HOUSEMATE ✔

By msvante

1.4M 154K 21.5K

[COMPLETED] Di tengah pelarian, aku terpaksa mengubah jati diri yang sebenarnya. Demi bertahan hidup aku rela... More

SINOPSIS
FIRST
SECOND
THIRD
FOURTH
FIFTH
SIXTH
SEVENTH
EIGHTH
NINTH
TENTH
ELEVENTH
TWELFTH
THIRTEENTH
FOURTEENTH
FIFTEENTH
SIXTEENTH
EIGHTEENTH
NINETEENTH
TWENTIETH
TWENTY ONE
TWENTY TWO
TWENTY THREE
TWENTY FOUR
TWENTY FIVE
TWENTY SIX
TWENTY SEVEN
TWENTY EIGHT
TWENTY NINE
THIRTY
THIRTY ONE
THIRTY TWO
THIRTY THREE
THIRTY FOUR
THIRTY FIVE
THIRTY SIX
THIRTY SEVEN
THIRTY EIGHT
THIRTY NINE
FOURTY
FOURTY ONE
FOURTY TWO
FOURTY THREE
FOURTY FOUR
FOURTY FIVE
FOURTY SIX
FOURTY SEVEN
FOURTY EIGHT
FOURTY NINE
FIFTY
FIFTY ONE
FIFTY TWO
FIFTY THREE
FIFTY FOUR
FIFTY FIVE
FIFTY SIX
FIFTY SEVEN
FIFTY EIGHT
FIFTY NINE
SIXTY
SIXTY ONE
SIXTY TWO
SIXTY THREE
-END-
- THANK YOU -

SEVENTEENTH

21.4K 2.5K 280
By msvante

"Ibu menyayangimu, nak. Jaga dirimu dan

... ayah"

"Baik bu. Aku juga ingin menjaga ibu, ibu cepat sehat ya. Ayah pasti kembali."

"Anak ibu, cantik sekali."

"Mm seperti ibu"

Kadang aku merasa iri dengan mereka yang masih memiliki orang tua lengkap, keluarga yang harmonis, berbelanja bersama, berlibur bersama dan semuanya.

Tidak seperti diriku, terbuang.

Terbuang karena sikap pecundang ayah kandungku sendiri, sampah.

Dan hidup terkatung katung seperti sekarang. Bersama pria yang berada diluar ambang batas normal. Jika saja aku ini tidak waras, bisa dipastikan akan masuk kedalam lubang setannya yang menyesatkan.

Beruntunglah dulu aku mendapat beasiswa untuk kuliah, meski sedikit curang karena pemalsuan identitas. Entahlah, aku belum memikirkan bagaimana solusi masalah itu nantinya. Yang pasti, sekarang aku aman.

Dan mendapat tempat tinggal gratis juga gaji dari Taehyung, meski sepatutnya aku harusnya bersyukur, tapi di satu sisi aku ingin menganggapnya sebagai sebuah kesialan. Kesialan yang sempurna.

Langit pun ikut kelam, sekelam hatiku yang sedang meratapi nasib saat ini. Kupangku tangan kananku dengan daguku sendiri. Akhir-akhir ini aku merasa cukup lelah dan jenuh. Tugas, belajar, Taehyung, semua membuatku lelah.

"Hey!"

"Ehmhh. Kau"

"Iya. Aku. Kenapa? Kau tidak suka?"

"Ck!"

"Ehehe aku kan hanya bercanda, cantik."

CAN-TIK?

Jangan lupakan dia mencubit pipi kananku lembut saat mengatakan kata terakhir.

Cepat-cepat aku melihat ke sekeliling untuk memastikan tidak ada orang yang mengenal kami mendengarkan dan melihat kelakuan Jungkook barusan.

"Tenang saja, para hyung kan sedang kuliah," Jungkook malah berucap santai sambil duduk didepanku. "Menghayalkan apa barusan, seru sekali sepertinya."

"Tidak ada," kataku sambil mengaduk Matcha ku dengan bubuknya yang sudah mengendap.

"Maaf ya lama menunggu. Tadi Jung Ssaem mengajakku ngobrol sebentar."

"Eum, kau mau pamer kalau kau ini si anak akselerasi, Jeon?"

Jungkook mendadak tertegun, menatapku selama beberapa detik lalu tertawa kencang.

"Ah, akhirnya Han kembali," katanya sambil bertepuk tangan.

"Ssssttt Jeon Jungkook, mulutmu yaampun. Sssst diamlah, jangan bahas bahas itu."

Aku bahkan menaruh telunjukku ke bibirku menaruh gerakan diam sambil menatap Jungkook dengan geram.

Setiap dia membahas itu, rasanya seperti membunyikan terompet kematianku.

"Kau ini, tidak usah sekhawatir itu. Sudah kubilang para hyung kan sedang ada kelas."

"Tetap saja Jungkook, tetap saja. By the way mulai sekarang panggil aku hyung, aku ini lebih tua darimu, Jungkook."

"Hyung? Ah sebutan itu kurang pantas untukmu. Bagaimana kalau Noona, saja."

"JUUUUUUUUNGGGG," aku merengek ketakutan sementara Jungkook kembali tertawa kencang.

"Arraseo, aku akan memanggilmu hyung. Tapi untuk situasi tertentu, aku akan memanggilmu Noona. Noo-na." Jungkook mengatakan itu dengan nada khas bocah lima tahun. Tapi sesungguhnya kenyataan berkebalikan, Jungkook terlihat menggoda dengan nadanya barusan.

Ampunilah pikiranku.

"Terserahmu saja, Jeon."

Jungkook akhirnya mengakhiri acara tawanya setelah bunyi pesan masuk didalam ponselnya menarik atensinya sendiri.

Kuseruput Matcha ku sambil menatap ke arah luar kantin.

"Tae hyung bilang kita ke apartment duluan, dan dia minta kita mampir dulu untuk beli cemilan dan minuman seperti biasa," jelas Jungkook saat selesai mengetik dilayar ponselnya.

"Jinja, pasti dia sengaja karena tidak mau ikut repot-repot berbelanja," dengusku.

"Tidak hyung."

Oh bagus. Jungkook mulai menurutiku, tapi entah kenapa rasanya tidak sebagus yang kupikirkan.

"Jungkook, sepertinya kau tidak perlu memanggilku hyung. Rasanya aneh, maaf."

Jungkook tertawa lagi. "Baiklah, tapi aku akan tetap memanggilmu, Noo .. na."

Whatever, terserah Jungkook saja. Aku sudah malas membicarakan ini.

"Ngomong-ngomong Tae hyung dan Jimin hyung memang ada kuliah tambahan 2 jam Han, makanya aku tidak ikut kelas mereka kali ini."

"Begitukah, yasudah. Ayo kita jalan."

Suasana sempat hening saat kami berada di mobil Jungkook.

"Ah bagaimana perkembangan rencana kalian mendekati Song Hana."

Aku tak tau mengapa mulutku malah mengangkat itu sebagai topik pembicaraan.

Jungkook masih hening, hingga mataku sempat melirik sebentar.

"Entahlah, dia menjadi sedikit kurang menarik akhir-akhir ini."

"Jinja? Bukannya kau yang paling semangat untuk mendekatinya."

"Hmm, ya kurasa. Tapi melihat para hyung tidak seantusias diriku, aku jadi malas juga."

"Kupikir kau benar-benar menyukainya, aku masih ingat kau bilang--"

"Ah, kita hampir sampai," Jungkook memotong pembicaraan, aku sadar itu. Tapi memang benar, apartment kami telah terlihat. Jadi aku memutuskan untuk diam.

Kami berdua turun bersamaan, keluar dari basement dan naik ke lobby utama. Jungkook bilang ingin berjalan kaki, jadi kami memutuskan untuk berjalan ke arah supermarket yang bisa ditempuh selama 10 menit.

"Pasti asik kalo kita bisa barbequan," Jungkook melirik tumpukan daging sebentar, terpaksa kami melewatinya begitu saja karena apartment Taehyung tidak mendukung untuk aktivitas barbeque. Seperti tujuan semula, kami pun singgah di rak cemilan. Kemudian melanjutkannya ke rak minuman dan mengambil bir, soju serta soda.

"Tidak ambil banana milk mu juga?"

"Ah iya. Tunggu disini ya," Jungkook segera berlari kembali ke belakang rak berisi jejeran susu pisang.

Dasar bayi!

Aku menunggui keranjang belanja sambil menunggu Jungkook datang. Mataku menatap kasir yang tidak terlalu penuh. Kakiku hampir menggeser sambil membawa keranjang hingga suara kelelahan menyapa telingaku.

Jungkook sudah kembali sambil membawa satu, dua, lima, delapan, sepuluh cup susu pisang dengan nafas ngos ngosan.

"Kau berlari?"

"Um," angguknya polos sambil menaruh kesepuluh susu pisang itu ke keranjang belanja kami.

Kami berjalan bersamaan ke kasir, kemudian Jungkook membayar keseluruhannya setelah kami melalui perdebatan kecil tentang siapa yang akan membayar. Aku meminta untuk membayar tapi Jungkook mencegahnya.

"Aku ini pria Han, dan ini adalah harga diriku dihadapan wanita."

Ck!

Meski setelah itu aku mendengus kesal karena dia membahas itu lagi. Akhirnya aku menyerah dan membawa kantong belanjaan itu dengan bahu terkulai.

"Aku akan membawanya, aku ini pria," Jungkook merampas dua kantong plastik besar dari tanganku.

Ah molla!

Aku membiarkan tanpa berniat mengajak Jungkook berdebat lagi.

Hal-hal ini lah yang kutakutkan terjadi. Maksudku, memang secara fakta aku adalah wanita, tapi tidak bisakah Jungkook bersikap biasa sesuai penampilanku sekarang.

Kami berdua berjalan beriringan menuju apartment.

"Han, aku boleh bertanya sesuatu?"

"Kenapa"

"Kau yakin Tae hyung tidak mengetahui sama sekali kalau kau ini-jeda sebentar-seorang gadis?"

Pertanyaan konyol.

"Tidak. Taehyung tidak mengetahuinya."

"Bagaimana kau tau?"

"Dia itu bodoh dan tidak sensitif"

"Hanya itu?"

"Hanya itu."

"Ah, aku cemburu."

Mwo?

Suara Jungkook barusan hanya berupa bisikan, tapi kupastikan telingaku tidak salah mendengar.

"Aku--"

Tik tik tik

"Hujan, Jeon."

Oh yaampun, bahkan ini tidak hanya rintik-rintik karena semakin lama butiran air itu semakin membesar.

Kami sedang berada diarea terbuka, trotoar dan tidak ada tempat berteduh.

"Ayo lari, Jeon."

Sebelum aku berlari kurasa sesuatu hinggap dikepalaku. Mataku menengadah sebentar dan tanganku meraih sesuatu itu.

Kemudian pandanganku pindah ke Jungkook.

"Jeon, aku tidak perlu pakai--"

"Ayo, lari cepat!" Jungkook bahkan menaruh tangannya ke atas kepalaku persis sebelum aku melepas coat hitam miliknya. Mau tidak mau aku mengikuti langkahnya yang bergerak sangat cepat.

Ya. Kami berdua berlari ditengah hujan dimana Jungkook menaruh tangannya diatas kepalaku. Sesekali aku melirik dua kantong plastik besar yang kini sudah menggantung sempurna di tangan kirinya. Dua bersamaan, diatas lengan milik Jungkook yang kini telah basah. Tidak hanya lengan, bahkan seluruh tubuhnya yang hanya terbalut kaos putih juga basah, memamerkan tubuh dalamnya yang telah tampil secara transparan.

Sial! Kemana perhatianku sekarang.

"Kita hampir sampai," suara Jungkook kembali mendominasi diantara butiran hujan. Kaki kami terus melewati jalanan basah. Sesekali Jungkook memperingati ketika ada kubangan.

Dosakah jika aku mensyukuri kemalasanku membawa payung tadi meski sudah melihat prakiraan cuaca bahwa sore ini akan hujan?

Jeon, kau sangat manis.

"Kita sampai," langkah kami memelan bahkan berhenti setelah akhirnya berada tepat dibawah gedung apartment.

Jungkook menarik tangannya dan wajahnya sedikit turun secara miring untuk mensejajarkan pandangannya denganku.

"Kau basah," katanya kemudian.

"Kau lebih basah," balasku sambil melihat dirinya dari kepala sampai ke kaki. Jungkook tampak seperti habis tercebur di kolam renang. "Dan terimakasih untuk ini," kataku sambil mengambil coat milik Jungkook dari atas kepalaku yang telah basah sepenuhnya.

"Aku ini kuat, sedangkan kau, lihat lengan ini," dia mengangkat lenganku yang selalu diejeknya lemah itu. "Ayo cepat naik, ganti bajumu, nanti kau sakit."

Wah, Jungkook sangat bawel sekarang. Tapi aku menurutinya dan mengikuti langkahnya masuk ke dalam lift.

"Mereka belum sampai sepertinya," kataku setelah masuk ke dalam apartment dan mataku mengitari ruang tv yang sepi.

Jendela dengan horden yang terbuka masih menampilkan hujan yang turun begitu deras.

"Aku akan coba tanya mereka ada dimana," kataku sambil mengambil ponsel yang tersimpan di saku. Sialnya, layarnya cukup basah.

"Baiklah," Jungkook berjalan ke arah dapur sambil membawa kantong belanjanya.

Aku sedang mengetik pesan pada Taehyung saat suara gaduh dari arah dapur mengganggu fokusku dan memaksaku untuk secepatnya berlari kesana.

"Apa yang terjadi," kataku saat melihat Jungkook sudah terduduk dilantai dengan isi kantong belanja yang berantakan.

Dia meringis sambil memegangi pantatnya.

"Astaga Jeon, kakimu berdarah," panikku sambil memegangi tulang keringnya yang mengeluarkan cairan merah.

"Aku akan ambil obat dul-aaaaaaaaaaa..."

DUG!!

satu detik.

dua detik.

lima detik.

Aku bisa melihat wajah Jungkook dengan jelas dari jarak sedekat ini, dimana aku terjatuh dengan posisi menindih tubuhnya. Mata bulatnya, hidung tingginya, bibir tipisnya yang ranum bahkan goresan bekas luka di pipi mulusnya. Dua gigi depannya yang mengintip sedikit juga semakin melengkapi indahnya karya cipta yang Esa.

"Ehemm, aku--" buru-buru aku mengangkat tubuhku yang kini berada tepat diatas abs milik Jungkook. Ya, aku bisa merasakan karena tangan kananku sekarang menekannya. "Aw .." Sekali lagi aku gagal bangkit dan tanganku semakin menekan perut miliknya.

"Jungkook, maaf aku--"

Ucapanku terhenti, Jungkook menarik tangan yang hampir kuangkat untuk bangkit dari atasnya. Dan hasilnya, kepalaku menubruk dadanya lagi. Suhu tubuhku meningkat pesat berbanding terbalik dengan kondisi dan keadaan kami yang sama sama basah saat ini.

Jungkook mengangkat kepalanya sambil menatapku, membiarkan mataku puas menatap maha karya tak bercacat yang kini terpampang dihadapan wajahku. Aku sadar penuh ketika Jungkook mulai menarik daguku dengan tangan kirinya yang bebas. Perlahan ia membawa kepalanya sendiri mendekat membuat jantungku semakin bertalu dibawah sana. Aku tau ini salah tapi reaksi tubuhku tak bisa lagi sejalan dengan isi kepalaku. Nafasku tertahan saat kurasa hidung kami mulai bersentuhan.

Sedikit lagi, sedikit lagi, sedikit lagi.

"ADUUUUH, ADUHH PERUTKU SAKIT SEKALI ARGGHHHHHH."

Refleks kami berdua saling menjauhkan diri bersamaan dengan suara seseorang yang familiar berteriak memecah keheningan.

"T-taehyung?"

"Eoh, Han, Jungkook, kalian sudah datang?" dia memegangi perutnya sambil melihat ke arah kami.

"Kau sudah dirumah?"

"Iya"

"Sejak kapan?"

"Setengah jam yang lalu, ada Jimin juga ughh sshhhh."

"Mana dia?"

"Tidur, dikamarku. Kami tidur saat hujan uuusshhh hhh. Sudah ya aku ke kamar mandi dulu," kata Taehyung kemudian sambil berlari dan memegangi perutnya.

Aku melihat Jungkook yang masih kikuk, aku pun juga demikian.

"Gantilah bajumu," katanya kemudian.

"Kau juga, pakailah punya Taehyung."

"Baiklah."

Jungkook tersenyum sambil mengacak rambutku.

Sebentar, rambutku, maksudku rambut palsuku,

.... basah?

TBC

Kapal Jungkook-Haneul sedang berlayar dududu~~~

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 59.2K 40
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] ~Telah dibaca sebanyak 1 juta kali~ _______________________________ Adult story_ 𝐌𝐞𝐫𝐞𝐤𝐚 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐞...
58.1K 5.2K 29
(COMPLETE) Tentang perjuangan Nanon mengejar sang mantan istrinya yaitu Chimon wachirawit adulkittiporn dan juga putra semata wayang nya yang telah t...
70.3K 10.7K 36
Pikirkan cara-cara bagaimana caranya agar orang yang kau benci bisa terlepas dari hidupmu. Tapi sebelum itu terjadi, pastikan kalau kau tidak akan me...
12.4K 2.1K 39
Awalnya semua berjalan dengan baik bagi Joohyun. Tak ada konflik, kesehariannya datar-datar saja tanpa kemajuan. Joohyun suka yang seperti itu--damai...