Ocean Echo

By PenephthysVia

53.6K 7.3K 268

{Fantasy & (Minor) Romance} Namaku Mika. Kelas sepuluh. 15 tahun. Aku benci hujan. Hujan menyayangiku. Mereka... More

Echo I
Echo II
Echo III
Echo IV
Echo V
Echo VI
Echo VII
Echo VIII
Echo IX
Echo X
Echo XI
Echo XII
Echo XIII
Echo XIV
Echo XV
Echo XVI
Echo XVII
Echo XVIII
Echo XIX
Echo XX
Echo XXI
Echo XXII
Echo XXIII
Echo XXV
Echo XXVI
Echo XXVII
Echo XXVIII
Echo XXIX
Echo XXX
Echo XXXI

Echo XXIV

958 140 2
By PenephthysVia

Sepanjang perjalanan aku hanya membisu. Hal sama diamnya denganku. Hanya saja senyum tak lepas dari bibirnya.

Bagaimana bisa dia setenang itu?

"Hentikan Hal!" Aku melotot padanya. "Kenapa kau santai sekali? Portalku tidak bisa digunakan. Dan Griffin tidak bersama kita. Dan juga," aku meliriknya "dan juga kau tidak bisa diandalkan."

Hal terkekeh.

Aku membuang muka.

"Mika, kita sedang berada di hutan terlarang. Semua sihir tidak bisa digunakan disini."

Tentu saja aku tahu itu. Dia sudah menjelaskannya tadi. Yang pertama kali di pikirkan Hal adalah hutan ini saat dia membuka portal airnya. Dan sampailah kami sekarang ini; terdampar di hutan antah berantah.

"Mau bagaimana lagi, kan?" Hal tersenyum lagi.

Dan pipiku bersemu lagi.

Sial.

Hutan ini dipenuhi pohon-pohon besar yang merambat. Aku tidak tahu jenis pohon apa saja, tapi pohon-pohon di sini memiliki jenis yang berbeda-beda.

Ada yang berbuah, ada yang tidak. Dan semuannya ... punya aura mencekam.

Seakan menghimpitku perlahan, perlahan, perlahan.

"Mika, sebaiknya kau jangan jauh-jauh dariku." Hal mengatakannya dengan kedipan nakal.

Tapi, aku tidak menolak saat dia menggenggam tanganku.

Ada yang tidak beres di hutan ini!

Sesuatu ... yang tidak ku ketahui. Belum.

Senyum Hal sedikit menenangkanku.

"Jika," gumam Hal. "Jika aku bukan seperti apa yang kau bayangkan. Apa kau akan membenciku, Mika?"

Aku menoleh padanya. Tidak mengerti apa maksudnya.

"Aah, maksudku kalau aku mengkhianatimu, apa kau akan membenciku?"

Aku berhenti. Terpaku.

"Kau bercanda?" tanyaku.

Jantungku berdegup keras. Kali ini bukan karena takut. Tapi senang yang tidak tahu darimana datangnya.

Hal tidak menjawab.

"Aku akan sangat membencimu," kataku dengan pasti.

Lalu dia tertawa keras.

"Wajahmu lucu sekali sewaktu menjawabnya."

Aku mengehembuskan nafas kesal.

"Terserahmu." Aku berjalan cepat meninggalkan Hal yang mesih tertawa di belakang.

Senyum kecil tertarik di bibirku.

Untunglah dia hanya menggodaku

Saat itu aku sangat menyesal dengan semuanya. Dengan kenaifanku.

Andai saja aku tidak sepercaya itu pada Hal.

~~Ocean_Echo~~

Tenggorokanku sakit. Sudah berjam-jam kami berjalan tapi tidak menemukan jalan keluar.

Aku menelan ludahku yang kering.

Hal mencoba meyakinkan ku untuk bersabar.

"Aku haus," gumamku.

"Sebentar lagi, sabarlah," jawab Hal.

Aku hanya mengangguk lemah.

Tidak ada air, tidak ada makanan, tidak ada apa-apa selain pohon, bahkan aku belum melihat satu serangga pun sejak tadi. Dan yang paling parah adalah tidak ada sihir.

Kami harus bertahan entah sampai kapan tanpa semua itu. Beberapa detik lagi, beberapa jam lagi, beberapa hari lagi--kalau kami sangat tidak beruntung.

"Sebaiknya kita istirahat." Aku langsung duduk bersandar di sebuah pohon tanpa menunggu persetujuan Hal.

Lagipula dia tidak membantah.

Aku memejamkan mataku dan menikmati semilir angin yang membawa aroma daun.

"Aku akan melihat-lihat," kata Hal.

Bunyi gesekan sepatu dengan daun kering bergerak semakin menjauh. Hal pergi meninggalkan sunyi bersamaku.

Aku akan tertidur jika tidak mendengar sesuatu.

"Siapa?!"

Hening.

Aku menyipitkan mataku ke arah suara itu berasal. Suara halus yang memanggilku untuk mendekat.

Suara samar-samar itu kembali.

Aku berdiri. Seharusnya aku memanggil Hal dan bukannya sok berani menyelidiki suara itu.

Tapi, kakiku berjalan mantap mendekatinya.

Semakin dekat suara itu semakin jelas.

Putri Mika

Putri Mika

Tuan Putri

Tapi ini sangat aneh. Aku tidak tahu siapa yang berbicara. Pohon-pohon berputar di sekelilingku.

Tuan Putri, larilah. Tinggal kau. Putri Mika. Hanya kau yang tersisa. Selamatkan. Selamatkan. Larilah. Putri. Putri. Selamatkan Putri kami. Larilah. Tuan Putri. Hanya kau. Putri.

Putri.

Putri.

Putri.

Putri.

Putri Mika. Lari.

"Mika!" Hal menyentakku.

Aku terbangun dengan terengah-engah.

Suara-suara itu menghilang.

Aku menatap mata Hal yang terlihat panik.

"Mika, ada apa?"

Aku menggeleng dan menatap sekitar. Aku masih bersandar di pohon tadi.

"Aku tertidur?"

"Benar. Dan kau bergerak gelisah dalam tidurmu."

"Maafkan aku membuatmu khawatir." Aku berdiri dan menepuk pipiku. "Semangat!"

Hal masih terlihat cemas.

"Ayolah, itu hanya mimpi buruk, Hal." Aku menarik lengannya untuk ikut berdiri.

Dia menghela nafas dan tersenyum.

Mungkin, itu memang mimpi.

"Mika, aku sudah menemukan jalannya. Ayo!"

"Kenapa kau tidak bilang dari tadi?" jengkel ku.

Dia menyeringai. "Tidak mungkin aku membangunkan Putri tidur tanpa sebuah ciuman, kan?"

"Diam!" Aku merengut tapi merasa senang saat Hal mengelus pelan puncak kepalaku.

Memang benar Hal mengetahui jalan keluar dari hutan terlarang.

Dan sekali lagi~

Aku tidak mencurigai apapun.

:
:
:
:
:
:
Sampai jumpa di gema selanjutnya.

Salam Cium;
Hal😗

Continue Reading