony, "Saya kira saya sudah meminta Anda untuk tidak perlu mengantar saya sampai rumah. Bukannya sebaiknya kita punya privasi masing-masing agar tidak ada pihak yang untung maupun rugi secara sepihak?"

"Tentu, saya hanya akan mengantar Anda sampai lobi."

Wanda menganggukkan kepalanya pasrah lalu segera berjalan keluar dari lift ketika pintu terbuka. Dilangkahkan kakinya dengan lebar menuju salah satu taksi yang berhenti di depan pintu lobi.

Tidak lama setelah taksi yang ditumpangi Wanda menghilang dari pandangan, Tony mendapati seorang pria dengan pakaian tertutup dan kamera yang tergantung di leher masuk ke dalam van hitam yang langsung melesat cepat mengejar taksi yang ditumpangi Wanda.
Itu tidak boleh terjadi!

Ponsel Bryant berdering, membuat Bryant menggerakkan tangan meraih ponsel yang terletak di atas nakas. Tony. Ada apa hingga Tony meneleponnya? Bukannya langsung datang menemuinya di kamar? Bryant menerima telepon hanya dengan gumaman sebagai jawaban.

"Nona Wanda diikuti oleh seseorang yang saya duga sebagai wartawan." Kalimat singkat itu seketika membuat sebelah alis Bryant terangkat tinggi. Diikuti wartawan? Bagaimana bisa?

"Bagaimana bisa? Bukannya kau yang mengantarnya pulang?" tanya Bryant agak takjub, ini pertama kalinya Tony lalai dalam menjalankan tugas.

"Saya tidak mengantar Nona Wanda pulang," jawab Tony agak keras karena suara kendaraan lain yang begitu kentara. Ia bahkan kesulitan mendengar suaranya sendiri, apalagi Bryant.

"Jangan bilang kau sedang mengejar mereka?" Bryant memilih untuk keluar dari kamar menuju balkon. Kamar mendadak terasa pengap, ia butuh udara segar untuk mengatasi masalah yang lagi-lagi terjadi.

"Tentu, saya sedang mengejar taksi yang dinaiki Nona Wanda serta van hitam yang mengikutinya," jelas Tony. "Maaf, saya harus memutuskan sambungan telepon ini terlebih dulu."

Saat itu juga sambungan telepon Tony dan Bryant terputus. Bryant menyerahkan semua hal kepada Tony. Bukan karena ia pria yang terlalu santai dan tidak bertanggung jawab, namun Tony lebih bertanggung jawab dari dirinya. Jadi, biarkan Tony melakukan tugasnya.

Ia harus memikirkan tindakan lanjut untuk pernikahannya dan Wanda. Ia tidak boleh dengan sukarela menggali kuburannya lebih dalam lagi. Ia benar-benar harus mendapat jalan keluar terbaik.

***

Tony segera menerima telepon lain setelah memutuskan sambungan teleponnya dengan Bryant. Ia harap itu berasal dari pihak taksi yang ditumpangi oleh Wanda. "Ya," jawabnya sambil memutar setir mengikuti kedua mobil di depannya. Ia tidak berusaha untuk mendahului mereka karena ia masih belum tahu tujuan Wanda.

"Apartemen Grand Spark," ulang Tony sambil mulai mengendarai mobil mendahului dua mobil lainnya.

Tony memarkirkan mobil di basement gedung apartemen lalu berjalan dengan langkah lebar menuju lift di lobi. Ia harus lebih cepat dari wartawan itu dalam mengamankan Wanda.

Langkah kaki Tony semakin lebar saat berhasil mengenali Wanda dari kejauhan. Memang benar orang yang mengikuti Wanda adalah wartawan karena Tony mengenalnya dengan baik. Wartawan yang selama ini selalu ada di sekitar kaum papan atas dan ya... wartawan paling menyebalkan tahun ini. Wartawan dengan ambisi paling besar di bidangnya, Jeremi.

Di saat Jeremi menyembunyikan dirinya di balik pilar besar hotel sambil memperbaiki letak topi dan masker, Tony segera menarik Wanda pergi dari sana. Mereka berdua berjalan keluar dari gedung apartemen lalu memutar masuk melalui tangga menuju basement.

"Siapa Anda? Apa yang Anda lakukan?" tanya Wanda sambil berontak melepas cengkraman tangan Tony pada pergelangan tangannya, sedangkan tangannya yang lain sibuk memeluk tas tangan dan blazer.

"Saya Tony," jawab Tony sambil membukakan pintu mobil untuk Wanda.

"Oh, Anda. Bukannya urusan saya dengan kalian sudah selesai? Apa lagi yang Anda butuh dari saya?" tanya Wanda tanpa berniat masuk. Ia merapatkan tubuh pada mobil agar jika dipaksa masuk pun, Wanda memiliki pegangan.

"Anda diikuti oleh wartawan, sebaiknya Anda masuk terlebih dulu agar kita bisa segera pergi dan terhindar dari masalah," Tony menunjuk bagian dalam mobil, memberi tanda kepada Wanda untuk segera masuk.

"Ternyata itu bukan dugaan saya saja. Saya merasa ada seseorang yang mengikuti saya," kata Wanda sambil menundukkan kepala masuk ke dalam mobil. Begitu masuk, Wanda memantapkan tatapan pada punggung Tony, "Saya akan dibawa ke mana?"

Tony memasang sabuk pengaman lalu balas menatap Wanda dari kaca utama, "Saya akan membawa Anda kembali ke hotel." Ketika Wanda ingin memotong ucapannya, Tony kembali melanjutkan kalimatnya dengan lebih tegas, "berada di dekat Pak Bryant lebih baik, setidaknya untuk beberapa waktu ke depan Anda berdua akan terhindar dari berita yang tidak mengenakkan."

Wanda berpikir sejenak lalu menganggukkan kepala tanda setuju, "Tentu, bagaimanapun saya dikenal oleh beberapa orang sebagai istrinya, jadi lebih aman berada di dekatnya."

Tony tersenyum tipis mendengar keputusan Wanda lalu mengemudikan mobil kembali ke hotel. "Tentu, Anda benar-benar memiliki pemikiran yang terbuka sehingga mudah bagi Anda untuk mendengarkan saran orang lain," puji Tony.

Tony kira, Wanda tidak akan mengajaknya berbicara karena sibuk memandang keluar melalui jendela. Ternyata saat mobil berhenti di lampu merah, Wanda membuka bibirnya lalu bertanya dengan nada yang agak segan namun terdengar menuntut, "Apa yang terjadi dengannya?"

Tony mengangkat kedua alisnya lalu menatap Wanda dari kaca utama, "Siapa?" Pertanyaan itu keluar dari bibir Tony bukan karena ia berpura-pura tidak tahu mengenai orang yang ditanyakan oleh Wanda tapi Tony benar-benar tidak tahu. Pertanyaan Wanda terlalu ambigu. Siapa yang Wanda tanyakan?

"Calon istrinya," jawab Wanda setelah terdiam beberapa saat.

"Lebih bijaksana jika Pak Bryant yang menjelaskan ke Anda nanti."
Kalimat itu mengakhiri perbincangan mereka. Sesekali Wanda terlihat ingin bertanya namun selalu diurungkannya.

***

Wanda mengamati Tony yang berdiri tepat di depannya. Tony berperawakan tinggi dan berbahu lebar, meskipun tidak berotot cenderung kurus malah. Tony menekan bel beberapa kali lalu menempelkan kartu hotel. Hal itu membuat Wanda mengernyit. Untuk apa Tony menekan bel jika ia memiliki kunci kamar hotel? Sungguh aneh.

Tony membuka pintu lalu membiarkan Wanda untuk masuk terlebih dulu, setelah itu diikuti dirinya sendiri yang kembali memeriksa suasana di luar kamar hotel sebelum menutup pintu rapat.

Sebenarnya Wanda agak cemas, bagaimanapun juga ia tidak pernah berada di dalam kamar hotel bersama dengan pria sebelumnya. Sedangkan kali ini ia malah berada di dalam kamar hotel bersama dua orang pria sekaligus.

Imajinasi Wanda tentang pria tampan yang tengah membelakanginya di dekat jendela selebar dinding hancur begitu saja, ketika mendapati Bryantlah yang duduk di atas kursi kerja dengan kaki tersanggah di atas meja dan mulut terbuka lebar. Bryant tidur dengan lelap, terlalu lelap malah! Sepertinya pria itu benar-benar lelah.

Tony berjalan mendekati Bryant kemudian menepuk bahu pria itu pelan sambil menahan punggung kursi agar Bryant tidak terjungkal ke belakang saat bangun. Dari apa yang Wanda lihat, dapat disimpulkan bahwa Bryant adalah pria yang langsung sadar saat bangun. Buktinya, pria itu tidak terlihat terkejut maupun masih setengah menahan kantuk. Pria itu langsung sadar seratus persen lalu menyugar rambutnya.

Senyum jahil langsung muncul di wajahnya saat mendapati Wanda tengah berdiri di seberang meja kerja. "Kita bertemu lagi."

Wanda menatap datar pada Bryant, "Terjadi begitu saja. Di luar kehendak."

"Iya, benar. Saya tidak mengira akan ada wartawan yang tertarik dengan kejadian hari ini," kata Bryant. Ia berjalan mendekati Wanda sambil melempar senyum manis.

"Tolong segera selesaikan masalah ini. Saya tidak ingin diikuti wartawan lagi," putus Wanda. Ia tidak ingin berhubungan dengan media, bukan karena masalah ini dan bukan pula karena pekerjaannya sebagai penulis. Ia ingin memiliki hidup yang tenang dan nyaman di balik layar. Bisa beraktivitas seperti biasa, dan tidak ada satu pun orang yang mengenalnya. Itulah hal ternyaman yang bisa Wanda bayangkan.

"Saya ragu," sela Tony. Tony menyerahkan ponselnya kepada Bryant lalu menjelaskan secara singkat sembari membiarkan Bryant membacanya juga. Wanda hanya bisa mendengar sisa-sisa pembicaraan mereka.

"Sulit?" tanya Wanda. "Ada apa? Apa yang terjadi?"

Tony mengangkat pandangannya dari layar ponsel. "Ya. Berita dari Jeremi sudah menyebar di seluruh media sosial. Berita mengenai Anda yang pulang ke apartemen usai pesta pernikahan, meninggalkan Pak Bryant di hotel sendirian, dan berita mengenai kemungkinan jika pernikahan ini adalah palsu. "

"Jeremi?" tanya Wanda dengan satu alis terangkat tinggi.

"Nama wartawan yang mengikuti Anda tadi," jelas Tony cepat. "Sebaiknya saya pesankan Anda kamar di seberang kamar Pak Bryant agar Anda bisa segera beristirahat tanpa perlu dicurigai."

"Saya harus segera pulang, ada pekerjaan yang harus segera saya selesaikan," tolak Wanda. Sungguh, ia harus menyelesaikan bagian terakhir novelnya malam ini juga.

Tony melirik Bryant, mencoba menebak apa yang ada dalam pikiran Bryant.

"Menginaplah di kamar depan untuk malam ini saja. Anggap sebagai rasa terima kasih saya atas bantuan Anda hari ini," kata Bryant sambil tersenyum ramah.

"Tidak, terima kasih. Saya sungguh harus pulang sekarang. Saya rasa, sudah cukup bantuan saya untuk Anda dan saya tidak perlu balas budi Anda. Saya tidak perlu sampai menginap di hotel," tolak Wanda lagi.

"Jika memang Anda tidak keberatan untuk diikuti wartawan yang kemungkinan saat ini sudah lebih banyak dari tadi, silakan," kata Bryant mencoba untuk menarik-ulur tali tak kasat mata di antara mereka.

Wanda terdiam. Ia mencoba mempertimbangkan beberapa kondisi dan risiko ke depannya.

Melihat kebisuan Wanda, Bryant mulai merasa tenang. Ada kemungkinan jika Wanda tengah mempertimbangkan ucapannya tadi.

"Saya akan menolong Anda sekali lagi dengan menginap di seberang kamar Anda, namun dengan syarat," tawar Wanda. Ia rasa, ini adalah pertimbangan terbaik bagi mereka berdua. Bryant bisa selamat dari gosip, dan mungkin dirinya bisa mendapat ide untuk novel selanjutnya.

"Apa yang Anda inginkan sebagai gantinya?"

"Ceritakan alasan tidak hadirnya pengantin wanita Anda hari ini," jawab Wanda, "dan tolong ijinkan saya untuk menjemput laptop saya."

"Mudah. Saya akan memenuhi kedua syarat Anda." Bryant memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana lalu menyandarkan pinggul pada meja kerja di belakangnya. 

Continue Reading

You'll Also Like

7.7K 709 13
"Lo ribet banget sih jadi orang? Temen gue itu baik,ganteng, mapan, kurangnya apa coba?" "Kamu siapa? Datang tiba-tiba lalu memaki-maki saya!" "Lo ka...
996K 59.2K 46
"Hei." Sapaku, entah aku merasa aneh menyapa wanita kali ini, aku tidak terbiasa memulainya. Scarla terdiam berbalik dan menoleh menunjuk dirinya. "I...
1.2M 16.7K 36
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
2.4M 19.7K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...