#1 : Misteri Maghrib

By CiayoIndah

207K 7.3K 459

Biar puas baca di novel aja, udah keluar Novelnya di Gramedia atau bisa langsung pesan ke wa 081370968830πŸ’— More

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15

Part 7

11.5K 450 27
By CiayoIndah


Aku demam, 2 hari ijin gak masuk kerja. Beberapa hari ini benar-benar melelahkan. Badanku sakit semua. Kata ibu mungkin aku 'keteguran' makhlus halus. Tapi rasaku lebih karena lari-lari jauh, jatuh dari motor, dan ketemu makhluk astral, hantu atau jin, setan, dedemit, bunian apalah namanya yang pasti, akupun tak begitu mengerti.

Kerjapun badanku masih lemas, gak bergairah. Kudengar dari ibu, Pak kades beserta rombongannya sudah mantau rumah buk Siti, kata ustad atau orang alim yang dibawa pak kades dirumah itu banyak sekali jin nya.

Mulai dari perempuan, laki-laki, orang tua sampe anak kecil. Mulai dari yang tinggi besar kayak raksasa, sampai yang keciill kayak jenglot. Kalau yang gak kuat iman kerumah itu akan dapat gangguan. Mungkin termasuk tetangga depan rumah buk Siti yang kesurupan pas kebakaran, aku, mbak Menur dan beberapa tetangga buk Siti lainnya.

Kata ibu lagi, pak ustad itu sampai kasihan membayangkan buk Siti hidup sendirian menghadapi gangguan sebanyak itu.

Pantes saja ibu itu jadi seperti itu.

Pak kades dan rombongannya menyarankan setelah rumah direnov, agar di ruqyah, di bersihkan dengan mengundang ibu-ibu dan bapak-bapak perwiritan dan sedekah untuk anak-anak yatim. Agar makhluk halusnya pergi.

Sudah hampir seminggu aku tak bertemu Rangga maupun Roma. Kata ibu, mereka ada beberapa kali kerumah nanya kabar, dan mau jumpa. Roma bahkan membawa suaminya Saso kerumah. Tapi aku belum pulang kerja.

Ya aku memang lembur, kerjaanku selama libur numpuk. Tapi syukurlah selama di kantor sepertinya tak terlalu mengalami gangguan. Mungkin karena banyak orang di kantor.

Cerita keluarga buk Siti lebih banyak kudengar dari ibu dan adik laki-lakiku Jalu. Sejak awal terjadi kebakaran, Jalu sebenernya paling heboh cari berita.

Dia juga termasuk orang yang suka mengunjungi rumah buk Siti dengan kawan kawannya, Uji nyali. Jalu adik bungsuku ini masih kelas 7. Kami 3 bersaudara yang tengah laki-laki juga, sedang ngekos kuliah di luar daerah.

Aku sendiri setelah peristiwa pembakaran yang kusaksikan secara langsung, satu kalipun belum pernah mampir atau lewat rumah buk Siti lagi. Gak berani.

Lain dengan Jalu adikku, sepulang sekolah dia langsung pergi ke Gang Bersama, cari berita. Jadi kalau mau tau berita lebih detail sebaiknya tanya adikku. Jalu.

"Li...Uliiii..." aku tersentak suara ibuku memanggil, padahal baru saja ngantuk berat mau tidur sehabis isya.

"Ada apa bu..?" kulongokkan kepalaku keluar pintu kamar. Ibu sedang didapur, kamarku sebelah dapur.

"Coba lihat ini?" keluar aku melihat barang yang dibawa ibu. Kaleng Roti Khong Guan merah yang agak kehitaman warnanya berisi guli (nama kelereng didaerah kami) penuh.

"Punya siapa itu bu? Banyak amat guli nya.." tanyaku, seperti jamanku kecil dulu aja ngumpulin guli banyak banyak.

"Si Jalu.." jawab ibu.

"Ya terus kenapa bu? Biarin aja daripada dia main salon2an" tanyaku heran.

"Masalahnya, sekaleng guli ini dia dapat dari rumah buk Siti.." jawaban ibu bikin kepalaku berdenyut lagi.

"Balikin ajalah bilang sama dia, udah tau buk Siti penasaran, dibawa bawanya barang buk Siti kemari... Cari masalah aja..!!" omelku.

"Nanti kalo buk Siti datang kemari nyari-nyari gimana?" lanjutku.

"Iya ini Jalunya ntah kemana, tadi sore ibu tanya katanya udah ijin sama paklek Rakyok.. adik buk Siti...tapi perasaan ibuk gak enak ini...kamu aja yang balikin gih.."

"Wiihhh dibayar sejuta juga aku gak mau..."

Ibu melongo mendengar jawabanku, mungkin pikirnya masak iya dibayar sejuta aku gak mau cuma balikin guli sekaleng. Yah, ibu gak tau sih, motor 9 juta aja kutinggal disawah sawah, demi kabur ngacir lihat hantu.

"Kayak gak ada iman aja!" celetuk ibu bikin langkahku terhenti saat balik menuju kamar.

"Yang namanya takut ya takut, mau iman segunung pun selautpun namanya takut ya tetep takut mana mungkin namanya jadi iman,.. Memangnya Iman anaknya mang Gimon ganti nama jadi Alexander..."

Cerocosku bikin ibu menggigit jari telunjuknya, keliatan bingung mencerna maksud kata kataku.

"Anak sekarang memang pinter pinter..." jawabnya sambil menyimpan sekaleng guli dibawah meja masak.

"Yah nanti Jalu pulang ibuk suruh balikkan...dikasih duit 50 ribu ganti guli juga pasti dia kesenengan..." sindir ibu.

Aku hanya tersenyum sambil masuk kamar, lelah, mau tidur aja.
-----------------------------

Jam 1 dinihari.
Aku terbangun. Suara pintu samping rumah ceklak ceklek seperti ada yang mau masuk.
Kamarku disisi belakang diarea ruang keluarga, ada pintu masuk dari samping rumah, berhadapan dengan ruang keluarga, kamarku sebelah dapur. Agak kesamping depan dapur, ada anak tangga menuju lantai dua kamar Jalu.

"Ceklek..ceklekk.." suara gagang pintu sepertinya macet mau dibuka. Itu pasti Jalu. Batinku.

Kutarik selimutku hendak kembali tidur, tapi mataku kembali terbuka lebar.. Barusan kulihat jam kan jam 1 malam, mana mungkin Jalu di luar jam segini. Apa mungkin Bapak?.

Duduk, kupasang telingaku, kembali mendengarkan.

"Cekleek..cekleeekk..cekleekk" susah amat buka pintu?, mau masuk atau cuma main main?. Kalau Jalu atau Bapak pastikan sudah teriak-teriak. Hati kecilku mulai curiga, jangan-jangan buk Siti.

Kuhempaskan tubuhku ke kasur, kututupi sekujur badan dengan selimut. Sudah lama juga buk Siti gak main-main kerumahku. Mau apa ya? Tolong jangan ke kamarku, tolong jangan masuk ke kamarku.

Kucoba membaca surah-surah pendek, ada Alquran diatas meja, kuraih juga kupeluk erat-erat.

"Ceklek,..cekleek,..krieeeeettt..." pintunya berhasil dibuka. Ya Allah..bangunkan ibu bapakku, bangunkan Jalu,..kenapa ga ada yang denger sih...

Sesaat senyap,
Hatiku mulai ragu,..jangan-jangan maling, jangan-jangan bukan arwah buk Siti, ah jangan jangan memang bapak baru dari luar...

"Sreett...sreeeett" suara langkah kaki, itu bukan langkah kaki bapakku. Jangan-jangan memang maling!!

Aku bangkit mendekati pintu kamar, perlahan, kucoba tak mengeluarkan suara sekecil mungkin. Antara maling dan Arwah buk Siti. Dua-duanya mengerikan. Tapi kalau ini maling lebih bahaya.

Bisa dibantai sekeluarga.

Tak berani kubuka pintu kamar, aku akan mencoba mengintip siapa yang diluar kamarku, dari lubang kunci.

"Sreeett..srreeeett..." dia mulai berjalan-jalan lagi. Dadaku bergemuruh, sering sering kayak gini bisa sakit jantung aku.

Posisi jongkok, pelan kutaruh mata kananku tepat di posisi lubang kunci. Mata kiriku kututup biar lebih fokus. Ruang tengah terlihat, kucoba melihat di sekitarnya, tapi tak bisa jangkauannya terlalu kecil.

"Sreett...sreeeett..." suara langkah kaki lagi, sepertinya dari pintu samping mendekati kamarku. Sebenarnya apa yang dia lakukan di luar? Mengapa langkah kakinya selangkah berhenti selangkah berhenti?

Jangan-jangan ini memang maling, dia sedang memasukkan mangkuk-mangkuk, gelas-gelas kristal pajangan ibu. Di sisi kanan sebelah pintu masuk samping kan ada lemari hias. Pikiranku mulai yakin ini maling, bukan buk Siti.

Kuperiksa pintu kamarku, sudah terkunci. Berarti aku aman. Apa aku teriak aja ya. Tapi bagaimana kalau dia bawa kampak?

"Huuufft haaaahh huufftt haaaahh" pelan ku tarik nafas dalam dalam, aku harus tenang.

Kembali kuarahkan mata kananku ke lubang kunci,. Kok hitam, gelap. Tak terlihat apapun. Kututup satu mataku, biar lebih fokus, masih hitam, gelap.

DUBH! DUBH!DUBH! Jantungku melompat lompat.

Menungging, kedua tanganku pelan kutaruk di lantai, kepalaku kutidurkan di lantai juga miring, berusaha melihat dari bawah pintu.

Astaghfirullohaladziimmm,...

Sepasang kaki perempuan, tak beralas kaki, hitam, gosong, dan... 1 cm menggantung diatas lantai. Tidak menginjak bumi.

Sedang berdiri tepat di depan pintu kamarku.

Gemetaran aku merangkak menjauhi pintu, kuraih selimutku, ya Allah itu buk Siti, Hamba gak sanggup menyapanya. Segala doa, segala surah pendek tak bisa kubaca, lidahku kelu bibir gemetar, hanya bisa menyebut Allah sebanyak-banyaknya, pejamkan mata kupeluk Alquran.

Kalau yang punya iman tebal, mungkin akan membuka pintu dan bertanya langsung apa maunya ibuk itu. Tapi aku gak sanggup. Maaf buk Siti ibuk lebih seram dari hantu kepala muter. Apalagi dengan wujud gosong.

"Sreet..sreet...sreeett...sreeett..." dia jalan lagi..melangkah ke arah dapur. Padahal kakinya tak menyentuh lantai tapi kenapa menimbulkan suara??

Kupasang telingaku, dia berhenti di dapur.

"Liiiii...Uliiii..." suara buk Siti pelan, samar lagi kudengar. Mati aku, ngapain dia manggil manggil namaku, apa dia gak sadar aku di kamar ini? Bukannya dia tadi udah berdiri depan kamarku...Jantungku makin gak karu karuan. Niat banget buk Siti bikin aku mati.

Nakut-nakuti.

Kutarik nafasku perlahan lahan kubuang," huuuftt haaaaa huuuuufftt haaaa,...huuuuffftt.." berharap sedikit tenang,.

Gak ada suara, senyap. Ngapain ya buk Siti di luar? Apa sudah pergi?. Tanyaku penasaran dalam hati. Perlahan kuturunkan kakiku dari kasur coba kearah pintu, kutempelkan telingaku di pintu, mana tau dengar sesuatu yang lebih jelas...

Senyap.

Mungkin memang ibuk itu udah pulang. Pulanglah buk...pulanglah ke alammu..pulanglah sana ya... gak usah balik balik lagi... Batinku.

Perasaan tegang dipundakku perlahan mengendur... "haaahh...haaaah...haaaahh amaaan.." bisikku. Menungging, mencoba memastikan lagi dari lobang kunci.

"Kklonntaaangggg...!!!Gobryaaanggg...!!Klontang...!kliinting...!Tiiinggh..thinnggg...thiingggg..serr..serrrr..serrr..klinthingg..!!!"

Aku terlompat, terlonjak, melorot depan pintu. Jatuh kelantai kamar, langit-langit kamarku merah, perlahan menghitam.

Pingsan.

Samar, masih kudengar beberapa butir guli terpental sampai depan kamarku....buk Siti rupanya mencari gulinya. Bisikku tak sadarkan diri.

"Liiiii...Uliiiii...uuuliiiii...liiiii...huuliiiiiii...huliii...ghhhuuliiii..liiiii...gghuliiiii...liii...guliii..guliiii..." Suara buk Siti masih kudengar, badanku kaku, mataku masih terbuka tapi pandangan sekeliling kamarku hitam tak terlihat apapun.

Begini rupanya, rasanya semaput pingsan.

Menggerakkan jari-jemaripun aku tak sanggup, tubuhku tak berdaya, lemas tak terasa. Hanya telingaku yang masih mendengar.

Butiran air keluar dari mataku, basah. Dengan susah payah kutarik kedua ujung bibirku. Tersenyum lega.

Ternyata bukan Uli namaku yang dipanggil-panggil Buk Siti selama ini.
Tapi guli yang disimpannya dalam kaleng roti yang kini sudah gosong.

G U L I .

Continue Reading

You'll Also Like

703K 46.2K 17
Nakal tapi manja? Siapa lagi kalau bukan Reydar Galaxy Γ‰ros. "ish, aku mau pelukkk Liaa" ⚠️BAPER AREA⚠️
25.9K 2.3K 57
πŸ€(Seri pertama : kota zombie)βœ… Bertahan hidup ditengah hancurnya kota, dengan dua anak balita bersamaku. Membuat perasaanku menjadi campur aduk, apa...
18.6K 4.2K 200
Title: I Became a God in a Horror Game Status: 589 Chapters (Complete) Author: Pot Fish Chili Genre: Action, Adventure, Horror, Mature, Psychological...
15K 2.4K 12
[ SHORT STORY ] Semuanya bermula ketika mereka berlibur di villa itu.