Halal Zone (SEQUEL FANGIRL EN...

By inkinaoktari

492K 53.5K 8.9K

cover by @nailayaa ❤ Karena Fanzone, Friendzone, Kakak-Adek Zone dan zona-zona cinta lainnya akan kalah sama... More

Trailer Halal Zone
1 - Rengginang Poli
2 - Balada di Atas Genteng
3 - Bagai Musik dan Lirik yang Tak Terpisahkan
4 - Lebih Sayang Mana?
5 - Diet?
6 - Ada Pucca!
7 - Ada yang Baru Nih
8 - Dion Sayang Gina Tapi Kapan Ngakunya
9 - Dan Dan DanGer!
10 - Boom!
11 - Gaswat, Dion Ngamuk!
12 - Sedewasa Lo Aja
13 - Kita Punya Anak!
14 - Ciyeee
15 - asdfghjkl
16 - Humaira
17 - Konco Mesra
18 - Mabok Dilan
19 - Lelaki di Balik Mimbar
20 - Ungkapan Tak Terduga
21 - Jadi, Kita Nikahnya Kapan?
22 - Jadikanlah Aku Suamimu~
23 - Jodoh yang Sesungguhnya
24 - Nikah-Nikahan
25 - Paha Ayam
26 - Jendela
27 - Sekali Lagi
28 - Mitsaqan Ghaliza
29 - Malam (Ihiw) Pertama
30 - Pacaran (END)
🌸 sungkeman 🌸
HALAL ZONE 2

♡ istriku yang lucu ♡

19.8K 1.5K 231
By inkinaoktari

"Yon, lo tuh sayang nggak sih sama gue?!"

Sejenak Dion menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Gina yang sedang bertolak pinggang. Dari raut wajahnya, bisa Dion pastikan hati istrinya itu sedang dalam suasana yang buruk.

"Lo kenapa deh, Nang?" tanya Dion heran sambil melipat lengan kemeja kerjanya sampai ke siku. Kemudian pria itu kembali melakukan kegiatannya yang sempat tertunda.

"Elus-elus aja terus. Elus-eluuus," ujar Gina dengan nada menyindir. Perempuan itu lalu mendengus kasar. "Lo tuh baru aja pulang setelah dua hari ada di luar kota. Dan sekarang, elo malah ngacangin gue dan lebih memilih untuk perhatiin dia!" Jari telunjuk Gina menuding ke arah sesuatu yang sejak tadi Dion elus-elus dengan penuh kasih sayang.

Dion menyembunyikan senyum gelinya dan bangkit berdiri untuk menghadap Gina. "Nang, plis dah. Masa lo cemburu sama Manis?"

Gina melirik Manis dengan jenis tatapan tajam seorang ibu tiri. "Ya abis! Istri lo tuh gue apa si Manis, sih?!"

"Kan yang gue nikahin elo bukannya si Manis."

"Halah, kalau legal nikahin sepeda lo juga bakal nikahin Manis, kan?!" todong Gina dengan emosi membara. Sebelum Dion menyahut, ia telah meninggalkan suaminya itu dengan langkah kaki yang mengentak-entak.

Dion terkekeh geli tanpa suara memandangi punggung Gina yang semakin menjauh. Ia lalu mengeluarkan sebuah kotak kecil dari saku kemeja yang ia kenakan.

"Ya udah kalau ngambek. Nis, ini buat lo aja. Dipake ya, Nis. Bini gue kagak mau!" Dion berkata dengan intonasi suara yang sengaja ditinggikan penuh penekanan untuk menarik perhatian Gina. Benar saja, perempuan itu lantas menghentikan langkah. Matanya membelalak setelah menolehkan kepala. Dion menunjukkan seuntai kalung berkilauan ke arahnya.

"Itu buat gue?" tanya Gina dengan mata berbinar-binar.

"Tadinya sih gitu, tapi kayaknya buat Manis aja dah."

"Enak aja! Kan Aa mau beliin Adek. Masa dikasih sama Manis? No way!" seru Gina sambil berlari gesit menghampiri Dion.

Dion menghela napas panjang dengan senyum terulas penuh kesabaran.

"Istriku yang lucu, ini udah berapa bulan gue nggak nyapa Manis. Udah lama nggak diservis. Belum dibersihin. Badannya juga penuh debu. Entar rantainya karatan," jelas Dion sembari mengacak rambut Gina yang sudah berdiri di hadapannya.

Gina terdiam. Mendengar penjelasan Dion, kok rasanya dia jadi menyesal telah cemburu buta sama Manis, ya?

Bibir Gina mengerucut. "Ya ... tapi Aa juga tuh, masa baru pulang yang dielus-elus malah si Manis."

"Jadi mau dielus-elus juga?" tanya Dion memainkan alisnya lucu.

Pipi Gina bersemu merah dan lantas memukul lengan Dion. "Apaan sih! Nyebelin," ujarnya memberengut dan membuang muka.

Dion terkekeh dan meraih bahu Gina untuk menghadap ke arahnya. Gina jadi tergelagap karena Dion yang kini semakin merapatkan jarak mereka. Kedua tangan Dion kemudian mengelilingi leher Gina untuk memakaikan kalung yang terbuat dari intan yang didulang langsung dari Martapura, kota penghasil intan yang ia kunjungi beberapa hari yang lalu dalam rangkaian seminar nasional. Gina beberapa kali menahan napas karena sisi kepala Dion yang bersentuhan langsung dengan sisi kepalanya.

"Lama bangeeet," gerutu Gina yang mengkhawatirkan keselamatan jantungnya.

"Masangnya susah," ujar Dion mencari alasan. Padahal jarinya secara sengaja menunda-nunda untuk mengaitkan dua ujung kalung tersebut. "Nih, udah."

Jantung Gina lantas dibuat kebat-kebit tak karuan kala Dion mengecup singkat pipinya. Dan tanpa menghiraukan wajah Gina yang memerah total, Dion memandangi istrinya itu dengan senyuman yang membuat Gina ingin ngesot di lengkungan pelangi.

"Diooon!" Gina mencubiti pinggang Dion yang tertawa puas.

"Et, nggak kena. Nggak kenaaa."

Gina berdecak ketika Dion mengejeknya sambil terus mencoba melayangkan cubitan. Gemas, dalam satu gerakan cepat Dion menggendong Gina ala-ala pengantin baru. Ya, teknisnya mereka masih bisa dikatakan sebagai pengantin baru mengingat usia pernikahan mereka yang masih cihuy-cihuynya.

Mata Gina membelalak mau copot. Kedua tangannya kontan memeluk bahu sang suami erat-erat. "Dion ngapain?! Turuniiin!"

Jantung Gina semakin ingin meledak ketika Dion membawanya berputar-putar. "Diooon!"

"Panggil gue sayang baru gue turunin," tawar Dion sambil menghentikan putaran.

Gina mendongak dengan alis yang sudah meruncing kayak angry bird. "Sayang palalu! Turunin kagak?!"

"Ya udah kalau nggak mau. Kalau pusing gue nggak tanggung jawab."

Gina menjerit sembari mengeratkan pegangan kala Dion kembali membawanya berputar kencang. Ih, Dion ini, jail banget jadi suami!

"Iya sayang, turuniiin!" seru Gina akhirnya setelah menelan rasa gengsi susah payah.

Dion berhenti dengan senyum tengil yang tercetak jelas. "Apa tadi? Nggak denger."

"Dion peyang!" rutuk Gina kesal.

"Eh, mau muter-muter lagi?"

Terkadang Gina ingin memiting kepala Dion dan ngekep cowok ini di atas genteng.

"Iya iyaaa Dion-ku sayangku cintaku dambaan hatikuuu! Puas lo?!" Gina mencibir mendengar kekehan menyebalkan Dion.

Dion mengempaskan tubuh di atas sofa masih dengan Gina yang berada dalam gendongannya. Jadilah sekarang Gina berada di pangkuan Dion seperti bayi yang meringkuk akan tidur. Bedanya Gina merupakan bayi raksasa dan kedua kakinya pun terulur di sepanjang sofa. Gina mencoba bangkit tapi Dion menahannya dalam dekapan erat.

"Yon, gue berat elah."

"Nanggung berat cinta gue ke elo aja sanggup, Nang."

"Halah---" Sebelum Gina mengomel lagi, dengan gerakan cepat Dion meletakkan telunjuknya di depan bibir Gina.

"Sst. Udah lo ah bawel amat, katanya mau dielus-elus." Dion membuat kepala Gina bersandar di dadanya dan mulai mengelus-ngelus rambut istrinya itu. "Tayang tayang tayang ...."

"Iya tapi kan nggak kayak bayi dikelonin gini juga." Jantung Gina bergemuruh. Namun, ia juga bisa merasakan detak jantung Dion karena telinganya yang menempel seperti ujung stetoskop pada dada suaminya yang benar-benar sender-able.

Dion tersenyum lebar dan mengusapkan pipinya ke puncak kepala Gina. "Biarin aja sih gue mau ngelonin bini gue."

Gina mendongak dan menatap Dion yang tersenyum meneduhkan. Sementara itu entah cuma perasaan Gina atau enggak, kepala Dion semakin menunduk dan pandangan mereka terkunci tanpa berkedip. Jemari Dion mengelus pipinya dengan lembut. Gina menelan ludah menyadari wajah suaminya yang mendekat perlahan tapi pasti dan tinggal beberapa inci lagi.

Tanpa sadar, Gina memejamkan mata. Astaga astaga astaga ini bukan pertama kali mereka melakukan sesuatu yang sedekat ini. Mereka pernah lebih dari ini. Tapi Dion selalu berhasil membuat Gina gugup setengah keder, malah ratusan kali lebih dari rasa gugup ketika ia akan berjuang dalam sidang skripsi.

Hembusan napas Dion yang semakin terasa membuat tangan Gina terkepal kaku. Telapak kakinya juga tergeletak pasrah. Wadaw, mantap nian Gina merinding disko dengan dahsyatnya.

Lima

Empat

Tiga

Dua

Satu

Ting Nong Ting Nong.

Suara bel berbunyi terdengar sangat rusuh. Seolah dipencet oleh penagih utang rentenir. Hal itu membuat Dion harus membatalkan niatnya.

"Siapa sih ganggu aja." Dion mendengus agak kesal setelah menegakkan tubuhnya.

Gina membuka mata dengan pipi super duper merah seperti baru ditampol. Dilihatnya Dion sedang merengut kecewa. Gina tertawa menelan rasa gugup dan beranjak dari pangkuan Dion. "Udah ih, tamunya nungguin tuh!"

Cepat-cepat, Gina mengenakan hijab dan berjalan untuk membukakan pintu. Gina terperanjat ketika Dion mengekorinya berjalan sambil memeluk dari belakang. Asli, Gina nggak tau lagi cara bagaimana mengontrol debaran jantungnya kalau Dion nempel melulu kayak gini.

Dion hanya tertawa dan memaksa Gina untuk terus berjalan. Lalu menyingkap tirai gorden dan mengintip siapakah tamu yang menyambangi rumah mereka di sore mendung seperti ini.

Lagi-lagi Dion mendengus. "Nggak usah dibukain. Ganggu aja tuh kunyuk dateng ke rumah orang nggak tepat waktu banget."

"Diooon! Ginaaaa! Yuhuuuwwww!" seru pria berseragam polisi itu dengan nada tinggi sambil memencet bel tanpa henti.

Gina ikut mendengus kesal mendengar teriakan cempreng yang membuat telinganya sakit. "Iya, bentaaar, Din!"

"Lepasin dulu, weh." Cewek itu memukul pelan tangan Dion yang masih memeluknya dari belakang yang langsung disambut oleh rengutan kesal Dion.

"Wohiy! Selamat sore dari polisi ganteng abad ini, Jaenudin Jaja Miharja!" Udin cengengesan saat pintu terbuka. Tangannya membawa dua bungkusan plastik yang entah apa isinya.

"Salam dulu woy," ujar Dion mengingatkan.

Udin menepuk jidatnya. "Maap maap. Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakaatuh."

Dion dan Gina pun membalas salam Udin bersamaan. Udin lalu memasuki rumah mereka tanpa meminta izin dulu dengan dua pemiliknya.

"Lo ngapain ke sini?" papar Dion yang masih menggondok. "Gara-gara lo gue nggak jadi- Aw!"

Omongan Dion terpotong kala Gina menyikutnya dengan sadis.

"Ahiy, mau ngapain?" Udin tergelak sambil berjalan menuju dapur. Mengubek-ubek isi kulkas dan mengambil piring untuk menghidangkan martabak berbagai rasa kesukaan Dion dan juga Gina. Udin adalah teman SMA mereka yang paling sering bertandang ke sini. Jadi, menyusuri dapur adalah hal yang sudah lumrah Udin lakukan tanpa Gina dan Dion harus menyiapkan minum seperti tamu pada umumnya.

"Enak nih masih panas. Makan makan makan. Ini hadiah pernikahan dari gue berhubung gue baru gajian," ujar Udin setelah menata martabak dan tiga gelas minuman yang ia buat sendiri dari dapur Gina dan Dion.

"Makasih, Din!" Dion meninju bahu Udin bersahabat. Meski hanya martabak, Dion tahu terdapat besarnya ketulusan Udin di dalamnya. Gina dan Dion langsung menyerbu martabak yang tampak sangat menggugah selera itu.

Mata Gina membulat antusias kayak bintang iklan. "Enak banget, ih! Makasih ya, Pakpol Udiiin."

Udin hanya mengangguk-angguk sembari mengunyah. Ia merasa bahagia berkumpul bersama dua temannya semasa SMA ini. Dion dan Gina sering membantunya ketika kesusahan.

"Gimana kerjaan?" tanya Dion pada Udin yang sedang melepaskan seragam dinas harian kepolisiannya yang berwarna cokelat. Menyisakan kaos berwarna abu-abu di dalamnya.

"Ya ... begitulah. Pusing gue. Minggu-minggu ini gue sering banget lari-lari nguber kriminal."

"Namanya aja penjahat. Mana ada yang mau ketangkep," ujar Gina yang baru saja kembali membawa cemilan tambahan.

"Lo udah makan, Din? Mau makan nasi?" tanya Dion.

"Udah makan tadi. Gila, perhatian bener lo, Yon. Entar Gina cembokur sama gue bisa berabe keselamatan alam."

Gina memutar bola mata. "Halah, makanya cepet halalin Riri biar diperhatiin."

"Diembat orang baru tau rasa lo. Pacaran lama-lama jagain jodoh orang doang," timpal Dion.

"Ya gue ngumpulin duitnya dulu. Riri anak orang kaya, coy. Apalagi sekarang bikin hajatan duitnya minta ampun. Sewa gedung, make up, makan para tamu."

"Yang penting kan nikahnya, Din. Bukan hajatannya."

"Iya sih. Tapi namanya juga kan acara sekali seumur hidup."

"Ya udah. Kita doain semoga disegerakan."

"Aamiin," koor mereka bersamaan.

"Lo berdua juga, cepetan punya anak. Biar gue bisa gendong ponakan ucul-ucul menggemaskan." Udin mengedip nakal pada Dion yang dibalas Dion juga dengan kedipan.

"Lagi proses. Doain aja." Dion mendekap bahu Gina dan alisnya bergerak naik turun. "Ya nggak, istriku yang lucu?"

Kendati menutupi gelagat malu-malunya dengan dengusan, Gina benar-benar mengaminkan doa-doa baik yang datang.

Lucu kali ya ada miniatur gue sama Dion. Pasti gemesin kayak Papa sama Mamanya. Muehehe.

Dion memiringkan kepalanya untuk memandangi Gina yang lagi senyam-senyum sendiri. Sedangkan Gina yang baru sadar dilihatin sama Dion malah makin salah tingkah. Telapak tangan Gina terulur untuk menutup mata Dion. "Liatin Udin sana. Jangan liatin gue ih."

"Asem kalau liatin Udin mah, Nang." Dion tertawa sambil memainkan telapak tangan Gina.

"Ye siapa juga yang mau diliatin penuh cyinta sama elu, Tong." Udin mencibir. Kemudian suara dering telepon menginterupsi pembicaraan mereka bertiga.

Udin berdiri tegap sambil menempelkan ponsel di telinga. Seolah sang penelepon di seberang sana benar-benar ada di hadapannya. "Siap, Ndan. Siap!"

Melihat Udin yang sepertinya mendapat tugas mendadak, Dion dan Gina jadi ikut-ikutan berdiri.

"Cabut, Din? Harus banget noh?"

"Yoi. Ntar kapan-kapan gue ngerusuh ke sini lagi. Jangan kangen lu berdua," canda Udin sambil mengancingkan seragamnya dengan tergesa. Setelah itu, Udin berjabat tangan dengan Dion lalu mereka berpelukan ala bro-bro sohib kental sejak dulu kala.

Dion dan Gina mengantarkan Udin sampai depan. Udin melambaikan tangan dan tersenyum lebar sampai lesung pipinya yang tercetak dalam menampilkan diri.

"Hati-hati di jalan, Din. Inget Riri menanti dilamar," pesan Gina.

"Inget jangan kerja lembur bagai kuda sampai lupa orang tua aja, Din!" Di belakang Gina, ada Dion yang bertingkah jail mendaratkan dagu di kepala istrinya. Membuat Gina menggerutu karena Dion yang sangat songong dengan tinggi badannya.

"Iyaaaa Bu Rengginang dan Bapak Dion Curut. Saya pamit nih. Assalamualaikum!" Udin memencet klakson dua kali dan melajukan motornya keluar dari pekarangan diiringi lambaian tangan Dion dan Gina.

Melihat Udin yang sudah berbaur dengan jalanan, Dion merangkul Gina mengajaknya masuk.

"Nang," ujar Dion sambil menutup pintu.

Alis Gina mengerut heran. "Apaan?"

Dion menyeringai nackal. "Lanjut yang tadi?"

Wadaw.

♡♡♡


bujubusyet ini adalah part Dion-Gina termesyra sekaligus tergeli yang pernah gue tulis. Makanya lamaaaaa. Moga suka yaaa wkwkkw.

Ini Aa Dion lagi manja lagi pengen dimanja pengen berduaan dengan dirimu sajahhhh bakakak.

Btw itu mbak savira sama suaminya. krena mbak vira mirip nabilah (visual Gina) dan suaminya mbak vira juga macam anak band en gantengs juga bruh jdi gitu mngingatkanku pda Dion dan Gina wkwkww

Regards, iin ♡♡♡

Continue Reading

You'll Also Like

7K 1.1K 28
Gemilang Mahendra, seorang pencipta lagu andal yang sukses berkarir di London, bangkrut! Kehidupan glamor yang dia lakoni selama bertahun-tahun, suks...
43.8K 3.1K 33
Ardhito Putra Narendra. Bungsu dan cucu terakhir dari keluarga Narendra pemilik Horison Grup. Setelah terlambat menyadari perasaannya pada sahabat ma...
22.6K 3.4K 38
Ketika SMA, Kinanti Sandyakala duduk sebangku dengan Feby Revano, membuat mereka dekat sehingga temannya berpikir mereka berdua berpacaran. Pemahaman...
Merindu Pelangi By ISL

General Fiction

181K 3.5K 7
Cinta hakikatnya saling menjaga dan menerima. Saling membahagiakan. Bukan menyakiti. Ijinkanku mencintaimu dengan cara yang sederhana... Hak Cipta...