TALENT

By loistulangow

623K 51.2K 2.4K

Buku Pertama dari empat buku dalam seri T.A.C.T. (Fantasy - Romance) Apa yang akan kamu lakukan saat melihat... More

...Penting Untuk Dibaca...
1. SEKOLAH BARU
2. KAUM BERBAKAT
3. AKADEMI PELATIHAN BAKAT
4. KENAIKAN TINGKAT
5. PELAJARAN TAMBAHAN
6. FESTIVAL TAHUN AJARAN BARU
7. SIAPA NAKSIR SIAPA
8. TEMAN PULANG
10. KUNJUNGAN
11. GLASSINA VS VALARIA
12. TAMU TAK TERDUGA
13. PEMAKAMAN
14. EUCHARISTIA POLUAN
15. SURAT ANCAMAN
16. TEROR VAMPIR
17. PERMAINAN PIKIRAN
18. KAWAN ATAU LAWAN ?
19. DUEL TERAKHIR
20. HARI PELANTIKAN
Valaria: Perasaan yang Dikekang Segel
Dazt: Peristiwa yang Dihapus Ramuan*
versi cetak

9. DUEL RAHASIA

21.5K 2.2K 70
By loistulangow

Dengan semua beban pikiran, tugas-tugas sekolah, buku-buku yang harus dipelajari, pelajaran ramuan dengan Drina, serta les privat dari Dazt, Clarine nyaris tidak memiliki waktu istirahat. Tak heran ia begitu mengantuk saat ke sekolah senin pagi. Sialnya, hari ini ada Pak Razor dan Profesor Agristi dalam jadwal Clarine.

Clarine benar-benar berada diambang batas saat mengikuti kelas Pengenalan Segel. Matanya benar-benar perih sekarang. Namun apa daya, Profesor Agristi mengawasinya dengan ketat, seakan menunggu-nunggu Clarine tertidur sehingga ia bisa langsung menyuruh Clarine ke ruangan Kepala Akademi.

Sebuah ketukan di pintu terdengar, memberikan Clarine waktu beberapa detik untuk memejamkan mata saat perhatian Profesor Agristi teralihkan.

"Permisi, maaf mengganggu. Saya diminta Kepala Akademi untuk memanggil Clarine Kereh."

Mata Clarine sontak terbuka lebar, kantuknya hilang seketika. Ia mengenali suara itu, dan ketika Clarine berbalik, ia mendapati sosok Zoenoel berdiri di depan pintu.

Apa yang terjadi? Apa ini adalah bagian dari rencana Zoenoel? Ataukah Clarine sudah ketahuan hanya menyusup masuk ke Akademi Pelatihan Bakat ini?

Berbagai pikiran berkecamuk dalam benak Clarine saat ia mengikuti Zoenoel meninggalkan ruang kelas. Clarine bahkan tidak memperhatikan ke mana Zoenoel membawanya hingga ia memasuki ruang perpustakaan, bukannya ke ruangan Kepala Akademi.

"Tidurlah di sini. Nanti kuberitahu Dazt kalau kau ada di sini," ujar Zoenoel.

"Bukannya Kepala Akademi memanggilku?"

Zoenoel tidak menjawab, ia hanya mengangkat bahu sebelum berjalan ke arah pintu.

"Apa Kepala Akademi tidak memanggilku?" tanya Clarine lagi. Ia tidak begitu paham dengan situasi saat ini.

"Istirahatlah. Kau terlihat pucat seperti mayat," kata Zoenoel datar sebelum ia menghilang di balik pintu.

Clarine semakin bingung. Namun kali ini tubuhnya benar-benar lelah sehingga dalam beberapa menit Clarine langsung tertidur.

"Woi bangun." Dazt berteriak untuk membangunkan Clarine. "Tak kusangka kau berani membolos untuk tidur."

"Bukankah kau yang mengajarinya," ujar Clarine setelah menguap.

"Hei, aku membolos upacara tak berfaedah, bukan jam pelajaran, bedakan itu. Namun kurasa kau memang butuh istirahat, kau seperti orang yang tak tidur berminggu-minggu. Lihat kantong matamu, kau hanya akan mempermalukanku di acara sabtu nanti."

"Acara apa? Memangnya aku bilang mau ikut?"

"Kau akan pergi ke acara itu Honey," kata Dazt tegas. "Untuk itu, les privat kita diundur hingga hari minggu."

"Jadi untuk enam hari ini tak ada latihan?" Clarine bertanya kecewa.

Clarine memang benar-benar butuh istirahat, tetapi ia menantikan latihannya dengan Dazt. Sekarang ia sudah bisa membedakan getaran beberapa jenis segel dan semakin tepat menentukan arahnya, siapa yang tahu apalagi yang bisa dilakukan Clarine jika ia terus berlatih.

"Honey, tenang saja. Kita akan tetap saling bertemu dalam enam hari ini walaupun memang tak memiliki waktu berdua—"

"Berhenti bersikap menjijikan begitu, kau ini salah makan apa sih?"

Dazt hanya tersenyum. "Jangan sampai lupa hari sabtu jam tujuh malam kau ada acara denganku."

***

Tiga hari berlalu dengan damai. Clarine mendapat cukup istirahat dan Maery memberikannya tumpangan ke sekolah setiap pagi. Bobot tubuh Clarine berangsur normal dan kantong matanya tak lagi terlihat mengerikan.

Namun di hari jumat sesuatu yang tidak biasa muncul.

Saat memasuki gerbang sekolah, seorang siswa aneh berambut keriting dengan kacamata tebal dan senyum super lebar menghadang mobil Maery. Ia mengucapkan: "Selamat hari kebangkitan cinta", seraya memberikan bunga mawar merah berserta selembar kertas kecil berwarna merah darah.

"Hari kebangkitan cinta? Maksudnya?" Maery menatap bingung kartu dan bunga di tangannya.

"Oh gadis malang tidakkah kau tahu tentang Rolince Musmar, pejuang cinta paling terkenal." Sang pemuda aneh berdecak. "Hari ini adalah peringatan saat Rolince Musmar dilahirkan ke dunia."

"Aku tak pernah mendengar nama itu," Clarine menimpali.

"Kasihan sekali. Maaf, masih banyak yang harus kuberikan bunga, sebaiknya kau baca puisi cinta itu Clarine." Pemuda itu mengedipkan matanya ke arah Clarine.

"Kau mengenal Aldo?" Maery bertanya saat mereka melanjutkan perjalanan ke dalam sekolah.

"Tidak," jawab Clarine jujur.

"Sepertinya kau punya penggemar rahasia."

Mengabaikan sindiran Maery, Clarine membuka kertas merah pada bunganya.

upacara pemilihan peserta duel dilaksanakan hari ini jam tiga sore, di Ruang Lingkar Jalan

sangat diharapkan untuk tidak bersorak gembira di tempat yang salah apalagi menarik perhatian

"Apa maksudnya ini?" celetuk Clarine.

"Puisi mengerikan." Maery menjawab datar.

"Puisi?"

"Setidaknya menurutku begitu, maaf aku tidak bisa mencintaimu seluas samudra karena aku tahu samudera akan surut..." Maery menyempatkan diri membaca isi kertas di tangannya seraya melirik tempat parkir.

"Aneh, sepertinya isi kartu kita berbeda."

Maery menampilkan ekspresi penasaran, tetapi ia menunggu sampai selesai memarkirkan mobil untuk membaca isi kartu Clarine. "Menarik, kurasa ini acara rahasia kalian para Kaum Berbakat, dan semua hari kebangkitan cinta, roli-apalah namanya hanya karangan, kreatif."

Sepanjang hari itu Clarine merasa para siswa Kaum Berbakat tampak lebih bersemangat dari biasanya. Mereka terlihat bergerombol dan mendiskusikan sesuatu dengan antusias. Saat Clarine bertanya kepadaValaria, gadis itu pun tidak tahu.

"Apa perlu kutanyakan kepada Drina?" tanya Maery saat mereka berkumpul dan menikmati jam istirahat.

"Tidak perlu," tolak Clarine. "Nanti sore juga kami tahu sendiri saat melewati ruang Lingkar Jalan."

Valaria pun tampak tidak begitu peduli, gadis itu justru sibuk menyelesaikan tugas sekolahnya. Jelas Clarine bukan satu-satunya orang yang memiliki jadwal padat akhir-akhir ini.

***

Ruang Lingkar Jalan sudah padat dengan siswa saat Clarine dan Valaria masuk. Berbeda dari biasanya, tak ada siswa yang sibuk mengejar pintu. Semua justru berkerumun dan berbagi cerita dengan antusias. Di tengah keributan, Ryn melambai untuk memanggil Clarine dan Valaria bergabung.

"Sebenarnya ada apa ini?" Clarine bertanya.

"Pemilihan untuk peserta Duel Rahasia," jawab Ryn.

"Duel? Bukannya pertarungan antara Kaum Berbakat itu dilarang?" tanya Valaria.

"Acara itu memang ilegal, dilaksanakan hanya untuk jadi bahan taruhan dan pamer bakat." Drina menggerutu.

"Justru karena Duel dilarang maka acaranya disebut Duel Rahasia," jawab Ryn. "Namun duel ini diawasi langsung oleh Kelompok Pelindung."

"Kelompok Pelindung?" Clarine melotot tak percaya. "Bukannya mereka yang seharusnya mencegah terjadinya duel?"

"Dazt benar-benar tak mengajarimu apa-apa yah?" Drina menatap Clarine dengan tatapan prihatin yang kentara sekali dibuat-buat.

"Itu salah satu alasan kenapa duel ini begitu populer," Faenish coba menjelaskan. "Ada rumor yang mengatakan bahwa jika seseorang menampilkan pertarungan memukau di Arena Duel, orang tersebut akan direkrut menjadi anggota Kelompok Pelindung."

"Syukurlah mereka sudah menemukan Penguasa Arena yang baru, kukira aku tak akan pernah bisa melihat Duel Rahasia ini." Ryn berseru bersemangat. "Semoga Penguasa Arena yang baru tidak direkrut menjadi anggota Kelompok Pelindung seperti dua tahun lalu."

Clarine tak sempat bertanya apa itu Penguasa Arena karena Ryn tiba-tiba berseru seraya melompat-lompat. "Hey itu dia."

Sesosok berjubah abu-abu panjang dan memakai topeng putih melangkah keluar dari koridor berkabut.

"Siapa itu?" Clarine berbisik ke arah Faenish.

"Salah satu anggota Kelompok Pelindung," jawab Faenish.

Sang anggota Kelompok Pelindung berhenti beberapa langkah dari koridor berkabut. Dengan gerakan anggun ia mengulurkan tangannya untuk membebaskan dua kupu-kupu berwarna hitam pekat yang langsung terbang mengelilingi ruangan.

Ketika salah satu kupu-kupu terbang melewati Clarine, ia memperhatikan bahwa itu bukan seekor kupu-kupu asli, tetapi kertas hangus dengan sisa-sisa bara api berwarna kemerahan di bagian tengah tubuhnya. Tak hanya Clarine, semua siswa juga ikut mengamati arah pergerakan si kupu-kupu, tanpa menyadari bahwa sang anggota Kelompok Pelindung telah menghilang.

Salah satu kupu-kupu akhirnya hinggap di atas pundak seorang pemuda di dekat Clarine, sedangkan yang satunya lagi pada seseorang di ujung lain ruangan.

Beberapa siswa di sekitar sang pemuda yang dihinggapi kupu-kupu hitam bersorak gembira seraya melompat-lompat kegirangan.

Melihat tatapan bingung Clarine, Faenish langsung menjelaskan. "Ini adalah cara mereka memilih peserta duel."

Seseorang melangkah keluar dari koridor berkabut, tetapi kali ini bukan anggota Kelompok Pelindung, melainkan Glassina yang muncul lengkap dengan senyuman berseri di wajahnya. Glassina memandang ke seluruh ruangan hingga ia menemukan Clarine dan senyumannya melebar.

Tak biasanya Glassina tersenyum kepada Clarine, perasaan Clarine langsung tak enak.

"Di sini kau rupanya." Suara Glassina terdengar begitu gembira. "Kepala Akademi memintaku untuk membawamu langsung ke ruangannya. Namun aku akan berbaik hati memberimu sedikit waktu untuk mengucapkan kata-kata terakhir sebelum ingatanmu dihapus atau mungkin kejiwaanmu terganggu nantinya. Kalau kau tanya pendapatku, rasanya kau lebih pantas kehilangan kewarasan karena kau benar-benar nekat menyusup ke sini. Ya, kau sudah ketahuan, penyusup busuk."

Clarine hanya bisa menatap Glassina ngeri, tak sanggup bicara. Begitu juga seluruh siswa di ruangan itu yang tercengang mendengar pengumuman menggemparkan Glassina.

Benar-benar waktu yang sempurna untuk ketahuan, tepat ketika semua siswa akademi berkumpul. Rasanya Glassina sudah merencanakan ini semua dari awal.

"Apa maksudmu?" Valaria menatap Glassina dengan campuran bingung dan tak percaya.

"Kau tak tahu Valaria sayang? Sungguh menyedikan." Glassina balas memandang Valaria dengan tatapan mengejek. "Temanmu ini tak seharusnya ada di akademi, ia tidak pernah diundang ke tempat ini. Dia tidak berbakat dan tidak terdaftar. Bukankah sudah kuperingatkan padamu sebelumnya untuk berhati-hati memilih teman."

"Tunggu dulu, apa kau lupa Clarine bisa mengaktifkan segel api di festival kemarin. Ia memiliki bakat," sangga Valaria.

"Tetapi tetap saja ia tidak terdaftar di sini, ia seharusnya tidak berada di sini sejak awal." Nada Glassina sedikit kesal, tetapi Clarine tidak menyadari itu, bahkan sensasi di udara yang biasa dirasakanya ketika ada segel yang dibuat tak terlalu dipedulikan Clarine kali ini. Hingga sebuah rantai besi tiba-tiba saja sudah melilit leher Clarine dengan ujung rantai berada dalam genggaman Glassina.

"Sepertinya kau tak mau berkata apa-apa, baiklah kita pergi sekarang." Glassina menyeret Clarine seperti anjing, melewati koridor berkabut yang membawa mereka ke ruang guru dan menyusuri jalan-jalan di sana hingga sampai di depan kantor Kepala Sekolah. Di depan pintu, Glassina berhenti sebentar untuk membuat segel sebelum menarik Clarine masuk.

Bukannya mendapati Bu Allure dan ruangannya, mereka malah keluar ke alam terbuka. Mereka kini berdiri di atas sebongkah batu, di depan mereka terdapat bulatan-bulatan batu lain yang disusun di antara air dan teratai, menuju sebuah pondok di tengah telaga.

Di dalam pondok terdapat sebuah ruangan nyaman dan sebuah meja kerja tempat Kepala Akademi duduk. Beliau tampak sibuk dengan setumpuk kertas. Kepala Akademi tidak sendirian, Dazt sedang duduk di depannya.

"Permisi Kepala Akademi."

"Glassina?" Kepala Akademi mengangkat pandanganya dari buku yang ia baca. "Terima kasih, tetapi harusnya kau tak perlu membawa Clarine dengan cara seperti itu."

"Maaf Kepala Akademi, tadi ia mencoba kabur." Glassina membuat alasan sebelum ia melepaskan rantai di leher Clarine.

"Bukan berarti kau bisa bersikap kasar, kau sebaiknya kembali ke kelas. Sekali lagi terima kasih."

"Baik Kepala Akademi, saya permisi." Glassina pun undur diri.

"Silakan duduk Clarine," kata Kepala Akademi.

Setelah memastikan Glassina telah keluar, Kepala Akademi menyingkirkan buku di hadapannya dan menatap Clarine. "Sesuai dengan peraturan yang ada, kami harus menghapus ingatanmu tentang Kaum Berbakat. Hal ini bisa menimbulkan kehilangan beberapa memorimu yang lain, maaf, tetapi itu kami anggap sebagai bagian dari konsekuensimu karena berani masuk ke sini tanpa diundang.

"Kami harus memeriksa beberapa barang pribadimu dan memusnakan segala sesuatu yang berhubungan atau mengingatkanmu akan tempat ini. Selain itu, ingatan beberapa orang terdekatmu akan dihapus agar tak ada yang mengungkit soal Kaum Berbakat di depanmu. Itu artinya kau dan beberapa orang ini kemungkinan besar tidak akan saling mengenal nantinya."

Kepala Akademi lalu mengarahkan pandangannya pada Dazt. "Sedangkan untukmu, kau harus membantu Pak Krav selama satu tahun pelajaran."

"Tetapi Kepala Akademi—"

Kepala Akademi mengangkat tangannya untuk menghentikan Clarine. "Saya belum selesai. Mengingat kau memiliki bakat, Clarine, ada sedikit pengecualian yang dibuat. Sama seperti pengecualian yang sebelumnya telah kami buat untuk mengizinkanmu tetap melatih bakat selama tidak ada yang tahu bahwa kau tidak terdaftar dari awalnya.

"Dazt memang menghilangkan daftarnya dan membiarkanmu masuk. Namun seseorang yang digantikan Dazt untuk menjemput siswa baru, masih menghafal siapa saja yang terdapat dalam daftar itu. Sejak awal, kami sudah menyadari keberadaanmu yang tidak seharusnya. Namun, mengingat Tabung Seleksi memilihkan kakak asuh bagimu, kami memutuskan untuk membiarkanmu."

Zoenoel. Bukankah Zoenoel yang dimaksud Kepala Akademi dengan seseorang yang digantikan Dazt untuk menjemput siswa baru? Pemuda itu tahu bahwa Clarine tidak berbakat sejak awal. Itu menjelaskan semuannya, terutama soal acara perkenalan di festival. Zoenoel tidak pernah berniat menyerang Clarine, ia justru ingin membantunya. Benar-benar melegakan.

"Dengan alasan yang sama, kali ini kami juga membuat pengecualian untukmu," lanjut Kepala Akademi. "Ingatanmu tak akan dihapus, tetapi kau harus bersikap seakan kau tak tahu apa-apa tentang Kaum Berbakat. Jika seseorang mencurigai ingatanmu tak dihapus atau kau kedapatan menggunakan segel, saya mohon maaf, tetapi pengecualian ini tak akan berlaku lagi dan kami harus menghapus ingatanmu.

"Sayangnya, tidak ada pengecualian untukmu Dazt. Keteledoranmu menghilangkan daftar siswa baru dan membiarkan seseorang yang tidak terdaftar masuk, tidak bisa ditolerir."

***

Clarine melempar bukunya dan membaringkan diri. Jam masih menunjukan pukul 19.11 sementara Clarine sudah tidak tahu mau berbuat apa lagi. Hari terasa begitu panjang, Clarine tidak terbiasa pulang sebelum jam tiga sore seperti dua hari terakhir. Ia tak lagi bisa meminjam buku di perpustakaan Akademi dan pelajaran ramuannya dengan Drina pun harus dihentikan. Sekarang Clarine bingung bagaimana harus menghabiskan waktunya.

Di saat senggang seperti ini, Clarine jadi tergoda untuk merasa kesal atas perbuatan Glassina. Jika saja gadis itu tidak mengurusi status Clarine di akademi. Clarine juga kesal karena tak bisa berbuat apa-apa soal Valaria. Ia tidak mungkin menjelaskan kepada sahabatnya itu tanpa menunjukan kalau ingatannya masih utuh.

"WOY." Terdengar teriakan Dazt.

Clarine berbalik dan mendapati pemuda itu keluar dari portal.

Clarine tak berusaha menelan teriakan atau omelan seperti yang biasa ia lakukan saat mendapati Dazt dengan seenaknya masuk ke kamarnya. Clarine malah meremas kuat tempat tidurnya agar ia tidak melompat kegirangan atau bahkan memeluk Dazt saking gembiranya melihat pemuda itu. Clarine sendiri tidak paham kenapa ia merasa begitu bersemangat, sepertinya otaknya sudah koslet parah.

"Sudah kuduga, kau melupakan janjimu denganku Honey? Pakai ini." Dazt melemparkan tas yang di bawanya. Di dalam tas tersebut terdapat sebuah gaun putih gading berjumbai dan sebuah topeng putih.

Clarine memandang Dazt bingung. Baru disadarinya bahwa pemuda itu tak berpenampilan seperti biasa. Malam ini Dazt mengenakan setelan jas hitam rapi.

"Apa kau mengajakku ke pesta topeng?" tanya Clarine.

"Sudah jangan banyak tanya. Cepat mandi sana, kita bisa terlambat."

Lima belas menit kemudian, Clarine kembali dan mendapati Dazt belum keluar dari kamarnya. Pemuda itu berdiri menunggu tepat di depan portal. Begitu melihat Clarine melangkah masuk ke kamar, Dazt langsung membuat segel pembuka portal.

"Tunggu dulu," seru Clarine. "Sepertinya kau lupa kalau aku dilarang mengikuti apa pun yang berhubungan dengan Kaum Berbakat."

"Kalau begitu minum ini dan pakai topengmu sekarang." Dazt menyodorkan sebotol cairan berwarna biru terang. Clarine langsung teringat akan ramuan yang diberikan Profesor Anggelita kepadanya.

"Minum saja. Kau tak akan mengeluarkan gelembung sabun." Dazt mencemoo, lengkap dengan senyuman separuh yang menyebalkan.

Dengan ragu, Clarine mendekatkan cairan itu ke mulut. Setidaknya cairan itu tidak bergerak dan tidak berbau busuk.

Hal pertama yang dirasakan Clarine saat cairan biru memasuki mulut adalah rasa mint yang segar. "Ramuan apa yang kau berikan padaku?" Clarine bertanya, tetapi suara yang keluar bukan suaranya.

"Itu Ramuan Pengubah Suara. Sekarang pakai topengmu, kita hampir terlambat."

"Kita mau ke mana?"

"Honey, kau sudah tahu ke mana ujung portal ini bukan?"

"Ke negeri antah berantah tempat kau melatih bakatku."

"Seratus. Tumben kau menggunakan otakmu."

Clarine mengabaikan sindiran Dazt.

"Hari ini kau akan menjadi Penguasa Arena," lanjut Dazt dengan senyum lebar.

"APA?"

"Shhh ... tak usah bersemangat begitu."

"Siapa yang bersemangat? Dan apa maksudmu dengan Penguasa Arena?"

"Sesuai namanya, Penguasa Arena artinya Arena Duel sepenuhnya berada dalam kekuasaanmu. Tugasmu hanya mengawasi jalannya duel. Jika kau merasa ada sesuatu yang tak beres, cukup beri kode dan Kelompok Pelindung akan mengambil alih, sederhana kan."

"Duel? Maksudmu Duel Rahasia?" Clarine memastikan.

"Tentu saja."

"Apa yang sebenarnya kau pikirkan?"

"Honey. Bodoh jangan dipelihara, duel artinya kedua belah pihak akan saling menyerang dengan membuat segel. Ini adalah ujian untukmu, kau harus bisa merasakan ke arah mana segel-segel dilepaskan. Sudah paham?"

"Tetapi aku tak tahu caranya menjadi Penguasa Arena. Aku tak tahu peraturan-peraturannya, ak—"

"Shhh ... ikuti saja instingmu. Kau penguasanya buat aturanmu sendiri."

"Apa kau gila?"

"Sedikit. Ayo pakai topengmu honey. Penonton kita sudah menunggu." Dazt mengeluarkan sebuah topeng lain dan memakainya sebelum berjalan melewati portal.

Kendati ragu dan khawatir, Clarine tetap mengikuti Dazt melewati portal.

Di sisi lain portal, Dazt tidak sedang menunggunya. Pemuda itu tampak berjalan ke arah sebuah lukisan besar dan menyingkapkannya. Di balik lukisan terdapat celah besar pada permukaan batu dan Dazt melangkah masuk ke sana.

Sekali lagi, Clarine mengikuti langkah Dazt dan mendapati dirinya berada di sebuah koridor. Sisi kanan koridor nampak buntu sementara di sisi kiri menuju ke rangkaian anak tangga. Dazt menuntun Clarine menuruni tangga melingkar dan untung saja Clarine mengenakan topeng sehingga pemuda itu tidak melihatnya menganga serta menatap ngeri ke Arena Duel.

Di lantai bawah, puluhan orang telah memenuhi barisan kursi-kursi batu yang disusun mengelilingi sepetak lantai marmer hitam berbentuk segi empat. Namun yang membuat Clarine takjub adalah langit-langit luas yang bukannya terbuat dari batu, melainkan dari kaca yang di baliknya menampilkan ribuan ikan berbagai ukuran berenang dengan bebas. Clarine berani bersumpah, ia baru saja melihat seekor paus biru berenang lewat.

"Bukannya kita ada di atas tebing bagaimana bisa ada lautan di atas sana?" tanya Clarine.

"Itu Portal Kaca, honey. Pulang dari sini sebaiknya kau banyak membaca buku."

Semakin dekat dengan arena, sorakan riuh semakin keras terdengar. Clarine memperhatikan di tiap sudut ruangan, berdiri sosok-sosok berjubah abu-abu dan bertopeng, para Kelompok Pelindung.

"Berjalanlah ke tengah arena." Dazt berbisik di telinga Clarine sebelum pemuda itu berbelok dan bergabung dengan penonton lainnya.

Dengan gugup Clarine berjalan terus sesuai perintah.

"Selamat malam." Terdengar suara yang menggema di seluruh penjuru ruangan. "Seperti yang kita semua lihat, Penguasa Arena kita malam ini berbeda dengan sebelumnya. Sebaiknya Anda sekalian membiasakan diri dengan peraturan baru yang dibawanya."

Sorakan menggema di mana-mana. Nyaris semua orang kini memandang Clarine, termasuk dua pemuda yang kini berdiri di dua sudut arena yang berlawanan.

Clarine mengenali salah satu dari mereka. Pemuda itu adalah pemuda yang dihinggapi kupu-kupu hitam beberapa hari yang lalu. Penampilannya agak sedikit berbeda, kali ini ia mengenakan baju ketat berwarna merah yang menampilkan otot-otot besar. Di sisi lain, sosok pemuda yang satu lagi terlihat kurus di balik sweeter abu-abu tua yang kebesaran.

"Terima kasih untuk hadir malam ini, dan bersiaplah! Dua minggu depan mungkin Andalah yang ada di dalam arena." Suara pria misterius kembali terdengar. "Selamat menyaksikan."

Tepuk tangan dan seruan semakin riuh. Kedua pemuda di tepi arena melangkah mendekati Clarine. Bersamaan dengan itu, terasa getaran di udara, tanda mereka mulai menggambar segel.

Buru-buru Clarine mengangkat kedua tangan untuk menghentikan kedua pemuda itu. Ia tak mau ada serangan yang mengenai dirinya, ia bahkan belum beberapa menit berdiri di Arena Duel.

"Perkenalkan diri dulu." Sang Penguasa Arena terlonjak, suaranya sendiri menggema seakan dia menggunakan pengeras suara. Namun tak ada yang memperhatikan kekagetannya, ruangan itu sudah penuh dengan tawa.

Pemuda berbaju merah berusaha keras menghentikan tawanya. "Semua yang ada di sini sudah mengenalku." Suaranya ikut menggema.

"Tetapi aku belum," balas sang Penguasa Arena, lebih tenang kali ini.

Semakin banyak tawa terdengar.

"Untuk apa? Meminta tanda tanganku atau mau mengajaku kencan setelah memenangkan duel ini?" tanya si pemuda berotot.

Tawa kembali meledak, kali ini disertai dengan seruan, "Vex, Vex, Vex," dari penonton.

"Kau dengar? Itu namaku, Vex."

Untuk sekian kalinya Clarine bersyukur ia mengenakan topeng, tak ada yang bisa mengenalinya, kecuali Dazt.

Tiba-tiba Clarine mendapat ide. Ia pun menantang dengan suara yang lebih stabil. "Lupa cara memperkenalkan diri di Festival Tahun Ajaran Baru? Kau sebaiknya sedikit menunjukan kemampuanmu saat memperkenalkan diri."

"Kau mau aku membongkar rahasia di depan musuhku?" Vex berdecak meremehkan.

"Kalau kau mau berduel di tempat ini, kau harus menuruti peraturannya," balas sang Penguasa Arena.

"Konyol." Vex mencibir, tetapi tangannya bergerak membuat segel. Ia memunculkan sejumlah batu yang kemudian membentuk tulisan "Vex" besar di atas kepalanya.

Seruan penonton semakin bersemangat menyebutkan nama Vex.

"Cuma segitu?" pancing Penguasa Arena. "Aku jamin lawanmu sedang menertawakanmu. Apa kau tidak punya sesuatu untuk menakutinya? Payah."

Terdengar seruan "HUU" keras.

Wajah Vex terlihat memerah, jelas sekali ia kesal sekarang. "Kau banyak maunya, baby. Berhati-hatilah, aku akan membuat topengmu pecah." Ia membuat segel dan memunculkan lebih banyak batu yang langsung menutupi Arena Duel.

Sekeliling Penguasa Arena seketika gelap, ia tak bisa melihat apa pun.

"Kau tak akan bisa lari dariku baby, tak seorang pun bisa lari dariku." Suara Vex terdengar begitu dekat. Penguasa Arena semakin gugup.

"Terima kasih. Tolong kembalikan batu-batu ini ke asalnya," pinta Penguasa Arena. Ia berusaha keras membuat suaranya terdengar setenang mungkin.

Ruangan pun kembali terbuka, cahaya yang begitu tiba-tiba membuat mata Clarine membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Hal pertama yang dilihat Clarine yaitu keberadaan para Kelompok Pelindung yang kini telah dalam posisi siaga di sekeliling arena. Wajah mereka memang tertutup topeng, tetapi dari posisi tubuh mereka yang berdiri tegang, jelas sekali mereka khawatir.

"Bisa minta tolong kembali ke posisi kalian masing-masing." Penguasa Arena menatap berkeliling ke arah para Kelompok Pelindung.

Detik selanjutnya, bayangan-bayangan abu-abu terlihat lewat begitu cepat, dan para Kelompok Pelindung sudah kembali ke tempatnya semula. Penguasa Arena berbalik menghadap pemuda kurus di belakangnya. "Baiklah, sekarang giliranmu."

Pemuda kurus itu berjalan mendekati Penguasa Arena dengan tangan dalam saku. Dari getaran yang terasa di udara, Clarine yakin jari pemuda itu sedang membuat segel, tetapi ia tak tahu segel apa itu. Clarine tak pernah merasakan sensasi ini sebelumnya.

"Namaku Argon, segel tingkat 4a, ramuan tingkat 3c."

Tiba-tiba saja sejumlah pasir muncul dan menutupi seluruh tubuh Argon sebelum terjatuh ke lantai dengan begitu cepatnya, menghilangkan sosok Argon.

Penguasa Arena merasakan getaran yang sama di belakangnya. Ketika ia berbalik untuk melihat Vex, ia mendapati Argon sedang berdiri tepat di belakang Vex dengan memegang sebuah pisau yang diarahkan langsung ke jantung Vex.

"Aku bisa ada di mana saja." Suara Argon terdengar santai, tetapi ia berhasil memancing amarah Vex.

"Terima kasih untuk perkenalannya. Silakan kembali ke masing-masing sudut arena. Kita akan segera memulai duelnya." Penguasa Arena melangkah ke arah tepian arena, ia ingin cepat-cepat keluar dari tempat itu.

"Tunggu dulu." Vex menghentikannya. "Kau mau ke mana? Bukankah kau seharusnya berdiri di tengah arena dan mengawasi jalannya pertarungan seperti Penguasa Arena sebelumnya? Ah, apa kau takut diserang baby?" Vex menyeringai.

"Aku punya aturanku sendiri." Si Penguasa Arena berdalih.

"Baiklah jelaskan aturanmu sekarang," tuntut Vex. "Aku tak suka ada yang memotong pertarunganku hanya untuk menjelaskan aturan baru."

Clarine benar-benar memeras otaknya mencari sesuatu untuk dikatakan. Ia belum memikirkan hal ini sebelumnya.

"Aku tak akan mengganggu pertarungan kalian," ujar Penguasa Arena. "Aku hanya akan menonton dari kejahuan. Arena ini sepenuhnya milik kalian, lakukan sesuka hatimu. Hanya ada dua peraturan. Pertama, tak boleh ada elemen atau sesuatu apa pun yang keluar dari arena. Yang kedua, tak ada yang boleh terbunuh. Bertarunglah hingga salah satu dari kalian menyerah atau tidak bisa memberikan perlawanan dalam kurun waktu 1 menit. Paham?"

"Menarik, sekaligus konyol." Vex mengerutkan hidung, tak senang.

"Duel dimulai tepat ketika kakiku tak lagi menginjak area ini," lanjut Penguasa Arena. Vex dan Argon nampak paham dan tak mengajukan pertanyaan apapun. Penguasa Arena pun buru-buru berjalan pergi.

Begitu Penguasa Arena melangkah keluar arena, dinding batu yang sebelumnya dibuat Vex langsung menutupi arena kembali.

"Bersembunyi pengecut?" Suara Argon terdengar dari dalam dinding batu.

Clarine merasakan beberapa segel dibuat dan dinding batu buatan Vex langsung lenyap, diganti kumpulan pasir.

Pertarungan makin sengit, segel-segel dibuat dengan begitu cepatnya. Batu, kabut, dan pasir bergantian menutupi arena. Tak ada yang tahu pasti apa yang terjadi dalam arena, hanya ada seruan dan umpatan yang sering terdengar diucapkan Vex.

Sensasi di udara yang begitu campur aduk dan aneh membuat Clarine pening. Ia begitu ingin keluar dari tempat itu, tetapi belum ada tanda-tanda pertarungan akan berakhir.

Hingga sebuah batu kecil menggelinding dekat kaki Penguasa Arena, tepat saat Argon berteriak kesakitan dan perlahan-lahan kabut, pasir serta batu-batu berhenti berputar mengelilingi arena. Sosok di tengah arena mulai terlihat, Vex sedang memiting tangan Argon dan berdiri di atasnya.

"Satu, dua, tiga, empat...." Penonton mulai berhitung.

"Pertandingan selesai." Penguasa Arena berseru seraya memanjat naik ke arena.

"Hey belum satu menit." Terdengar protes dari beberapa penonton, Penguasa Arena mengabaikannya.

"Pemenangnya adalah Argon," seru Penguasa Arena menyaingi seruan penonton.

"Hei, apa kau tak lihat Argon tidak bisa berbuat apa-apa di sini?" Terdengar lebih banyak protes.

"Tentu saja aku melihatnya, sama seperti aku melihat sebuah batu terlempar keluar arena."

"Lalu?" tuntut Vex tidak senang.

"Sudah kubilang peraturan pertama: tak boleh ada elemen atau sesuatu apa pun yang keluar dari arena, kau didiskualifikasi Vex." Penguasa Arena berseru tegas.

"Aku banyak melihat elemen menyerang penonton sampai terluka di duel-duel sebelumnya. Kenapa hanya sebuah batu kecil dipermasalahkan?" Vex melepaskan Argon dan segera berjalan menghampiri Penguasa Arena. "Atau mungkinkah ini karena batu itu mengenai kamu baby?"

"Sepertinya kau lupa, aku Penguasa Arena yang baru. Aku punya aturanku sendiri." Clarine berusaha keras agar tidak diintimidasi tubuh kekar Vex. "Batu kecil itu menjadi masalah karena Kaum Berbakat seharusnya tak boleh melakukan kecerobohan atau keluar batas dalam hal menggunakan segel. Hal itu akan berisiko pada terbongkarnya keberadaan kita."

Sebelum Vex bisa membantahnya, Penguasa Arena langsung melangkah pergi.

Suasana hati Clarine benar-benar gembira. Walaupun kepalanya masih sedikit pening dengan kejadian di Arena Duel, tetapi satu hal yang pasti, Clarine menemukan tempat baginya dan kemampuannya yang berbeda.

Hanya saja, Clarine jelas perlu mempertimbangkan risiko apabila topengnya terbuka saat duel. Jika identitasnya ketahuan, Clarine jelas tidak hanya dihadapkan pada penghapusan ingatan. Entah apa yang akan terjadi pada Kepala Akademi yang sudah berbaik hati memberi Clarine pengecualian.

Continue Reading

You'll Also Like

100K 21.9K 46
[Epic Fantasy] Tanah telah rusak beratus-ratus tahun lalu. Manusia telah punah karena terjadinya perang antara umat manusia, makhluk supernatural, ma...
3.5K 338 37
Jika aku punya kesempatan hidup sekali lagi, aku akan mengungkapkan penyebab kematianku. Aku mati bukan karena bunuh diri. Aku dibunuh! *** Dalam hid...
107K 16.5K 54
Seri Ke-3 dari ARCHIPELAGOS (Sekolah Sihir di Nusantara) 7 Anak Terpilih sekarang mencari informasi mengenai 7 anak terpilih sebelumnya, mereka dibaw...
1.2K 240 16
[Telah terbit oleh Maple Media] PO diperpanjang! Segera pesan! | High Fantasy | Science Fantasy | Mystery | Bagi Ravyll Astar tidak ada yang lebih me...