#1 : Misteri Maghrib

By CiayoIndah

207K 7.3K 459

Biar puas baca di novel aja, udah keluar Novelnya di Gramedia atau bisa langsung pesan ke wa 081370968830💗 More

Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15

Part 1

34K 839 25
By CiayoIndah


Bulan Juli tahun 2000, selepas Asar.
Sudah sekian lama setelah tamat SMP dan kini aku baru selesai kuliah, tak kudengar kabar Roma, sohib kentalku kecil dulu.

Kebetulan sore itu aku baru gajian pertama dari kerjaan pertamaku usai selesai kuliah, tiba-tiba teringat padanya sepulang ambil gaji. Pengen traktir Roma makan mie ayam.

Gimana kabarnya dia sekarang ya, batinku.

Simpang jalan arah rumahku, masuk Gang Bersama, bisa kudapati rumahnya. Agak jauh ke dalam memang. Pelan kulaju motorku sembari mengingat-ingat yang mana rumahnya, ternyata telah banyak yang berubah.

Menjelang maghrib, aku menghentikan motorku di depan teras rumah Roma. Walau agak bingung karena tak lagi kudapati pohon mangga yang dulu selalu kami panjati di sisi kanan rumahnya.

Hari hampir gelap, kebetulan rumah Roma terbuka pintu teras depannya.

Akupun dengan percaya diri mengeraskan suaraku mengucap salam memanggil-manggilnya. Tak ada yang keluar dari dalam.
Setelah agak lama kuperhatikan beberapa orang yang lewat depan rumah Roma tak wajar melihatku.

Dua orang ibu-ibu malah seperti sengaja mondar mandir memperhatikanku. Roman wajah mereka seperti salah tingkah menurutku. Kulempar senyum, tapi mereka diam. Matanya ingin menyampaikan sesuatu tapi urung.

Ah ... ntahlah, pikirku.

Hampir aku membalik badan pulang karena kupikir gak ada orang di rumah Roma yang gelap dan terbuka itu, tapi tiba-tiba muncul ibu Roma dari dalam.

"Siapa?"

"Uli Buk. Ibuk ingat saya nggak?" jawabku manja.

"Oooh Uli teman Roma ...."

"Iya Buk." jawabku sembari melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah Roma sebelum dipersilahkannya. Ah, Buk Siti kan dulu baik banget padaku.

Aku duduk di kursi ruang tamu, sepi. Sepertinya Ibu Siti, ibunya Roma ini sendirian di rumah.

"Roma mana Buk?"
Diam Buk Siti duduk di sampingku seperti tercenung.

"Roma kan di Pekan Baru. Dia sudah nikah, tinggal di sana."

"Loh ... kapan nikahnya kok gak ngundang-ngundang. Isss Ibuk laa" sambungku terkejut bercampur heran kenapa Buk Siti yang kukenal aktifis kampung penggerak ibu-ibu sekelurahan sejak kami kecil ini berubah kayak orang linglung.

Mengawang setelah ditanya kabar Roma, Buk Siti sepertinya tak mengurus tubuhnya lagi seperti dulu yang selalu rapi, cantik, dan cerdas.

Kupikir ibu ini agak kucel dan bau.

Sembari bicara pelan-pelan tatapannya jauh.
Sesekali senggolanku yang manja membuatnya tersentak.

"Ibuk kenapa rumahnya gelap-gelapan? Udah mau maghrib, Rangga mana Buk?"

Aku teringat Roma punya adik bernama Rangga.

"Dia juga udah nikah, tinggalnya jauh."

"Ooh ... Bapak mana Buk?"

Diam, senyap. Ibu Siti ini lama kelamaan menakutkan, pikirku. Rambutnya awut-awutan lagi. Padahal yang kuingat, dulu ibu ini sudah pakai tutup kepala.

Mataku beralih dari bu Siti ke arah luar di mana ia menerawang jauh.

Dua orang ibu-ibu tetangga yang tadi kulihat, lewat lagi. Seperti memberi isyarat agar aku keluar. Aku bingung. Kembali kuperhatikan Buk Siti, tak dilihatnya tetangga di depan pagar.

Matanya menerawang jauh.

Menembus mereka berdua.

"Buk...Buk." Kusentuh pundaknya sedikit kugoyang.

"Iya."

"Ibuk sendirian di rumah?"

"Iya."

"Bapak belum pulang kerja?"

"Bapak udah meninggal ...."

"Ohhh."

Habis kata-kata.

"Sabar ya Buk," hanya itu yang bisa kukatakan sambil menghapus-hapus pundaknya. Gak tau harus bilang apa.

Tetangga yang memberiku isyarat tadi sudah pergi. Kami lebih banyak diam, tepatnya kehabisan pertanyaan.

Aku tanya, Buk Siti menjawab sekenanya. Buk Siti lebih banyak diam sembari menunduk atau menerawang lurus ke depan.

Membuatku makin gak nyaman.

Hari makin gelap. Suara mengaji sebelum azan maghrib sudah terdengar. Suasananya kikuk aneh. Aku bangkit bersiap-siap pulang.

"Buk, Uli pamit pulang ya ...."

Duduk saja diam.

"Ibuk kenapa rumahnya gelap-gelapan?"
Mendadak hatiku iba, kasihan Buk Siti sepertinya sekarang hidup sendiri.

"Biar Uli nyalakan lampu-lampu ya Buk." Bangkit, kucari-cari tombol saklar.

Ah, Buk Siti kan belum terlalu tua. Menurutku, umurnya paling 40-an atau menjelang 50-an. Sepertinya ia linglung, melamun atau stress.

Pastilah karena kesepian, pikirku. Lagian ingatannya masih bagus, gumamku dalam hati.

Aku terkejut saat membalikkan badan setelah menekan saklar lampu ruang tamu. Ternyata Buk Siti sudah berdiri di belakangku dekat sekali.

Gerakannya tak kurasakan. Sesaat, tatapannya lurus tak berkedip melihat mataku, lalu ia mengalihkan pandangan. Ih kenapalah ibuk ini,? pikirku.

"Uli pamit ya Buk. Titip salam buat Roma, kapan-kapan Uli main lagi ya Buk ...."

Kuraih tangannya, kucium. Serrr ... kudukku kenapa merinding, batinku.
Buk Siti diam saja, tidak tersenyum walaupun sedikit.

"Assalamu 'alaikum."

"Wa'alaikum salam." jawabnya lirih.
Belum sampai aku di atas motor, Buk Siti sudah menutup pintu rumahnya. Lalu

"Klik" rumahnya kembali gelap. Ditekannya lagi saklar lampu yang kunyalakan tadi.

Mungkin Buk Siti sedang penghematan pikirku.

Suara azan terdengar. Baru akan kulaju motorku, dua orang ibuk-ibuk tetangga yang sejak tadi mondar mandir menghampiriku.

"Dek, jangan dekat-dekat ibuk itu sendirian."

"Memangnya kenapa Buk?"

"Ibuk itu sudah nggak waras! Sejak Roma kawin lari udah stress!"

"Apa?? Siapa kawin lari?" tanyaku tak percaya.

"Sekarang ini makin parah stressnya sejak suaminya meninggal. Kalo maghrib gini sering kesurupan!"

"Siapa kesurupan??"
Ekor mata kedua ibuk itu melirik rumah Roma.

"Trus ..., Buk Siti ditinggal sendirian? Siapa yang jaga??"

"Ada. Adik laki-laki sama keponakannya. Ini mereka lagi keluar ntah kemana. Kami dititipin buat jaga-jaga aja di luar. Kami aja gak berani masuk, Situ main nyelonong aja!"

"Kan dia gak tau" jawab ibuk satunya yang sedari tadi hanya diam mendengarkan.

"Memangnya bahaya Buk?"

"Wuiihhh jangan ditanya orang stress!!"

Tiba-tiba percakapan kami berhenti. Ibuk yang hanya bicara sesekali tadi, tangannya menunjuk-nunjuk gemetar ke arah jendela rumah Roma. Aku terkejut.

Kedua orang itu berteriak kaget, mereka lantas lari pergi. Bisa dibilang lari tunggang langgang, terbirit-birit sembari menjerit

"Huaaahh Setaaannn."

Kakiku gemetar lemas, badanku terpaku, tak kuasa bergerak. Sesosok wanita dengan rambut ke depan semua, berdiri di balik kaca jendela kamar yang gelap. Siapapun yang melihat pastilah mengira itu kuntilanak.

Dari sela-sela rambutnya bisa kulihat ujung bibirnya tersenyum. Aku beristighfar.
Itu tak lain tak bukan adalah Buk Siti.

"Hi hi hi, hi hi hii, hiiii hi hiiiiii hi, hiiiiiiiiiii."

Dia tertawa patah-patah semakin lama semakin melengking. Kepalanya mendongak ke atas. Jelas kulihat wajahnya, sorot matanya.

Tapi, hatiku yakin itu bukan lagi Buk Siti yang dulu, bukan juga yang tadi kutemui ....

Bersambung.

Continue Reading

You'll Also Like

389K 6K 76
Peringatan keras, INI ADALAH CERITA DEWASA. ANAK DIBAWAH UMUR 18 DILARANG BACA. Kumpulan cerita dewasa misteri ilmu gaib dengan adegan sex dewasa.
3.3K 422 33
Up : Setiap hari Penderitaan besar apa yang sedang kalian alami... kehilangan keluarga? perundungan? kekerasan? pelecehan? atau wabah zombie yang sek...
302K 4.1K 72
KUMPULAN CERITA DEWASA.
18.1K 4.1K 200
Title: I Became a God in a Horror Game Status: 589 Chapters (Complete) Author: Pot Fish Chili Genre: Action, Adventure, Horror, Mature, Psychological...