With Your Body

By Aniwilla

241K 7.8K 393

Ruby Carefanessa. Wanita dengan senyuman miringnya itu selalu menggoda. Paras cantik, tubuh seksi, harta berl... More

00 || Prolog
01 || Dia Tidak Tertarik?
02 || Pelamar
03 || Alasan
04 || Pasta
05 || Namaku, Ruby
06 || Nyaman?
07 || Kejutan
08 || Hadirnya Intan
09 || Tidak Suka
10 || Siapa Axel?
11 || Keberadaannya
12 || Identitas
13 || Tidak Pernah Menyesal
14 || Nyanyian Bruna
15 || Pria Berbahaya?
16 || Lari
17 || Pikiran Kecil
18 || Sakit Hati?
19 || Abu-abu
20 || Biru
21 || Bodoh
22 || Petir
23 || Penculikan
24 || Bertemu Axel
26 || Cinta
27 || Api dan Air
28 || Bukan Cemburu
29 || Ayah
30 || Berbintang
31 || Hilang
32 || Gengsi
33 || Pergi
34 || Pudar
35 || Dia Ingin Pergi
36 || Aku Mencintaimu

25 || Pengakuan

3.6K 190 9
By Aniwilla

===

TIDAK ada yang lebih menyakitkan saat kau masih hidup, tapi tidak tahu tujuan hidup. Kehilangan mimpi itu biasa, ada saat di mana banyak orang kehilangan alasan hidup. Bukan lagi sakit, tapi menyedihkan.

Ruby tidak tahu harus berbuat apa saat mengetahui kenyataan bahwa Safir dan Axel adalah orang yang sama. Safir adalah incarannya, sama seperti Axel yang menjadi targetnya. Ia pergi dari gubuk itu, meninggalkan Chandra yang terus memukul Safir. Katakan Ruby jahat, ia hanya tidak tahan melihat Safir meringis kesakitan. Juga belum siap menjawab pertanyaan Safir jika Pria itu bertanya tentang siapa dirinya.

===

Atap atau roof top selalu menjadi pilihan terbaik untuk Ruby. Di gedung yang sudah tak terpakai ini Ruby selalu menghabiskan waktunya untuk menenangkan diri. Menikmati semilir angin yang menerbangkan helaian-helaian rambut. Tatapannya masih lurus ke depan dengan tangan yang tenggelam di balik saku jaket.

Satu langkah, dua langkah. Kaki Ruby yang berbalut sneakers putih berhenti saat ia merasa dirinya sudah berada di tepian gedung. Bahkan hanya telapak kaki bagian belakang yang mampu menopang berat badan Ruby yang mulai kehilangan akal.

"RUBY APA YANG KAU LAKUKAN?"

Teriakan memekak telinga membuat Ruby terkejut dan sontak menoleh ke belakang. Tubuh Ruby limbung, hilang keseimbangan sampai tubuh Wanita itu siap terjun bebas dan mendarat dengan naas di aspal yang keras.

Sera yang panik cepat-cepat berlari dan menarik tangan Ruby sampai tubuhnya terpeleset di tepi atap karena tarikan yang tak disengaja. Sera masih bertahan dengan tubuhnya yang tengkurap mencoba menarik Ruby ke atas dengan susah payah. "Ruby pegang erat tanganku!" seru Sera berteriak.

Ruby mencoba melepaskan tangan Sera dan menggapai tepian gedung. Kakinya menanjak dengan lincah dan dengan sekali hentakkan wanita itu sudah duduk di tepi gedung dengan napas terengah.

Sera melongo dibuatnya. Ia menoleh ke arah Ruby, kesal. Duduk sembari menatap tajam Ruby. "Kau ini gila?"

"Kau yang sudah gila!" kata Ruby, mulai tenang.

"Apa? Aku?" tanya Sera dan menunjuk dirinya sendiri. Sementara Ruby mengangguk pelan. "Jelas-jelas kau yang ingin terjun ke bawah barusan?"

Sera menjelaskannya dengan menggebu-gebu membuat Ruby menoleh sedikit ke arahnya. "Memangnya aku tidak waras? Untuk apa aku terjun ke bawah?"

Sera menghela napas kasar dan menggeleng kecil. "Sekarang kau yang bertanya padaku. Kau pikir aku aplikasi simi-simi yang selalu bisa menjawab pertanyaanmu!"

Ruby memutar bola matanya. "Hey, Seraku yang sangat cantik. Aku hanya diam berdiri di sini sampai kau mengejutkanku dan aku kehilangan keseimbangan!"

"Oh." Mendengar penjelasan dari mulut Ruby membuat Sera malu sendiri dan tersenyum kecil. "Aku pikir kau ingin bunuh diri, setidaknya jangan melepas tanganku barusan."

"Jika aku tidak melepas tanganmu, kita berdua bisa terjatuh ke bawah."

Sera terdiam. Ia tidak peduli tindakan bodoh yang ia lakukan pada sahabatnya tadi akan membahayakan Ruby. Salah Ruby sendiri berdiri di tepi gedung dengan setengah kaki yang melayang membuat Sera berpikir macam-macam. Ia melirik Ruby sekilas yang tampak tenang memandang gedung-gedung pencakar langit. "Bagaimana Safir? Kau akan diam di sini dan membiarkan dia mati mengenaskan?"

Mendengar pertanyaan Sera membuat kepala Ruby pening seketika. Ia mengurut dahinya pelan. "Bagaimana menurutmu? Aku ... aku tidak tahu harus berbuat apa?"

Di satu sisi lain ada Chandra, pria berbahaya itu tidak akan melepaskan Ruby begitu saja. Dia bisa menjadi ancaman terbesar hidup Ruby dan orang di sekelilingnya. Lalu Safir, siapa Pria itu di hidup Ruby pun wanita itu tidak tahu. Yang jelas, Ruby tidak pernah memiliki ambisi selain membunuh. Tapi saat bertemu Safir, wanita itu tiba-tiba saja berniat melakukan segala cara untuk menemukan Safir. Meski tidak masuk akal.

"Tidak ada cinta tanpa pengorbanan, tapi saat kau merasa berkorban, itu bukan lagi disebut cinta," kata Sera mendadak bijak. Wanita itu menggeser duduknya di sebelah Ruby, menarik telapak tangan Ruby dan meletakkannya di dada kiri Ruby. "Rubs ... kau ini bukan anak kecil lagi yang tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Hiduplah dengan apa yang menurutmu benar. Hiduplah dengan apa yang kamu cintai."

Ruby masih diam. Tatapannya masih terpaku lurus ke depan. Tangannya pun diam tak bereaksi apa pun saat Sera mengarahkan pada dadanya sendiri.

"Jantung yang berdegup itu milikmu. Ia berdegup untukmu. Sama seperti takdir yang kau dapatkan, itu ada dalam kendalimu. Kau yang menentukan." Sera melepas genggamannya pada tangan Ruby dan ikut memandang jauh ke depan. "Cobalah mencoba sesuatu yang menantang seperti keluar dari zona nyamanmu. Jika dulu kau membunuh, sekarang kau yang dibunuh."

"Hidup itu selalu berputar Ruby. Tidak ada yang tahu pastinya bagaimana kita lima detik ke depan, tapi setidaknya kita mau mencoba agar tidak menyesal di kemudian hari," lanjut Sera.

Perkataan Sera benar, jauh dari kata benar yang bisa dijelaskan. Yang Ruby tahu hanya tunduk pada Chandra dan menantang semua bahaya. Tapi tak pernah terpikirkan jika Chandra tidak jauh berbeda dengan mereka yang Ruby bunuh.

Semua sama. Dan Ruby melupakan itu.

===

Ruby masih tak bergeming. Matanya mendelik ke segala arah mencoba memastikan tempat itu tidak akan didatangi orang lagi. Meski Ruby tahu, hanya Chandra yang akan berkunjung ke tempat gubuk reyot itu. Kakinya berjalan cepat dan hati-hati agar tidak menimbulkan satu suara apa pun. Dibukanya pintu itu perlahan.

Dari kejauhan, di tempat yang berdebu itu Ruby dapat melihat wajah Safir yang kelelahan dengan mata terpejam disinari terangnya rembulan dari sela gubuk. Ada rasa khawatir, takut, kasihan, dan rindu yang seperti tercampur aduk memporak-porandakan jiwanya. Ini terlalu berlebihan, tapi hidup Ruby yang sebelumnya kosong bagai bangunan lama tak berpenghuni kembali terisi dan berwarna sejak mengenal Safir. Ia juga bisa mengenal Jason dan terlibat perkelahian dengan Intan, meski itu menyebalkan.

Ruby mendekat. Mengikis sedikit demi sedikit jarak yang sempat tercipta. Semakin dekat dan semakin jelas lekukan wajah Safir yang hampir tiap malam menaungi otak kosong Ruby. Tangan Ruby perlahan naik dan mengusap pipi Safir, membuat Pria itu meringis kesakitan.

Ini yang dinamakan cinta?

Ruby tersenyum kecil. Detakan jantungnya semakin cepat tak beraturan, ia ingin pergi karena ia rasa jantungnya dalam masa tidak baik-baik saja ketika di dekat Safir. Tapi saat bersama Ruby merasa nyaman, sembari menatap wajah Safir yang menenangkan. "Kau satu-satunya pria yang bisa membuat seorang Ruby jatuh bertekuk lutut hanya untuk menatap mata birumu. Kau Pria yang tak mau disamakan dengan Pria lainnya. Dan kau ... Pria yang sama yang Ruby cintai saat ini."

Kelopak Safir terbuka perlahan memerlihatkan mata biru layaknya ocean yang menenangkan bagi Ruby. Wanita itu tersenyum miris saat melihat Safir terbatuk-batuk dengan napas kecil.

"Apa yang kau lakukan Ruby?" tanya Safir serak.

Ruby menatap Safir dalam, ia menarik kembali tangannya. "Kau hatiku. Aku akan pergi ke mana pun kau berada."

"Ruby di sini berbahaya. Bagaimana kau--

Ruby memotong perkataan Safir cepat sebelum keberanian itu kembali lenyap. "Aku pembunuhnya."

Mata Safir sedikit memicing heran. Menatap Ruby meminta penjelasan lebih.

"Aku adalah orang yang selama ini kau cari. Aku ... bukan orang baik. Aku ...." Bulir bening itu menetes, bergulir cepat membasahi pipinya yang dingin. Lalu turun ke leher, disusul tetesan-tetesan sendu lainnya. Dadanya sesak sampai ia kesulitan bernapas. Terlalu banyak rahasia dan kepedihan di dalam hidup Ruby, dan kali ini Wanita itu harus menggali kembali lubang hitam tak berujung yang bersemayam di hatinya. "Aku pasti orang yang kau benci. Kau pasti ingin melenyapkan aku."

Tidak ada reaksi berlebihan dari Safir. Wajahnya yang lelah hanya bisa menatap Ruby datar. Dua tangannya masih terikat, badannya masih basah, dan hatinya masih bergejolak tidak percaya.

===

Pengen ngelawak deh.

Continue Reading

You'll Also Like

568K 38.1K 32
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...
... By Achtdertien

Historical Fiction

1.5M 39.5K 18
13.5K 1K 7
siapa sangka kalau MSBY yang terkenal kasar, dingin, cuek dan sombong ternyata memiliki Sifat bucin kepada istri kecil mereka? WARNINGG -FLUFF -SECR...
1.6M 57.1K 18
WARNING 21++ LAPAK DEWASA JUST FOR ADULT. NOT FOR CHILDS ANAK KECIL DILARANG MENDEKAT! MENDING BIKIN PR DAN BELAJAR DULU BIAR SEKOLAHNYA PINTER. SOA...