One Year Full Of Memories

Por Khasinda

5.8K 743 149

Ini hanya cerita klise yang selalu di alami remaja. Penuh dengan aku dan kamu, dua sejoli yang pernah hampir... Más

Sebelumnya
Pembukaan
Kelas baru
Awal pertengkaran
Angga gila
Instagram
Es batu
Readathon
PMR vs Futsal
Cubitan
Ulang Tahun Katanya
Khawatir
Tidak Masuk
UAS
Class meeting
Senyuman
Membuang Muka
Perpustakaan
Perasaanku
Langkah
Nama Orang Tua
Erlangga dan dua perempuan
Pang
Polbek
Aib
Ngambek
Salah kirim
Semangat 45!
Merenggang
Ulangan
Fakta tentangnya
Ulang tahunku
Patah hati
USBN
Menyontek
Lupakan sejenak
Terpesona
Malam di Bandung
Salam perpisahan
Selamat hari kelulusan
Setelahnya
Bertemu lagi
Usai
2019
Teruntuk Erlangga

Usapan Kepala

111 20 2
Por Khasinda

Bogor.
Desember, 2016.

Aku baru saja kembali dari ruang guru setelah menerima sertifikat jambore di Sumedang. Hari ini aku duduk di barisan kiri paling belakang. Tempat yang paling aku benci karena berada di pojok banget, sama sekali tidak ada sinyal.

"Eh Kancut, perasaan gue liat lo mulu di warkop." Aku menengok, ternyata itu Udin. Oh... no... kini semua anak nakal di kelasku yang di sebut gangster mengerubungi mejaku.

"Rumah lu di situ bukan, Cut? Dimananya?" Tanya Erlangga padaku.

"Sia mawa motor nya?" Penting banget sih Dino nanya begituan. Rumahku dekat, banget malah sama sekolah, ngapain aku harus bawa motor coba.

"Enggak, lah," jawabku sewot.

"Ngerokok ya lu?"

"Enggak lah gila." Aku menimpuk kepala Udin dengan buku tulisku. Duh, aku jadi risih. Ini tuh lagi ada tugas matematika, kenapa sih harus banget mereka gangguinnya sekarang. Mana ngasih tuduhan nggak jelas.

Lebih baik aku menghindari mereka. Aku berdiri lalu memilih pergi ke meja Fildzah yang berada di pojok kanan. Setidaknya aku aman di sini.

"Ih, lo ngapain ngikutin gue sih?"

Ternyata tidak aman.

"Masih penasaran kita, Cut," jawab Maulana.

"Lo ngerokok kan diem-diem di warkop? Wah gila si Kancut."

"Ih enggak..."  Sebenarnya seberapa kali aku mengelak mereka tetap saja tidak percaya.

"NGAPAIN SIH GANGGUIN KANZA? UDAH SANA LO SEMUA KERJAIN KEK TUGASNYA."

Oh, Fildzah, you're my guardian.

Aku tersenyum meledek ke mereka semua yang langsung pergi ketika Fildzah mulai bereaksi. "Dzah, makasih banget."

"Selow, Cut."

Memang hanya Fildzah yang berhasil membuat siapa pun langsung pergi kalau sudah mendengar gadis itu mengamuk. Aku mulai mengerjakan tugasku yang di bantu Fildzah, sesekali aku melirik ke mejaku, aku jadi merasa bersalah ke Fisya, karena cewek itu aku tinggal sendirian, ah salah dia juga yang tidak mengikutiku.

"KANCUT, TOLONGIN."

Pasti deh, pasti tuh anak lagi berantem sama gangster.

Ketika aku menengok ke mejaku lagi, justru Erlangga yang menengok ke arahku. Melihat tatapannya mendadak aku jadi ciut dan lanjut mengerjakan tugasku. Maafkan aku Fisyaaaaaa.

Setelah mengerjakan tugasnya aku harus menunggu beberapa menit agar anak laki-laki di mejaku pada pergi. Ketika aku sudah memastikan tidak ada yang ke mejaku lagi, aku baru kesana dengan berani.

Semoga Fisya tidak marah karena saat ini dia memicingkan matanya padaku.

"Lo bukannya bantuin gue. Sakit anjir gue di cubitin mereka."

"Nih tugasnya udah." Aku memberikan buku matematiku. "Lagian lo bukannya ngikut gue, malah diem di situ."

Fisya sibuk menyalin tugasku. "Takut gue, merekanya serem."

Aku tertawa. Memastikan tidak ada barangku yang di ambil mereka. Aku pun memakan makananku lagi, berhubung tidak ada guru juga dan tugasku pun sudah selesai.

"Oh iya, buku lo diambil tuh sama Angga."

"Hah? Yang mana? Ada semua kok."

"Itu yang warna merah, duh nggak tau deh. Diambil pokoknya."

Aku menggaruk kepalaku karena aku kebingungan sendiri. Aku tidak tahu buku apa yang di ambil Erlangga.

"ANGGA BUKU GUE MANA?"

Erlangga terlihat terkejut, lalu dia menyengir. Kebiasaan, nyengir mulu. "Apaan? Buku yang mana, Cut?"

"EH LO NGAMBIL BUKU SI KANCUT YA," celetuk Fisya.

"Udah lah biarin aja," ucapku, toh pasti dia akan mengembalikkannya lagi.

Tapi kepanikanku langsung meningkat ketika sudah berganti jam pelajaran, Angga tak kunjung mengembalikan bukuku. "ANGGA IH SUMPAH YA BUKU GUE MANA."

"Itu, itu di kolong Marwan."

"Hih."

Marwan mengecek kolong mejanya dan ternyata memang benar ada buku tulisku di kolong mejanya. Marwan memberikannya padaku. Aku mengecek apakah ada yang di coret atau tidak, ternyata tidak a--

"ANGGA IH."

"Apa lagi?"

"Lo kan yang nyoret?"

"Hah? Bukan. Sumpah." Mana ada orang percaya sama dia sih, ngomongnya sumpah tapi dianya malah ketawa kencang banget, seakan emang benar dia yang ngelakuin. Tadinya aku mau marah, tapi setelah melihat coretan itu lagi kemarahan itu padam digantikan tawa.

Dia mencoret tulisan 'panu ular' dengan huruf kapital dan huruf kecil yang berantakan. Itu dari nama belakangku, Panular.

Dasar, Erlangga. Ada-ada saja.

🍃

Hanya sebatas itu, sisanya aku tidak bercanda lagi. Anehnya, aku menanti dirinya agar meledekku. Sumpah, aku juga nggak tahu ada apa sama diriku sendiri.

Hari ini kami sedang ada pelajaran tambahan membahas Fisika, dan gurunya itu... ya gitu, nggak jelas, gitu deh. Suka banget ribut sama anak-anak sekelas, apalagi si Udin. Lagi ngebahas UNBK, tuh anak malah nyeletuk, "Bu, komputernya ngelag."

Sumpah itu bego banget. Nyari masalah banget. Padahal sama sekali tidak ada komputer atau laptop di kelas.

Aku memandang ke luar kelas melalu jendela, hujan lagi, ya namanya juga Kota Hujan. Kata guruku kalau hujan itu bagusnya berdoa biasanya suka ada mukjizat doanya di kabulkan  sama Allah. Aku menutup mataku dan berdoa dalam hati, semoga saja doaku benar terkabul.

"Cut, keluar yuk, ngadem." Aku menerima ajakan Dilla untuk ke luar kelas. Ternyata di luar kelas sudah ada Dino dan Erlangga yang sedang memakan gorengan. Kita berdua duduk di sebelah Dino, sedangkan Erlangga berdiri.

"Heh Angga, lo kan dulu anak PMR."

HAH?

"Angga? PMR?" Tanyaku pada Dilla, ini bukan lawakan kan?

"Sebelum lo masuk, gue tuh anak PMR," jawab Erlangga.

"Anak tandu kan lu? Kenapa keluar?" tanya Dilla. Aku mendengar dengan seksama. Kalau dia dulunya PMR, terus kenapa sekarang dia sering banget ngeledek PMR?

"Males sama alumninya, nggak mau pelantikan lagi gua."

Akhirnya kami bertukar cerita dan menceritakan kembali PMR yang sekarang. Aku hampir terkejut ketika Dilla mengajak Erlangga untuk bergabung lagi ke PMR, tetapi Erlangga langsung menolak mentah-mentah. Kemudian Dilla mengobrol dengan Dino, dan aku di kacangin.

"Cut, pinjem HP."

Aku memberikan handphoneku pada Erlangga. Dia mengambilnya dan duduk di ubin, sibuk sendiri. Huh, aku jadi bosan banget.

Untungnya Erlangga mengembalikan handphoneku dengan cepat. "Nih, nggak ada sinyal, gembel."

"Yeh, udah minjem juga." Aku menatapnya. "Lo kenapa ngehina PMR mulu sih?"

"Kaga ngapa. Pengen aja."

Aku mendecih, jawabannya ngaco. "Kenapa nggak masuk aja--"

"Udah lu latihan aja yang bener."

Erlangga berhenti di depanku, dan aku semakin gugup ketika aku melihat tangannya terangkat.

"Kancut... Kancut..."

Aku membeku.

Jantungku... benar-benar berdegup cepat.

Setelah perlakuannya itu, dia masuk ke dalam. Bahkan aku di tinggal sendirian sama Dilla. Maksudnya apa? Kenapa pipiku jadi terasa panas, ugh kenapa?

Coba, ingat lagi.

Kita berantem, lalu bercanda, terus aku capek, terus...

DIA NGUSAP KEPALA AKU?

ASTAGA ERLANGGA.

Kenapa kamu tiba-tiba... ugh.

Senyumnya saat mengusap kepalaku masih teringat jelas di benakku, mungkin tidak akan pernah hilang. Aku memberanikan diri ke dalam kelas, masih dengan wajah yang tidak percaya. Aku menatap Erlangga, lelaki itu melihatku lalu kembali mengobrol dengan temannya.

Dia sadar nggak sih abis berbuat apa?

Aku tahu ini terlalu lebay. Tapi, masalahnya aku tidak pernah di perlakukan seperti itu sama anak laki-laki, kecuali Papaku sendiri.

Duh, aku jadi malu bersitatap sama Erlangga.

Lagipula, mengapa doaku terkabul dengan begitu cepat? Aku... aku belom siap, ini sih lebih dari bercanda, aku kan berdoa supaya bisa bercanda, bukan bisa di usap kepalanya sama dia.

Mamaaaaa, aku nggak kena penyakit jantung kan? Kenapa jantung aku debarannya kencang banget?

🍃

Author note :

Coretannya seperti iniii 👇. But, itu bukan tulisan dia. Karena yang aslinya bukunya itu udah kebuang sama Mama aku dan sempat aku foto, tapi bulan lalu itu data aku kehapus semua. Tapi aku masih inget, gila ya masih inget aja wkwkwk.

Seguir leyendo

También te gustarán

2.4M 130K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
927K 33.8K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
37.3K 1.1K 36
(CERITA SUDAH LENGKAP) Jangan menyimpulkan bahwa dia menyukaimu hanya karena dia bersikap baik padamu. ©2018
967K 68.5K 37
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...