My New Year's Eve

By elkusumastories

274K 12.9K 244

[Note: Versi lengkap terbaru ada di Karyakarsa] Perayaan tahun baru tidak lagi berkesan sejak 5 tahun yang la... More

Agni: Tahun Baru? Di Rumah aja
Agni: Kaum Mereka doyan Nyinyir
Agni: 26 vs 27
Agni: Save Me!
Agni: Bos yang Kubenci
Agni: Teman Perempuan(nya).
Agni: Sabda..Alam? Cih.

Dirga: Jangan Sembarangan

13.7K 1.6K 35
By elkusumastories

Sudah sewajarnya kan atasan menegur bawahan kalau mereka punya salah? Menurutku, mengingatkan Agni seperti tadi bukanlah hal yang berlebihan. Mengajak para sahabatnya mengunjungi tempatnya bekerja di waktu yang salah.

Aku tahu maksud Agni yang terkesan tidak terima adalah aku memarahinya karena tiba-tiba saja Dinda juga ikut muncul kesini.

Apa memang benar demikian? Well, ada benar dan tidaknya. Sejujurnya, aku memang sedikit kesal karena tiba-tiba saja muncul Dinda di kantor ini. Setelah sekian lama. Kebetulan ada Amanda disini.

Arrgh! Terus kenapa?? Toh Dinda gak peduli sama sekali, Dude! Berarti apa yang Agni omongin gak salah!

Aku menarik-narik rambutku dengan kedua tanganku. Entah kenapa bayang-bayang Dinda belum sepenuhnya hilang dari ingatanku. Aku tidak semuda itu untuk merasakan jatuh cinta, tapi dengan Dinda rasanya tidak semudah itu untuk melupakan.

Drrt..drrt.

Ponselku bergetar terdengar di atas meja kerjaku. Nama Kevin muncul di layar.

"Ya?" Jawabku singkat.

"Buru. Gue tunggu di lift dah."

"Sorry, sepertinya gue hari ini..."

"Gue gak mau denger alesan lagi! Gue tungguin lo sampai turun."

Sambungan telepon terputus. Ajakan teman-teman kantorku untuk sekedar merefresh pikiran pun sudah sering kutolak dengan alasan pekerjaan. Beberapa dari mereka tahu bagaimana aku patah hati, melihat Dinda dengan pria lain.

Di depan lift terlihat menunggu Kevin dan Prima.

"Gitu dong! Jangan suntuk gitu lah kaya orang habis di phk aja lu!" Semprot Prima padaku.

"Kemana kita?" Tanyaku tanpa basa-basi sambil menunggu lift sampai di lantai ini.

"Golf-ing!"

Beberapa saat kemudian munculah dua orang bawahanku bersama-sama, Bismar dan...Agni.

Oh God. Kenapa mesti bertemu Agni??

Bismar menganggukkan kepalanya padaku, Prima dan Kevin. Sedangkan Agni sebaliknya. Ia hanya menganggukkan kepalanya sekali dan itu kepada Prima sekaligus Kevin.

Oke. Memang keras kepala.

"Kok baru balik?" Suara Kevin membuka keheningan.

"Ada yang mesti diselesaikan, Pak." Bismar menjawab.

"Ooh, barengan?" Kali ini Prima yang bertanya. Aku berharap lift cepat terbuka dan...

Ting!

Akhirnya terbuka juga. Kami pun masuk bebarengan. Tidak ada pilihan lain.

"Iya, Pak. Projectnya Pak Dirga. Sebenarnya sih saya yang handle, cuma waktu itu Agni bantu juga karena saya kewalahan." Bismar berbicara ceplas-ceplos.

"Agni pulang sendiri?" Lagi-lagi Kevin mencoba untuk berulah. Kusikut dia yang berdiri di sebelahku. Tapi tidak digubrisnya.

Agni mengangguk sedikit menyerong ke belakang ke arah Kevin. "Iya, Pak."

"Salam ya untuk Ayah. Kemarin kan Ayah sama Bokap habis golf bareng ya? Itu sama saya juga. Kamu nggak ikutan sih."

"Emang lo bisa golf? Sok-sokan lo. Mejeng doang kali, haha!" Prima membuat suasana menjadi sedikit cair. Seperti biasa memang itu keahliannya.

Sedangkan yang dibicarakan hanya tersenyum tipis. Pintu lift pun segera terbuka.

"Kami pulang dulu, Pak." Bismar berpamitan padaku, Prima dan Kevin. Agni? Dia hanya menjadi patung pajangan dengan sedikit keahliannya yang hanya diam dan mengangguk.

"Kamu sariawan, Agni?"

Entah ada dorongan darimana tiba-tiba aku mengatakan hal demikian pada Agni.

Bego gak gitu-gitu amat kali, Ga! Batinku.

"H-hah? Ng-nggak, Pak." Jawab Agni terkejut dan sedikit tergagap.

Kevin dan Prima awalnya bingung dengan pertanyaanku. Begitu pun Bismar.

"Ooh, daritadi mbak Agni diam aja sih. Dikirain atasannya sariawan. Suka gitu tuh, Pak Dirganya. Maafin ya. Makanya beliin vitamin C gih, Pak! Yang beneran vitamin C ya! Jangan yang lain.."

"Hahaha!" Kevin tertawa mendengar pernyataan ngawur dari Prima. Membuat Bismar yang kulihat dia menahan tawa. Sedangkan Agni hanya menatapku kembali culas.

"Ya sudah. Ayo." Ajakku segera berjalan berpisah dengan Bismar dan Agni agar Prima dan Kevin tidak semakin menjadi.

Masih terdengar suara tawa dari Kevin dan Prima. Aku tidak ambil pusing dengan sifat kekanakan mereka. Malah aku masih kesal dengan perilaku Agni.

Dia yang salah kenapa dia yang marah?

***
Keesokannya, tiba-tiba saja salah satu grup whatsappku mendadak ramai sekali notifikasinya.

Primadipta Ginanjar: sent a picture.
Meleleh gue liatnya.

Nicholas Wijarnako: shit! Bukannya itu bawahannya Dirga yg waktu itu? Stalking bgt lo! Ikut ah.

Temmy Adi Prawira: hmm.. jangan nakal Pak Prima, pakai di SS segala.

Kevin Wiratedja S.: sent a picture.
Lo-lo pada blm lihat kan profpict WA nya?

Primadipta Ginanjar: NJINK! BAGI KONTAKNYA, ASAP!

Dirgantara Gunawan R.: Jangan sembarangan!

Lima menit. Sepuluh menit. Tidak ada balasan lagi di grup tersebut. Grup yang dinamakan 'man to man' itu adalah garapan Kevin. Ada 5 dari 8 manajer yang bergabung di grup tersebut, kenapa hanya 5? Ya, sesimpel ini jawabannya, karena hanya 5 orang itu yang mampu menjaga hubungan baik sampai detik ini.

Tapi hanya satu orang yang mereka segani, yakni Dirgantara Gunawan Rahmanjaya alias diriku sendiri. Kemudian diurutan kedua ada Temmy.

Kenapa bisa begitu? Lain kali aku akan menceritakan selengkapnya. Terburu aku kebakaran jenggot karena ulah Prima dan Kevin. Bisa-bisanya mereka menjadikan karyawanku sebagai bahasan dalam fitur chatting grup kami.

Segera kutelepon Prima melalui ponselku. "Jangan kebablasan lah. Kalau orang luar gue terima, tapi kalau bawahan gue, berhadapan sama gue."

"Sorry.. bercanda. Tapi, gak cuma gue aja kan yang dimarahin? Kevin juga lho."

Aku memejamkan mata, ya beginilah, sama-sama manajer tapi usia kami beragam. Kebanyakkan aku harus sering memaklumi mereka.

"Ya sudah pasti. Janganlah punya relationship sama orang dalam, masih banyak diluaran sana yang lebih oke."

"Kalau diluaran sana banyak, kenapa lo gak nyari?"

Lagi-lagi aku disentil perihal itu.

"Doi udah mau engaged lho. Lo juga harusnya menunjukkan pergerakan."

"Hal semacam itu bukan perlombaan, Prim."

"Hmm.. ya udah sih. Take your time, Ga. Lo tahu mana yang terbaik buat lo."

Selesai perbincangan singkat dengan Prima, aku harus lagi berhadapan dengan Kevin. Belum selesai, Nico ternyata 'bergabung'.

Nicholas Wijarnako: sent a picture.
Tiap hari dirumah ada yg gak dandan gini, gue betah lah.

Tanpa aba-aba, aku langsung menghubungi Nico dan 'melabraknya'. Nico ini pribadi yang paling susah diberitahu hanya sekali, harus beberapa kali baru akan menunjukkan perubahan.

Ya, karena Ayahnya pemegang saham beberapa persen di perusahaan ini, mungkin itu salah satu pemicunya.

Lima menit setelah proses menegurku pada Nico, gambar-gambar Agni lantas menghilang dari grup whatsapp. Itu tandanya mereka mengerti. Bahkan termasuk Kevin, yang mengaku mengenal Ayah Agni.

Tapi, kenapa Agni harus seceroboh itu sih? Apa tidak bisa akun instagramnya di lock?

"Agni, ke ruangan saya." Ucapku melalui sambungan telepon. Tidak peduli dia masih marah atau mengacuhkanku. Dia bawahanku dan aku atasannya.

Beberapa detik kemudian, perempuan itu muncul di hadapanku. Kulihat ekspresi wajahnya yang datar. Seakan tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Mungkin saja dia juga sudah sadar kalau dirinya salah, mungkin.

Dibandingkan dengan foto-fotonya, Agni lebih cantik aslinya. Sedikit kubocorkan, cantik menjadi salah satu alasan mengapa Agni-Dinda-Yuri harus 'dipisahkan'. Waktu itu aku sedikit terkejut dengan alasan mutasi Dinda dan Yuri, tapi karena keputusan sudah bulat aku bisa apa?

Dibandingkan dengan Dinda dan Yuri, Agni ini lebih 'tidak ramah'. Bicara sekenanya. Suaranya bahkan bisa mewakili ketegasan dan kemandiriannya. Lalu juga lebih sedikit tomboy.

"Pak!"

Terbuyar sudah lamunanku yang tengah mendiskripsikan Agni. Kini wajah itu berada tepat di hadapanku.

"Ehm! Silahkan duduk, Ni."

Dia pun duduk di hadapanku berbatasan dengan meja kerjaku.

"Saya tidak tahu harus mulai darimana. Kamu aktif di sosial media?"

"Iya, Pak. Ada apa ya, Pak?"

"Saya minta kamu lock semua akun sosial media kamu. Demi kebaikkan bersama."

Lantas Agni mengkerutkan keningnya, "Alasannya apa ya, Pak? Itu kan akun pribadi saya?"

Gotcha! See? Bisa lihat sendiri bagaimana cara Agni membantahku. Yang tidak kutemukan pada Mila, Bismar, bahkan Dinda dan Yuri. Juga karyawan lain yang berada di bawah naunganku.

"Kamu bisa tidak sekali saja menuruti perintah tanpa ada perdebatan?" Jawabku juga sengit.

Anehnya, Agni justru tersenyum. Senyum yang...cantik. Lebih cantik dari foto-fotonya itu.

Biasanya dia selalu memasang wajah garang, yang meskipun garang tapi tetap cantik. Kenapa aku berulang kali menyebutnya cantik?

"Bukan begitu, Bapak. Saya hanya ingin tahu alasannya kenapa? Kalau itu berhubungan dengan pekerjaan ya saya mengerti. Tapi ini kan akun pribadi saya, dan yang memberi perintah Bapak, selaku atasan kerja saya."

"Saya akan kasih penjelasannya setelah kamu melakukannya."

"Kalau saya menolak?"

"Kalau kamu menolak, saya gagal menjadi atasan yang melindungi bawahannya."

Jujur saja, ini alot, seperti yang sudah dibayangkan—apabila aku harus berhadapan dengan Agni. Kulihat sekilas, Agni tampak berpikir. Beberapa menit kemudian, Ia keluarkan ponselnya dan mulai mengutak-atiknya. Di hadapanku. Tanpa izin pula.

"Sudah, Pak. Done! Jadi bisa jelaskan alasannya apa?"

"Kamu yakin setelah mendengarkan alasannya tidak akan marah?"

"Kenapa saya harus begitu?"

Kutatap Agni dalam-dalam, "Jangan marah ke saya atau melampiaskan emosi pada saya. Mengerti?"

Agni mengangguk dengan ragu.

"Fine. Jadi, para manajer masih terus membahas kamu. Bahkan beberapa diantaranya ada yang stalking akun pribadi kamu. Kemudian foto-foto kamu di share di grup atasan."

"WHAT THE??! Kenapa harus begitu sih, Pak?! Saya bisa laporkan ke komnas HAM lho, Pak!"

Aku memejamkan mata. Aku sudah mengerti Agni akan seperti ini, bekerja menjadi atasan Agni selama hampir 4 tahun—tentu tidak hanya Agni—membuatku mengerti pribadi karyawanku satu per satu.

"Jujur ya, Pak! Saya terganggu dengan manajer-manajer yang membicarakan saya waktu itu. Bisik-bisik kok pas ada orangnya, kan nggak sopan! Dan, apa nggak ada bahasan lain apa? Kerjaan kan banyak, Pak?! Kenapa harus bahas saya??"

"Iya saya tahu, Ni. Saya mewakili mereka minta maaf, saya jamin tidak akan terulang lagi hal seperti itu. Tapi, kenapa kamu jadi marah-marah ke saya?"

"Ya iyalah. Kan Bapak yang Manajer Umumnya. Perwakilan katanya, ya saya wakilkan marah saya ke Bapak."

"Justru saya disini mau menolong kamu. Sepertinya perihal waktu itu kamu masih dendam dengan saya ya? Sekarang kamu jadi emosi begini."

Agni mengerutkan keningnya seperti orang berpikir, sepertinya dia memang sudah lupa, "Oh masalah itu. Memang benar kan, Pak? Sama saya Bapak nggak bisa menutupi perihal sahabat saya itu."

Skak mat.

"Jangan sembarangan kamu." Ujarku mengambang.

"Ya sudah kalau begitu. Saya permisi dulu, Pak."

"Lho? Sudah?"

"Lah, Bapak mau saya marah-marah terus??"

"Bukan begitu, Ni.."

"Ya sudah kalau begitu. Saya percaya kok, Bapak bisa handle semua untuk melindungi bawahannya. Jadi saya serahkan sepenuhnya sama Bapak. Permisi."

Pernyataan Agni barusan justru membuatku merasa disiram air dingin yang menyejukkan. Rasanya dipercaya orang lain terlebih bawahan sendiri memang sangat memuaskan.

Tanpa sadar aku malah memainkan jariku ke ponsel. Membuka akun instagram—yang dibuatkan Kevin—kemudian mencari nama Agni.

Akun tersebut sudah di lock. Sesuai perintahku. Ada secuil rasa menyesal setelahnya dalam dadaku. Apa aku harus mengikutinya sebagai teman?

Jangan sembarangan, Ga! Bisik hati kecilku.

Continue Reading

You'll Also Like

606K 1.1K 5
Kumpulan Cerita Pendek, penuh gairah yang akan menemani kalian semua. 🔥🔥🔥
456K 41.9K 102
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
840K 73.7K 56
Shana begitu ia akrab disapa. Si paling advokasi begitu julukannya. Bagaimana tidak, ini tahun keduanya menjabat sebagai staff bidang Advokasi di Him...
4.2M 472K 49
Deva, cowok dengan segabrek reputasi buruk di kampus. Namanya mengudara seantreo Fakultas Ekonomi sampai Fakultas tetangga. Entah siapa yang mengawal...