Sweet Dream

By nanaanayi

621K 45.4K 6.2K

Bagai bumi dan langit, seperti mentari dan rembulan. Perbedaan keduanya begitu kentara, hingga sebuah takdir... More

01. Hinata
02. Naruto
03. Benang Merah
04. Tragedi Karaoke
05. Pandangan Pertama
06. Cabe Merah
07. Tiga Hati
08. Permainan Hati
09. Jodoh ?
10. Pertemuan Keluarga
11. Keberhasilan yang Tertunda
12. Pelarian dan Umpan
13. Langkah Awal
14. Calon Mertua
15. Mengenal Mereka
16. Kesal Tapi Bahagia
17. Bersamamu...
18. Bersamamu Lagi...
19. Bujukkan
20. Perjanjian Untung/Rugi
21. Kencan Ramai-Ramai
22. Bimbang
23. Nyaman
24. Harapan
25. Undangan
26. Sebuah Tanggung Jawab
27. Lavender dan Bunga Matahari
28. Ini Benar-Benar Cinta
29. Familly Gathering 1
30. Familly Gathering 2
31. Benteng Takeshi Gagal
32. Goyah -1-
33. Goyah -2-
34. Rindu Yang Tertahan -1-
35. Rindu Yang Tertahan -2-
36. Ketika Hati Harus Memilih -1-
37. Ketika Hati Harus Memilih -2-
38. Hari Manis Terakhir Dimusim Ini -1-
39. Hari Manis Terakhir Di Musim Ini -2-
40.Sesuatu Yang Salah -1-
41. Sesuatu Yang Salah -2-
42. Maaf Harus Melibatkan Mu -1-
43. Maaf Harus Melibatkan Mu -2-
44. Rencana Pengkhianatan -1-
45. Rencana Pengkhianatan -2-
46. Orang Yang Benar-Benar Mencintaimu -1-
47. Orang Yang Benar-Benar Mencintaimu -2-
48. Pantaskah Dipertahankan? -1-
49. Pantaskah Dipertahankan? -2-
50. Petaka Besar -1-
51. Petaka Besar -2-
52. Cinta Yang Terlambat -1-
53. Cinta Yang Terlambat -2-
54. Perjuangan Terakhir -1-
55. Perjuangan Terakhir -2-
57. Restu Yang Pupus -2-
58. Ketika Rasa Sayang Itu Terkikis -1-
59. Ketika Rasa Sayang Itu Terkikis -2-
60. Kesempatan Terakhir
61. Pembuktian Cinta -1-
62. Pembuktian Cinta -2-
63. Akhir Mimpi Indah Yang Menjadi Nyata
64. Epilog
65. Dokumentasi

56. Restu Yang Pupus -1-

7.2K 653 105
By nanaanayi

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Bulir demi bulir keringat dingin membasahi pelipisnya, bibirnya bergetar ketakutan, ujung pistol yang dipegang kian kuat menekan sisi kepala indigonya. Suara pelatuk yang siap ditarik kapanpun membuat kakinya bergetar. Ootsutsuki Toneri, pria yang ia sebut sebagai cinta pertamanya itu adalah harapan terakhir untuk menyelamatkan nyawanya. Bukankah pria itu berkata bahwa hanya dirinya yang ia miliki di dunia ini?

Toneri berbalik sekilas, memicingkan satu matanya menatap Hinata yang berada di bawah tudingan pistol Kiba. "Kau sebut gadis bodoh ini sebagai kekasihku, hm?"

Hinata tersentak, air mata bergulir dari iris ungu keperakan miliknya. Toneri mengumpatnya dengan kata-kata kasar, bukankah pria itu selalu menyanjungnya dengan kata-kata indah? Tak tahukah Hinata bila di belakangnya Toneri bahkan berkali-kali menghinanya dengan sebutan yang lebih kasar lagi.

"Bagaimana bisa aku menganggap kekasih, seseorang yang mengkhawatirkan pria lain di hadapan kekasihnya?" Toneri mendengus remeh sembari menunjuk hidungnya sendiri. "Lagi pula," Toneri menyeringai licik sembari memasukan satu tangannya ke dalam saku celana bahannya. "Sejak awal aku tak pernah menganggapmu kekasihku, Honey...." Toneri memiringkan kepalanya. Ia bisa melihat dengan jelas air mata yang kian deras mengalir dari pipi putih Hinata. "Dan bila kau ingin menghancurkan kepalanya, lakukan saja. Aku tak peduli." Pria itupun berbalik menuju helikopter yang telah ia curi dari dari pabrik milik Hyuuga Corp.

Bola mata bulat sewarna bunga lavender itu memanas, hatinya bagai diremas berulang kali. Apakah ia salah mendengar? Toneri, cinta pertamanya yang ia bela mati-matian, tak keberatan bila nyawanya dilenyapkan.

Ia akui, hatinya kini telah berlabuh pada Naruto. Namun tidakkah Toneri menganggapnya sebagai orang yang pernah mengisi hidupnya. Seperti yang dilakukan Naruto untuk selalu melindunginya, padahal kala itu ia jelas-jelas memilih Toneri.

Kiba melepaskan cengkramannya, dan seketika itu pula Hinata jatuh terduduk di lantai semen. Menatap nanar pria yang ia sebut sebagai cinta pertamanya perlahan menjauh meninggalkannya. Harapannya kosong, pupus. Ia sudah menyia-nyiakan pria yang begitu mencintainya. Pria itu bahkan rela mengorbankan nyawa untuknya, dan pria yang ia daulat sebagai cinta pertamanya malah mengorbankan nyawanya demi keselamatan dirinya sendiri.

Dor
Dor
Dor

Hinata seolah tuli dengan suara rentetan peluru itu, Kiba berhasil menembak bahu kanan Toneri, namun Yahiko membalas dengan menembak betis kanan Kiba.

Toneri tersenyum penuh kemenangan, melihat Kiba yang jatuh terduduk kesakitan, sebelum meninggalkan Jepang, ia merebut pistol milik Yahiko dan menodongkannya ke arah kepala Hinata. "Tugasmu sebagai bonekaku telah selesai, Honey..."

Hinata tahu, ia sadar bahwa Toneri sedang menodongkan senjata api itu dari jarak jauh ke arah kepalanya. Namun ia diam tak berkutik, dan malah memejamkan matanya seolah telah siap jika timah panas itu menembus kepalanya cantiknya. 'Apa aku masih punya muka untuk menemui Kaa-sama disana...?'

Dor

Satu peluru kembali di lepaskan, namun ia tak merasakan apapun. Membuka perlahan matanya ia malah menemukan Toneri yang memegang tangan kanannya yang berlumuran darah, seseorang menembak pria itu.

"Menyerahlah Ootsutsuki!!"

Hinata menoleh mendengar suara baritone itu. Suara Narutonya, bolehkah kini ia mengklaim pria itu sebagai miliknya, yang begitu ia sayangi.

Naruto bangkit berdiri di belakang Hinata, dengan menodongkan pistol pinjaman yang bisa di pastikan adalah milik Sai. Karena Notaris berkulit pucat itu nampak tersenyum di belakang Naruto.

"Ah... Cinta memang membuat semuanya menjadi indah, aku jadi merindukan Ino-chan..."

"Naruto-kun..." Hinata bergumam pelan, ia bangkit dan berdiri, menghampiri Naruto, ia ingin memapah tubuh Naruto yang mulai limbung itu. Tanpa ia sadar bahwa Yahiko tidak tinggal diam, tangan kanan Toneri itu bahkan telah siap melepaskan peluru ke arah kepala Naruto.

Dor

Satu peluru lagi lepas. "Khe... Pada akhirnya akulah yang jadi pahlawan." Sebelum Yahiko sempat melepaskan pelurunya, ia kalah cepat dengan Uchiha Sasuke. Jaksa Muda itu terlebih dahulu menembak tangan Yahiko yang telah siap menembak Naruto. "Kalian sudah dikepung." Sasuke berdiri angkuh dengan kaca mata hitamnya, memutar tubuhnya sedikit, menunjukkan anggota kepolisian yang datang bersamanya.

"Sebaiknya simpan energi kalian untuk hidup di penjara." Membuka kaca mata hitamnya memberi isyarat lirikan pada para polisi itu untuk membekuk para buronan yang sudah tak berdaya.

...

Sai mengambil alih tubuh Naruto dari papahan Hinata. Gadis itu nampak sangat rapuh hingga tak mampu menahan berat tubuh Naruto yang lebih besar darinya.

Shino yang datang bersama Sasuke nampak membantu Kiba berdiri dan memapahnya. Sementara Hinata berjalan mengekori mereka.

"Hyuuga-san." Sasuke berujar dingin sambil mengangkat telapak tangannya, seolah menghalangi Hinata mendekat pada Naruto yang telah tak sadarkan diri. "Kami akan membawa Naruto kerumah sakit. Sebaiknya kau tak perlu ikut. Sakura sedang dalam perjalanan untuk menjemputmu, kau dalam keadaan yang juga tidak baik."

"Tapi Naruto-kun..." Hinata memelas sambil mengarahkan pandangannya pada tubuh Naruto yang dibaringkan pada brankar.

"Ada kami, dan itu lebih dari cukup." Jawab Sasuke dingin, dan itu membuat Hinata semakin berkecil hati.

"Tapi aku mengkhawatirkannya..."

"Tolong Hyuuga Hinata, jangan kau tambah mempersulit keadaannya."

Hinata diam membatu saat kata-kata menusuk itu diucapkan Sasuke sebelum pemuda raven itu ikut mendorong brankar yang membawa Naruto. "Sasuke benar... aku hanya mempersulit Naruto-kun saja."

...

Hinata berlari tergopoh-gopoh di lorong Tokyo Hospital. Sakura dan Ino yang berada di belakangnya nampak kualahan mengejar. Setelah mengobati luka-luka kecil tak berarti yang ada di tubuhnya, Hinata berlari seperti orang gila mencari keberadaan Naruto.

Dan disinilah, di depan pintu ruang gawat darurat ia berhenti, ia mengedarkan pandangannya dan mendapati semua anggota keluarga Namikaze dengan raut cemas. Nampak Minato yang duduk di kursi panjang tepat di samping Kushina. Pria paruh baya yang mewariskan sembilan puluh persen ciri fisik pada Naruto itu nampak tengah menenangkan sang istri yang menangis sambil menutup wajahnya.

Di sisi lain, ia melihat Tsunade yang duduk sambil memejamkan mata dan menangkupkan tangannya. Nenek yang masih cantik itu nampak membaca seluruh mantra yang ia bisa untuk keselamatan nyawa cucunya, hal yang sama juga dilakukan oleh Jiraiya.

Naruto adalah putera dan cucu satu-satunya keluarga Namikaze, ia adalah jantung dan kebanggaan keluarga ini. Dan Hinata karena kebodohannya untuk menguji cintanya pada Naruto, ia hampir atau akan membuat keluarga kecil yang di penuhi cinta ini kehilangan cahayanya.

Minato yang menangkap raut kebingungan di wajah Hinata, membiarkan sang istri sendiri untuk mendapatkan ketenangan, pria paruh baya yang nampak bijak itu bangkit dan menghampri Hinata. "Naruto dalam keadaan kritis."

Hinata tersentak, tubuhnya bersandar di dinding seolah tulang belakangnya tak mampu menopang lagi tubuhnya yang tergolong mungil itu.

"Dia kehilangan banyak darah, banyak dari jaringan tangan kanannya mengalami kerusakan akibat peluru. Sekarang dia sedang menjalani amputasi tangan kanannya."

Tenggorokkan Hinata tercekat, jantungnya seolah berhenti memompa dan aliran darahnya terhenti. Kakinya seolah tak menapak pada bumi. Rasa sesal, dan hancur ia rasakan secara bersamaan. Naruto akan kehilangan tangan kanannya, masa depan dan karirnya sebagai polisi akan hancur.

Dan ada satu lagi yang telah Hinata hancurkan. Harapan dan hati seorang ibu. Bola mata ungu muda Hinata bergulir pada Kushina, ibu kandung Naruto yang telah ia anggap seperti ibunya sendiri. Wanita paruh baya yang selalu nampak ceria itu menangis tergugu sambil menutup mulutnya.

Tak menghiraukan kedatangan teman-teman Naruto dan dua sahabatnya, Hinata berjalan gontai ke arah Kushina. Berlutut di hadapan Kushina dan menggamit satu tangan Kushina yang tertumpu di pahanya.

"Kaa-chan..."

Kushina mendongak saat mendengar suara lembut itu. Biasanya ia akan tersenyum riang jika mendengar suara itu, atau jika dalam keadaan rapuh seperti saat ini ia akan merengkuh sayang tubuh mungil gadis yang telah ia anggap seperti puterinya sendiri.

Tapi kali ini berbeda, mendengar suara dan melihat wajah Hinata seperi mengorek lukanya yang masih basah, terasa sangat perih. Ia hanya mampu tersenyum menanggapi panggilan Hinata. Senyuman kecut yang dingin.

Senyuman itu, entah kenapa Hinata tak melihat lagi kasih sayang Kushina untuk dirinya pada senyuman itu. Terlebih lagi saat Kushina menarik tangannya yang tengah ia genggam. Dan batin Hinata bagai di pukul ribuan palu saat mendengar jawaban dingin dari calon ibu mertuanya itu.

"Berdirilah Nona Hyuuga, kau tak pantas berlutut dihadapanku..."

つづく
Tsudzuku

Continue Reading

You'll Also Like

690K 54.4K 25
[A NaruHina Fanfiction ] [Naruto (c) Masashi Kishimoto ] "Mom." Hinata tersentak kaget saat anak lelaki kecil memeluknya, "Maaf membuatmu lama menung...
19.5K 1.1K 27
ini versi fanfic dari aku, kalau versi Korea judul Dramanya Playful Kiss, tapi aku lebih suka dengan versi Jepangnya.. Itazura Na Kiss hehehe
33.5K 1.6K 21
[On Going] Yn : Ini tidak benar oppa... "ucapnya lirih" Jungkook : wae? Apa yg tidak benar eoh? Kau bukan bagian dri keluarga ini. Jdi tak perlu tak...
68.1K 6K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...