Her, Who I Love

By Ikhsaniaty

165K 19.2K 1K

- b l u e s h e a n o ' s S t o r y - # 13 in Fanfiksi (10/01/18) # 2 in saynotoporn (13/06/18) Nggak perlu... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Attention, Please!
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Special Chapter : Our Story
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Info
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43 - End

Chapter 40

2.7K 302 39
By Ikhsaniaty

Beri tahu aku kalau kalian menemukan bahasa yang dirasa keliru atau nggak enak dibaca, soalnya akhir-akhir ini aku keseringan nulis ff nonbaku dan ngerasa sulit merangkai kata-kata baku T.T /alasan/

---oOo---

15.00

LINE

Krystal Jung : Hari ini kau tidak terlalu sibuk, kan? Aku akan pergi ke tempatmu.

Pesan obrolan itu Krystal kirimkan tiga puluh menit yang lalu, dan kini Kai bisa mendengar samar-samar suara derap langkah seseorang di luar ruang kerjanya, disusul pintu ruangannya yang dibuka, menampilkan sosok Krystal Jung dengan balutan pakaian kasualnya diiringi senyuman lebar yang menyenangkan.

"Jongin!" seru Krystal, riang, berjalan mendekat ke arah sofa dan duduk dengan nyaman. Jongin lantas menyusul duduk di sampingnya. "Eunhee bilang, hari esok adalah kepulangannya dan Sehun dari Hawaii. Dan kau tahu? Eunhee membelikanku banyak sovenir!" Krystal menunjukkan isi pesan obrolannya dengan Eunhee―tunggu, sejak kapan kedua perempuan ini saling bertukar nama pengguna LINE?

"Aaaah... aku ingin segera bertemu dengannya!" pekik Krystal, girang.

Jongin yang tidak lagi memiliki perasaan sedih setelah ia berpisah dengan Park Eunhee pun turut bahagia mendengar kabar itu. Baiklah, lupakan soal pertanyaan barusan yang tiba-tiba saja mampir ke benaknya.

"Tunggu, aku mau membalas pesannya dulu," kata Krystal, sibuk mengetik di layar ponselnya. Beberapa detik selanjutnya, gadis itu beralih memeluk Jongin sambil mengerang lucu. "Oh, sungguh, demi Tuhan, aku sangat merindukanmu!"

Jongin tertawa menanggapi tingkah laku tunangannya ini. "Hei, ada apa denganmu?" tanyanya saat Krystal menggoyang-goyangkan pelukannya karena gemas. "Serindu itukah kau sampai-sampai kau memelukku selama ini?"

Krystal mendesah panjang, dan baru melepas pelukan seraya mengerucutkan bibirnya. "Kau tentu sadar, bahwa akhir-akhir ini kita sama-sama sibuk. Kau sibuk dengan pekerjaan dan rapatmu itu, sementara aku sibuk menandatangani beberapa kontrak dengan beberapa majalah kenamaan untuk beberapa tahun ke depan. Lalu aku..."

"Iya, aku mengerti," Jongin memotong ucapan gadis itu. Mereka saling berpandangan selama sejenak, sampai akhirnya Jongin berkata lagi, "Aku juga merindukanmu."

Rasanya seperti ada sesuatu yang meletup-letup di dalam dada Krystal. Begitu menyenangkan sekaligus mendebarkan jantungnya begitu cepat. Sorot berbinarnya kembali terlihat jelas. Bibirnya melengkungkan senyuman lebar hingga Jongin takut bibir tipis gadisnya akan robek sewaktu-waktu.

Yang tidak Jongin sadari di sini adalah, ketika Krystal mendadak memajukan wajahnya dan mengecup bibirnya sekilas. Membuat Jongin terpana selama sejenak dan membelalakkan matanya ke arah Krystal.

"Hei, kenapa kau..."

"Aku senang mencium bibirmu," aku Krystal cepat, tanpa keraguan. "Bibirmu sangat seksi, dan aku menyukainya."

Oh, bukankah seharusnya pihak laki-laki yang menggoda pihak wanita? Kenapa Jongin justru mengalami hal yang sebaliknya?

Seharusnya, Krystal-lah yang merasakan pipinya bersemu hangat, bukan Jongin.

Seharusnya, Krystal-lah yang merasa jantungnya hampir copot dari tempatnya, bukan Jongin.

Seharusnya....

"Aku juga menyukai bibirmu," aku Jongin, pada detik Krystal masih mengagumi pahatan nyaris sempurna wajah tunangannya.

"Kau... apa?" Krystal mengerjap berkali-kali.

Dan, Jongin mengulas senyum miring, kemudian menarik Krystal dan mempersatukan bibir mereka yang mampu mengundang kehangatan serta perasaan kasih sayang yang kian membesar.

---oOo---

15.30

"Sampai bertemu di Seoul!" Eunhee melambaikan tangannya dari arah layar ponsel. Dia menyempatkan diri melakukan video call bersama sahabatnya, Wendy―untuk mengabarkan tentang kepulangannya hari esok, sebelum beranjak tidur. Mengingat Eunhee mengatakan bahwa waktu di Hawaii saat ini adalah pukul 20.30 malam.

Wendy membalasnya dengan anggukan semangat, disertai lambaian kecil di depan dada, lantas sesi video call itu berakhir.

"Sayang, di mana kau meletakkan ramyeon-nya?" teriak Jongdae dari arah dapur Wendy. Sore ini, kekasihnya itu sedang bertandang ke rumahnya, berhubung hari ini mereka sama-sama sedang tidak ada jadwal pekerjaan.

Bergegas, Wendy melangkah ke dapur dan memeluk Jongdae dari samping sambil tertawa senang.

"Sayang, esok, Eunhee dan Sehun akan pulang. Aku benar-benar merindukan mereka," kata Wendy, tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan kekasihnya tadi.

Jongdae menutup lemari dapur dan beralih memeluk pinggang ramping Wendy. Dia ikut senang mendengar kabar itu. "Oh, ya?" responsnya. "Ajak aku kalau kau ingin bertemu dengan mereka, ya."

"Tentu saja." Wendy menganggukinya. Tiba-tiba, ekspresinya berubah penasaran. "Dan lagi, aku ingin tahu apakah Eunhee sudah mengandung..."

Jongdae tertawa singkat. "Wow! Bagaimana bisa kau berpikiran sampai ke sana? Maksudku, tidak mungkin juga secepat itu Eunhee mengandung, kan?"

Wendy memajukan bibir bawahnya. "Aku hanya ingin segera memiliki keponakan! Apa salahnya?"

"Uh... mm... baiklah, jadi, di mana kau letakkan ramyeon-nya, Sayang?" Jongdae bertanya lagi sambil berpura-pura mencari ramyeon dari lemari dapur. Lebih baik ia tidak membahas mengenai masalah ini lebih lanjut atau ia akan diusir begitu saja dari sini.

"Ramyeon-nya habis. Aku belum sempat membelinya," aku Wendy, setengah ketus.

"Apa?" Jongdae terperangah. "Jadi, maksudmu..."

"Iya, kau yang pergi untuk membeli ramyeon."

"Bukankah tadi kau bilang, kau punya banyak stok..."

"Aku lupa."

"Mm... baiklah. Kalau begitu, kau temani aku..."

"Tidak mau. Aku mau menonton film saja." Wendy berbalik, meninggalkan Jongdae.

Sabar, Jongdae. Sabar. Kau harus bisa bersabar menghadapi tingkah laku perempuan yang sedang datang bulan. Memang tidak mudah, tetapi kau harus tetap melakukannya.

---oOo---

Kafe Starlight, tempat di mana Chanyeol dan band-nya tampil, cukup mengundang banyak pelanggan sore ini. Salah satunya Seulgi, yang duduk persis berhadapan dengan Chanyeol yang duduk memangku gitar dan bernyanyi sepenuh hati.

Namun, bedanya, Seulgi mendapat undangan langsung dari si vokalis utama band itu untuk datang kemari dan menyaksikan penampilannya.

Gadis itu masih saja terpana melihat pesona yang dikeluarkan Chanyeol saat memainkan gitarnya dan mendengar suaranya, meski tidak semerdu penyanyi-penyanyi band terkenal di luaran sana. Yang menjadi daya tariknya adalah suara berat Chanyeol, pun senyuman lebar hingga menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi.

Di depan sana, Chanyeol masih bernyanyi sambil sesekali menatap Seulgi, sementara Seulgi mendapat satu notifikasi pesan obrolan LINE; dari Sehun.

Sehun Oh : Esok pagi aku akan pulang. Pastikan kau datang bersama Chanyeol untuk mengambil sovenir kalian.

Sehun Oh : Omong-omong, apa kalian benar-benar sudah resmi berpacaran?

Seulgi merasa geli sendiri membaca pesan terakhir yang Sehun kirimkan. Berpacaran? Ya, mereka tentu sudah meresmikan hubungan itu jauh hari sebelum Sehun melangsungkan pernikahan. Hanya saja, Seulgi belum berniat memberitahunya.

Tapi Chanyeol pernah bilang padanya, bahwa ia sudah memberi tahu Jongin tentang hubungan mereka. Jadi, sudah bisa dipastikan Sehun mengetahui tentang hubungannya dengan Chanyeol. Yah... sudah pasti begitu.

Seulgi Kang : Baiklah. Aku sangat menantikan sovenir yang kalian bawakan untukku.

Seulgi Kang : Dan, hm... apakah aku dan Chanyeol berpacaran atau tidaknya, kau akan mengetahuinya nanti ;)

Pesan itu belum dibaca. Mungkin sekarang Sehun kembali sibuk dalam urusannya? Entahlah.

Penampilan band itu berakhir, menyadarkan alam lamunan sesaat gadis itu dan Chanyeol segera menghampirinya yang duduk sendirian.

"Hai, Sayang," sapa Chanyeol. Tak tanggung-tanggung dia mengecup pipi penuh Seulgi. Bukannya merasa risi akan pandangan iri para penggemar kekasihnya, Seulgi justru merasa senang. Itu artinya, Chanyeol benar-benar mengakuinya sebagai kekasihnya di depan umum.

"Hai," balas Seulgi.

Chanyeol menyesap sedikit minuman milik Seulgi, dan gadisnya itu bercerita, "Omong-omong, Sehun dan Eunhee kembali ke Seoul hari esok."

"Benarkah?" Mata Chanyeol membulat, kemudian ia merogoh ponselnya di saku celana jins hanya untuk mendapati layar ponselnya yang tidak menampilkan notifikasi apa-apa. Membuatnya kesal dan menggerutu, "Tapi Sehun tidak memberitahuku. Bahkan Jongin juga tidak! Aku yakin sekali kalau sebelumnya Sehun sudah memberi tahu Jongin!"

Seulgi menggeleng melihat kekesalan kekasihnya. "Sudahlah. Yang penting Sehun mengundang kita untuk datang ke rumahnya. Mereka membelikan kita sovenir."

Sontak, ekspresi kesal Chanyeol berubah drastis. Senyum lebarnya kembali terbit. "Nah, sovenir adalah pilihan yang bagus untuk menebus kesalahannya karena tidak memberitahuku jadwal kepulangannya," kelakarnya sambil tertawa senang.

Para anggota band berpamitan pada Chanyeol untuk pulang. Chanyeol mengiakan dan melakukan hi-five kepada semua anggota band-nya. Setelah mereka tak terlihat pandang, Chanyeol berkata, "Mau pergi berkencan?"

"Kencan?" Seulgi tampak menimbang-nimbang sejenak. "Ke mana?"

"Lotte World?" tanya Chanyeol. "Bukankah waktu itu kau ingin sekali pergi ke sana? Bagaimana kalau kita pergi sekarang?"

Seulgi menyetujui tawaran Chanyeol dengan cengiran bahagianya. "Tentu saja aku mau!"

---oOo---

Hari demi hari dalam masa bulan madu mereka memang berlalu begitu cepat. Rasa-rasanya baru kemarin malam mereka tiba di kota Hawaii ini. Oh, ya, tentu saja keduanya menghabiskan waktu berbulan madu dengan sebaik mungkin. Mereka mencoba untuk tidak menimbulkan masalah bahkan jika diibaratkan setitik debu pun, karena mereka tak ingin romantisme yang mereka coba bangun ini gagal.

Kala mentari masih bersembunyi di balik garis-garis awan kelabu yang membentang, sepasang suami istri itu semakin bergelung di bawah selimut yang sama. Saling memeluk, menginginkan kehangatan di pagi hari.

Sehun, dengan mata yang setengah terpejam, melirik wajah istrinya yang masih lelap dalam mimpi. Ada senyum kecil yang terlukis di bibirnya kala ia mendengar dengkuran halus wanitanya―yeah, sekarang Eunhee benar-benar menjadi seorang wanita.

Seakan sadar ada sepasang mata yang mengarah padanya, Eunhee mencoba membuka mata, tetapi rasanya berat sekali. Eunhee terlalu mengantuk. Ia mengganti usahanya membuka mata dengan mengerang kecil, tatkala selimut yang menutupi tubuhnya tersingkap sedikit di bagian bahu hingga menghantarkan udara dingin pagi hari.

"Ouch..., dingin sekali!" gerutu Eunhee, suaranya serak.

Sehun tertawa pelan melihat tingkah laku wanitanya. Karena kelihatannya Eunhee benar-benar kedinginan, Sehun mendekatkan tubuh mereka berdua, membuat Eunhee dapat merasakan kehangatan bersumber dari pelukan suaminya, lalu mendesah lega.

"Hangat sekali," Eunhee kembali bergumam.

Baru saja Eunhee hendak terlelap untuk melanjutkan mimpinya, wanita itu membuka matanya sepenuhnya, begitu sebuah ciuman lembut mendarat di keningnya yang tertutupi poni.

Eunhee mendapati sebuah tatapan lembut di mata Sehun, berikut senyuman menawannya yang memabukkan.

"Selamat pagi, Sayang," sapa Sehun, ringan.

Eunhee sebenarnya tidak rela mengakhiri pelukan yang terlalu hangat ini, tetapi rasa malunya mendadak muncul ke permukaan dan menyebabkan pipinya bersemu. Eunhee bisa merasakan liatnya otot-otot tangan serta tubuh bagian atas suaminya yang telanjang, dan juga mengingat kembali kegiatan mereka semalam yang cukup―ugh, baiklah. Tidak perlu dijelaskan lebih jauh lagi. Itu hanya akan semakin meningkatkan kadar malunya dan ingin mengubur dirinya ke tanah sedalam mungkin.

"Eng... selamat pagi," Eunhee balik menyapa, masih dengan suara seraknya. "Jam berapa sekarang?" Eunhee berusaha menutupi kegugupannya lewat bertanya mengenai waktu pagi ini, tetapi usahanya gagal dan mengundang tawa geli suaminya.

"Masih jam enam pagi. Ada satu jam lagi sebelum room service datang kemari untuk mengantar sarapan pagi," sahut Sehun setelah ia melirik jam dinding di depan tempat tidur.

"O-oh...." Eunhee menelan ludahnya susah payah, karena tenggorokannya terasa kering. "Baiklah," katanya, bingung harus berkata apa.

"Apa kau mau melanjutkan tidurmu?" tawar Sehun. "Akan kubangunkan saat sarapannya sudah datang."

"Sehun," Eunhee makin gugup, "aku... ingin dipeluk lagi." Dia menyeringai canggung. "Eng... kau tahu, aku... kedinginan... jadi..."

"Iya, iya, aku tahu. Kemarilah." Sehun menarik Eunhee ke pelukannya lagi. Kepala wanita itu kini berada di bawah lehernya, sehingga ia bisa merasakan embusan napas tertahan Eunhee di sana. "Apa kau sudah merasa hangat?" tanyanya sambil memejam mata.

Eunhee meresponsnya dengan anggukan malu-malu dan senyum kikuk yang tak dapat dilihat suaminya, sebelum selanjutnya dia melingkarkan tangannya di pinggang Sehun dan ikut memejamkan mata.

Tersisa beberapa jam lagi sebelum sepasang suami istri ini berangkat ke bandara untuk pulang ke tanah kelahiran dan melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya. Ah... sulit rasanya menerima kenyataan ini. Eunhee masih ingin berada di sini, menikmati indahnya pantai, festival musik, festival kembang api dan mengunjungi tempat wisata lainnya yang tak sempat ia jelajahi, tetapi tidak mungkin juga Eunhee dan Sehun mengundur waktu pulang. Eunhee tidak mau menjadi istri egois dengan merusak jadwal pekerjaan suaminya, hanya karena keinginannya itu.

Mungkin, Eunhee bisa mengajak Sehun untuk berwisata kemari, kalau waktu bekerjanya tidak sesibuk biasanya, suatu saat nanti.

---oOo---

Suasana bandara Incheon siang itu sangat ramai dan bising, setibanya Eunhee dan Sehun di sana. Keduanya saling menggandeng tangan, dengan sebelah tangan lain menggeret koper masing-masing. Tak jauh dari posisi mereka berjalan, ada Pasangan Oh dan Park yang melambaikan tangan dan dibalas oleh mereka.

Sooyeon dan Hyesung langsung berlari kecil menghampiri Eunhee dan Sehun. Mereka saling bertukar pelukan hangat, membisikkan kalimat penuh kerinduan dan kebahagiaan. Kemudian, sepasang suami istri itu turut memeluk rindu sosok Daemin dan Jaejoon sambil tersenyum.

"Bagaimana Hawaii? Apa menyenangkan?" tanya Hyesung pada putrinya.

Dua keluarga itu langsung berjalan meninggalkan lokasi bandara menuju ke area parkir, di mana ada dua mobil di sana yang dikendarai oleh sopir-sopir pribadinya.

Eunhee berpikir sejenak sambil menggumam, lalu, "Ya, tentu. Aku suka Hawaii. Aku menikmati banyak wisata yang ada di sana."

Tiba-tiba, Sooyeon mendekat pada Eunhee untuk berbisik, "Jadi, bagaimana? Apa kalian sudah melakukannya? Sehun memperlakukanmu dengan lembut, bukan?"

Bolehkah Eunhee berharap lantai yang dijejakinya ini runtuh dan membawanya jatuh sedalam mungkin? Oh, pertanyaan Sooyeon membuatnya diam tak berkutik. Merasa kikuk bukan main, dan pipinya merona. Karena Eunhee tahu, ke mana arah pembicaraan Sooyeon barusan.

Eunhee berdeham samar, guna menjernihkan tenggorokannya. Untuk sesaat wanita itu menggigiti bibir bawahnya sebelum menyahut, "Ibu..."

"Aku membawa banyak sekali sovenir dari Hawaii. Kuharap kalian menyukainya," kata Sehun, memotong ucapan Eunhee―tetapi laki-laki itu memang tidak tahu apa yang sedang dibicarakan oleh istri dan ibunya, dan hanya mengatakannya kalimatnya begitu saja.

Setidaknya, setelah itu Eunhee dapat bernapas lega. Karena beberapa detik seusai Sehun berbicara, Sooyeon kembali berjalan di sisi putranya. Dan kalapun Sooyeon mengutarakan pertanyaan yang sama, Eunhee bersyukur karena Sehun-lah yang akan menjawabnya.

---oOo---

Setibanya di tanah kelahiran, pasangan itu lebih memilih pergi ke apartemen yang baru dibeli Sehun, sementara Pasangan Oh dan Park turut mengunjungi apartemen tersebut sekadar melepas rindu dan bertukar cerita selama mereka tidak saling bertemu selama seminggu penuh.

Para pria itu memilih mengobrol di ruang keluarga, tepat setelah Sehun menyimpan dua koper yang digeretnya ke kamarnya, dan para perempuannya merasa lebih nyaman berbicara di area dapur sembari menyiapkan camilan dan juga empat cangkir teh hijau yang rasanya pas diminum di waktu menuju sore ini.

Dapat ketiganya dengar para pria di ruang keluarga sana yang bercengkerama sambil tertawa lepas. Selanjutnya, mereka membahas tentang sovenir yang dibelikan Sehun dari Hawaii dan kembali tertawa.

"Ah, sovenir untuk Ibu dan Ibu Mertua ada padaku. Sebentar." Eunhee baru akan beranjak meninggalkan dapur, tetapi Sooyeon mencegahnya.

"Tidak apa-apa, Sayang. Kau bisa memberikannya nanti," kata Sooyeon, tersenyum lembut.

Eunhee memberinya anggukan mengerti.

"Tadi, aku menanyakan hal yang sama pada Sehun, dan kau tahu apa jawabannya?" Sooyeon memulai, dan Eunhee tampak salah tingkah.

Oh... jangan lagi!

"Dia hanya bilang tunggu saja, sebentar lagi aku akan segera menimang cucu dari kalian," tandas Sooyeon, berbisik menggoda tepat di telinga Eunhee yang memerah menahan malu.

"Ya ampun!" Hyesung tertawa kecil mendengar bisikan Sooyeon yang nyatanya dapat didengarnya dengan jelas. "Aku sungguh menantikan momen paling penting itu, kau tahu?" katanya seraya menyikut lengan putrinya.

"Kalau aku bisa memilih, aku ingin memiliki cucu perempuan. Aku pasti akan membelikannya banyak boneka dan pakaian-pakaian lucu untuknya." Sooyeon mulai berandai-andai, dengan pandangan mengarah ke langit-langit dapur.

Hyesung menimpali, "Tapi aku menginginkan cucu laki-laki. Agar aku bisa mengajarinya agar menghormati perempuan sampai kapan pun dan bisa kubanggakan kepada semua orang, bahwa aku mempunyai cucu yang diidam-idamkan."

Kala Sooyeon dan Hyesung memperdebatkan masalah jenis kelamin cucu yang diinginkan―sekali pun fakta menamparnya telak kalau ia sama sekali belum hamil, membuat Eunhee mendesah lelah tanpa sepengetahuan mereka. Lama-lama ia jadi punya pemikiran negatif; bagaimana kalau seandainya Eunhee tidak memiliki keturunan? Bagaimana kalau nanti Eunhee tidak bisa memenuhi keinginan terbesar mereka? Bagaimana...

"Eunhee? Kau baik-baik saja, Sayang?" Suara Hyesung membaur ke dalam alam lamunannya yang cukup suram. Eunhee terkesiap, menatap mata khawatir ibunya lalu mengulas senyum tipis.

Oh, apa yang baru saja kulamunkan? Kenapa aku bisa berpikiran seperti itu? Batin Eunhee bersuara.

"Ya, aku tidak apa-apa," sahut Eunhee, pelan.

Sooyeon mengembuskan napas pendek. "Sayang, maafkan jika pembahasan yang kami buat ini membuatmu merasa tidak nyaman." Ia mengusap lembut bahu mungil Eunhee. "Kami hanya... yah, senang berandai-andai memiliki seorang cucu yang lucu dan menggemaskan."

Eunhee tersenyum lagi. Ia jadi merasa bersalah karena hal ini.

"Biar bagaimana pun, kami tetap menginginkan yang terbaik dari Tuhan. Kalaupun Dia memberikan kami cucu, baik laki-laki maupun perempuan, kami pasti akan menyayanginya dengan sepenuh hati. Dan pastinya kami juga akan lebih mensyukuri, seandainya Dia memberikanmu keturunan kembar laki-laki dan perempuan..."

"Sooyeon...," bisik Hyesung, menyudahi celotehan Sooyeon.

"Ya Tuhan." Sooyeon meringis kesal. "Aku benar-benar kelewatan, bukan? Maafkan aku."

"Tidak apa-apa, Ibu," kata Eunhee, menenangkan ibu mertuanya. "Doakan saja, semoga kami bisa segera memberikan cucu untuk kalian."

"Tentu, tentu," respons Hyesung, berbinar.

"Nah, kue dan tehnya sudah jadi. Ayo kita bawa ini semua dan bergabung dengan mereka," ajak Sooyeon penuh semangat, sambil membawa kue basah yang baru dibuatnya menuju ke ruang keluarga, sementara Hyesung membawa sepiring kue lain dan Eunhee membawa nampan berisi empat cangkir teh.

---oOo---

Obrolan itu rupanya tidak berhenti sampai di mana Sehun dan Eunhee memilih untuk meninggalkan mereka sebentar, karena ada beberapa urusan via telepon; Sehun dengan kesibukannya menerima telepon dari perusahaan, sedangkan Eunhee dengan sambungan video call-nya bersama Wendy serta Jongdae.

Selesai dengan urusan masing-masing, keduanya lantas memijaki lantai yang sama; balkon kamar, berdiri bersisian, ditemani embusan angin sore yang menyejukkan.

Dari sini, mereka masih bisa mendengar pembicaraan antusias keempat orang tua itu.

"Barusan Wendy menghubungiku dan bilang, ia dan Jongdae ingin segera menemui kita, tapi aku meminta mereka untuk datang hari esok. Aku bilang, kita membutuhkan waktu istirahat dan juga menghabiskan waktu bersama keluarga dan... untungnya Wendy mengerti," celoteh Eunhee panjang lebar, seraya memerhatikan kondisi jalan raya yang berada jauh di bawah kakinya.

Sehun mengangguk mendengarnya. "Aku juga meminta Jongin dan Chanyeol untuk datang kemari hari esok bersama pasangan mereka, dan alasanku sama sepertimu. Yah... aku tahu, mereka berdua pasti kemari bukan hanya sekadar berkunjung, tapi untuk mengambil sovenir-sovenir mereka," canda Sehun, terkekeh kecil. Eunhee menyukai kekehan suaminya itu.

Eunhee lantas menopangkan sikunya ke pagar pembatas. Sehun menatap setiap inci sisi wajahnya dalam diam. Seperti ada sesuatu yang sedang disembunyikan wanita itu. Makanya, Sehun lekas bertanya, "Apa ada sesuatu yang mengganggumu, Sayang?"

Eunhee menoleh, mengulas senyum kecil, lalu menggeleng. "Tidak."

Sehun mendekat, memeluk pinggang Eunhee dan menyandarkan kepala wanita itu di dadanya. "Ceritakan saja. Aku akan mendengarkan."

"Hm..." Eunhee memejamkan matanya. "Kupikir... kau akan mengetahuinya?" tanyanya.

Jeda selama beberapa detik, sampai Sehun mengembuskan napas panjang dan menyahut, "Apa ini tentang... pembicaraan ibuku?"

Eunhee bungkam.

Kebungkamannya membuat Sehun mengerti.

"Tidak apa-apa, Sayang. Kita tidak perlu terburu-buru memiliki keturunan. Yah, kita memang boleh berharap secepatnya, tetapi kita hanya bisa berencana. Dan tetap, Tuhan-lah yang menentukan," ujar Sehun, mengusapi bahu istrinya yang kini menenggelamkan wajahnya di dadanya yang bidang.

Bisa Sehun dengar isakan samar bersumber dari bibir mungil sang istri. Segera ia merengkuhnya ke dalam pelukan hangat yang menenangkan.

"Maafkan aku, Sehun..." Eunhee berujar lirih. "Aku hanya... aku hanya takut... mengecewakan keluarga kita."

"Kau tidak mengecewakan siapa pun, Sayang," sahut Sehun. "Dan kita tidak akan mengecewakan siapa pun. Masih banyak waktu bagi kita untuk bisa membahagiakan diri kita sendiri dan keluarga. Apalagi, kita baru menjadi suami istri selama dua minggu, bukan?"

Eunhee mengangguk dalam dekapan Sehun. Oh, ini benar-benar memalukan. Eunhee bahkan baru mengingat fakta kalau ia baru menjadi istri Sehun dalam waktu kurang dari satu bulan. Andai ia tidak terlalu cepat panik dalam menanggapi situasi seperti ini.

Rasanya, Eunhee tidak bisa mengangkat wajah dan balas menatap mata suaminya.

Beberapa menit Eunhee habiskan dalam dekapan Sehun yang nyatanya memang mampu membuatnya tenang. Wanita itu menghirup dalam wangi aroma tubuh suaminya yang begitu memabukkan, sedangkan Sehun tidak berhenti mengusap surai panjang Eunhee tanpa berbicara apa-apa.

"Sudah merasa baikan?" tanya Sehun di detik-detik berikutnya.

"Mm-hmm." Eunhee mengangguk lagi, lantas melepas pelukan, menggenggam sisi-sisi pakaian Sehun di bagian pinggangnya, dan baru berani membalas tatapan lembut yang dilayangkan Sehun kepadanya.

Sehun tersenyum, manis sekali, sampai-sampai Eunhee merasa gemas dan ingin mencubiti pipi suaminya itu.

Sebelah tangan Sehun terulur, mengusak puncak kepala Eunhee, tindakan yang sering ia lakukan ketika mereka masih berstatus sebagai sepasang kekasih. Ah, terkadang Sehun merindukan masa-masa di mana mereka dipertemukan kembali setelah sama-sama beranjak dewasa, atau momen di saat Eunhee lupa siapa Sehun sebenarnya, dan itu membuahkan sensasi menyenangkan tersendiri bagi Sehun. Karena dengan begitu, Sehun jadi leluasa menggoda Eunhee hingga sepasang pipinya merona.

Sehun kini beralih menggenggam kedua tangan Eunhee dan menatap matanya lekat. "Aku tidak tahu harus berkata apa lagi ketika aku benar-benar memilikimu seutuhnya," ungkap Sehun, tulus. "Kau tahu benar, bahwa aku mencintaimu. Mencintai segala kelebihan dan kekuranganmu."

Desakan cairan bening langsung memburamkan penglihatan Eunhee. Ia menunduk, mengulum senyuman lalu tertawa singkat. Ya, apa yang Sehun rasakan itu sama persis dengan apa yang ia rasakan; bahwa ia tidak menyangka, Sehun kini menjadi miliknya, seutuhnya.

Mengingat hal itu menyebabkan pipinya merona merah dan terasa panas.

"Hei, Oh Sehun, bisakah kau berhenti membuatku malu seperti ini?" tanya Eunhee, tentunya dalam konteks bercanda. Entahlah, ia hanya tidak bisa menahan rasa malunya ini setiap kali Sehun secara terang-terangan menggodanya, atau mengungkapkan kalimat-kalimat romantis yang sering ia dengar di drama-drama Korea kesukaannya.

Sehun menanggapinya dengan cengiran lebar. "Kenapa? Kau tidak menyukainya? Atau kau tidak mau terlihat salah tingkah di hadapanku?"

"Ya!" pekik Eunhee, tertahan.

Tawa bahagia sepasang suami istri itu secara tidak sengaja, membaur dengan tawa-tawa ceria dari arah dalam, tepat di ruang keluarga. Di mana Pasangan Oh dan Park masih saja saling melempar canda tawanya dengan penuh suka cita.

Ya, keempat paruh baya itu bersama dengan candaan khas orang tua dan hal lainnya, sementara Sehun dan Eunhee bersama diiringi tawa lepas serta bahasan-bahasan tentang hal romantis pun kesalahtingkahan yang belum usai.

----oOo---






YOROBUUUUUN maafkan aku, karena aku baru update lagi setelah sekian lama fanfiksi ini terbengkalai T.T

Oke gak apa-apa, silakan aja protes di sini karena kengaretanku ini T.T

Tapi... gimana sama chapter ini? Apa tanggapan kalian? Maaf kalau kalian merasa alurnya semakin tidak jelas seperti doi yang selalu PHP-in T.T /plakk/

Ini aku ceritanya benar-benar mau ditamatin, tapi kenapa akhirnya aku selalu menambah lagi chapter? Lagi, dan lagi? mau sampai kapaaan? Kalau begini terus ff ini malah nggak bakalan beres x(((((((

Gak apa-apa semisal kalian nggak suka sama cerita ini, kalian bisa meninggalkannya :"""")

Dan kuharap, kalian meninggalkan vote serta komentarnya sehabis membaca :"""")

Semoga (benar-benar semoga) chapter depan tamat, ya :""""")

Meski sebenernya aku nggak rela ff ini tamat T.T /DASAR AUTHOR LABIL!/

Salam sayang,

ShanShoo♥

Continue Reading

You'll Also Like

378K 28.3K 70
Marvin dan Gianna memang telah sepakat untuk menjalin hubungan yang cukup rumit tanpa melibatkan perasaan di dalamnya. Namun mereka bisa apa jika tak...
2.6K 453 80
11 November 2023 Raw No Edit Google translate MTL https://www.jjwxc.net/onebook.php?novelid=4646368 我当暗卫的二三事 Pengarang:漫步长安 Sinopsis: Sebagai penjaga...
540K 56.2K 47
[21+] "can you kiss me more? we're so young and we ain't got nothing to lose." 23/12/21 - 25/07/22
1.6K 164 14
Moreno Danishwara melakukan apa saja agar dia bisa mendapatkan hati adik kelasnya, tidak terkecuali menyingkirkan adiknya sendiri. - PREQUEL KETIDAKS...