With Your Body

By Aniwilla

241K 7.8K 393

Ruby Carefanessa. Wanita dengan senyuman miringnya itu selalu menggoda. Paras cantik, tubuh seksi, harta berl... More

00 || Prolog
01 || Dia Tidak Tertarik?
02 || Pelamar
03 || Alasan
04 || Pasta
05 || Namaku, Ruby
06 || Nyaman?
07 || Kejutan
08 || Hadirnya Intan
09 || Tidak Suka
10 || Siapa Axel?
11 || Keberadaannya
12 || Identitas
14 || Nyanyian Bruna
15 || Pria Berbahaya?
16 || Lari
17 || Pikiran Kecil
18 || Sakit Hati?
19 || Abu-abu
20 || Biru
21 || Bodoh
22 || Petir
23 || Penculikan
24 || Bertemu Axel
25 || Pengakuan
26 || Cinta
27 || Api dan Air
28 || Bukan Cemburu
29 || Ayah
30 || Berbintang
31 || Hilang
32 || Gengsi
33 || Pergi
34 || Pudar
35 || Dia Ingin Pergi
36 || Aku Mencintaimu

13 || Tidak Pernah Menyesal

5.2K 213 15
By Aniwilla

===

"Bruna?" tanya Ruby pada dirinya sendiri saat berhasil membaca tulisan yang ada di belakang foto tersebut.

Helaan napas kasar terdengar. Tangan Ruby meremas kesal foto yang ia genggam. Ruby benar-benar tidak mau membunuh seorang gadis muda. Kalau begini maka dirinya benar-benar akan menjadi seorang pembunuh, ya meski sebenarnya Ruby memang pembunuh bayaran. Dan lepas dari Chandra tidak semudah membalikkan telapak tangannya sendiri.

"Kasihan, sayang sekali orang secantik dia akan mati." Ruby melempar remasan foto yang sudah tak berbentuk itu ke sembarang arah dan memutuskan untuk meninggalkan tempatnya.

===

You just want attention

You don't want my heart

Maybe you just hate the thought of me with someone new ...

Yeah you just want attention

I knew from the start ....

Lagu mengalun dari radio menemani perjalanan mereka di dalam mobil. Safir yang mengendarai mobilnya hanya melirik sekilas pada Intan yang sedang bersenandung kecil. Harusnya pagi ini ia ke kantor untuk memastikan semua pekerjaannya di sana, tapi berhubung Intan ingin ikut dengannya, Safir putuskan untuk ke Restoran saja.

Sebenarnya Safir paling tidak suka diikuti, selain menghambat pekerjaan itu juga membuatnya repot. Seperti harus selalu berpura-pura baik demi tidak menyinggung hati orang itu. Tapi kalau dengan Ruby beda hal lagi. Jika wanita itu terus mengikutinya, maka Safir tidak mau repot untuk berpura-pura baik karena status Ruby hanya orang aneh yang berotak tidak waras.

"Yeah, you just want attention. I knew from the start. You're just making sure i'm never gettin' over you. Ohh." Intan mengikuti alunan lagu yang dinyanyikan oleh Charlie Puth, salah satu penyanyi yang ia idolakan. Dengan senyuman kecilnya yang membuat Intan semakin terlihat cantik. Sayang, tidak membuat Safir terpana karena sudah ia anggap adik sendiri.

"Hei," panggil Safir sembari melirik sekilas ke arah Intan.

"Ada apa?" tanya Intan. Matanya berbinar dan senyumannya terlihat cerah. Safir dapat melihatnya, ia hanya tersenyum kecil menanggapi.

"Aku tebak kau belum makan." Safir memutar setirnya saat ada belokan.

"Memang belum, mana sempat aku makan. Tadi aku buru-buru ingin bertemu denganmu karena aku sudah merindukan mata birumu itu," kata Intan. Seulas senyuman kembali terbit di wajahnya yang cantik, Intan menyingkirkan anak rambutnya ke belakang telinga.

Safir mendengkus geli mendengarnya. Ia menggerakkan kepalanya setelah menghentikkan mobil mengisyaratkan untuk mengajak Intan keluar. "Baiklah. Aku tidak ingin tenagamu habis karena merindukan aku, jadi kau harus makan."

"Baiklah," sahut Intan dan mengikuti Safir untuk keluar dari mobil. Mereka sudah sampai di restoran Safir, mata hitam pekat yang terlihat bening itu melirik ke arah Safir dan tersenyum sekilas. Intan tidak dapat menghentikan senyumannya jika berada di dekat Safir. Jantungnya selalu berdebar kuat belum lagi aroma tubuh Safir yang mask membuat Intan nyaman.

Intan meraih tangan Safir dan menggenggamnya erat saat memasuki Restoran, yang hanya ditanggapi Safir dengan senyuman kecil. Intan melihat sekitar yang terlihat ramai, memerhatikan Restoran Safir yang kian hari makin terlihat banyak pengunjung, tapi dari 7 tahun lalu semenjak Restoran ini berdiri tidak ada yang berubah. Suasana dan luas restorannya masih sama, hanya saja dekorasi ruangannya yang sedikit berbeda.

"Tunggu dulu!" Intan menarik tangan Safir membuat Pria itu berhenti dan menolehkan kepala menatapnya bertanya.

"Ada apa?" tanya Safir dengan satu alis terangkat.

Wanita itu sedikit meringis dan duduk di anak tangga pertama. Safir yang melihatnya semakin mengerutkan dahi bingung dan melirik ke arah sepatu yang membalut kaki sahabatnya. Ternyata tali sepatu Intan lepas dan wanita itu tengah mencoba untuk membenarkannya.

Akhirnya Safir memutuskan untuk berjongkok dan mengambil alih tali sepatu yang tengah dipegang Intan. Pria itu mengikat tali sepatu itu dengan rapi membuat Intan hanya bisa menahan senyumnya. Pipi Intan sedikit bersemu, sembari tangannya menutupi pipi, mata Wanita itu masih asik tenggelam pada lekuk wajah Safir yang terlihat lebih tampan dari samping.

"Safir, bolehkah aku meminta sesuatu padamu?" tanya Intan.

"Apa?"

"Sekalipun mataku dalam keadaan tertutup, aku ingin kau selalu berada di dekatku. Seperti ini."

Perkataan Intan berhasil membobol indra pendengar Safir. Menembusnya seperti angin lalu membuat Safir terdiam sejenak. Ia menoleh dan menatap Intan lagi. "Aku memang selalu ada untukmu."

"Aku ingin memilikimu."

Satu kata yang terlontar dari mulut Intan kali ini membuat jantung Safir seperti berhenti berdetak. Ia sudah sering dengar perkataan macam ini yang terlontar dari mulut Intan dan dirinya belum juga terbiasa. Ia menghela napas pelan, tanpa menanggapi Intan ia kembali mengikatkan tali sepatu Intan di sisi satunya.

Nyatanya cinta tidak sesederhana membiasakan.

===

Tangannya mencengkeram garpu dengan kuat, bibirnya mengulum menahan makian dan kata kasar yang hendak keluar dari mulutnya sendiri. Tatapan matanya benar-benar menusuk, menatap Safir dan Intan di anak tangga bawah saling bertatap. Giginya mulai gemeletuk dan mendecih dalam hati saat melihat wajah Intan yang terlihat polos.

"Ada pesanan pasta untuk meja nomor tiga," kata pelayan yang datang menghampiri Ruby.

Ruby mendelik. "Aku baru saja membuat pasta pesanan di nomor empat sembilan. Suruh saja yang lain!" seru Ruby membuat si pelayan berbalik pergi dengan wajah yang masam. Ruby tidak peduli ia dibilang tidak profesional atau tidak bertanggung jawab bekerja di sini, nyatanya niat Ruby hanya ingin melihat Safir. Jika pun harus memasak, ya untuk Safir.

"Jangan cemburu!"

Ruby menoleh dan mendapati Jason tersenyum lima jari di belakangnya entah sejak kapan. Lelaki yang pernah mencumbunya di ruangan Safir.

"Bukan urusanmu," sentak Ruby yang sedang berada dalam keadaan kesal.

Jason mendengkus geli sembari tangannya bersidekap di depan dada. "Kau ini sebagai Wanita seharusnya mempunyai harga diri. Jangan terlalu memasang mimik wajah jijik seperti itu membuat semua orang dapat menebaknya!"

Memutar bola matanya kesal. Ruby yang berada di balik tembok dekat dapur menolehkan kepala ke arah Safir dan Intan, tapi ternyata mereka sudah pergi. Ia tidak cemburu, hanya kesal. Ia alihkan matanya lagi ke arah Jason. "Memangnya kenapa jika aku cemburu? Kau juga cemburu padaku?"

"Tidak! Aku lebih tertarik dengan tubuhmu dibandingkan dengan manusia cerewet sepertimu," jawab Jason. "Hah, pantas saja Safir tidak tertarik denganmu, kau sangat." Jason memainkan jarinya mencoba mengikuti gerak bibir Ruby jika sudah berbicara.

"Ingin aku bunuh?" teriak Ruby maju selangkah yang membuat Jason tertawa keras. Ruby memelototkan matanya kesal.

"Kakak dengarkan aku! Percuma kau cemburu, tidak akan ada yang peduli. Hanya saja sakitnya di daerah sini," kata Jason sembari menyentuh selangkangannya. "Eh? Maksudku di sini!" Jason meralat tangannya dan naik menyentuh dada kiri tepat di daerah jantung.

"Kau!!" Ruby melotot hendak menerjang Jason, tapi lelaki itu sudah pergi lebih dulu sembari tertawa keras. Semenjak berciuman dengan Jason di ruangan Safir, Ruby memang mulai dekat dengan laki-laki itu. Tapi bukan untuk melakukan hal mesum atau semacamnya, kebanyakan Jason yang bertanya mengapa seorang Ruby yang tidak butuh uang harus bekerja di restoran ini.

"Kau tidak bekerja?"

Ruby menoleh cepat karena terkejut, dan lebih terkejutnya lagi yang menghampirinya adalah Safir. Dan mulai sekarang jantungnya berdebar senang. Ruby tersenyum kikuk. "Aku baru selesai memasak pasta."

"Setidaknya bantu koki lain!" seru Safir dengan alisnya yang beradu.

"Kau cerewet sekali! Aku tahu apa yang harus aku lakukan, aku ingin bantu, tapi mereka menolak. Ya sudah aku tinggal saja!" Ruby membuang napasnya kasar. Kulitnya terasa meremang, apalagi di bagian pipi.

Safir mendengkus seperti biasa. Bukan Ruby jika tidak mengelak. "Sebenarnya apa alasanmu bekerja di sini?"

Pertanyaan yang membuat senyum miring Ruby timbul di antara kedua bibir manisnya. Ia menatap Safir intens dan maju selangkah mendekati Safir. Jarinya terangkat tiga dengan dua yang terlipat. "Ini pertanyaan keempat dari tiga pertanyaan yang sempat aku jawab, dan keempatnya sama. Kau mau jawabanku yang mana di antara ketiga jawaban itu?"

Alis Safir beradu tanda ia tidak paham. Dan saat itu juga ia baru ingat bahwa sudah sering dirinya menanyakan hal itu.

Ruby melipat satu jarinya. "Ingin dekat denganmu." Ia kembali melipat satu jarinya. "Ingin kau mengenalku dari hati." Satu jarinya yang tersisa ia kembali lipat membuat tangannya terlihat seperti mengepal. "Hanya ingin bekerja."

Safir benar-benar bingung dengan tindakan Ruby yang seolah selalu berhasil memainkannya. Ia memandang Wanita itu penuh tanya.

Tangan Ruby menarik kepala Safir tiba-tiba agar mendekat, hidung mancung Safir bahkan sedikit bengkok karena bersentuhan dengan hidung Ruby. "Yang harus kau tahu. Meski nanti aku bilang aku menyesal mengenalmu, jangan percaya karena sebenarnya tidak pernah." Setelah mengatakan hal itu bibir Ruby tersenyum kecil. Senyum yang membuat Safir memandangnya cukup lama. Ruby tidak berbohong, berada di dekat Safir membuat Ruby seolah menggunakan hatinya. Perasaan yang tidak ia dapatkan dari yang lainnya.

Ada gelenyar aneh dalam diri Safir mengapa ia harus diam. Harusnya ia menepis Ruby, Wanita itu sudah mempermainkannya, dan Safir hanya diam seolah menikmati.

Sekarang aku memang menyesal. Tapi karena aku terlanjur ingin selalu ada di dekatmu, entah sejak kapan dan sampai kapan, Safir.

"Safir!"

Mereka berdua menoleh bersamaan. Intan ada di sana melihat keduanya dengan tatapan tidak percaya. Perlahan napas Intan seperti tercekat dan tak beraturan. Tangannya naik meraba daerah jantung dan meremasnya pelan.

===



Komenlaa, sedih gada yg komen😥

Kayaknya cerita gue itu flat banget gitu ya sampe gada yg komen.

Continue Reading

You'll Also Like

557K 12K 15
⚠ SIQUEL MY ARROGANT EX HUSBAND ⚠ ⚠ LEBIH VULGAR DAN KASAR DARI SEBELUMNYA⚠ BEBERAPA PART SUDAH DI UNPUBLISH KARENA SUDAH TERSEDIA DI PLAYBOOK😊 Masa...
1M 15.1K 22
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
204K 3.9K 8
"Aku cinta kamu, Kak."
322K 7.3K 17
(Tamat) Dihapus sebagian. Versi lengkap ada di playstore. Cari dengan kata kunci originalpublisher atau Enniyy.. (Series Sin #1) Drama-Romance Bagi D...