Bittersweet Love Rhapsody [CO...

By iammrsred

132K 13.9K 609

Apa jadinya kalau dua manusia takut komitmen tiba-tiba dipertemukan takdir dalam sebuah acara radio? Liam, s... More

The Reason
About a Girl
Stand by Me
Fix You
No Rain
The More You Ignore Me The Closer I Get
Perfect
Creep
My Hero
Lucky Man
Fell on Black Days
Good Enough
The Greatest View
Everything Will Flow
Interstate Love Song
A Girl Like You
Nearly Lost You
The Only One I Know
Last Kiss
Don't Go Away
Stand Inside Your Love
Glory Box
Swallowed
Something Changed
You Know You're Right
Everything Must Go
State of Love and Trust
Wonderwall
Walking After You

Please, Please, Please Let Me Get What I Want

3K 411 15
By iammrsred

"Hari ini gue culik elo ya."

Seringai jahil terbit di wajah cowok yang hari ini tampak lebih rapi dari biasanya. Kacamata yang menghiasi wajahnya berganti dengan sepasang lensa kontak bening. Rambut ikal yang biasanya berantakan tertiup angin, sekarang terpotong pendek rapi.

Aroma parfum musk semilir menggelitik hidung Liam. Jaket plus celana denim biru tua, kaus biru langit bergambar Artic Monkeys, dan sepatu Chuck Taylor warna senada dengan celana, serasi menempel pada tubuh seratus tujuh puluh lima sentimeter itu.

Beberapa cewek yang lalu lalang mulai berbisik-bisik. Pastilah penampilan kinclong Rio memikat hati mereka. Apalagi di tengah musim ujian yang memusingkan, pemandangan segar membuat pikiran seperti melayang sejenak mampir di padang rumput nan hijau.

"Elo enggak ada janji kemana-mana kan abis ini?" Ada nada menuntut di balik senyum berlesung pipi itu.

Tiba-tiba Liam merasa sangat kikuk. Penampilannya yang kucel sehabis diperas ujian Ekonomi Manajerial, begitu bertolak belakang dengan aura anak-band-kece-siap-diserbu-groupies ala Rio. Walaupun ia membawa baju ganti, namun kaus Pulp dan skinny jeans hitam malah membuatnya lebih mirip cewek gloomy jarang mandi.

Biasanya, Liam tak ambil pusing dengan urusan penampilan. Toh, ia tidak sedang mencoba menarik perhatian siapa pun. Namun, dari cara Rio bersolek, menjemputnya di depan ruang ujian, dan mengajaknya pergi, apakah ini mirip seperti sebuah kencan?

"Tumben tahu-tahu ngajak pergi. Aji dan Indra ke mana?" tanya Liam sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.

Biasanya dua cowok ceking dengan penampilan tengil itu setia mengekori Rio. Liam sempat geli membandingkan dua sahabat dan teman kos Rio itu dengan Beavis and Butthead, tokoh pasangan sahabat bengal yang populer di saluran musik MTV era 90-an.

"Sekali-kali dong, gue pengin ulang tahun yang spesial. Masa sama mereka lagi, udah tiap hari ketemu di kos, di kampus. Sepet mata gue lama-lama," seloroh Rio.

"Oh, kamu ulang tahun. Happy birthday ya, Yo."

Maksud Liam, ia mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan sang birthday boy. Sayangnya, Rio malah menanggapinya dengan cara berbeda. Tangannya kemudian menggandeng tangan Liam tanpa permisi. Lucunya, Liam tidak kuasa menolak. Jantungnya berdebar sekeras dentuman drum di konser musik rock.

"Aku ganti baju dulu, ya," Liam akhirnya buka suara.

Setelah berjalan menyusuri lorong di lantai tiga gedung kuliah dan menarik perhatian teman-teman sekelas Liam yang terpana melihat Gadis Kutub yang biasanya anti didekati tiba-tiba jalan berdua seorang cowok keren. Menjadi pusat perhatian adalah hal terakhir yang diinginkan Liam, apalagi memandang sorot-sorot mata yang seperti menghakimi dan menilainya, sontak membuat perutnya mual.

"Oke, aku tunggu di bawah, ya."

Dengan langkah cepat, Liam langsung masuk ke toilet wanita dan menuju sebuah bilik kosong di ujung kanan. Untung saja toilet tidak terlalu ramai, hanya ada dua orang gadis sedang membedaki wajah di depan kaca wastafel dan satu bilik yang terisi.

Liam mengeluarkan sebungkus sirup obat masuk angin dari dalam tasnya. Sebelum ia benar-benar pingsan karena grogi, ia perlu suplemen favoritnya ini menghangatkan perut dan tubuhnya. Selesai meminum "vitamin" andalannya, ia gesit berganti pakaian. Tak lupa menyemprotkan body mist aroma stroberi untuk menutupi bau keringat yang meliputi sekujur badan.

Keluar dari bilik, tak ada seorang pun di sana. Liam mendekat ke arah kaca. Apakah aku perlu sedikit berdandan? Pikirnya menimbang-nimbang, teringat ia membawa cosmetic pouch kecil yang dibekali Tia beberapa hari lalu. Ada BB cream, bedak, lipstik warna nude semu merah muda, dan tube lip and cheek cream yang mengisinya.

Satu menit terdiam, Liam mengambil keputusan. Setidaknya, ia akan coba menghargai usaha Rio yang tampil istimewa hari ini. Lagipula, Liam tak bisa memberikan hadiah mahal untuk cowok itu. Tampil tidak seperti gembel bangun tidur seharusnya cukup untuk tidak menyiksa mata Rio sepanjang hari ini.

***

"Aku pesan spaghetti bolognaise dan iced lemon tea aja, Yo."

Kulit pucat yang biasanya polos tanpa riasan, hari ini terlihat lebih segar. Satu hal yang disukai Rio saat menatap wajah Liam adalah kecantikan alami yang keluar tanpa banyak usaha ini itu. Tidak sadar akan dirinya yang sebenarnya menarik, Liam malah membuat cowok bisa mati penasaran.

Duduk berdua di Breezy, kafe di kawasan Cigadung, Dago Atas, yang terkenal dengan suasana outdoor nan asri, hidangan lezat ala masakan rumahan, dan tentu saja, harga yang terjangkau, Rio akhirnya merasakan ulang tahun yang membuatnya tidur dalam senyum panjang nanti malam.

Diam-diam, ia mengambil foto dan video Liam yang sedang berpikir keras memilih menu tadi. Sekarang, foto dan video itu sudah terpampang di akun Instagramnya. Dengan caption singkat nan dalem : Her, the best birthday gift ever.

"Itu aja? Emang enggak laper abis ujian tadi? Pesen dessert lah sekalian. Semua gue yang bayar, kok."

Bibir mungil yang digigit-gigit karena bingung itu membuat Rio semakin gemas. Rencana hari ini sebenarnya muncul begitu saja semalam. Tadinya, Jen sudah mengundangnya datang ke apartemen untuk sesi "tidur siang" seperti biasa. Namun, banyak berinteraksi dengan Liam beberapa minggu belakangan, membuat Rio seperti ketagihan mengobrol dengan cewek berkacamata ini.

Seandainya saja, tidak harus ada misi sialan yang menghalangi kita bersama. Rio kembali teringat instruksi dari geng cewek liar yang membayarnya untuk menjadi cowok brengsek demi tercapainya ambisi pribadi Si Putri Sombong, Nia.

Namun, Rio enggan membohongi dirinya sendiri. Alasan ia menerima pekerjaan ini bukanlah urusan uang semata. Jika ia punya kesempatan untuk dekat dengan Liam, tentu tidak akan ia sia-siakan begitu saja.

"Entar aja, Yo. Takut enggak abis, aku enggak selaper itu, kok," sahut Liam tersenyum tipis.

Sementara Rio memesankan makanan untuk mereka berdua, Liam mulai merasa gelisah. Getaran demi getaran terasa dari dalam saku celananya. Sepertinya ada yang bertubi-tubi mengiriminya pesan.

Menggosok-gosokkan telapak tangan yang mulai berkeringat pada pahanya, ekspresi cemas Liam tertangkap oleh ekor mata Rio. Dalam hati ia geli melihat si gadis yang biasanya dingin seperti kulkas, terlihat gugup berduaan dengannya dalam situasi romantis seperti ini.

"Diem aja. Cerita dong tadi ujian gimana. Atau weekend ada rencana apa. Biasanya kalau di telepon, elo mulai banyak ngomong," tegur Rio mengerling dan menahan senyum.

Bagaimana mungkin aku bisa enak ngobrol kalau kamu terus-terusan melihat begitu? Liam meracau dalam hati.

Personal space-nya tengah terganggu, namun mengapa perasaan yang muncul malah mengalirkan listrik aneh di punggungnya saat ini? Setidaknya, kalau hanya chat atau telepon biasa, mereka tidak perlu bertatap muka dan memerhatikan gerak-gerik masing-masing seperti ini.

"Oya, biar enggak sepi-sepi amat, elo pilihin deh musiknya," tawar Rio. Aplikasi Spotify di ponselnya sudah terbuka. Liam dengan senang hati mengambil dan mulai memilihkan lagu.

"Masukin juga lagu yang pengin elo denger. Bukan musik kesukaan gue aja," tambah Rio.

"Beneran, Yo? Kan elo yang ulang tahun?" Manik mata hitam itu mengerjap tak percaya.

"Iya, buruan. Musik kesukaan elo enak-enak juga kok. Sama-sama aja kita dengerin," angguk cowok itu.

Dengan cepat, jemari Liam mengetikkan dua nama band secara bergantian, The Cure dan The Smiths. Entah mengapa, sore ini ia ingin mendengarkan musik yang lebih easy listening untuk menemani waktu bersama Rio.

Sesuatu yang jarang ia lakukan jika sedang berdua Diaz. Mengingat cowok itu pasti akan memilih salah satu dari koleksi band grunge yang penuh distorsi petikan gitar saat butuh sebuah latar musik dalam percakapan mereka.

"Sori, agak jadul nih pilihan aku. Kalo enggak suka, kasih tahu aja ya mau ganti apa."

Rio melirik ponselnya. Sebuah playlist tersaji di sana, berisi lagu-lagu dari dua band asal Inggris, The Cure dan The Smiths. Sudut bibir Rio membentuk sebuah senyum. Liam punya selera musik yang bagus, ia bisa memilih lagu-lagu romantis tanpa terdengar cheesy.

Sejurus kemudian, lagu Please, Please, Please, Let Me Get What I Want mengalun mengisi sunyi di antara mereka berdua. Lagu ini menjadi favorit Rio setiap menyaksikan film kesukaannya, 500 Days of Summer. Jauh di dalam hati, ia sadar, sebagai hopeless romantic yang salah jalan, tetaplah cinta sejati menjadi hal yang menjadi tujuan hidupnya.

Dan, seorang Valia Mira kini membuatnya mulai berpikir, benar-benar jatuh cinta ternyata tidak seburuk dugaannya.

"Elo enggak pernah makan berdua cowok kaya begini, ya?" tembak Rio.

Liam, masih mencoba menjaga ketenangannya, terdiam sejenak.

"Selain sama Kang Diaz, ya. Kalo itu sih jangan ditanya, elo udah macam tali sepatu keiket mati sama dia."

"Aku udah bilang kan, Diaz temenan doang. Aku enggak ada niatan pacaran sekarang-sekarang ini," tegas gadis itu menaikkan kacamata yang melorot di hidung mancungnya.

"Walaupun ada yang nembak, pasti bakal elo tolak?" cecar Rio.

Liam mengangkat bahu.

"Elo enggak tahu aja. Cowok kalo udah beneran suka, apa aja bakal dilakuin buat dapetin apa yang dia mau," celetuk Rio.

Pesanan minuman mereka datang. Lia buru-buru menyedot iced lemon tea sebelum kegugupan makin membuatnya gerah.

Menghela napas seusai dua kali sedot, Liam berujar, "Kalau cowok itu memaksa sesuatu yang aku enggak mau, aku tahu persis alasanku menolak dia berarti udah keputusan paling bener."

"Berarti, berapa besar kesempatan gue kalo seandainya gue nembak elo hari ini?" tanya Rio santai.

Liam mematung. Tak menyangka secepat itu Rio akan mengutarakan maksudnya.

"Elo udah tahu jawabannya, Yo. Ngapain capek-capek nyoba hal yang udah pasti gagal?" tandas Liam.

"Karena gue yakin, elo bisa mengubah jawaban itu. Memberikan pengecualian saat hati elo bicara lain. Cinta enggak selalu bisa dijelasin sama logika, kan?"

Rio mengaduk-aduk chocolate milkshake-nya sambil mata cokelatnya menatap tajam ke arah Liam. Ia memastikan benar bahwa gadis itu tidak akan menghindar dari serangannya kali ini.

Untung saja, pelayan datang mengantarkan spaghetti dan chicken steak pesanan mereka.

"Makan dulu, Yo. Aku enggak bisa mikir dengan perut kosong," kilah Liam pelan.

Sorot kosong pada mata Liam menumbuhkan sebuah keyakinan pada diri Rio. Ia bisa mengisi celah yang ada di hati Liam yang kini tengah bimbang mengerti apa jeritan hatinya sendiri.

***

Angin sore sepoi-sepoi membelai rambut Liam yang tengah tergerai. Perlahan ia mengunyah, mencoba memperlambat makan supaya tak lekas selesai. Sementara, Rio menyeka mulutnya. Makanannya sudah habis dan baru saja ia memesan seporsi banana split dengan tiga sendok es krim. Tentu saja, dengan ekstra dua buah sendok supaya ia bisa membagi hidangan itu dengan cewek di hadapannya ini.

"Elo sadar kan, gue udah suka sejak pertama kali elo masuk kelas? Walaupun deketin elo susahnya setengah mati, gue yakin, kalau takdir gue udah digariskan, gue pasti bisa ada di samping elo."

Perut Liam kembali bergolak. Apalagi ketika bibir tipis Rio melanjutkan kalimatnya.

"Dan sejauh yang gue sadar, elo enggak pernah nolak, ngejauhin gue, atau telak-telak bilang kalo elo enggak nyaman ada di dekat gue. Jadi, salah gitu kalo gue berharap lebih?"

"Tapi, beneran, Yo. Aku enggak mau punya hubungan apa-apa sama siapa pun sekarang ini. Ada tanggung jawab kuliah yang mesti aku selesaiin dulu," sahut gadis berambut lurus itu.

"Siapa bilang pacaran bakal bikin kuliah elo berantakan? Sekarang aja kita sering belajar bareng. Elo baik-baik aja ikut ujian. Gimana elo tahu kalau elo belum coba?" desak Rio kembali.

Air muka Liam kian memucat. Bahasa apa lagi yang harus ia gunakan untuk mengatakan "tidak" pada Rio. Di satu sisi, ia tak ingin membuat Rio sakit hati dan membencinya. Ia teman yang menyenangkan, mungkin akan lebih mengasyikkan kalau tidak perlu ada acara "main hati" seperti ini.

Ada sebongkah penyesalan dalam hati Liam. Ia merasa salah menilai Rio. Ternyata, segala kebaikan hati Rio dan caranya mengajak berteman punya agenda lain di baliknya.

"Kasih gue waktu tiga bulan. Kalo elo merasa hubungan kita enggak nyaman dan elo mau udahan, gue rela lepasin elo. At least you should try."

Tawaran Rio barusan membuat Liam terbelalak.

Apa Rio menyamakan pacaran seperti masa percobaan bekerja? Tiga bulan lalu putus kontrak? Dalam tiga bulan, banyak yang bisa terjadi. Semudah itukah bisa jadian dan putus tanpa ada merasa galau dan patah hati? Liam menggeleng, menolak memercayai Rio begitu gigihnya mewujudkan keinginan, sampai menyampingkan isi hati Liam sendiri.

"Aku ...."

Sepiring banana split tiba di atas meja. Namun, bukan sajian lezat menggoda itu yang membuat mata Liam mendadak berbinar.

Sesosok tubuh langsing dengan cardigan cokelat tua dan maxi dress bunga-bunga kecil yang berdiri di belakang Rio tersenyum manis ke arahnya.

"Hei, kamu di sini ternyata. Aku WA dari tadi enggak dibalas sampai aku tanya Diaz, barulah kususul ke sini."

Kalau saja Liam bisa berjingkrak-jingkrak kegirangan dan memeluk Teh Tisa erat-erat lalu menciuminya, tentu ia akan lakukan sekarang tanpa berpikir panjang.

"Yo, kenalin, ini Teh Tisa, kakaknya Diaz." Liam berdiri dari kursinya dan membiarkan Teh Tisa bersalaman dengan Rio sambil memperkenalkan diri.

"Aku enggak ganggu, kan?" selidik Teh Tisa.

"Enggak, Teh. Ada yang penting?" Liam mengabaikan ekspresi bingung Rio yang herannya masih terlihat tampan dengan kening berkerut dan tangan terlipat di depan dada.

"Mamah minta kamu ke rumah sekarang. Soalnya Mamah dan Papah mau ke Malang, baru pulang dua minggu lagi. Jadi, ada beberapa hal soal lamaran yang aku perlu bantuan buat ngurus ke sana sini. Kata Diaz, kamu aja yang bantuin aku," jelas Teh Tisa cepat.

"Oh, gitu. Ya udah, sekarang aja jalan. Kasihan Tante nanti kelamaan nunggu."

Liam menangkap kesempatan ini untuk melarikan diri dari Rio dan pertanyaan-pertanyaan retorisnya itu.

"Maaf ya, Yo. Nanti aja kita obrolin lagi habis ujianku selesai."

Liam memaksakan sebuah senyum dan pergi meninggalkan Rio yang termangu di kursi. Tak percaya, begitu saja gadis yang sudah nyaris ditaklukkannya malah melenggang pergi dalam sekejap.

Sambil menggandeng tangan Liam, Teh Tisa berbisik, "Temen kamu kaya abis nelen racun serangga."

Liam terkekeh, "Biarin aja, cowok harus kuat lah. Sekali-kali dia ngerasain kalo cewek juga bisa bilang 'enggak'."

Good time for a change
See, the luck I've had
Can make a good man
Turn bad

So please please please
Let me, let me, let me
Let me get what I want
This time

(Please, Please, Please Let Me Get What I Want)

***

Hola, kawans!

Saya akan update dua part berdekatan. Tadinya part ini bakalan lebih panjang, tapi aku putusin untuk potong di adegan Teh Tisa menjemput Liam.

Menulis part ini, saya bolak-balik ketik-hapus-ketik-hapus. Saya coba mengais kenangan, soalnya pernah ada histori sama cowok pemaksa model Rio ini hehehe. Jadi, ya percakapan Rio dan Liam itu, jujur yaaa, pernah beneran terjadi sama saya #ngaku

Oya, soal lagu ini dan film 500 Days of Summer, lagi-lagi saya masukin selera pribadi, nih. Film ini wajib tonton, apalagi kalo mau lihat gimana seorang cowok bisa jadi hopeless romantic dan galaunya edan-edanan. Soundtrack-nya pun enak-enak, one of the best romance movie I ever watched.

Weekend ini saya bakal ngider lagi ke Ibukota buat ikut sebuah event literasi. Jadi, part berikutnya saya akan upload sebelum pergi, biar berasa enggak dikejar-kejar utang hehehe. Ini baru sepatuh jalan lebih dikit ya dari BSLR. Makin mendekati klimaks konflik, jadi saya banting setir mengisi naskah dengan lebih banyak drama.

Buat yang kangen tokoh kocak macam Kang Ardi, tenang aja, nanti bakal nongol lagi, dengan segala kosa kata Sunda-nya.

Thanks banget buat pembaca setia BSLR, keep your votes and comments coming in!


xoxo,
Winda Reds

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 21K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
73.7K 10.1K 29
Dari penulis A Wedding Come True dan My Bittersweet Marriage: Edvind Raishard Rashid merasa telah memiliki segalanya. Sukses berkarier sebagai dokter...
23.6K 1K 11
Cover by @DR E-book sudah tayang Adit merasa pencariannya selesai sudah saat wanita yang ia cintai menikah dengan kakaknya, wanita yang selama ini ia...
401K 3.7K 30
((Longlist Wattys 2018)) [Tamat] "Mustahil jika menjalani pernikahan tanpa masalah, karena suami istri bukanlah sepasang malaikat." Keseruan Intan da...