*Haesung Hospital
Jika kalian mengerti apa arti pengorbanan, itulah yang dilakukan Bryan saat ini. Ketika dirinya telah putus asa, diterpa angin topan yang sangat kencang. Mengombang-ambing jiwa raganya. Benar, Kevinlah alasannya. Kenapa pria tampan dan gagah itu begitu frustasi dengan hidup ini.
Setiap menit dan detiknya, adiknya selalu tersiksa karena penyakit yang bersarang ditubuh rapuh Kevin sejak anak itu masih kecil. Hal tersebut membuat Bryan berfikir jika tidak pernah sedikitpun adik tunggalnya itu merasakan kebahagiaan barang sedetik saja. Bahkan untuk urusan asmara adiknya juga terluka.Menerima fakta bahwa wanita yang dicintainya telah bertunangan dengan pria lain.
"Mungkin ochie bukan jodohmu. Bersabarlah, di luar sana masih banyak wanita yang jauh lebih baik darinya." wajah Kevin masih murung. Bryan mengusap surai kecoklatan KevinAdikku ini tampan, tentu banyak wanita yang merebutkanmu." hibur Bryan. Begitu Ochie diusir oleh Kevin, Bryan langsung tanggap jika adiknya dan Ochie sedang ada masalah.
"Tapi aku mencintainya, hyung. Hanya dia yang berhasil mengisi hatiku secara tiba-tiba tanpa aku sadari. Lagipula, meski aku tampan aku ini penyakitan. Tidak ada wanita yang mau direpotkan oleh pria penyakitan sepertiku. Aku hanya bisa menyusahkan, termasuk menyusahkanmu, Minho, dokter Park, juga dokter Yoon. Aku tidak berguna!" Kevin terus saja merutuki dirinya sendiri. Membuat Bryan merasa sakit setiap melihat adiknya yang begitu menderita.
"Syuuttt...berhenti bicara seperti itu. Aku tidak suka. Kau pasti bisa sembuh. Apapun akan hyung lakukan untuk menyembuhkanmu." Bryan berusaha menenangkan Kevin dengan memeluk tubuh kurus adiknya itu.
"Aku ingin pulang sekarang."
Pinta Kevin tiba-tiba. Tentu saja Bryan langsung menolaknya.
"Andwae, kondisimu masih lemah. Hyunji juga tidak akan mengizinkan."
"Nan jeongmal gwaenchanha. Lebih baik aku dirawat di rumah saja. Kau hanya membuang-buang uangmu untuk membayar kamar VIP dan pengobatanku." gerutunya lagi. Padahal itu hanya siasat Kevin agar Bryan mengizinkan.
"Kau ini bicara apa. Membayar semua itu tidak akan membuat kita miskin. Bahkan aku sanggup jika harus membeli rumah sakit ini." ujar Bryan bangga sekaligus sombong
"Aigoo...urri hyung sombong sekali." Kevin hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat sifat asli sang kakak.
"Kenyataannya memang seperti itu. Woosung grup semakin berkembang pesat sejak hyung kelola. Setelah hampir bangkrut, sejak ayah meninggal."
Mendengar kata ayah, Kevin langsung murung. Ia teringat beratnya perjuangan Bryan untuknya setelah sang ayah meninggal dan sang ibu yang menelantarkan dirinya juga sang kakak.
"Ditambah harus mengurusi adikmu yang penyakitan ini."
Ujarnya lirih.
"Kevin-ah..."
Sungguh, Bryan benci kata-kata itu. Kata-kata yang sewaktu-waktu dapat merenggut Kevin dari pelukannya.
"Mianhae sudah menyusahkanmu terus."
"Berhenti bicara omong kosong,"
Ujar Bryan sendu "kau itu sudah menjadi tanggungjawabku. Tanggungjawab seorang kakak adalah menjaga adiknya." tegas Bryan. Ia tahu Kevin mulai pesimis lagi karena keadaannya yang lemah.
"Kalau begitu, cepatlah menikah."
Timpal Kevin tiba-tiba. Membuat Bryan membelalakkan matanya.
"Mwo? Kyoron?"
Kevin mengangguk cepat
"Menikahlah dengan Hyunji noona. Aku ingin dia yang menjadi kakak iparku." pintanya tanpa dosa. Tentu saja Bryan langsung salah tingkah setiap mendengar nama wanita yang dicintainya itu.
"Kau ini ada-ada saja. Hyunji hanya masa laluku." elaknya berbohong
"Geotjimal. Aku tahu kau masih mencintainya." Kevin pandai membaca ekspresi wajah Bryan.
"Adikku ini sok tahu sekali."
"Aku tidak sok tahu. Terlihat jelas dari sorot mata Kakak."
"Jinjjaya. Hyung tidak berbohong." Bryan masih saja mengelak. Padahal suaranya sudah terdengar gugup.
"Lihat? Kau tidak pandai berbohong, Hyung." Kevin sudah hafal diluar kepala sifat kakaknya yang satu itu.
"Perjuangkan Hyunji Noona jika Hyung memang mencintainya."
Bryan mendadak sedih
"Aku tidak pantas untuknya. Dia pantas mendapatkan yang lebih baik dariku."
"Kau sudah cukup baik untuk bersanding dengannya. "
"Sudahlah. Jangan bicarakan Hyunji lagi. Kau harus istirahat," wajah Kevin berubah murung "aku pulang dulu untuk mengambil pakaianmu." pamit Bryan untuk menghindari pembicaraan ini lebih lanjut lagi.
"Dasar keras kepala," gumam Kevin kesal
¶¶¶
"Benar-benar Namja menyebalkan! Aku sudah berbaik hati menjenguknya, tapi justru diusir." Ochie langsung menggerutu kesal setelah keluar dari kamar rawat Kevin. Ia berkali-kali menyumpah serapahi Kevin dengan berbagai macam umpatan sebagai ungkapan kekesalannya.
"Kau saja yang bodoh, mau-maunya menjenguk pria itu. Buang-buang waktu saja." timpal Luhan santai tanpa dosa. Ochie langsung menatap namja itu tidak percaya.
"Luhan-ah!"
"Wae? Aku salah lagi?" tanyanya dengan ekspresi sinis.
"Tidak sepantasnya kau berkata seperti itu." wanita itu menasehati. Luhan justru tersenyum miring.
"Kau selalu saja membelanya dan aku selalu salah dimatamu." Merasa kata-katanya mungkin menyakiti perasaan Luhan, Ochie jadi merasa bersalah.
"Bukan seperti itu. Maksudku---"
"Geumanhae. Ayo pulang." potong Luhan cepat lalu berjalan meninggalkan Ochie yang sedang frustasi. Ia lelah jika terus berdebat. Selalu saja yang ia dan Ochie debatkan adalah Kevin.
"Aish! Kenapa jadi seperti ini? Sudah tidak mendapat obat Kevin, sekarang Luhan marah." ujar Ochie frustasi dengan sifat temperamental Luhan yang semakin menjadi-jadi. Untungnya ia sudah biasa menghadapi sifat Luhan yang satu itu. Jadi, ia dapat mengendalikan emosinya.
"Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus mencari cara lain." sugesti wanita cantik itu. Bagaimanapun caranya, ia harus bisa menguak penyakit yang diderita Kevin.
"Sebenarnya kau sakit apa, Kevin-ah? Aku yakin penyakitmu bukan penyakit ringan, saat melihatmu tergolek lemah di rumah sakit," mata Ochie berkaca-kaca. Air mata mulai menggenang dipelupuk mata indahnya "maafkan aku telah menyakiti perasaanmu. Jeongmal mianhae, Kevin Woo." Ochie semakin terisak ketika kembali mengingat sikap kasar dan dinginnya pada Kevin. Padahal, semua itu hanya topeng untung menutupi perasaan yang sebenarnya.
¶¶¶
"Aku tidak mau kemoterapi!"
Tolak Kevin mentah-mentah. Bryan sudah bisa menebak jika reaksi Kevin akan seperti ini.
"Kevin-ah, jebal. Keureojima."
"Kemoterapi tidak akan membuatku sembuh, Hyung. Percuma saja melakukannya."
"Setidaknya kemoterapi dapat mencegah sel kankernya menyebar semakin luas dan juga mencegah terjadinya komplikasi yang lebih parah lagi." jelas Bryan panjang lebar. Berharap adiknya itu mengerti dan bersedia untuk melakukan perawatan medis. Semua juga demi kebaikannya sendiri.
"Shireo Hyung." Kevin tetap bersikukuh tidak ingin kemoterapi. Mengingat efeknya yang sangat berat dan pastinya akan mengganggu kuliahnya. Ia tidak ingin mengorbankan kuliahnya apalagi karena keterbatan fisiknya. Benar-benar pria keras kepala.
Bryan memeluk Kevin dari samping. Matanya sudah berkaca-kaca. Ia paling tidak bisa menahan air matanya jika sudah menyangkut kesehatan Kevin. Juga karena hatinya sakit melihat betapa putus asanya sang adik saat ini. "Apa kau ingin melihatku mati lebih dulu karena takut kehilanganmu?" tanyanya lirih
"Hyung!" Kevin tidak suka setiap Bryan bilang ingin mati karenanya. Lebih baik ia kesakitan karena penyakitnya daripada harus melihat pengorbanan kakaknya yang semakin sulit. Semua itu karena dirinya. Ia merasa tida berguna sebagai seorang adik. Ia hanya bisa menyusahkan orang lain karena fisiknya yang lemah.
"Lakukan ini demi hyung, eoh?"
Pintanya lagi. Berharap Kevin mau mengerti posisinya. Bryan hanya ingin memberikan perawatan medis terbaik untuk sang adik.
Kevin menghela nafas berat, ia tidak tega jika harus menyakiti perasaan kakak tunggalnya itu. Bryan adalah kelemahannya.
"Arraseo. Aku akan kemoterapi." putusnya
"Sungguh?" Bryan menatap lekat manik mata hitam Kevin. Menyelidiki apakah ada kebohongan di sana. Tapi, tidak ada.
"Dengan satu syarat,"
"Katakan. Apapun syaratnya pasti akan kuturuti."
"Berbaikanlah dengan Eomma."
Ekspresi wajah Bryan langsung berubah muram begitu mendengar kata 'eomma'.
"Apapun akan kupenuhi, tapi tidak untuk berbaikan dengan wanita itu." giliran Bryan yang menolak mentah-mentah.
"Bagaimanapun dia tetep Eomma kita, Hyung,"
"Aku bahkan sudah lupa jika kita masih mempunyai seorang Ibu." ujar Bryan sarkastik. Ia semakin membenci Ny.Kwon setiap kali membicarakannya.
Kevin meraih tangan besar Bryan. Menggenggamnya erat.
"Tolong, maafkan eomma. Aku yakin eomma tidak salah." rayu Kevin lagi. Bryan menghela nafas berat. Haruskah ia mencoba memaafkan Ny. Kwon? Jika demi Kevin, ia akan melakukannya. Asalkan Kevin mau kemoterapi. Tidak ada salahnya juga mencoba.
"Jika memang aku harus memaafkannya, itu hanya demi dirimu. Bukan wanita itu."
Ujar Bryan serius. Kevin tersenyum lebar.
"Yaksok?"
"Geurae. Yaksokhae." jawab Bryan berusaha menghilangkan keraguannya. Meskipun didalam lubuk hatinya ia masih tidak bisa memaafkan Ny.Kwon. Pria tampan itu butuh waktu untuk memaafkan semua kesalahan yang telah Ny.Kwon lakukan.
"Aku pegang janjimu." Kevin mengepalkan tangannya, mengajak Bryan bertos ria ala pria dan langsung dibalas oleh Bryan.
"Deal!" ujar mereka bersamaan.
"Bertahanlah nae dongsaeng. Sudah cukup aku kehilangan appa. Aku tidak ingin kehilanganmu juga." batin Bryan sedih.
*To Be Continued*
Udah brpa bulan ya gk update?
Lama banget pastinya sampek tangan ini gatel pengen cepet2 update wkwk.
Dikarenakan jdwal di kampus padet ditmbah bntar lagi UAS jadinya ya harus fokus kuliah dulu.
Semoga kalian masih bersedia membaca ceritaku yg smkin hari smkin tdk jelas dan smkin drama haha.
Happy reading 😘😘
TTD
Ochie Telekinetics 🙆