ORKANOIS (END)

Por KacangMas

17.5K 1.6K 481

Ini adalah kisah yang 'gila'. Bagaimana tidak? Kisah ini bercerita tentang seorang siswa SMA bernama Maraby... Más

-(00)- Prolog Bab 01 (Maraby)
(01) Bully
(02) Menolong
(03) Orkanois
(04) Masa Lalu
(05) Mehdiard
(06) Sayap Putih
(07) Pedang Slaz
(08) Karena
(09) Aku Datang
(10) Mysteries of the Universe
(11) Berita
(12) Pembantai
(13) Galang
(14) Eksekusi
(15) Korup
(17) Mencari
(18) Hujan Sang Penipu
(19) Terjun - [[akhir bab Maraby]]
-(00)- Prolog Bab 02 (Orka)
(01) Raja Orma
(02) 12 Kesatria
(03) Kedatangan
(04) Hellios
(05) Kekuatan
(06) Duel Angkasa
(07) Perang Mehdiard
(08) Keruntuhan
(09) Kiamat
(10) Sampai Di Sini (end)
Epilog -Potongan Semesta
(Bonus Cerita - 01) Lubang Kehidupan
(Bonus Cerita - 02) Satu-Satunya Cara
(Bonus Cerita - 03) Misi Mulia

(16) Kebangkitan

363 42 15
Por KacangMas

Ibu bercerita seraya terduduk di lantai dan menjadikan dinding di sampignya menjadi sandaran.

"Temen Ibu di pabrik boneka, punya anak laki-laki seumuran kamu. Dia putus sekolah, nakal, dan pergaulannya–" ucap ibu terpotong oleh butiran air mata, "Tapi, mendengar anak satu-satunya yang ia punya hilang tanpa kabar berhari-hari, membuatnya nggak masuk kerja karena katanya sakit. Walau anaknya punya perangai buruk, ia tetap berucap, 'Andra! Andra!' berharap anaknya pulang."

<><><>

"Begitulah masa lalu Andra, penjahat yang mencuri motor ini, Mar," ucap Orkanois.

"Terus?"

"Tidak, bukan apa-apa."

<><><>

"Mungkin Ibu nggak perlu ngejelasin lagi, betapa sedihnya Ibu karena gagal menjadi orang tua, melihat anaknya sendiri menjadi pembunuh," ujar ibu sambil menangis tersedu.

Mar mengangkat kepalanya dan mencoba membalas. "Ibu, Mara cuma kasihan ke mereka, Bu. Mereka semua menderita, Mara nggak kuat melihatnya. Mara cuma ingin membebaskan mereka dari penderitaan. Penjahat-penjahat itu lagi menderita. Nggak bisa Mar biarin gitu aja."

Ibu Mar menyanggah. "Belajar dari mana kamu soal itu?!? Ibu nggak paham sama sekali apa yang kamu omongin. Kalau kamu benar ingin menolong mereka yang menderita, kenapa malah membunuh mereka? Para penjahat akan tetap ada, karena mereka juga termasuk ke dalam sistem dunia. Karena keberadaan mereka lah, kita bisa mengetahui bagaimana orang baik itu."

"Nah karena akan tetap ada, nggak ada cara lain kan, selain menghabisinya dengan kematian?" sanggah balik Mar.

"Mara! Jika kamu mengatasinya dengan cara seperti ini, membunuh hanya akan menciptakan dendam yang tiada habisnya. Ini bukanlah cara, Nak! Ini memperkeruh suasana. Masih banyak kebaikan yang ada pada diri manusia. Mereka hanya malu, bingung, dan bimbang untuk menunjukan kebaikan itu. Kita peringati dan memberikannya jalan, bukan membunuhnya. Biarkanlah mereka menyesal, dan memperbaiki kesalahannya. Itu juga berlaku bagi diri sendiri. Manusia dari dulu memang begitu," nasihat ibu.

"Arrrgggghh!"

Suasana hangat penuh nasihat itu tiba-tiba dirusak oleh teriakan Orkanois yang menampakkan diri di tengah-tengah mereka dengan suara yang berbeda dari biasanya, suaranya lebih melengking. Ibu sangat terkejut dengan mulut menganga, kala melihat monster itu tiba-tiba muncul, berteriak, dan mengamuk. Orkanois memegang kepalanya dan membanting badannya ke sana kemari, membuat garis retak di tembok dan di lantai, serta menghancurkan lemari yang diisi oleh banyak piring hiasan.

Mendengar kegaduhan yang terjadi, mantan istri Roffi terbangun dan keluar dari kamarnya. "Aaaaaa!" Sontak ia menjerit kala melihat penampakkan monster dan banyak orang tak dikenali berada di rumahnya.

Gaza yang masih terikat di tiang rumah berteriak. "Semua yang ada di rumah ini, cepat keluar dan cari bantuan!"

Perempuan yang masih mengenakan baju tidur itu segera ke luar dari rumah. Terlihat juga di pintu belakang rumah, para pembantu, dan satpam berlarian.

"Orka, tenang! Hey, Orka! Kau kenapa?" tanya Mar menghampiri.

"Mara, jauhi dia! Ibu kenal suara itu. Dia ... si Bayangan," jawab ibu terbangun dan menarik Mar.

"Bayangan? Bukan. Dia Orkanois, temanku," sanggah Mar.

"Orkanois? Jadi Mara berteman dengan monster selama ini?"

Orkanois masih terus mengerang dan berbicara dengan nada berbeda, "Mau sampai kapan kau mengurungku? Orka bodoh!" Ia mengatakan itu kepada dirinya sendiri.

"Arrrgggghh ... Mar! Mar ...." Orkanois menyodorkan tangan kanannya kepada Mar.

Namun, tubuhnya tidak bisa ia kontrol, sayap kanannya tiba-tiba keluar dan perlahan zirah putihnya dilahap oleh kegelapan warna hitam. Tubuhnya melayang dan terbanting ke sana kemari, karena sayapnya hanya keluar sebelah. Menghantam lukisan dan lampu hingga terjatuh.

Inilah alasan mengapa ibu Mar terbangun dari tidurnya, akibat kendali Orkanois atas dirinya sendiri saja terlepas.

Kekacauan itu reda setelah Orkanois terdiam dengan kepala berada di lantai. Seisi ruangan berantakan dan beberapa barang yang disekitarnya hancur akibat amukan tak terkendali. Mereka yang berada di sana hanya melihat dan menjaga jarak.

Namun, keuntungan rupanya memihak kepada Gaza. Berkat kekacauan itu, meja yang di atasnya terdapat laptop, tergeser ke dekatnya. Laptop itu hampir terjatuh, tetapi berhasil ditahan oleh kaki Galang. Ia pun berusaha meraihnya dengan kaki.

Perlahan Orkanois bangkit dan masih berkata dengan suara yang berbeda. "Hallo, Runa! Lama tak jumpa."

"Bayangan! Tidak akan kubiarkan kamu membawa anakku! Mar tidak akan meninggalkanku! Dia anakku! Dia mencintaiku!" teriak Ibu berdiri menahan tubuh Mar.

Mar hanya terheran-heran, dan berpikir dalam hatinya. "Orkanois? Bayangan?"

"Hey Orka! Maksudnya apa ini?" tanya Mar terlihat sangat kebingungan.

"Tidak akan lama, Mar. Aku hanya ada urusan sebentar dengan ibumu," jawab Orkanois dengan suara yang berbeda.

"TIDAK!" teriak Orkanois dengan suara aslinya yang besar dan bergemuruh. Kini terlihat sebagian lengannya kembali menjadi warna biru.

"Kau, Duxa! Kenapa bisa ada di tubuhku?"

Orkanois membalas pertanyaannya sendiri dengan suara yang berbeda. "Jadi kau tidak sadar telah memakanku, Duxa si Bayangan para raja? Kalau bukan karena dimakan olehmu, tugasku sudah selesai dari dulu."

Duxa si Bayangan yang memakai tubuh Orkanois mengeluarkan pedang slaz. Begitu juga Mar yang langsung mengeluarkan pedang slaz dari saku dan memegangnya di tangan kiri.

"Hey, Orka! Jangan main-main dengan pedang itu!" himbau Mar memperingati. Saat itu jarak mereka terpaut 7 meter.

Orkanois tersenyum, lalu membuka portal di sebelah kanannya yang terhubung ke tubuh bagian kiri ibunda Mar yang berdiri di hadapannya berjarak 10 meter.

"TIDAK!"

...

Mar segera melesat dan berhasil mendorong Orkanois, ia pun menutup kembali portal tersebut. Walau ternyata semua usahanya terlambat. Ujung pedang slaz sudah terlebih dahulu menyentuh perut ibu, merobek kulit, dan mewarnai baju putihnya dengan noda merah. Ibu pun terjatuh dan menyender ke tembok dengan rintih pedih mengiris bibir.

"I-ibu! Ibu. Ibu bertahan, Bu!" Mar meninggalkan Orkanois dan langsung berbalik, segera menghampiri, dan memeluk ibunya.

"M-Mar ...."

"Bu, sementara jangan ngomel dulu ya," ucap Mar menenangkan.

Ia mengambil kain yang ada di atas meja dan menutupi perut ibu yang terluka dengan kain itu. "Ibu tekan di sini ya. Pegang! Ibu pasti baik-baik aja."

"Haha, anak cengeng! Udah gede masih aja nangis," ucap ibu sambil tersenyum pura-pura tegar menahan pedih.

"Yaudah, kalau nggak pengin Mara nangis, Ibu harus bertahan!" Bekali-kali Mar menyusut mukanya karena dibanjiri dengan air mata.

"Gak, kok. Ibu baik-baik aja, cuma kegores sedikit. Rasanya cuma kayak tertusuk jarum pentul." Ibu terus-terusan mengelak dengan nada pelan dan lambat, walau sebenarnya luka yang diterima cukup parah.

"Ibu."

Dengan sisa tenaga yang Ibu punya, ia memaksa untuk memberikan sedikit nasihat diiringi suara pelan. "Mara, masih banyak orang yang tertawa di dunia ini ketimbang mereka yang sedih. Kenalilah lingkunganmu, perhatikan baik-bai–"

Ucapan Ibu terpotong oleh matanya yang memaksa untuk dipejamkan. Sontak Mar menggoyang-goyangkan badan yang tersender di bahunya, karena tak ingin ucapan tadi menjadi kalimat terakhir dari Ibu.

"Ibu. Maafin, Mar. Bu! Ibu! BU! IBU! IBUU ...!"

"ARRRRHHHH! HAAA! Hah .... Ibu ... Ibu. Bu!"

Tangis Mar tak tertahan, setelah menyadari sama sekali tidak ada reaksi dari orang yang paling ia cintai di hidupnya, wanita yang telah memberinya kehidupan dalam rahim selama sembilan bulan, dan yang memembesarkannya hingga sekarang tubuhnya bisa memeluk ibu dengan erat.

Di samping itu, akhirnya Gaza berhasil membuka laptop itu dengan kakinya. Walau sempat kesusahan menekan mouse pad dan menekan enter untuk tombol live streaming. Tidak peduli walau identitas wajah yang selama ini ia sembunyikan, pada waktu itu ia perlihatkan begitu saja.

"Urgent! Siapa aja tolong! Beritahu ke nomor 081233465***. Kami sedang berada di Perumahan Griya Tambun, Jl. Griya 4, nomor 3. Tepatnya di kediaman Bupati Roffi Ratfasanja. Tolong datang ke sini sekarang juga! Dan bawa ambulan!"

Gaza meneteskan air mata. "Maaf semua, Moturs. Tampilan muka saya begini. Tangan saya terikat, jadi ... nggak bisa ngusap air netes di pipi, yang entah datang dari mana."

Mar menidurkan ibunya di sofa, lalu perlahan melihat ke Orkanois dengan tatapan yang sangat sulit digambarkan ketajamannya. Amarah yang tergurat di setiap sel kulitnya serasa ingin meledak hebat.

Terlihat zirah Orkanois kembali putih dan kulitnya kembali berwarna biru, menandakan ia sudah pulih. Orkanois berkata dengan cepat, mencoba menyaingi kecepatan Mar yang berlari menghampirinya. "Maafkan aku Mar. Aku tidak tahu bahwa selama ini ternyata si Bayangan ada di–"

BHUUGG!

Omongannya terputus oleh pukulan telak tangan kiri Mar, membuat Orkanois terpental sangat keras dan akibatnya tiga tembok di ruangan itu jebol.

"Urgh ... Mar!"

Orkanois berusaha berkali-kali untuk berbicara tanpa mau memperlihatkan perlawanan kepada Mar. Namun, ia malah terus mendapat hantaman keras. Rumah besar itu disulap olehnya menjadi arena pertarungan, sehingga membuat seiisi ruangan menjadi luluh lantak.

Kaki Orkanois dipegang erat oleh Mar dan dilempar dengan kekuatan penuh. Tubuh monster setinggi 3 meter itu menghantam dan merobohkan tihang tempat mengikat Gaza. Di saat Orkanois berusaha bangkit, ia melihat Gaza yang kesusahan melepaskan dirinya.

"Maafkan aku. Sekarang, cepat pergi dari sini!" suruh Orkanois setelah melepaskan ikatan Gaza. Ia pun kembali menghadapi Mar.

Gaza berlari, lalu menuruni tangga dari lantai tiga sekencang mungkin untuk ke luar rumah. Ketika ia berdiri di halaman, ia menengok ke belakang, menghadap rumah besar yang dinding-dindingnya retak, bahkan ada yang jebol, kaca-kaca jendela pecah, serta suara-suara yang dihasilkan dari bantingan, pukulan, dan tendangan terdengar begitu keras, bak ledakan bom menghaburkan puing-puing bangunan.

"Ke mana si tua itu?" ucap Gaza kesal sambil memegang kepalanya

Lemari, meja, televisi bahkan kulkas terus dilemparkan oleh Mar kepada Orkanois yang terpojok. Mar mengambil pedang slaz dan melesatkan tebasan yang tiada ampun.

Ting!

Orkanois berhasil menangkis dengan pedangnya. Ia menendang Mar dengan kaki kiri ke arah perut hingga tersungkur ke belakang, pada akhirnya Orkanois serius untuk melawan Mar. Posisi badan Mar tengkurap, sehingga memudahkan Orkanois menginjaknya hingga membuat lantai di sekitarnya retak. Tidak satu atau dua kali, bahkan puluhan kali Orkanois menghamtamkan kakinya ke punggung Mar hingga lantai tiga itu jebol.

Mereka kini berada di lantai dua, Orkanois membawa tubuh Mar dan membantingnya sekeras mungkin ke lantai satu. Retakan luas di keramik menjadi saksi akan kerasnya pendaratan yang membuat tubuh Mar diam tak berkutik.

Bentangan sayap menahan jatuhnya Orkanois agar turun perlahan ke lantai satu menghampiri Mar. Setibanya di sana, ia segera melayangkan kakinya ke tubuh Mar sekeras mungkin, lalu menedangnya sehingga terpental menembus pintu kaca ke halaman belakang rumah.

Walau babak belur dan mungkin beberapa tulangnya patah, Mar tetap bangkit dengan mata kanannya yang tertutup, seraya memasang pedang yang sedari tadi masih ia pegang di tangan kirinya, mengisyaratakan bahwa pertarungan masih berlanjut di tempat luas, di halaman yang tengahnya terdapat kolam renang.

"Mar, lihat dirimu! Sayapmu kini berwarna hitam," ujar Orkanois yang akhirnya mempunyai kesempatan untuk berbicara kala Mar mengeluarkan sayapnya. Namun, sepertinya Mar tidak menghiraukan perkataan Orkanois.

Mereka berdua memasang kuda-kuda sambil menggenggam erat pedangnya masing-masing. Lalu keduanya maju dan mengayungan pedangnya ke kanan, ke kiri, berputar dan saling menangkis. Dentingan dari kedua pedang berwarna biru itu menjadi nada yang mendebarkan.

Pertarungan terlihat imbang yang berlangsung hingga di udara –jelas, karena mereka adalah makhluk bersayap. Namun, karena Orkanois jauh lebih berpengalaman dalam mengayunkan pedang, membuat pedang yang ada di genggaman Mar terpental dan ia pun berhasil dipukul jatuh oleh Orkanois hingga masuk ke kolam renang. Gelombang besar dan jumlah air yang tumpah ke daratan membuktikan saking kerasnya hantaman Mar tercebur. Orkanois memungut pedang slaz kiri dan menyusul Mar ke dasar kolam renang.

Sementara itu, Pak Tura beserta pasukan akhirnya tiba di lokasi dan langsung menghampiri Gaza yang terduduk di dekat pagar rumah.

"Gaza, kamu nggak apa-apa?"

"Nggak papa. Kenapa lama sekali?" tanya balik Gaza.

"Dia ada di dalam?" Pak Tura menoleh pada rumah besar yang kini sebagian kacanya sudah pecah.

"Ya. Ada satu korban, ibu si pelaku perutnya robek. Cepat bawa ke rumah sakit, sebelum terlambat," jelas Gaza yang memasang muka kelelahan.

Pasukan polisi bersenjata lengkap dan tim medis yang dibawa oleh pak Tura segera memasuki ruangan. Beliau berhasil menemukan ibunda Mar sedang tertidur di sofa.

"Syukurlah, masih hidup. Cepat bawa ke ambulan!" suruhnya.

Hasil dari penyisiran seisi ruangan rumah, begitu sangat kacau. "Seperti sudah terjadi ledakan bom di sana-sini," ujar pak Tura kala melihat banyaknya tembok hancur, properti rumah pun hampir tidak ada yang utuh. Penyisiran pun berakhir di halaman belakang rumah.

"Blurb ... blurb...." Mar tenggelam hingga menyentuh dasar kolam renang. Kaki Orkanois menginjak dada Mar, lalu menancapkan kedua pedang slaz ke lengan kiri dan kanan Mar di dasar kolam renang, sehingga membuatnya tidak bisa bergerak.

"Aahhbblrb ... blurb!" jerit Mar tak terdengar, karena air meredam suaranya.

"Mar dengarkan aku!" ucap Orkanois berbicara lewat telapati. "Saat Duxa menguasai tubuhku tadi, aku sempat mengetahui rencananya. Hati-hati dengan Duxa si Bayangan yang kini sedang bersarang di tubuhmu. Dia akan mebutakan ingatanmu, mengendalikan tubuhmu, dan yang terparah, kau akan hilang kendali dan membunuh orang yang kau sayang, ibumu sendiri."

Orkanois mencabut pedang slaz setelah mengucapkan itu. "Maafkan aku Mar. Terlalu berbahaya jika kau membawa pedang ini."

Pak Tura dan pasukannya yang baru tiba di sekitaran kolam renang, terkejut kala melihat sepotong kepala monster di tengah kolam, lalu terlihat percikan lingkaran biru berputar-putar di atasnya. Tak lama cipratan air membasahi mereka, setelah Orkanois terbang dengan cepat dan masuk ke portal teleportasi itu.

"Arrrrggghh!" Mar keluar dari kolam renang dengan kekuatan penuh, hingga setengah air di kolam renang musnah oleh gibasan sayapnya. Ia melayang menengok ke sana kemari mencari keberadaan Orkanois.

"TEMBAK!" titah Pak Tura, dan pasukan polisi menembaki Mar.

Sayap putih menutupi sekujur tubuh Mar yang meringkuk, berlindung dari dentuman peluru yang menghujaninya. Ia tidak tinggal diam dan maju sambil mengibaskan sayapnya. Beberapa orang berhasil ia hempaskan, lalu mengambil seorang yang ia lucuti senjatanya. Ia membawanya terbang dengan menarik kaki polisi itu hingga sekitar 20 meter.

"Berhenti menembak dan jawab pertanyaanku, atau akan kujatuhkan pria ini!" gertak Mar.

Pak Tura mengankat tangannya, mengisyaratkan agar pasukannya berhenti menembaki. "Apa pertanyaanmu?"

"Ibuku."

Beliau menurunkan senjatanya. "Sudah kami bawa ke rumah sakit. Ibumu masih bisa diselamatkan."

Setelah mendengar jawaban itu, Mar melepaskan sandra di tangannya ke kolam renang lalu ia pun pergi entah ke mana.

<><><>

Setelah suasana kondusif pasca pertarungan tadi, polisi mengamankan rumah, kembali menyisir dan menfoto lokasi, serta mengamankan orang-orang yang menjadi saksi akan kejadian tersebut, termasuk anaknya sendiri.

"Apa Bapak yakin melepaskannya?" tanya Gaza menghampiri ayahnya.

"Ya. Untuk saat ini," jawab pak Tura.

"Harusnya Bapak jangan segan. Karena dia justru monster yang sebenarnya," balas Gaza.

Kekacauan yang terjadi pada saat itu, menjadi berita paling heboh dan tersebar di segala media, baik cetak, televisi maupun elektronik. Berita-berita itu adalah kabar tentang terungkapnya wajah youtuber paling misterius, yakni Galang, dan tentunya berita terungkapnya misteri 'Pahlawan Misterius'. Gaza sampai mengorbankan identitasnya untuk membongkar sosok Mar dan Orkanois. Belum lagi Gaza berhasil merekam wujud Orkanois di cctv kamarnya. Video itu adalah pelunasan janji Galang tentang pengungkapan misteri ini. Berkat hal itu, popularitas Galang meningkat.

Kabar mengenai koruptor yang menjadi incaran mereka pun menjadi perdebatan baru di kalangan masyarakat. Banyak yang setuju akan aksi Mar dan Orkanois. Namun, tak sedikit yang benar-benar menentang kejahatan mereka, karena ulahnya main hakim sendiri.

"Pemburuan para penjahat dan koruptor sepertinya masih akan berlanjut, mengingat mereka masih buron dan tidak diketahui keberadaanya," ujar pihak kepolisian terhadap pers.

Beberapa hari berlalu, pak Tura dan timnya melacak lebih jauh tentang Mar dengan mendatangi sekolahnya, SMA A12. Yang ternyata SMA A12 adalah sekolah yang sama di mana anaknya, Sasa juga belajar di sana. Semua kebetulan ini makin lengkap karena Sasa dan Mar ada di kelas yang sama.

Pukul 9 pagi, di mana para siswa masih dalam kegiatan belajar mengajar, pak Tura masuk ke kelas untuk mencari tahu siapa teman dekat Mar.

"Saya yakin, kalian semua pasti sudah mendengar beritanya. Sangat disayangkan, teman kalian bernama Maraby, adalah seorang kriminal. Di sini, ada yang merasa menjadi teman dekatnya Mar?" tanya Pak Tura.

Awalnya tidak ada yang menjawab. Bahkan Sasa malah memasang earphone di kupingnya dan duduk malas, seolah tak mau mempedulikan omongan ayahnya. Namun, akhirnya Yuzarsif berdiri, membuat pak Tura menoleh padanya.

"Saya, Pak," ucap Yuzarsif.

"Saya juga, Pak!" kata Fia yang membuat Yuzar spontan menengok ke arah Fia.

"Oke. Ada lagi?" tanya Pak Tura.

"Sa-saya Pak," ujar Rukma yang selalu menjadi 'nomor dua' setelah Mar. Yuzar dan Fia spontan menengok ke arahnya dengan wajah terheran-heran.

"Maaf Bu sebelumnya, mengganggu pelajaran. Boleh saya pinjam ketiga murid Ibu?" pinta pak Tura pada guru kelas yang saat itu sedang mengajar Bahasa Indonesia.

"Ya, tentu," jawab ibu guru.

"Terima kasih. Kalian bertiga, boleh ikut saya."

Seguir leyendo

También te gustarán

385K 21.9K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
1.1M 106K 32
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
1.9M 149K 103
Status: Completed ***** Thalia Navgra seorang dokter spesialis kandungan dari abad 21. Wanita pintar, tangguh, pandai dalam memasak dan bela diri. Th...