HOUSEMATE ✔

By msvante

1.4M 154K 21.5K

[COMPLETED] Di tengah pelarian, aku terpaksa mengubah jati diri yang sebenarnya. Demi bertahan hidup aku rela... More

SINOPSIS
FIRST
SECOND
THIRD
FOURTH
FIFTH
SIXTH
SEVENTH
EIGHTH
NINTH
TENTH
ELEVENTH
TWELFTH
THIRTEENTH
FOURTEENTH
FIFTEENTH
SIXTEENTH
SEVENTEENTH
EIGHTEENTH
NINETEENTH
TWENTIETH
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY SEVEN
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
THIRTY
THIRTY ONE
THIRTY TWO
THIRTY THREE
THIRTY FOUR
THIRTY FIVE
THIRTY SIX
THIRTY SEVEN
THIRTY EIGHT
THIRTY NINE
FOURTY
FOURTY ONE
FOURTY TWO
FOURTY THREE
FOURTY FOUR
FOURTY FIVE
FOURTY SIX
FOURTY SEVEN
FOURTY EIGHT
FOURTY NINE
FIFTY ONE
FIFTY TWO
FIFTY THREE
FIFTY FOUR
FIFTY FIVE
FIFTY SIX
FIFTY SEVEN
FIFTY EIGHT
FIFTY NINE
SIXTY
SIXTY ONE
SIXTY TWO
SIXTY THREE
-END-
- THANK YOU -

FIFTY

21.9K 2.4K 686
By msvante




The universe has moved for us
There wasn't even a little miss
Our happiness was meant to be
Cause you love me and I love you

'Serendipity - Park Jimin'


Jika aku boleh memilih, maka aku akan membenci, mengumpat atau bahkan menampar wajah yang sedang duduk di sebelahku saat ini. Bukan malah membiarkan tangannya melingkar di atas bahuku dan menepis jarak seperti kami bukanlah dua orang yang baru saja berstatus sebagai korban dan tersangka. Jelas, aku sebagai korban dan dia adalah tersangkanya. Tetapi aku tahu, keadaan yang memaksa kami begini. Bersembunyi di dalam lemari besar milik Taehyung dalam keadaan gelap dan tanpa suara.

Jantungku kian berpacu saat pintu kamar terdengar terbuka.

"Kemana anak itu di jam segini," kudengar ibunya bersuara. Sedangkan genggaman di bahuku kian terasa. Aku sadar mungkin Taehyung juga tidak kalah takutnya dengan aku. Tapi hey, ini kesempatanku untuk lepas, kenapa aku malah bersembunyi begini.

Hampir aku membuka mulut sebelum tangan Taehyung naik ke mulutku dan menutupnya sebelum aku mengeluarkan suara. Aku mengalihkan wajah, memandang ke arahnya, meski gelap aku bisa melihat pipi dan hidung tingginya. Pandangannya meredup, menggeleng pelan seperti memohon padaku untuk tidak melakukan apapun yang sedang kurencanakan sekarang. Perlahan ia mendekatkan wajahnya, kupikir ia akan melakukan sesuatu namun ternyata dia menyampirkan wajah dan berbisik tepat di telingaku.

"Jangan lakukan apapun, kubilang percaya padaku. Aku tidak akan menyakitimu."

Sungguh aku mendadak kehilangan akal, seperti terhipnotis dengan kata-katanya. Aku masih bisa merasakan tangan besarnya menangkup mulutku, bahkan hanya dengan itu saja membuat darahku berdesir hebat.

"Dia menginap di tempat temannya yang lain, tante."

"Kenapa ada kamera di sini?"

"Um, aku sedang merekam diriku sendiri. Cover lagu, tante."

Wah. Aku sungguh tidak menyangka kemampuan Jungkook selihai dan sepicik itu. Kupikir dia hanya bayi lugu yang terjebak dalam tubuh orang dewasa.

"Oh iya, bukankah dia punya teman serumah? Siapa namanya, Han bukan?"

"Sepertinya mereka menginap bersama. Tante, bagaimana jika kita pulang bersama. Aku juga sedang bersiap untuk pulang."

"Kau yakin dia tidak akan pulang? Sujeong, kau yakin nak informasi yang kau dapat itu benar?"

Sujeong?

"Tante bisa lihat ini. Dia tampak babak belur bukan, katanya Taehyung yang melakukannya." Aku bisa mendengar suara perempuan lain. Sujeong? Bukankah itu seperti Ryu Sujeong yang pernah Taehyung bawa ke sini sebagai hadiahku? Babak belur? Siapa yang babak belur? Aku menggeser wajahku lagi, melihat ke arah Taehyung dan anehnya dia malah tersenyum.

"Taehyung menghajar orang?" kudengar Jungkook juga bersuara.

"Dasar anak itu. Membuat masalah saja," suara ibunya menggerutu.

"Ayo tante kita pulang saja, mungkin Taehyung sudah menyelesaikan urusannya. Jungkook, kau juga ingin pulang kan. Ayo pulang bersama kami."

Itu masih suara yang sama, suara gadis bernama Ryu Sujeong.

"K-kupikir aku perlu—"

"Ayolah, pulang bersama kami."

"Ayo nak, ibumu mungkin akan khawatir jika kau pulang sendiri malam begini. Dia tidak suka kau menginap kan?"

Kudengar suara Jungkook tampak ragu hingga akhirnya ia mengiyakan. "Kameraku—"

"Bereskan saja, kami akan menunggu di depan," kata Sujeong.

"Baiklah."

Lalu suara pintu terdengar membuka. Sepertinya ibu Taehyung dan gadis bernama Sujeong itu sudah keluar. Selanjutnya yang terdengar adalah suara seseorang yang sedang beres beres, mungkin Jungkook sedang membereskan kameranya.

Setelah itu suara langkah kaki berjalan, disusul suara pintu menutup lalu seketika menjadi hening, benar-benar hening. Hening hingga suara nafas kami berdua yang terdengar. Kami tidak melakukan apa-apa, hanya terduduk dengan posisi yang sama.

"Aku akan mengecek dari CCTV, tunggu disini," katanya mulai beranjak. Sementara aku tidak merespon tetapi menurutinya karena terduduk masih dengan posisi yang sama. Tak lebih dari satu menit ia kembali. "Keluarlah, mereka semua sudah pergi," ia memberikan tangannya, tetapi aku tidak menyambut itu karena harus menutupi diriku sendiri dengan selimut.

Aku segera bangkit untuk keluar. Kurasakan rautnya kini berubah seperti aku mengenalnya seperti biasa.

"Mau kemana, kita perlu bicara."

"Apa yang perlu dibicarakan dari orang sinting sepertimu, seperti Jungkook. Kalian gila!"

Ia mengigit bibir bawahnya, memberiku atensi yang sedikit banyak membuatku tidak suka. Meredup seperti memohon lagi supaya aku tidak bisa membencinya. Demi Dewa, aku benci sisi diriku yang ini.

"Aku minta maaf karena memperlakukanmu seperti tadi."

"Aku tidak perduli. Kalian semua ingin menghancurkanku," kataku. Niatku ingin melanjutkan langkah ke pintu kamarnya untuk kembali ke kamarku, keluar dari neraka jahanam ini. Mereka semua sinting. Namun tiba-tiba ia berjalan lebih cepat dan mencegatku dari depan.

"Tetapi itu tidak terjadi. Aku mencegahnya, aku tidak ingin melakukannya. Aku tidak mau menyakitimu meski kau telah mengkhianatiku. Kau pikir semua ini terjadi secara kebetulan?"

Kulihat wajahnya sangat serius, bahkan tampak putus asa seperti ia sedang menyampaikan kebenaran. Sungguh, aku takut jika dia memiliki penyakit kejiwaan. Namun di satu sisi aku seperti diingatkan tentang hutang penjelasan karena dia selalu menuduhku sebagai pengkhianat. Haruskah aku mengakhiri semua kesalahpahaman ini? Sungguh aku lelah.

Aku mendecak kesal, membalikkan langkah dan duduk di pinggir kasurnya. Ia juga melakukan hal yang sama, duduk di sebelahku. Tidak pernah kulihat ia seserius ini sebelumnya. Ia menjilat bibirnya, seperti kebiasannya lalu menatapku, membuatku diriku sebenarnya merasa tidak cukup baik karena tatapannya yang tajam dan melembut secara bersamaan.

"Kau harus tahu kenapa aku melakukan ini padamu. Aku benci karena kau mengkhianatiku. Aku percaya penuh padamu, tidak main-main. Aku menganggap kau dekat dan bukan orang lain. Tetapi kau malah bersedia menjadi budak kakakku. Aku tidak tahu seberapa banyak uang yang ia tawarkan tetapi pada kenyataannya kau bersedia menghancurkan masa depanku. Hatiku sakit. Aku tidak pernah membayangkan kau tega melakukan itu. Sungguh, aku ingin menghancurkanmu, menghancurkan hidup orang yang ingin menghancurkanku meski aku tidak tahu kenapa malah menyelamatkanmu seperti sekarang. Aku bingung pada diriku sendiri. Aku hanya tidak ingin aku membenci dirimu. Aku tidak ingin Seokjin mengenal dirimu dan kau menjadi jahat karenanya. Aku tidak bisa menghancurkanmu, menyingkirkanmu dari hidupku. Aku tidak bisa membencimu."

Dosakah jika hatiku rasanya membuncah mendengar pernyataannya barusan sementara ia sendiri terlihat kurang baik?

"Rasanya sama seperti apa yang kurasakan pada mereka dan ibu tiriku. Sejahat apapun mereka padaku aku tetap sayang pada mereka, menyayangi mereka. Sialnya, aku merasakan hal yang sama padamu." Rautnya kian muram, Taehyung tampak sedih, membuat hatiku turut pilu dan seolah merasakan apa yang ia rasakan. Maka aku menurunkan satu tanganku, menggantikan pegangan selimutku pada tangan satunya. Baru kali ini aku melihat ia sesedih itu.

"Tae, boleh aku jujur?"

Aku meraih satu tangannya. Menggenggam itu sembari menatap pada kedalaman matanya. Aku ingin menyelaminya demikian pula ia padaku. Kupikir ini saat yang tepat untuk membuka segalanya. Menjawab segala pertanyaan, mengeluarkan segala pernyataan.

"Seokjin tidak membayarku dengan uang." Aku sempat berhenti dan ragu untuk melanjutkan pengakuanku. Namun rasanya semua ini terlalu membuat lelah dan aku tidak ingin lagi menanggungnya. "Awalnya aku menolak tetapi ia datang lagi membawa ancaman yang membuatku takut. Ia melakukan stalker pada orang-orang terdekatku. Ayahku, Yoorin bahkan pacarnya, Jihoon, Yoongi. Aku bahkan sempat terkejut ketika dia berhasil menemukan ayah padahal aku tidak. Aku takut dia melakukan sesuatu pada mereka. Aku tahu aku salah karena aku mengorbankanmu untuk diriku sendiri, orang-orang yang kusayangi. Tapi kau harus tahu satu hal Tae. Aku pun merasa terbebani untuk itu, aku benci ketika aku harus menyakitimu, menuruti Seokjin untuk menghancurkanmu. Maafkan aku."

Aku tak kuasa lagi untuk menatapnya. Rasanya seperti bom yang akhirnya meledak dan aku menjadikan dia sebagai pelampiasan. Dibanding rasa tersakiti entah mengapa aku malah menjadi iba padanya. Dia banyak membantuku meski sikapnya menyebalkan, brengsek, suka main perempuan tetapi ia tidak pernah menyakitiku sebagaimana ia tahu diriku yang sebenarnya. Aku tahu betapa sakit rasanya dibenci oleh keluarga sendiri, terbuang dan tidak berguna.

Kurasakan ia menarik kepalaku. "Kenapa kau tidak bilang? Aku tidak tahu jika kakakku seekstrim itu. Aku pikir dia membayarmu dengan uang yang sangat besar hingga kau rela mengkhianatiku, seperti yang lain."

Tangannya mengusap-usap rambutku, sementara hidungku persis berada di atas bahunya hingga aku bisa mencium aroma khas tubuhnya. Menenangkan, membuatku memejamkan mata beberapa detik untuk meraup ketenangan yang bisa kudapat darinya. Aku mengangguk dalam diam, menghela nafas panjang hingga akhirnya ia mengangkat kepalaku lagi.

"Aku benar-benar minta maaf untuk hal yang tadi. Aku tahu aku salah besar. Kau pasti takut. Aku minta bantuan Sujeong untuk mencegah aku dan Jungkook melakukan ini. Aku juga minta maaf untuk Jungkook tapi jangan membencinya. Dia hanya sedang sakit, nanti kau akan mengerti. Aku hanya ingin menyelesaikan urusan kita berdua sekarang, bisa kan?"

Aku mengangguk semangat. Aku pun menginginkan itu, menyelesaikan segalanya dan meluruskan segala benang yang terlihat kusut. Sumpah aku lelah. "Boleh aku bertanya sesuatu?"

"Katakan saja," katanya dengan senyum tipis yang membuatku semakin semangat.

"Kenapa kau tidak mengusirku padahal kau sudah tahu kalau aku ini perempuan?"

Senyum tipisnya kian melebar, ia mendehem sekali diiringi kebiasaan menjilat bibirnya itu. Gosh! Kupikir aku bisa gila. "Kau ingin tahu?" tanyanya.

"Of course."

"Baiklah akan kujelaskan." Ia memperbaiki duduknya, menghadap pada diriku sepenuhnya dan membuatku kian gugup. Aku juga tidak tahu apa yang terjadi pada diriku, yang kutahu ia terlihat sangat mengintimidasi meski tidak demikian adanya. Tetapi sesuatu seperti kembang api meledak di dalam hatiku.

"Um, sebentar. Aku bingung harus memulai dari mana." Ia mengusap-usap kepala belakangnya, tampak lucu karena ia terlihat kebingungan. "Begini, umm—" dan dia tampak kebingungan lagi. Lucu, lucu sekali.

"Haneul, dengarkan aku." Kali ia menarik kedua tanganku, menatap seperti ia bisa bisa akan menembus kedua bola mataku jika berusaha lebih dalam lagi. Sungguh hatiku berdebar semakin tidak karuan. "Ketika aku tahu kau adalah seorang perempuan untuk pertama kali, rasanya aku berpikir bahwa kau pantas mendapat hukuman seperti yang lain. Aku mengikutimu beberapa saat, jujur saja. Untuk memastikan apakah kau suruhan kakakku. Nyatanya ya tidak jadi aku membiarkanmu. Tapi—" ia terdiam, menghela nafas dan menurunkan tatapannya. Telinga besarnya terlihat merah, lucu.

Ia mengangkat kepalanya lagi. "Aku senang menggodamu, tetapi tidak sedikitpun bermaksud melukaimu. Aku tidak suka jika kau pulang malam, karena aku khawatir. Aku tidak suka kau dekat dengan Jungkook, dalam artian yang lain maksudku. Kau pasti mengerti maksudku. Umm—aku pikir ada sesuatu yang salah seiring berjalannya waktu karena aku semakin merasa aneh dengan diriku. Aku senang saat kau berada di sekitarku. Aku bahagia melihat wajahmu dari dekat, atau ketika memerah. Bahkan rasanya aku sangat bersyukur bisa memelukmu sepanjang malam saat kau sakit dan berada di pelukanku. Tidak ada malam yang lebih indah dari itu. Aku sadar bahwa aku tidak hanya menginginkan tubuhmu. Aku tahu aku menjadi lebih serakah. Aku menginginkanmu, dirimu, kau sepenuhnya. Aku ingin kau menjadi milikku, hanya milikku. Tidak untuk Jungkook atau siapapun. Hanya aku, hanya aku yang boleh melihat bekas lukamu, hanya aku yang boleh menyentuhmu secara keseluruhan, hanya aku yang boleh menghancurkanmu seperti malam kemarin. Rasanya aku bisa mati hanya dengan membayangkan kau begitu dengan yang lain. Kau, seperti candu bagiku."

Gila. Sungguh, sungguh gila. Aku rasanya bisa mati jika Taehyung melanjutkan kata-kata yang bahkan membuatku serasa terbang menuju angkasa sekarang. Kuharap dia berhenti namun nyatanya dia menjilat bibirnya lagi pertanda ia bersiap mengatakan sesuatu.

"Aku merasa bahwa kau telah merenggut separuh jiwaku. Ya, baiklah aku perlu mengatakan ini. Aku sangat menyukaimu. Kenapa aku bisa sangat menyukaimu? Hanya semesta yang tahu. Jadi Haneul-ssi, aku ingin bertanya, apakah kau merasa perlu bertanggungjawab untuk terus berada disisiku karena tidak bisa mengembalikan separuh dari aku, atau kau akan membawa itu pergi sehingga aku benar-benar harus kehilangan separuh diriku?"

Sebentar, aku masih mencerna kata-katanya. Sejujurnya sih tidak, karena aku sudah paham benar apa maksudnya. Tetapi aku tidak salah paham kan? Aku takut jika ini hanya persepsi yang salah atau— tidak, dia tidak sedang bercanda. Dia serius, teramat sangat serius.

"Apa kau tidak mengerti maksudku?" tanyanya, membuatku sedikit tidak terima dan hampir protes namun tiba-tiba ia tersenyum dan menatap lembut, meluluhkan hatiku dalam sekejap.

"Aku tahu."

"Iya, kau pasti tahu. Aku sih sudah punya jawaban sendiri," balasnya dengan ekspresi khas saat dia sedang berusaha membuatku jengkel, membuatku memicingkan mata seperti sedang marah namun sejujurnya aku sedang malu. Apa dia bisa menebak jawaban yang sedang kusiapkan di dalam kepala. Aku tidak menyangka jika ini akan terjadi.

"Untuk apa kau bertanya jika kau sudah tahu?"

"Maksudmu, kau mengonfirmasi jika jawabanku benar? Jadi aku tidak perlu jawabanmu lagi begitu, ah aku sedih. Ternyata kau tidak ingin bersamaku, tidak menyukaiku. Baiklah, kau boleh pergi." Ia melepaskan tanganku, wajahnya tampak lemas membuatku seketika panik. Kupikir ia benar-benar sudah tahu jawabanku yang sebenarnya.

"Tidak. Siapa bilang begitu? Aku tidak mau pergi."

Kemudian ia tersenyum lagi, kali ini membuatku benar-benar kesal karena ia mengerjaiku. Kenapa dia suka sekali melakukan derp?

"Ihh, menyebalkan," kataku berusaha melepas tangannya.

"Ahaha, tidak, tidak sayang. Ya sudah, ayo katakan. Aku menunggu," katanya sembari menarik kedua tanganku lagi. Dan—sayang? Oh astaga, kembang api ku meledak lagi. Tapi tidakkah pernyataan cinta nya itu terlalu angkuh? Kuakui dia sangat mahir memilih kata-kata, memohon tanpa membuat dirinya terlihat rendah sama sekali. Kupikir aku perlu menjawabnya dengan pola yang sama. Aku tidak akan membiarkannya menang sendiri, sungguh.

"Ya, aku tidak akan pernah sudi mengembalikan separuh dirimu yang telah aku ambil. Itu milikku, hanya milikku, hanya aku yang boleh memilikinya. Dan jika kau meninggalkanku, aku benar-benar tidak akan pernah mengembalikan itu hingga kau akan mati tanpa jiwa. Jadi jangan harap kau akan bisa mengambil jiwamu lagi jika sudah bersamaku. Kau paham, Kim Taehyung-ssi?"

Dibanding tatapan kesal atau tidak suka yang biasa akan kudapat setelah kami berargumen atau berselisih paham, maka kali ini rasanya terlalu berbeda. Ia kembali menatapku dalam diam, tersenyum, seakan ingin mengajakku bicara melalui mata. Secara perlahan mendekatkan wajah dan menyentuhkan hidung besarnya itu pada hidungku.

"Aku tidak menyangka hari ini akan datang, kau tahu, aku sangat bahagia hingga rasanya aku ingin memakanmu," bisiknya, pelan, bisa dipastikan hanya kami berdua yang dapat mendengarnya.

"Gombalanmu aneh, seperti dirimu. Memangnya kau kanibal?"

"Masa aku aneh, kau juga aneh."

"Kau yang lebih aneh."

"Tapi kau menyukaiku."

"Hmm."

"Sayang .."

"..."

"Kenapa tidak menjawab?"

"A-apa?"

"Hahaha, kau gugup."

"Hanya belum terbiasa."

"Baiklah, mulai sekarang akan kubuat supaya terbiasa."

"Terserahmu, tapi sampai kapan kita begini?"

"Begini? Memangnya kau mau apa?"

"T-tidak apa-apa, maksudku kenapa kita harus berbicara dalam keadaan begini. Nafasmu bau."

"Hahaha, jangan gugup. Aku tidak melakukan apa-apa, jangan berfikiran kotor."

"Siapa yang berfikiran kotor isss," aku menarik kepalaku, menatapnya kesal sementara ia tetap tertawa sambil menarik kepalaku lagi dan melakukan hal yang sama.

"Hormonmu sedang tidak normal ya, sensitif sekali," katanya, membuatku rasanya ingin menangis. Kenapa dia tidak bisa berhenti menggodaku? Aku memilih diam, bersikap acuh. Tetapi sepertinya tindakanku sedikit salah karena akhirnya aku merasa bibirku disentuh sesuatu yang lembut, selama beberapa detik.

"Aku tidak ingin melakukan apa-apa loh, kenapa kau menahan nafas?"

Taehyuuuuung ...

Aku mungkin benar-benar akan menangis meratapi mirisnya nasibku. Kenapa dia membuatku terlihat sangat menyedihkan? Katanya dia menyukaiku tetapi membuatku menderita seperti sekarang.

"Haha, jangan marah. Pasangan mana yang langsung bertengkar setelah beberapa menit yang lalu baru saja saling menyatakan cinta," dia berusaha meraih tubuhku setelah aku menjauhkan diri karena kesal pada perbuatannya.

"Aku mau tidur."

"Ya sudah tidur disini."

"Tidak mau, kan aku punya kamar." Aku benar-benar bangkit, kupikir aku bisa gila jika berlama-lama dengannya. Ya meskipun sebenarnya aku masih ingin bersama dengan dia.

"Kalau begitu kembalikan selimutku."

"Aku akan kembalikan, tolong ambilkan bajuku," pintaku saat menyadari itu berada di belakangnya dan ia lebih dekat untuk menjangkau itu. Ia benar-benar mengambilnya, namun apa yang ia lakukan benar-benar membuatku merasa perlu untuk menghajar kepalanya.

"Aku akan kembalikan ini tapi kau tidur disini atau kau kembalikan selimutku tapi aku tidak akan kembalikan ini," responnya seperti bocah baru belajar bicara dan  menaruh bajuku ke belakang punggung. Ia benar-benar membuatku kehilangan akal. Kedua pilihan yang ia buat sama sekali tidak menguntungkan bagiku. Picik sekali. Aku berdiam sebentar.

"Baiklah, kembalikan bajuku."

"Yeayyy," ia bersorak seperti bocah berumur lima tahun. Dalam gerakan cepat menarik aku hingga limbung dan jatuh ke atas kasurnya. Memelukku seperti bantal guling lalu mengangkat bajuku ke atas, ia benar-benar seorang alien.

"Kau tidak membutuhkan ini," katanya lalu melemparnya secara asal. Masuk kedalam selimut yang melilit tubuhku, membuat reaksi tubuhku jelas tidak baik karena kami sama-sama dalam keadaan topless dengan kulit yang bersentuhan.

"Aku pikir aku perlu merevisi kata-kataku," bisiknya dari atas kepalaku, sementara wajahku berhadapan dengan dadanya. Suara beratnya itu seduktif sekali. "Daripada sekedar menyukaimu, menginginkanmu, memilikimu, aku merasa yakin bahwa segalanya sekarang lebih dari itu. Aku merasa perlu menyelesaikan urusan kakakku denganmu. Aku merasa harus melindungimu. Karena aku mencintaimu."

TBC

You know what guys, waktu aku selesai nulis ini, aku kegirangan sendiri trus ngomong 'yaampun akhirnya mereka jadian' (am i weird?)😂

Continue Reading

You'll Also Like

176K 8.6K 29
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
637K 38.3K 62
Mature [Complete] High rank: #1-jjk (25 Agustus 2021) #1-funfiction (21 Oktober 2022) "Aku tidak mau selain dirimu, karena bagiku...
37.3K 5.2K 38
Hwang Taehyung menjalani hidup tanpa berarti setiap harinya, hidupnya datar dan selalu berulang seperti hari kemarin. Bangun pagi, berangkat kerja, d...
994K 105K 44
[COMPLETED] "Aku tidak akan menggugat, kau tak perlu kembali pada kehidupan lamamu yang melarat. Satu syaratnya, gantikan peran kakakmu." - Kim Taehy...