P L A Y L I S T
Hujan di Mimpi — Banda Neira
Semesta bicara tanpa bersuara. Semesta ia kadang buta aksara. Sepi itu indah, percayalah. Membisu itu anugerah— Banda Neira.
Kejadian di pantai membuat Yerisha menambah daftar alasan untuk membenci Ode.
Rencana ngecamp di pantai yang seharusnya menyenangkan malah berakhir buruk. Tudu
han Saelin dan Yerisha pada Ode membuat suasana memburuk. Hingga akhirnya keputusan untuk membatalkan acara ngecamp diambil. Selepas melihat sunset mereka langsung membongkar tenda, mengemasi barang-barang lalu pulang, kembali ke kota istimewa.
Saelin memilih membawa adiknya Yuri untuk menumpang di mobil satunya, kentara sekali ia ingin menjauhkan Yuri dari Ode.
Sementara Yerisha mau tak mau semobil dengan Ode, duduk di depan di sebelah pemuda itu. Tak ada obrolan selama perjalanan pulang yang kurang lebih memakan waktu dua jam itu. Para penumpang di belakang juga lebih memilih tidur karena suasana canggung di dalam mobil.
Yerisha sendiri enggan membuka suara, mengobrol dengan Ode. Ia lebih memilih memandangi jalanan yang mereka lewati atau sesekali memeriksa ponselnya.
Mereka mampir di bukit bintang untuk mengisi perut. Setelahnya, mereka melanjutkan perjalanan, pulang ke kota tercinta yang sudah begitu dekat. Setidaknya mereka tak akan pulang terlalu larut.
Yerisha dan Ode pulang bersama dengan mobil setelah mengantarkan penumpang lain. Kebetulan mobil yang dikendarai pemuda itu adalah milik Yerisha yang menganggur selama liburan.
Yerisha langsung turun dari mobil begitu mobil terparkir di garasi. Dia meninggalkan barang-barangnya di bagasi, tak mau ambil pusing karena terlalu kesal dan ingin menjauh dari pemuda itu.
"Loh katanya mau ngecamp di pantai?" tanya mama ketika melihat putrinya memasuki rumah dengan raut cemberut. Mama dan papanya baru saja kembali sore hari.
"Nggak jadi."
"Kenapa nggak jadi?"
"Gara-gara Ode."
"Loh memangnya Ode ngapain?"
"Tanya sendiri, Ma. Aku capek," keluh Yerisha malas menanggapi. Ia lebih memilih pergi ke kamarnya ke lantai dua.
Mama Yerisha cuma memandang bingung putrinya yang terlihat kesal.
Ada apa sebenarnya ini?
Ode memasuki rumah sambil membawa barang miliknya dan Yerisha. Kedatangannya disambut tatapan penuh tanya mamanya.
"Ode bisa jelaskan ke mama?"
Ode cuma mengangguk dan menjawab."Tapi Ode taruh barang ke atas dulu ya, Ma."
Mamanya mengangguk, membuatkan Ode menuju lantai dua untuk menaruh barangnya dan Yerisha.
***
Yerisha semakin menjauhi Ode. Papa dan mama mereka yang mengetahui permasalahannya sedikit menasihati Yerisha. Nasihat orang tuanya malah membuat Yerisha kian membenci Ode, menuduh kedua orang tuanya membela Ode.
"Seharusnya kita tak terlalu ikut campur urusan mereka, Pa," ucap sang mama lirih.
"Iya, Ma. Tapi papa berharap mereka akur." Begitulah harapan sang papa sambil mengambil sesuatu dari laci mejanya lalu menyerahkan sebuah kotak ke istrinya.
Mama membuka kotak itu, ada beberapa benda di dalamnya, salah satunya foto yang tersobek di tengah menyisakan foto seorang wanita sambil menggendong seorang anak lelaki berumur lima tahun.
"Ini milik Ode kan?"
"Iya. Nenek Ode memberikannya pada papa, kotak ini berisi barang-barang peninggalan mama Ode sekaligus—" Kalimat papa terhenti sambil mengamati wajah serius istrinya.
"Bukti mengenai identitas Ode."
Mama tersentak lalu memeriksa isi kotak itu. Ia menemukan sepasang cincin kawin di sana, saat ia memeriksa lebih jauh dia melihat sebuah nama terukir di sana. Raut sendu terlihat di mata mama.
***
Saelin: Yerisha bangun!
Saelin: nggak lupa kan hari ini kamu menjadi sie dokumentasi pribadiku.
Pesan Saelin yang terus menerus terkirim ke ponselnya seolah meneror membuat Yerisha mau tak mau bangun lebih pagi untuk memotret Saelin selama OSPEK. Sambil memegangi tas kameranya, gadis mungil itu berlari dari parkiran menuju gedung multipurpose tempat diadakannya pembukaan OSPEK di kampusnya. Saelin menjadi panitia OSPEK program studinya, Yerisha tak habis pikir mengapa cewek itu diterima? Padahal Saelin sering absen saat rapat kepanitiaan jurusan. Parah memang.
Saelin berdiri di depan pintu gedung ketika Yerisha datang. Gadis itu mengenakan almamater kampusnya, dengan kemeja abu-abu di dalam almamater, celana bahan, dan rambut yang terkunci rapi.
"Almamater kamu mana?" tanya Saelin karena Yerisha hanya mengenakan kemeja bunga dengan rok marun.
"Lupa. Tadi buru-buru."
"Dasar!" Walau kesal Saelin mengamit tangan Yerisha untuk menuju ke lantai dua gedung berhubung fakultas Saelin berada di lantai dua. Dari atas merekat bisa melihat ke arah panggung dan kerumunan mahasiswa baru yang mengenakan seragam wajibnya. Kemeja putih, bawahan hitam. Sebuah tradisi memang.
Yerisha mengambil beberapa gambar dengan kameranya, awalnya ia mengambil gambar Saelin. Tapi saat cewek itu lengah, ia mengambil objek foto yang lain. Tak hanya panitia dan peserta yang hadir ke upacara pembukaan tapi juga rektor dan petinggi universitas, dekan dan perwakilan kaprodi.
Acara pembukaan memang formal seperti acara pada umumnya. Acara berlangsung khidmat
Ketika pembawa acara membacakan susunan berikutnya yang berupa sambutan-sambutan, Yerisha tahu sambutan akan berakhir membosankan.
Ketika perwakilan panitia yang merupakan ketua panitia ospek maju untuk memberi sambutan, mendadak gedung menjadi riuh. Beberapa ada yang berdiri untuk melihat sang ketua panitia lebih jauh membuat panitia yang berjaga harus memperingati peserta.
Para kaum hawa yang paling heboh.
"Memang ya, ketua panitia kita pesonanya luar biasa," celoteh salah satu panitia perempuan. Yerisha tak begitu kenal dengannya.
"Iya ya. Ganteng," jawab temannya.
Sudah biasa para perempuan akan ribut kalau melihat laki-laki tampan.
Yerisha mengarahkan kameranya memotret objek yang masih heboh dengan kemunculan ketua panitia ospek itu.
Objek yang menarik menurut Yerisha. Dia asyik mengambil foto sampai Saelin menyikutnya.
"Iya-iya. Maaf. Ini aku foto kamu." Yerisha mengarahkan kameranya ke arah Saelin dan sedikit mundur, ia berpikir Saelin mengikutinya karena ia malah asyik mengambil foto yang lain, bukan foto Saelin.
"Ih bukan itu. Lihat ke podium," ucap Saelin menunjuk ke bawah. Ke podium tempat seorang beralmamater kampus mereka.
"Hah? Kenapa? Dia ganteng?" Yerisha terkekeh.
"Bukan!!! Lihat deh sana!" Saelin menarik tangan Yerisha untuk mendekat ke besi pembatas dan heboh menunjuk ke arah podium.
Yerisga, gadis itu terkejut dengan mulut terbuka lebar. Kaget melihat sosok yang berdiri di atas podium memberikan sambutan.
"Yer, itu kak Ode kan?????" pekik Saelin sudah heboh sendiri.
Iya, Sae. Itu Ode. Ode yang paling kubenci. Tapi dia ngapain di sana?
Yerisha masih tidak bisa mempercayai keberadaan pemuda itu sebagai ketua panitia ospek. Dia malah baru tahu kalau mereka sekampus.
Saelin yang masih shock dan kaget memilih bertanya pada panitia di sebelahnya.
"Kak Arini, kakak kenal ketua panitia OSPEK kita?"
"Tau lah. Dia kan pernah jadi wakil BEM universitas, kamu nggak kenal Ode?"
Bentar bentar. Ode pernah menjadi wakil BEM universitas?
Seketika Yerisha ingin pingsan.
-to be continued-
Jadi guys, karena aku tuh lupa kepengurusan organisasi mahasiswa di kampus. Mau tanya dong, pimpinan tertinggi mahasiswa itu ketua BEM univ atau Presiden mahasiswa ya? Atau sama. Tolong beri pencerahan padaku bagi yang lebih tahu.
Btw aku nggak Nemu foto almamater kampus di Jogja yg aesthetic, dan nemunya malah UI hehehe gak apa-aoa ya, yang jelas Ode Yerisha kuliah di salah satu univ di Jogja ya.
Yerisha dan Saelin tuh memang sibling goals banget wkwkwk