With Your Body

By Aniwilla

241K 7.8K 393

Ruby Carefanessa. Wanita dengan senyuman miringnya itu selalu menggoda. Paras cantik, tubuh seksi, harta berl... More

00 || Prolog
01 || Dia Tidak Tertarik?
02 || Pelamar
03 || Alasan
04 || Pasta
05 || Namaku, Ruby
06 || Nyaman?
07 || Kejutan
08 || Hadirnya Intan
09 || Tidak Suka
10 || Siapa Axel?
11 || Keberadaannya
12 || Identitas
13 || Tidak Pernah Menyesal
14 || Nyanyian Bruna
15 || Pria Berbahaya?
16 || Lari
17 || Pikiran Kecil
19 || Abu-abu
20 || Biru
21 || Bodoh
22 || Petir
23 || Penculikan
24 || Bertemu Axel
25 || Pengakuan
26 || Cinta
27 || Api dan Air
28 || Bukan Cemburu
29 || Ayah
30 || Berbintang
31 || Hilang
32 || Gengsi
33 || Pergi
34 || Pudar
35 || Dia Ingin Pergi
36 || Aku Mencintaimu

18 || Sakit Hati?

3.6K 168 13
By Aniwilla

===

"Aku tahu kau bukan teman Ruby," desis Sera dengan mata yang memicing curiga.

Bruna yang mendengar itu lagi-lagi tersenyum semakin lebar dan terlihat semakin sinis. Ia berbalik sembari mengeluarkan pistol yang telah digenggamnya sejak tadi, ditodongkan senjata itu tepat ke depan Sera dan---

DAARRR!!!

Sera terjatuh. Ia begitu terkejut dan sontak memegang dada bagian kirinya yang tertembak. Napasnya memburu cepat dan semakin tersengal.

Mata Bruna menyalang tajam menatap kemenangannya sendiri. Ia menyimpan benda itu di saku dan berjalan perlahan mendekati Sera.

Ada yang aneh!

Tapi Bruna tidak menyadari hal itu, ia tertawa kecil dan menatap Sera dengan tatapan kasihan. "Ini baru permulaan, sayang. Besok aku akan kembali datang untuk memberikan ancaman lain pada pembunuh itu."

===

Ada beberapa pilihan dalam hidup. Dan terkadang saat manusia merasa sudah lelah dan tidak menemukan jalan keluar. Ia menganggap itu pilihan terakhir.

Seperti banyak orang di luar sana yang menghidupi dirinya dengan uang haram dan menjadikan diri mereka sebagai jalang. Dengan menyerahkan tubuh mereka menjadi budak seks orang-orang yang bejat di luar sana, dan yang mereka tahu itu satu-satunya jalan, dan yang mereka tahu itu adalah pilihan terakhir.

Tidak ada pilihan. Hanya menjadi jalang! Karena itu adalah pilihan mudah dan cepat.

Tidak! Manusia mempunyai banyak pilihan. Hanya saja jika hati dan pikiran mereka tertutup oleh kabut nestapa, semuanya mendadak buntu.

Seperti hidup Ruby.

Dulu sempat Ruby mencari pekerjaan tanpa membawa apa pun. Jangankan identitas, ia pernah sekolah atau tidak pun Ruby sama sekali tidak ingat. Dan saat bertemu dengan Chandra seketika hidupnya berubah secara perlahan. Pria itu menawarkan pekerjaan yang tak pernah Ruby sangka. Benda-benda untuk membunuh itu bahkan terlihat tidak asing digenggaman tangannya, Ruby merasa hidup untuk itu, seolah memorinya akan kembali saat Ruby mengenakan semua benda ilegal tersebut. Maka ia memutuskan bekerja sama dengan Chandra hanya karena ia ingin mengingat semua masa lalunya. Tapi tidak sama sekali, tak ada satu pun ingatan yang berhasil Ruby pulihkan dengan bekerja menjadi bawahan Chandra. Bahkan sekarang dirinya sudah terjatuh semakin dalam ke jurang itu.

Berulang kali Ruby mengiris seledri tipis-tipis sembari memejamkan mata. Berusaha mengingat semuanya yang telah ia lupakan. Kenapa tidak ada satu pun memori yang ia ingat atau bahkan hanya sekilas teringat. Kepalanya dulu sering sakit jika Ruby memaksakan untuk mengingat semua masa lalunya yang mungkin pernah terjadi, makanya Wanita itu memutuskan untuk melupakan dan tidak ingin mengingatnya lagi. Tapi sekarang rasa sakit itu tidak pernah ia rasakan. Seolah semua ingatan itu benar-benar sudah hilang, bersih, meninggalkan sang pemiliknya sendirian.

"Ruby!"

Ruby menghela napasnya dan mendelik ke arah Pak Danu. Koki tua itu menyingkirkan tubuh Ruby dan mengambil alih pekerjaan yang sedang Ruby kerjakan.

"Tolong kau layani pelanggan di meja nomor tiga. Biar ini aku yang urus," ucap Pak Danu.

Ruby mengerutkan dahi heran. "Kenapa harus aku? Heyy! Aku ini seorang koki. Suruh saja pelayan yang melayani dia!" Sifat ketus Ruby memang sudah diketahui banyak koki membuat Pak Danu hanya bisa tersenyum kecil.

"Yang dia mau kau, Ruby. Dia bilang dia mengenalmu. Hampirilah sebelum orang itu tidak mau pergi tanpa memesan apa pun."

Ruby hanya bisa menghela napas pasrah. "Ya, ya, terserah kau saja!" Wanita itu menghentakkan kakinya keluar dari dapur restoran dan mencari meja nomor 03 yang dimaksud Pak Danu. Dari kejauhan terlihat seorang pria duduk membelakanginya. Dengan malas Ruby menghampiri meja itu dan memberikan senyuman palsunya.

"Selamat pagi, Tuan? Anda memanggil saya?"

Pria berkacama hitam itu menoleh dengan senyuman yang sangat Ruby kenal. "Hai."

Ruby sempat terkejut, tapi ia dengan cepat menormalkan raut wajahnya menjadi ramah kembali. "Chandra," ucap Ruby tertahan. Pikirnya untuk apa Pria itu ke sini?

Chandra tersenyum sinis memandang Ruby dari atas sampai bawah lalu ke atas lagi. Pandangan jijik itu terlihat jelas saat melihat Ruby dengan pakaian koki. "Apa-apaan ini, Rubs?"

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Ruby was-was. Seorang Chandra tidak akan membuang waktunya untuk hal yang tidak berguna dengan datang ke restoran ini.

"Mencarimu."

Benar saja.

"Aku sedang---

Chandra memotong perkataan Ruby dengan cepat. "Biasanya butuh berapa hari untuk kau menyelesaikan tugasmu itu?"

Ruby menutup bibirnya rapat-rapat dan melirik sekitar sekilas. Ia takut ada yang mendengar perkataan Chandra. "Aku sedang berusaha."

"Biasanya dua hari." Chandra tidak memedulikan perkataan Ruby. "Kau terlalu sibuk di sini ternyata, ya?"

"Chandra---

Lagi-lagi perkataan Ruby terputus saat Chandra memotongnya cepat. "Besok. Atau aku akan turun tangan." Pria itu bangkit dan pergi begitu saja. Memang seperti itu Chandra, seenaknya dan sok berkuasa atas segala hal. Tahu begitu Ruby tidak akan pernah sudi untuk bekerja sama dengan seseorang seperti Chandra.

Ruby melangkahkan kaki menuju toilet dan membasuhkan air sebanyak yang ia bisa pada wajahnya. Pikirannya terlalu buntu sekarang, ia pikir seseorang seperti Bruna bukanlah gadis biasa yang bisa dibunuh besok. Mengingat dirinya yang berada di ambang pintu tanpa mengingat apa pun dan Bruna yang sudah tidak ada di rumahnya.

Ceklek!

Pintu toilet terbuka. Ruby sama sekali tidak mau memerhatikan atau sekedar ingin tahu siapa yang masuk. Yang ia pikirkan adalah bagaimana caranya menunda pembunuhan itu tanpa Chandra harus marah.

"Berhentilah dari sini. Kau tidak akan bisa mendapatkan Safirku."

Sedikit tidak masuk akal memang. Tapi Ruby yakin sekali itu terdengar seperti suara orang yang memang ingin Ruby cekik sejak lama. Ruby mengarahkan kepalanya sehingga dapat ia lihat Intan dalam refleksi cermin yang sama dengan dirinya. Ia memutar bola matanya. Gadis alay itu lagi!

"Berhentilah menjadi jalang di Restoran ini. Ini Restoran bukan club!"

Yang bilang ini club siapa? sungut Ruby dalam hati, lantas tersenyum mengejek dan melirik Intan sekilas. "Aku sudah memulainya. Tidak mungkin aku hentikan secepat itu."

"Kau melawanku?" tanya Intan sedikit menahan teriakannya.

"Seperti yang kau lihat. Lagipula jika dilihat sepertinya kau bukan tandinganku. Aku lebih cantik darimu makanya kau takut Safir jatuh cinta padaku, bukan?" Ruby menantang. Dengan wajahnya yang ia miringkan menatap Intan bosan.

Napas Intan memburu. Tangannya dengan cekatan melempar botol sabun di sebelahnya dan melemparkan pada kaca toilet sehingga kaca itu pecah berantakan. Beberapa puing tajam itu sempat melewati leher Ruby menimbulkan robek pada kulit mulusnya. Ruby mundur sedikit karena terkejut atas kenyataan bahwa ada wanita yang lebih gila di belahan dunia ini selain dirinya.

Intan tidak peduli. Ia tersenyum senang, tangannya meraih pecahan kaca itu dan perlahan mulai melukai pipinya sendiri.

Ruby hanya diam. Ia sama sekali tidak ada niat menolong Intan yang seperti orang tidak waras. Sampai akhirnya pintu terbuka kencang menampilkan sosok Safir dengan pandangan khawatir.

"Intan? Apa yang---

Perkataan Safir terputus tiba-tiba saat melihat kaca yang pecah berceceran di mana-mana. Ia menatap Intan dan Ruby bergantian dengan tatapan bertanya.

Intan tersenyum lebar. Ia tahu Safir akan datang saat mendengar keributan ini. Karena sebelumnya wanita itu sudah memberitahu Safir ke mana dirinya akan pergi.

Tiba-tiba saja, hal yang tak Ruby sangka-sangka terjadi, saat melihat Intan meringis kesakitan sembari memegang pipinya yang berdarah karena ulahnya sendiri. Safir menatap Intan dan luka yang terukir di pipi mulus Wanita itu.

Intan menangis dalam diam dan semakin menunduk saat sadar Safir tengah memerhatikannya.

"Apa yang terjadi?" tanya Safir pelan.

Ruby hanya terdiam sembari menutupi luka yang ada di lehernya dengan telapak tangan. Ia sendiri bahkan tidak mengerti apa yang terjadi.

"Aku tidak tahu apa salahku, Safir," tangis Intan samar dan terdengar serak. "Tapi Wanita itu mencoba menyakitiku tadi."

Sialan! Fitnah bodoh macam apa itu?

Pandangan Safir beralih menatap Ruby tidak percaya. Sedang yang ditatap terkejut, ia menggelengkan kepalanya pelan mencoba memberitahu Safir bahwa ia tidak melakukannya.

"Apa benar kau mencoba menyakiti Intan?" tanya Safir dengan nada datar.

"Tidak. Aku bahkan tidak menyentuhnya."

"Jadi aku harus mempercayaimu daripada sahabatku sendiri?"

"Sumpah! Aku tidak melakukan apa-apa! Kau tidak harus mempercayaiku, tapi aku mengatakan yang sebenarnya," tegas Ruby mulai kesal.

"Aku tidak mungkin melukai diriku sendiri, bukan?" lirih Intan tertahan, seolah ia yang menderita. Seolah dia adalah korban.

Dasar licik!

Ruby memandang Intan bengis. Ia menatap Wanita itu tajam seolah siap menerkamnya kapan saja. Beraninya Wanita lemah semacam Intan bermain-main dengan Ruby? Belum tahukah dia Ruby bukan Wanita yang patut untuk dipermainkan?

"Sudahlah Ruby aku mohon kau jangan dekati Intan lagi! Kau ini tidak ada bosannya membuat masalah seolah-olah ingin mencari perhatianku saja!" Safir menatap Ruby marah. Perkataannya tidak terlalu keras, tapi penuh dengan nada tekanan. "Kau harus ingat! Dalam hidup bukan cuma tentang dirimu saja!"

Ya! Dalam hidup memang bukan tentang Ruby saja, tapi kali ini seolah memang hanya Ruby yang bersalah di mata Safir. Wanita yang memang selalu saja membuat masalah dari awal kedatangannya. Menggoda, membohongi, bahkan membuatnya terjebak akan pesonanya. Safir benci di saat dirinya harus terpesona dengan wanita itu.

Safir kecewa. Keningnya mengerut dalam dengan bibir yang terkatup rapat-rapat. Ia menuntun Intan untuk meninggalkan toilet, meninggalkan Ruby yang masih terdiam kesal. Tanpa menoleh lagi.

Tangan Ruby yang menutupi lehernya sedari tadi turun perlahan, membiarkan cairan merah itu mengotori lehernya lebih banyak. Ia tidak peduli, bukan itu yang ia pedulikan. Tapi perasaanya yang terasa mengilu, sesak seolah tak membiarkan Ruby bernapas dengan baik. Matanya memerah menahan sakit yang tiba-tiba menyerang hatinya. Jantungnya terpompa cepat, tapi ia malah merasa semakin sesak saat menarik napas. Tangan yang sempat memegang lehernya beralih mengusap dada. Apa ini artinya hati Ruby kembali bekerja? Setelah sekian lama ia tidak merasakan apa pun. Kali ini perasaan aneh itu menyergap Ruby. Perasaan asing yang tak akan pernah Ruby suka.

Apa Ruby sakit hati?

===




Jadi ini kan latarnya Indonesia jadi aku gak berani buat yang terlalu ekstrem, ya. Atau gimana ada yg keberatan komen aja ya.

Tq<3

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 57.1K 18
WARNING 21++ LAPAK DEWASA JUST FOR ADULT. NOT FOR CHILDS ANAK KECIL DILARANG MENDEKAT! MENDING BIKIN PR DAN BELAJAR DULU BIAR SEKOLAHNYA PINTER. SOA...
BRAIDED(21+)✔ By MIAFILY

Mystery / Thriller

1M 13.5K 7
[SEBAGIAN CHAPTER DI PRIVATE, FOLLOW SEBELUM MEMBACA. Biar nyaman bacanya😄] Ketidak tahuan menuntun Riri pada hal yang tak pernah ia sangka. Mereka...
2.1M 30.2K 27
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
2.8M 141K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞