#1 : Misteri Maghrib

De CiayoIndah

207K 7.3K 459

Biar puas baca di novel aja, udah keluar Novelnya di Gramedia atau bisa langsung pesan ke wa 081370968830💗 Mais

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15

Part 6

12.3K 497 47
De CiayoIndah


Kami tiba di rumah pak kades. Rumahnya asri halamannya luas banyak ditanami bunga dan pohon berbagai buah. Begitu memperkenalkan diri, Pak Kades langsung paham ketika disebut nama Roma dan Rangga anak buk Siti. Jadi terkenal.

"Ya, saya juga sempat dengar selentingan itu, ternyata cukup mengganggu keluarga dan juga warga ya.." jawab pak kades setelah beberapa saat dijelaskan Rangga maksud dan tujuan mereka.

"Yaudah kalau gitu besok saya akan kesana bersama beberapa staf desa dan seorang ustad, kami coba periksa dulu rumahnya, nanti gimana baiknya akan kami hubungi lagi mas Rangga dan mbak Roma atau keluarga yang lain " papar pak kades.

"Setelah kejadian, apa sudah pernah ada yang kesana untuk membersihkan, mana tau ada benda berharga yang masih bisa disimpan..." tanya pak kades.

"Buk lek sama pak lek sudah pernah kesana beberapa kali, barang-barang yang masih bisa dipakai sudah diamankan di rumah paklek saya pak..." terang Rangga.

"Ohh ya udah kalau gitu, jadi saya insya Allah akan kesana besok ya.." tutup pak Kades.

Kami pamit pulang, rasanya agak sedikit lega semoga ini jadi jalan keluar dan semoga semuanya kembali normal. Seruku dalam hati.

Sebelum kami melangkah keluar, Lajang pak kades ijin untuk ikut nebeng ke jalan Karang Berbatu, memang kalau lewat sana tetep kami bisa pulang, hanya saja sedikit lebih jauh. "Mau ambil motor yang masuk bengkel" katanya.

"Kalian mau duluan?" Tanya Rangga.

"Ah bareng aja, tau kan tadi diwarung? Masih kebayang.." jawab Roma cepat.

"Warung apa? Ada apa?" tanya lajang pak Kades.

"Itu...tadi ada makhluk halus, gangguin kita lagi sholat, di warung ayam kepleset, jalan Karang Berlumut" jelas Rangga.

"Oooh kalau itu memang sering itu, hantu nenek nyapu... Haahaahaa" Lajang pak kades ngakak. Padahal belum tau dia kisah detil kami.

"Kalau cuma nyapu mah mending,.. Kawanku mukaknya dipukul pakek sapu transparan!!, sampe sekarang bibirnya masih agak miring...haaahaahaa!!"

Dari cerita lajang pak kades ganas juga tuh setan yang ternyata nenek-nenek. Syukuuur kami tadi gak sampe dipukul.

"Kenapa sampe dipukul?" tanya Rangga penasaran.

"Dia sesumbar sih,.. Waktu itu kami berempat uji nyali, aku dan dua kawanku udah ngibrit kabur,..eh dia nantangin tuh hantu,.. Teriak-teriak dia di Musholla memaki maki,.. Pulangnya mukaknya bengkak...haahaaahaahaa.... !" Nih anak ketawa terus, ga da simpatiknya sikitpun.

Kami bertiga diam saja menyaksikan lajang pak kades ngakak sendiri membayangkan kawannya, tertawa sampai memukul mukul tanah. Gimana lagi kalau dia tadi nengok kami terkungkal jungkal karena hantu nenek. Korslet kali otaknya ngetawain kami.

"Eh, eh... " serunya menghentikan langkah kami setelah puas ngakak.

"Nanti kita, kalo udah masuk jalan Karang Berbatu, pas rel kereta, pas jalan persawahan, jalannya ngebut aja jangan pelan pelan..." sambung si lajang tanggung, air mukanya serius ga da tanda tanda bercanda.

"Kenapa rupanya?" tanyaku.

"Itu.. di batu bekas dudukan palang kereta itu,. Kalau jam jam 10 an malam, Biasanya ada laki-laki nangkring sambil megang puntung rokok yang gak dihisap hisap.." Lanjut si lajang, wajahnya makin serius.

"Kenapa dia duduk disitu dan kenapa rokoknya gak dihisap - hisap?" Roma bersuara. Pertanyaannya cerdas. Singkat padat.

"Ya kan dia mati kelindes kereta lewat, kepalanya hilang...gimana mau ngisap rokok,..."

"Astaghfirullohaladziiimm..." seru aku, Roma dan Rangga berbarengan.

Kenapalah horor melulu yang kutemui di kampung halamanku ini, apa warganya banyak yang kurang iman kali ya...batinku. Termasuk aku juga sih.

"Gimana? Kita anterin gak anak ini??" tanya rangga lugas sadis.

"Yah dianterinlah, ntar pak kades ngambek gimana?" sahut Roma.

"Iya, ya... Trus kalian ikut nggak?"

Belum lagi kami jawab pertanyaannya, Rangga memberondong,
"Ikut ya,..ntar aku baliknya sendiri gimana...?" rengeknya.

"Huwaaahhwahahahahaa!!?" tawa lajang pak kades membahana melihat Rangga keder. Ngejek.

Menyebalkan betul anak ini. Rangga pasrah ditertawakan. "Anak Kadeeess" bisiknya.

Aku sebenernya malas ngikuti mereka, mending aku pulang duluan bareng Roma. Tapi mengingat kejadian diwarung tadi, Rangga duluan yang kabur, bisa kuukur memang nyalinya. Lebih tipis.

Kuiintip arlojiku, sudah pukul 9 lewat 5, kalo pergi sekarang mungkin gak sampe jam 10 kami sudah sampai mengantar anak pak Kades tanpa perlu jumpa hantu rel.

Kamipun bergegas.
-----------------------------
Aku yang bawa motor. Roma diboncengan, kutawarkan, gak bisa ngebut nyetir motor katanya. Kami beriringan, sepanjang jalan kulihat anak lajang tanggung pak kades bercerita, tertawa terus, senang kali kelihatannya. Kalau kutaksir mungkin umurnya masih 17an anak SMA.

Belum kami tanya namanya tadi siapa, lupa. Gak sempat.

Tak berapa lama kami pun masuk ke jalan Karang Berbatu. Rangga mempercepat laju motornya, sulit kuikuti. Sebentar saja sudah hilang tak kelihatan. Aku dan Roma berusaha tidak panik. Berharap Rangga berhenti menunggu kami. Tapi sepanjang jalan gelap dan sepi tak lagi kami lihat sosok Rangga dan anak pak kades. Mereka bener - bener ngebut meninggalkan kami.

Kunaikkan spidometer 70 – 80 km/jam, ngebut. Roma memelukku dari belakang, mukanya merunduk, pastilah dia memejamkan mata. Batinku.

Tak jauh kulihat simpang rel kereta yang dimaksud anak pak kades. Gelap memang, tapi sosok kepala buntung belum muncul. Belum jam 10 pikirku.

Kukebut motorku, mendekati rel, jalannya tak lagi mulus, berbatu berlobang, terpaksa kuturunkan kecepatanku. Daripada jatuh. Dadaku bergemuruh, tanganku basah. Kurasakan Roma makin erat, kepalanya menyerunduk nyerunduk dibelakang. Gimana mau ngebut kalau begini keadaannya?

Kulihat batu palang tempat hantu rel kepala buntung biasa duduk. Kosong. Gak ada hantunya. Belum masuk jam dinasnya kali. Batinku. Melewati besi rel kereta, terlalu tinggi bagiku. Motorku oleng.

"Allaaahuakbaarrrrrr...bruaaakkkk..!!!!". Kami jatuh di rel kereta.

Motorku tertidur miring menimpa kaki Roma.

"Gimana Rom?! Sakiit?!"

"Nggak, ga apa apa, udah ayok cepat buruan..!!" Matanya ketakutan, aku yang sejenak lupa jadi ingat lagi. Tak kuperdulikan kakiku yang nyeri dan motorku mungkin ada yang lecet.

"Cepetan Lii..!! Cepetan..!!" kami berdua bangkit mendorong motor melewati besi rel yang menyebabkan aku oleng.

Roma melirik arlojinya

"Pas jam 10 teng..."sahutnya pelan. Matanya terbelalak padaku.

Cepat kunaiki motorku, kustarter.

Macet.

Kustarter lagi, macet lagi. Astaghfirullohaladziimm.. Kulihat Roma komat kamit. Jalanan gelap sepi, tak ada seorangpun yang bisa kumintai tolong.

Berkali-kali kustarter motorku tetap gak bisa, mungkin akibat jatuh tadi. Kuputuskan untuk mengengkol motorku. Kulihat wajah Roma makin pucat mulutnya terus komat kamit, kakinya gerak jalan ditempat gak bisa diam. Tingkahnya bikin aku tambah kalut.

Kuengkol terus tapi belum ada hasil, ngos ngosan.

"Uliii...gimana ini Liii.. bentar lagi muncullah itu....duuhh shhh shh" Roma makin panik, kakinya makin tak bisa diam.

Tak putus asa terus kuengkol motorku, tapi mesinnya seperti masuk angin ga ada reaksi, Roma makin panik.

"Kratakkletek.." suara ranting kayu patah, sepertinya terinjak langkah kaki sesorang dari arah rel. Kami tersirap tegang, Roma mematung, padahal dari tadi tak bisa diam.

Menunggu suara berikutnya.

"Kraakkkkreekklek.." kami tak ada yang berani menoleh kebelakang, gak kebayang melihat orang jalan tanpa kepala.

Spontan Roma melempar helmnya, dia lari tunggang langgang meninggalkanku.

"Huwwaaaa Huwwaaaaaa Huwaaaa Waaaaaa Waaaaaa..!!" jeritnya berlari meninggalkanku.

Kuletakkan motorku ketanah, akupun ikut lari mengejar Roma. Tak kupedulikan motorku yang kubeli seken dengan kes seharga 9jt berhutang bapak. Kutinggalkan bersama helm ku...

"Hhuwaaa Waaaa Huwaaaa.. Waaaa..." Di malam buta, teriakan kami dua membelah jalan gelap sepi persawahan.

Aku berlari sekencang kencangnya menyusul Roma, dalam pikiranku hantu kepala buntung juga lari dibelakang mengejarku.

Tersengal sengal akhirnya dari kejauhan kulihat Roma bertemu dengan seorang pejalan kaki dari arah yang berlawanan. Tangannya menunjuk-nunjuk ke arahku dan motorku yang udah jauh..

Roma balik menghampiriku dengan bapak tadi, penampilannya seperti petani.

"Mana ada hantu kepala buntung..he, he,he,he.." ketawa bapak itu.

Masih ngos ngosan Roma menghampiriku.
Lututku gemetaran, terduduk dijalan.

"Yah.. bapak setiap malam lewat situ ya ndak ada apa apa.. Rumah bapak ya lewat situ pas tengah ladang.." lanjut si Bapak.

"Siapa memangnya yang bilang ada hantu kelindes kereta api? Lah keretanya aja seminggu belum tentu ada yang lewat.. Itu rel udah gak aktif" makin lemas aku mendengar tuturan si bapak.

"I..ituu...si..kambing..anak..pak..kadesss..!!" jawabku geram, ngosngosan antara mau pingsan karena capek dan emosi.

"Iya dia itu..kurang ajar banget...mau mati jantungku mau lepas.." sambung Roma.

"Ditipunya kalian...huaaahahahahaaa...!!" ketawa si Bapak.

"Saya pikir apa kok ada orang jerit2 malam malam di persawahan begini...haahaahaa.."

"Heheheheee..heheheee.." aku dan Romapun mau tak mau ikut tertawa. Balik ke arah dimana kutinggal motor dan helmku, ditemani sang bapak.

Sepanjang jalan Roma menyumpah nyumpahin anak pak kades.

Motorku diperiksa si bapak baik hati, kami perhatikan batu palang rel kereta yang disebut anak pak kades. Penggambarannya memang cocok. Tempat ini meskipun ternyata cuma cerita bohong bener bener bikin merinding.

Kuperhatikan areal persawahan, sawah semua. Dimana kira kira rumah si bapak?.

Motorku hidup lagi. Roma memutuskan mengambil alih, aku yang dibonceng. Kami mengucapkan banyak terima kasih pada si Bapak baik hati.

Naik diatas boncengan, motor yang dibawa Roma jalan perlahan. Kulihat sang bapak di belakang melambaikan tangannya kearah kami. Aku tersenyum, lalu apa yang kulihat membuat nafasku tercekat, sesak, jantungku serasa lepas, kuduk berdiri, kaki tanganku kebas, mati rasa.

Si Bapak masih melambai lambaikan tangan ke arah kami, berdiri di sisi batu palang rel. Kepalanya berputar putar 180 derajat.

Continue lendo

Você também vai gostar

385K 3.3K 18
18++ Bukan konsumsi anak2 Sekian lama menjanda, kau mendapatkan kabar jika ibumu akan menikah. Mungkin bagi sebagian anak. Ia akan bahagia. Namun tid...
9K 1.1K 24
Renjun tau, bahwa ada diantara sahabatnya yang di karuniai sebuah hal istimewa tentang bagaimana mereka bisa melihat dunia yang tidak bisa di jelaska...
34.8K 2.2K 12
Haechan yang di jual dan harus menjadi budak darah bagi putra putra Jung, yang merupakan bangsa vampir. #jaehyuck #markhyuck #nohyuck #nahyuck #jihyu...
4K 508 40
Up : Setiap hari Penderitaan besar apa yang sedang kalian alami... kehilangan keluarga? perundungan? kekerasan? pelecehan? atau wabah zombie yang sek...