Pejuang Cinta Allah.

By Rismayn11

1.9K 108 4

Membahas tentang tantangan hijrah bersama teman seperjuangan, sebuah cerita dimana yang diceritakan pernah d... More

Prolog.
sholat sunnah.
Maafkan aku.
Ujian atau Rezki?
Minta maaf?
Perbaiki ibadahmu.
Kepo yang terbayar.
berakhir.
Hidayah.

Calon Imam

117 6 0
By Rismayn11

***

Masjid raya di pusat kota sudah mulai ramai dipadati para muda-mudi muslim. Laki-laki berpeci hitam mulai berdatangan, dari usia kanak-kanak hingga kakek-kakek. Perempuan berjilbab lebar hingga bercadar juga mulai berdatangan dan memasuki rumah sang Ilahi.

Minggu pagi ini, tempat yang menjadi kunjungan sebagian masyarakat adalah masjid Raya kota, dimana hari ini kedatangan tamu hafidz muda sekaligus pengusaha yang menjadi perbincangan di masyarakat.

"duuhh! Hafidznya mana sih? Ya ampuuun nggak sabar" ucap Risma sudah hampir sepuluh kali.

Ira dan Nabila hanya bisa geleng-geleng kepala sambil terus tersenyum. Tidak bisa dipungkiri, mereka juga sedang menantikan kedatangan sang hafidz yang menjadi idola tersebut. Mereka bertiga datang satu jam sebelum waktu yang ada pada jadwal, saking tidak sabarnya.

"Jangan terlalu histeris atau berlebihan yha, ingat tujuan kita kesini tuh buat dapat ilmu dari ka Ibrohim, jadi luruskan niat. yhaa walaupun juga saya juga belum tentu seperti itu, tapi kita sama-sama perbaiki niat supaya bernilai pahala di Mata Allah. Oke?" Ucap Nabila menjelaskan dan dijawab oleh Risma dan Ira dengan anggukan serta acungan jempol.

"Maasyaa Allah, tuh tuh!" Histeris Risma ketika sang hafidz sudah berada di ambang pintu utama masjid.

Hampir semua jamaah yang berada di dalamnya pun ikutan heboh, sebagian dari mereka mulai mengeluarkan ponsel mereka untuk memotret sang hafidz.

Hafidz muda bernama Ibrohim Faddalanul Haq itu memasuki masjid dengan beberapa kerabat yang mendampinginya. Memakai kemeja abu-abu yang dipadu padankan dengan celana kaos berwarna hitam, terdengar biasa saja namun terlihat berwibawa karena balutan iman dan takwa.

Kursi tempat ia akan duduk sudah tersedia. Di dinding depan bagian dalam masjid terpasang baliho dengan wajah sang hafidz dengan macam embel-embel sebagai keterangan.

Tepuk tangan riuh menemani langlah sang hafidz untuk duduk di kusri yang telah disediakan.

"Yaa Robbi, berikan dia sebagai imamku" rintih Risma penuh harapan yang melekat di setiap ucapannya. Ia terus bergumam lalu mengaminkannya sendiri.

"Ihhh jangaann!" Potong Ira membuat kening Risma berkerut.

"Lah! Emang kenapa?"

"Dia tuh calon jodoh aku, tahu!"

"Enak aja! Jelas-jelas aku deluan yang fans dia, jadi dia tuh jodoh aku lah" protes lagi Risma.

"Yhaa walaupun kamu deluan yang fans dia, tapi cinta aku tuh lebih besar daripada kamu!" Sanggah Ira lagi. Ia juga tak mau kalah dalam pembahasan ini.

"Tapi..."

"Huss, uda-udah!" Bentak Nabila, namun tidak dengan suara yang lantang. "Dengerin tuh materi kajiannya, jangan bahas jodoh mulu. Lagian jangan terlalu berharap sama manusia, berharap tuh sama Allah." ucapnya lagi.

"Iya-iyaaa" jawab keduanya bersamaan.

Tepuk tangan terus terdengar di dalam masjid ketika mendengarkan sepatah kalimat penyejuk dari sang hafidz.
Kajian yang dibawakan bertemakan Al-quran yang sesuai dengan usia berapapun.

Para jamaah mendengarkan dengan seksama, beberapa ada yang mulai menangis karena tersadar betapa jarangnya membaca kitab mulia tersebut.

Pukul 11.30 kajian selesai kemudian dilanjutkan dengan sholat Zuhur berjamaan yang diimami sang Hafidz.
Setelah sholat Zuhur selesai, barulah kegiatan tersebut benar-benar selesai. Banyak para jamaah berlari meminta foto pada Boim, sapaan akrab untuk sang hafidz.

Sementara tiga sahabat tersebut memutuskan untuk keluar dari Masjid.

"Minta foto dulu dong baru pulang" pinta Risma terus menerus sambil menggerutu. Tangan Ira dan Nabila terus ia tarik untuk kembali masuk ke dalam masjid.

"Mau desak-desakan gimanapun, belum tentu bisa foto bareng, Maaa" jawab Nabila.

"Yah tapikan seenggaknya usaha dulu, ya nggak Ra?"

"Setuju sih, cuman nggak yakin aja sama jumlah jamaah sebanyak ini"

"Ikhss,males deh"

"Gini, emang kalau udah foto sama dia kita mau apa? Jadiin foto pajangan dirumah? Atau di share di medsos trus dapat pujian? Dosa tauk, riya itu namanya, pamer!" Nabila menjelaskan.

Ira mengangguk-anggukan kepalanya, "sepakat" ucapnya mengacungkan jempol kanannya.

"Kan buat jadi bukti, kalau kita tuh udah pernah ikut kajiannya ka Boim." Jawab Risma dengan argumen barunya.

Nabila menggeleng, "yang perlu jadi bukti itu, kita menerapkan apa yang beliau sampaikan tadi, rajin membaca Alquran, menghafal dan mengamalkannya. Itu bukti yang nyata. Emang foto sama hafidz bisa buat kita masuk surga?"

Risma menggeleng.

"Enggak" jawab Ira semangat 45

"Nggak kan? Yaudah ngapain usaha buat minta foto, lagian desak-desakan gitu, kalau bersentuhan sama yang bukan mahrom gimana? Kan dosa! Ka Boim juga bukan mahrom kita. Yang penting itu dapet ilmunya, masukin ke hati trus terapin deh!"

"Setujuuuu" pekik Ira, lagi dengan suara semangat 45-nya.

Risma menggerutu, mendesah keras lalu pasrah. "Yaudah deh"

"Udahkan? Yukk pulang"

Ketiganya pun keluar dari pintu utama Masjid. Ternyata cukup sulit keluar karena Jamaah sangat banyak, bahkan mereka kesusahan mencari pasangan sepatu mereka.

Mereka bertiga lalu menuju parkiran motor.
"kak..kak!" Panggil seseorang.

Ketiganya tidak menoleh. Toh mereka tidak merasa.

"Kakak yang pake khimar coklat" panggilnya lagi.

Barulah Nabila menoleh karena warna khimarnya adalah coklat, lalu kemudian disusul Ira dan Risma yang juga ikut menoleh pada anak laki-laki yang memanggil tersebut.

"Saya?" Tanya Nabila pelan.

Anak yang berumur sekitar 13 tahun itu menangguk lalu berkata, "dapat salam dari kakak saya." Ucapnya.

Nabila terlonjak kaget, lalu menjawab dengan gagap, "a-ah- hah?"

"Iya. Kakak saya nitip salam buat kakak. Sana kakak saya, yang pakai kemeja Biru!" Tunjuknya kepada pemuda yang memakai kemeja Biru navy dan celana kain berwarna hitam.

Mata Nabila dan dua sahabatnya mengikuti telunjuk anak tadi. Iya, ada pria memakai kemeja biru disana tapi, ia tidak terlihat seperti orang yang tengah menunggu jawaban salam. Laki-laki itu justru sibuk mengatur para jamaah yang berdesak-desakan untuk menemui sang Hafidz.

"Jawaban kakak apa?" Pertanyaan anak tadi membuyarkan ke-fokusan ketiganya yang sedang menatap seksama pemuda itu.

"Astatghfirullah!" Gumam Nabila cepat.

"Salam balik dek" jawab Risma memprovokasi.

"Huss, kamu tuh yha!" Cegat Ira.

"Salamnya bukan untuk kamu, tapi kakak ini." Ucap anak itu membuat Risma ingin sekali menjitak kepalanya.

Ira terkekeh, "rasain, hahah"

"Jadi kak gimana?"

"Eh-! Waalaikum salam buat kakak kamu" jawab Nabila setelah berfikir harus menjawab apa.

"Makasih kak" ucap anak tadi lalu berlari meninggalkan mereka bertiga.

"Cieee yang dapat calon imam" goda Risma.

"Udah siap, Bil?" Sambung Ira.

"Ihh apaan sih". Jawab Nabila Risih.

"Astaghfirullah hal adzim" gumam Nabila dengan suara yang hanya dirinya dan Allah lah yang bisa mendengarnya.

Bukan tidak ingin, hanya saja aku takut untuk berharap pada apa yang tidak semestinya diharapkan.

Alhamdulillah.

Maaf yha kalau di part ini banyak typo dan alurnya nggak jelas.

Continue Reading

You'll Also Like

12.1K 810 16
كاتبة مبتدئة أول رواية لي واتمّنى ان تنّال إلى اعجابكم كُتِبت بقلم الكاتبة:جنى الفيصل✍🏻
934K 39.3K 59
2.9M 180K 67
Winner of the 'Readers Choice Award' in Historical Fiction. Winner of the 'Readers Choice Award' in Spiritual Category. Winner of Best Muslim Reader...
180K 10K 28
Aria Zaman Durrani was too childish, too careless for her own good, a total Misfit to attain the title of 'Nawab Begum' and that was the reason Nawa...