Sweet Dream

By nanaanayi

621K 45.5K 6.2K

Bagai bumi dan langit, seperti mentari dan rembulan. Perbedaan keduanya begitu kentara, hingga sebuah takdir... More

01. Hinata
02. Naruto
03. Benang Merah
04. Tragedi Karaoke
05. Pandangan Pertama
06. Cabe Merah
07. Tiga Hati
08. Permainan Hati
09. Jodoh ?
10. Pertemuan Keluarga
11. Keberhasilan yang Tertunda
12. Pelarian dan Umpan
13. Langkah Awal
14. Calon Mertua
15. Mengenal Mereka
16. Kesal Tapi Bahagia
17. Bersamamu...
18. Bersamamu Lagi...
19. Bujukkan
20. Perjanjian Untung/Rugi
21. Kencan Ramai-Ramai
22. Bimbang
23. Nyaman
24. Harapan
25. Undangan
26. Sebuah Tanggung Jawab
27. Lavender dan Bunga Matahari
28. Ini Benar-Benar Cinta
29. Familly Gathering 1
30. Familly Gathering 2
31. Benteng Takeshi Gagal
32. Goyah -1-
33. Goyah -2-
34. Rindu Yang Tertahan -1-
35. Rindu Yang Tertahan -2-
36. Ketika Hati Harus Memilih -1-
37. Ketika Hati Harus Memilih -2-
38. Hari Manis Terakhir Dimusim Ini -1-
39. Hari Manis Terakhir Di Musim Ini -2-
40.Sesuatu Yang Salah -1-
41. Sesuatu Yang Salah -2-
42. Maaf Harus Melibatkan Mu -1-
43. Maaf Harus Melibatkan Mu -2-
44. Rencana Pengkhianatan -1-
45. Rencana Pengkhianatan -2-
46. Orang Yang Benar-Benar Mencintaimu -1-
47. Orang Yang Benar-Benar Mencintaimu -2-
48. Pantaskah Dipertahankan? -1-
49. Pantaskah Dipertahankan? -2-
50. Petaka Besar -1-
51. Petaka Besar -2-
52. Cinta Yang Terlambat -1-
53. Cinta Yang Terlambat -2-
54. Perjuangan Terakhir -1-
55. Perjuangan Terakhir -2-
56. Restu Yang Pupus -1-
57. Restu Yang Pupus -2-
58. Ketika Rasa Sayang Itu Terkikis -1-
60. Kesempatan Terakhir
61. Pembuktian Cinta -1-
62. Pembuktian Cinta -2-
63. Akhir Mimpi Indah Yang Menjadi Nyata
64. Epilog
65. Dokumentasi

59. Ketika Rasa Sayang Itu Terkikis -2-

9K 641 114
By nanaanayi

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

"Hinata-sama...!!!" Gadis dengan surai ungu menyala itu terperanjat saat kakinya menapaki dapur, masih dengan pakaian tidur bemotif beruang, Yugao berkali-kali mengucek matanya tak percaya yang ada di hadapannya sekarang. Hinata sedang berkutat dengan dapur dan berbagai peralatannya.

"Hei... kau sudah bangun Yugao-chan..." Sahut Hinata lembut, tanpa berbalik dari kompor yang ada dihadapannya, Hinata tahu benar yang berdiri di belakanganya. Hinata menggaruk pelan leher putihnya yang terekspos karena dia menggulung tinggi surai biru gelapnya dan menyisakan sebagian anak rambut dan poni yang membingkai wajah cantiknya.

"Hinata-sama..." Yugao berjalan cepat agar lebih dekat dengan Hinata, mengelilingi nonanya itu dan memperhatikan tiap jengkal tubuh Hinata yang terbalut piama bermotif kelinci berwarna merah muda. "Anda baik-baik saja 'kan? Atau kepala Anda terbentur sesuatu?"

Hinata menghela nafas, menghentikan kegiatannya dengan spatula dan teflonnya, ia mengecilkan api dari kompor gas yang menyala itu, lalu berbalik dan menatap Yugao dengan menyipitkan satu mata lentiknya. "Kau tak percaya aku bisa memasak, hmmm?" Hinata sedikit melirik pada meja makan yang letaknya di depan ruang dapur. "Cicipi! Dan kau akan tahu bagaimana nikmatnya masakan Hyuuga Hinata..." Sambung Hinata sambil berkacak pinggang.

Yugao menatap horor berbagai hidangan yang tersaji di meja makan mewah itu. Wanginya memang menggugah selera, tampilan penyajiannya juga sakit menarik. Namun satu hal yang ia cemaskan, "apa bisa dimakan?" Tanyanya polos sambil meneguk ludahnya sendiri kasar.

Hinata berbalik sambil tersenyum, lalu melanjutkan kegiatannya mendadar omlete. "Aku ini lulusan Esmode University Paris, Yugao-chan..."

Yugao menggaruk kepala ungunya hingga surai panjangnya yang sudah berantakkan, menjadi tambah berantakan. Seingatnya Hinata berada di kota mode itu, untuk belajar mendesain dan manajemen fashion buisness. Bukan untuk belajar memasak dan manajemen restoran.

"Kau disana belajar menjahit Hinata-sama..., bukan memasak."  Jawab Yugao sok tahu.

Hinata kembali menghembuskan nafasnya pelan. Mengatur sirkulasi udara yang terhirup dari hidung ke paru-parunya. Moodnya sedang baik hari ini, dan jangan sampai dirusak oleh Yugao.

"Yugao?" Hinata mendekatkan wajahnya pada Yugao, "kau tahu, aku disana hidup sendiri dan tak ada maid yang mengurusku, biaya hidup disana sangat amat mahal, jika aku berfoya-foya untuk membeli makanan, tak mungkin aku bisa membeli banyak barang-barang bermerek dari sana..., kau mengerti...?" Hinata menepuk-nepuk pelan pucuk kepala Yugao. Bagi Hinata Yugao sudah dianggap sebagai saudaranya sendiri.

...

Dengan gerakan cepat Hinata memasukan kotak bekal kedalam paper bag jinjingannya, ia akan mengantarkan makanan masakannya sendiri kepada Naruto. Setidaknya itu adalah usaha kecilnya untuk kembali merebut hati pria itu, juga beberapa buah persik yang sengaja ia bawakan untuk Kushina. Wanita paruh baya bersurai merah itu sangat menyukai buah persik.

"Hinata..."

Kepala indigonya tertoleh saat namanya dilafalkan, Hyuuga Hiashi, ayahnya tengah berdiri di pintu dapur memperhatikan puteri kesanyangannya. Sepagi ini Hinata telah siap dengan dress selutut bemotif floral kesayangannya dengan dipadukan stocking warna pastel yang lembut dan sangat serasi dengan pakaian yang ia kenakan.

"Kau mau ke butik? Butikmu masih dalam tahap pemeriksaan, kau masih belum bisa membukanya."

Hinata menggeleng menjawab pertanyaan Hiashi. Ia berjalan menghampiri sang Ayah lalu menuntunnya untuk duduk di kursi makan yang di mejanya telah tersaji aneka rupa hasil karya tangannya. "Hari ini Hinata masak banyak untuk Tou-sama..." Hinata meletakkan nasi merah di piring marmer itu setelah sang Ayah duduk. "Tapi Hinata tidak bisa ikut sarapa. Hinata juga bukan akan pergi ke butik..."

"Kau akan pergi kerumah sakit." Dua orang Hyuuga berbeda usia dan jenis kelamin itu mengalihkan pandanyannya ke satu fokus. Hyuuga Neji berjalan dengan tenang menuruni tiap anak tangga melingkar yang dilapisi pelvet merah.

"Ya begitulah, Nii-san..." Sambung Hinata sambil meletakkan telur mata sapi setengah matang di piring sang ayah. Hinata mengambil satu sendok teh wasabi dan menunjukkannya pada sang Ayah. Meminta persetujuan untuk menambahkan cairan pedas itu di atas telur mata sapi yang akan dimakan oleh Hiashi dengan ukuran yang ia tunjukkan.

Mendapatkan jawaban berupa anggukkan, Hinata lalu menuangkan cairan pedas itu di diatas telur mata sapi buatannya, lalu menyerahkan piring berisi itu di hadapan sang Ayah. Hinata tesenyum manis pada ayah dan kakaknya. Memeluk kotak bekal itu dengan erat dan melenggang pergi.

"Ayah sudah bicara pada Minato Oji-san...?" Neji membuka pembicaraan setelah ia rasa Hinata sudah cukup jauh dari mereka.

Hiashi menyesap teh camomilenya sejenak, lalu menarik nafas pelan. "Kami akan bicara setelah operasi transplansi tangan Naruto selesai." Jawab Hiashi tenang.

Neji mengambil satu lembar roti panggang meletakkan di piringnya lalu ia lapisi dengan telur setengah matang dan membumbuinya dengan merica. "Apa perjodohan mereka masih tetap dilanjutkan?" Tanya Neji pesimis.

Hiashi meletakkan garpu yang ia pakai untuk menusuk apel dari salad buah buatan Hinata, lalu menarik nafas dengan berat. "Sulit." Jawabnya singkat.

..

Duduk di kursi panjang di depan ruang rawat seseorang yang amat ia harapkan, Hinata sesekali meliik ke pintu kayu yang terdapat kaca kecil diatasnya, namun di tutupi oleh tirai. Hinata ingin sekali mengintip Naruto dari kaca kecil itu. Walau dari kejauhan, ia ingin memastikan keadaan pria itu baik-baik saja, Hinata sangat mengkhawatirkan keadaan Naruto, juga merindukannya...

Ia tak bisa masuk, sudah tiga hari ini ia bolak-balik Rumah Sakit Pemerintah Jepang ini. Namun nihil, ia tak mendapatkan izin apapun. Naruto tidak bisa ditemui. Seorang perawat yang keluar masuk ruangan itu mengatakan bahwa Naruto sedang dalam perisapan transplantasi tangannya dan hanya keluarga yang di izinkan untuk membesuknya.

...

"Apa ada seorang gadis dengan surai gelap sepinggang yang ingin bertemu denganku?"

Perawat itu menyelesaikan kegiatannya menyuntikan cairan antibiotik di lengan kanan atas Naruto yang masih utuh, melirik sekilas ke arah Naruto, lalu sedikit mendongak, menatap Kushina. "Tidak ada Tuan..." Jawab perawat itu setelah mendapatkan kedipan mata dari Kushina.

"Tak usah terlalu memikirkannya, Nak..." Kushina membenarkan posisi selimut yang menutupi tubuh puteranya. Lalu tersenyum seraya mengangguk saat perawat itu membereskan peralatannya.

"Kau tahu, cinta pertama adalah hal yang paling sulit untuk dilupakan, dan jika seseorang mendapatkan kesempatan untuk bersama cinta pertama mereka dengan situasi yang lebih baik.." Sambung Kushina ketika si perawat telah pergi.

"Maksud Kaa-chan...?"

"Tentang Hinata... Kau mengerti bukan..., lupakan dia Naru... Kaa-chan sudah tak menginginkannya lagi..."

...

Hinata terkesiap, ia buru-buru berdiri saat seorang perawat keluar dari ruang dimana Naruto dirawat. "Apa pasien sudah boleh dibesuk?" Tanya Hinata saat mendekat pada perawat bersurai hijau dengan name tag Fuu itu.

"Maaf nona..." Fuu tersenyum kecut sembari menggeleng.

Hinata kembali tersenyum miris, ia menunduk dan memandang paper bag berisi bekal buatannya. "Kalau begitu aku titip ini lagi ya... mohon disampaikan..." Hinata berojigi sekilas lalu menyerahkan paper bag itu.

Fuu tersenyum kasihan lalu menerima paper bag itu. Cukup miris, ia tidak tega pada Hinata, gadis itu setiap hari datang untuk menemui Naruto, namun harus ia tolak. 'Mau bagaimana lagi ini permintaan dari keluarga pasien...' Ucap Fuu membatin seraya menerima paper bag itu, ia membungkuk memberi hormat lalu meninggalakan Hinata sendiri yang lagi-lagi tak bisa menemui Naruto.

Mutiara lavendernya menatap penuh harap pada pintu kayu itu lalu menyandarkan tubuh dan kepalanya disana. Hinata mencoba memutar gagang pintu itu, tapi gagal, pintu itu terkunci rapat dari dalam.

'Kapan kita bisa bertemu lagi Naruto-kun...?' Ucap batinnya kecewa sembari mengelus-elus pintu harapannya itu.

...

Fuu meletakkan paper bag itu pada meja kerjanya di mana ia berjaga di depan lorong bangsal, ia merogoh kantung kertas itu lalu mendapati sebuah kotak makanan berbentuk hati di dalamnya. Ia buka dan begitu terenyuh melihat kotak bekal itu. 'Sayang sekali jika harus berakhir sama seperti bunga matahari cantik beberapa hari yang lalu...'

Ingatan Fuu lalu menerawang pada kejadian beberapa hari yang lalu...

Malam itu setelah Tsunade dan Jiraiya bersiap untuk pulang karena Minato dan Kushina sudah berada di lorong bangsal, Fuu, memanggil wanita bersurai merah itu dengan sopan.

"Namikaze-sama..."

Kushina dan Minato menghentikan langkahnya ketika nama keluarga mereka diserukan. Kushina yang melihat Fuu berjalan cepat dengan bucket bunga di pelukannya, ia mengerti sesuatu. "Minato kau masuk saja lebih dahulu, agar Ayah dan Ibu tahu kalau kita sudah sampai..." Pinta Kushina sambil mengusap lengan Minato dan langsung di setujui oleh pria pirang itu.

"Ada apa?" Tanya Kushina saat Fuu mendekat dan memastikan Minato telah bejarak darinya.

"Gadis itu datang lagi dan membawa ini..." Fuu menunjukkan bucket bunga matahari yang dikelilingi bunga lavender itu. "Untuk Naruto-san..." Sambung Fuu sambil menyerahkan rangkaian bunga itu pada Kushina.

Fuu melihat Kushina membawa rangkaian bunga yang dihadiahkan Hinata untuk Naruto, lalu ketika Kushina tiba di ambang pintu Fuu membulatkan matanya tak percaya. Ibu bersurai merah itu berhenti tepat di depan kotak sampah besar di depan kamar rawat puteranya, membuka penutup tempat sampah itu dengan cara menginjak bagian bawahnya dan melempar rangkaian bunga itu hingga masuk sempurna ke dalam tempat sampah itu.

...

Hinata berjalan gontai menuju pintu keluar koridor bangsal tempat Naruto dirawat. Ia melemparkan senyum manis pada Fuu saat melewati meja piket perawat itu, dan menatap paper bagnya masih berada di atas meja.

Melanjutkan perjalanannya keluar dari bangsal Hinata berpapasan dengan Kiba, dan Shikamaru.

"Apa kabar Hyuuga-san...?" Shikamaru menyapa duluan, sementara Kiba membuang muka, ia masih kesal dengan Hinata yang menyebabkan lengannya tertembak dan yang lebih parah Naruto, rekannya harus kehilangan tangannya.

"Baik..., ah kalian mau menjenguk Naruto-kun...?" Tanya Hinata sopan dan dijawab anggukkan oleh Shikamaru. "Tapi sayang sekali, Naruto-kun belum bisa dibesuk..." Sambung Hinata lesu.

Shikamaru dan Kiba saling berpandangan tak mengerti, lalu dengan iqnya yang di atas rata-rata, akhirnya pria Nara itu lebih memilih mengangguk sopan pada Hinata, "baiklah, kami juga ada keperluan lain disini...."

...

Hinata menghentikan langkahnya, ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Ia menoleh dan memperhatikan Shikamaru dan Kiba yang masih berada di depan bangsal. 'Ada yang aneh...' gumamnya dalam hati.

Hinata lalu melanjutkan langkahnya dan memutuskan untuk bersembunyi di salah satu tiang. Ia memperhatikan Shikamaru dan Kiba yang menghampiri meja piket Fuu.

Kelopak matanya mengernyit saat melihat Fuu berdiri setelah bicara sebentar dengan Shikamaru. Lalu mereka bertiga berjalan kedalam bangsal. Penasaran dengan prilaku berbeda yang diperolehnya, Hinata memutuskan mengikuti ke tiga orang itu. Ia mengendap-ngendap bahkan sesekali bersembunyi di balik tiang ketika Shikamaru menoleh curiga.

Lalu ketika tiga orang itu tepat berada di depan kamar rawat Naruto, Hinata menggeleng tidak percaya... air mata bening mengalir dari mutiara lavendernya. "Tidak mungkin..."

...






















































Fuu nampak mengetuk pintu itu, dan ajaib. Pintu kayu itu terbuka bersamaan dengan wanita bersurai merah yang keluar dari baliknya. Namikaze Kushina, wanita paruh baya bersurai merah itu nampak tersenyum ramah dan menyambut kedatangan Kiba bersama Shikamaru, dan hal yang paling menyakitkan Hinata adalah.... mereka dengan sangat mudah di persilahkan masuk.

Hinata bersandar pada salah satu tiang beton, lalu tubuhnya merosot hingga ia berjongkok. Bulir air mata merembes pada pipi chubynya, lalu tanannya meremas sweeter dusty pink bagian dada yang melapisi dress floral mikiknya. Dadanya terasa sesak. "Kenapa... Hiks... Hiks... Kenapa, Kaa-chan...?"

Ia dibohongi, dirinya tidak di izinkan menemui Naruto, hanya dirinya..... Ia hanya ingin meminta maaf pada pria itu... Hanya ingin mengutarakan penyesalannya, tak berhak kah dia memiliki kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya.

...

Manik kelabu tanzanitenya ia edarkan di sepanjang koridor yang ia lalui, Kushina berjalan pelan menuju pintu bangsal. Ia ingin bertemu dengan dokter bedah yang akan mentransplantasi tangannya, melihat tangan baru yang akan di cangkokkan di tangan Naruto. Tangan orang telah tak bernyawa lagi.

"Namikaze-sama...." Kushina terhenti ketika melintasi meja piket Fuu, perawat bersurai hijau itu memanggilnya.

"Apa gadis itu mengantarkan sesuatu lagi....?" Tanya Kushina pasrah.

Fuu mengangguk dan menunjukkan paper bag pemberian Hinata. "Kali ini dia mengirimkan makanan..." Jawab Fuu sopan, "oh... dan syal yang kemarin pemberiannya juga masih ku simpan, dia merajutnya sendiri, nyonya....." Fuu mengeluarkan paper bag lain dari laci mejanya.

"Berikan padaku...." Kushina mengambil dua paper bag itu dari tangan Fuu.

"Apa Anda akan memberikannya pada Naruto-san...?" Tanya Fuu ketika Kushina hendak membawa dua paper bag itu.

Kushina tak menjawab, dan Fuu juga pasti tahu kemana paper bag itu. Kushina berjalan menuju tempat sampah dan disanalah dua hadiah dari Hinata itu akan berakhir.

Kaki Kushina sudah menginjak bagian bawah tempat sampah itu dan membuat tempatnya terbuka. Tangan Kushina mengangkat tinggi dua benda itu dan siap memasukkannya ke tempat sampah.

"Kaa-chan... kenapa?"

Suara isakan itu menghentikan tangan Kushina membuang dua benda yang susah payah di buat oleh seorang gadis dengan sepenuh hati.

つづく
Tsudzuku

Continue Reading

You'll Also Like

28.5K 6.8K 109
Awalnya, Joohyun hanya iseng saat mengirim pesan ke instagram Kyuhyun. Itupun karena suara-suara Sooya, dan Ryu yang memenuhi isi kepalanya. Sementar...
334K 17.7K 53
Mereka berdua telah menikah namun tidak ada satupun sahabat,rekan kerja dan kerabat yang mengetahui mereka sudah menikah yang mengetahui hanya ibu da...
61.8K 5.9K 27
Kisah tentang dua insan yang memulai hubungan untuk tujuan masing-masing. Bukan atas dasar cinta. Bukan karena adanya perasaan. Mereka sangat menging...
116K 8.3K 31
Amazing Cover by @lelesaurus "Seok Jin-ssi, aku hamil." Dia suamiku tapi tak pernah mencintaiku. Bagaimana bisa aku cinta padamu? Bagaimana bisa ha...