Sweet Dream

Da nanaanayi

621K 45.4K 6.2K

Bagai bumi dan langit, seperti mentari dan rembulan. Perbedaan keduanya begitu kentara, hingga sebuah takdir... Altro

01. Hinata
02. Naruto
03. Benang Merah
04. Tragedi Karaoke
05. Pandangan Pertama
06. Cabe Merah
07. Tiga Hati
08. Permainan Hati
09. Jodoh ?
10. Pertemuan Keluarga
11. Keberhasilan yang Tertunda
12. Pelarian dan Umpan
13. Langkah Awal
14. Calon Mertua
15. Mengenal Mereka
16. Kesal Tapi Bahagia
17. Bersamamu...
18. Bersamamu Lagi...
19. Bujukkan
20. Perjanjian Untung/Rugi
21. Kencan Ramai-Ramai
22. Bimbang
23. Nyaman
24. Harapan
25. Undangan
26. Sebuah Tanggung Jawab
27. Lavender dan Bunga Matahari
28. Ini Benar-Benar Cinta
29. Familly Gathering 1
30. Familly Gathering 2
31. Benteng Takeshi Gagal
32. Goyah -1-
33. Goyah -2-
34. Rindu Yang Tertahan -1-
35. Rindu Yang Tertahan -2-
36. Ketika Hati Harus Memilih -1-
37. Ketika Hati Harus Memilih -2-
38. Hari Manis Terakhir Dimusim Ini -1-
39. Hari Manis Terakhir Di Musim Ini -2-
40.Sesuatu Yang Salah -1-
41. Sesuatu Yang Salah -2-
42. Maaf Harus Melibatkan Mu -1-
43. Maaf Harus Melibatkan Mu -2-
44. Rencana Pengkhianatan -1-
45. Rencana Pengkhianatan -2-
46. Orang Yang Benar-Benar Mencintaimu -1-
47. Orang Yang Benar-Benar Mencintaimu -2-
48. Pantaskah Dipertahankan? -1-
49. Pantaskah Dipertahankan? -2-
50. Petaka Besar -1-
51. Petaka Besar -2-
52. Cinta Yang Terlambat -1-
54. Perjuangan Terakhir -1-
55. Perjuangan Terakhir -2-
56. Restu Yang Pupus -1-
57. Restu Yang Pupus -2-
58. Ketika Rasa Sayang Itu Terkikis -1-
59. Ketika Rasa Sayang Itu Terkikis -2-
60. Kesempatan Terakhir
61. Pembuktian Cinta -1-
62. Pembuktian Cinta -2-
63. Akhir Mimpi Indah Yang Menjadi Nyata
64. Epilog
65. Dokumentasi

53. Cinta Yang Terlambat -2-

5.5K 517 32
Da nanaanayi

Disclaimer : Naruto belongs only to Masashi Kishimoto
Alternate Universe Love Story Of Naruto and Hinata

Waktu seolah berjalan melambat, diiringi dengan gerimis pembuka musim gugur yang membuat udara semakin menusuk hingga ke persendian. Wajah, rambutnya mulai dibasahi bulir-bulir air, Hinata mendongak, air mata yang menetes dari mutiara lavendernya membasahi pipi putihnya yang bagai pualam, pandangannya menangkap bulir-bulir air hujan yang merembes dari surai kuning Naruto. Pria itu masih mendekapnya erat, menghindari tubuhnya dari tarik-menarik para awak media yang ingin mengabadikan wajah lusuhnya.

Penat, lelah, semua itu dapat Hinata lihat dari raut wajah pria itu. Naruto tak pernah sekalipun meninggalkannya sekalipun ia telah mengkhianati cinta tulus pria itu yang hanya di persembahkan untuknya.

'Semua impianku... cita-cita yang kubangun selama ini dihancurkan oleh orang yang begitu aku percayai..... Dan dia... pria ini orang yang tak pernah kuharapkan hadir dalam kehidupanku... dia berdiri paling depan sebagai tamengku ketika cintaku meninggalkanku...'

...

"Maaf Anda hanya bisa mengawalnya sampai disini."

Hinata tersenyum kecut saat seorang sipir penjara wanita menghentikan langkahnya bersama dengan Naruto. Gadis itu tahu benar untuk siapa kalimat itu tertuju. Ia mendongak kearah sampingnya, menatap wajah Naruto yang basah akibat air hujan, bahkan tangan pria itu masih bertengger di bahu mungilnya.

"Pulanglah... semua akan baik-baik saja...." Tersenyum tipis, walau terpaksa, Hinata tak ingin semakin menjadi beban bagi Naruto.

"Berjanjilah padaku untuk baik-baik saja..." Biru samudera itu bertemu dengan violet lembut.

"Besok persidangannya, bukan...? Kau akan kembali menemuiku?"

"Kenapa bertanya seperti itu?" Naruto malah menjawab pertanyaan Hinata dengan pertanyaan kembali. "Aku akan berada dekat denganmu..."

Hinata mengangguk sebentar, lalu sipir penjara itu membawanya menuju rumah barunya yang mungkin akan cukup lama menjadi tempat tinggalnya. Sebelum masuk kedalam jeruji besi yang akan merampas kemerdekaannya, Hinata sempat menoleh, menatap Naruto yang tak melepaskan pandangan pada dirinya.

Kedua tangannya yang terborgol ia angkat, lalu satu tangannya ia pergunakan untuk melambai pada Naruto. 'Kami-sama yakinkan aku bahwa aku benar-benar mencintainya....' Ucap Hinata dalam hati sebelum sipir wanita itu benar-benar membawanya kedalam penjara.

...

"Ada yang mau membesukmu...."

Hinata mendongak, sejak tiba di ruangan remang yang disebut sel penjara itu, ia hanya duduk sambil memeluk lututnya yang di tekuk dan menyembunyikan wajahnya.

Bunyi decitan pergesekan besi itu terdengar jelas, ketika sipir penjara itu membuka jeruji besi yang kini mengurung Hinata.

"Apa Polisi tadi sore yang mengawalku...?" Tanya Hinata lembut seraya menegakkan tubuhnya.

"Ya... tapi nampaknya dia datang bersama dua orang lainnya." Jawab Sipir itu malas.

...

Hinata melangkah gontai menuju sebuah dinding berkaca tebal yang ada dihadapannya, ia tersenyum kecut ketika melihat tiga orang dengan warna surai yang amat menyala di balik kaca tebal itu.

Seorang wanita paruh baya bersurai merah yang begitu ia rindukan, wanita yang telah ia anggap sebagai ibunya sendiri.

"Kushina Kaa-chan..."

...

"Kushina... suaramu tak akan terdengar gunakan telepon ini..." Namikaze Minato, pria paruh baya yang berdiri disamping wanita dengan surai merah menyala itu menyerah gagang single line telephone yang dipergunakan untuk para pengunjung berbicara dengan tahanan.

Jepang memang memang memiliki peraturan yang amat sangat ketat untuk para pelanggar hukum yang telah berstatus sebagai terdakwa. Bahkan untuk menerima tamupun mereka tidak diberi keleluasaan, semua gerak-gerik mereka di pantau dari cctv. Jangankan untuk berbicara langsung atau melakukan kontak fisik dengan kerabat yang mengunjungi mereka, bahkan semua percakapan mereka dengan orang yang mengunjungipun sudah disadap.

Tangan putih Kushina menerima gagang telepon itu, lalu menempelkan speaker tepat di telinganya, pun juga hal yang sama yang dilakukan oleh Hinata, tangan putihnya membalas tangan Kushina yang tertempel di kaca yang membatasi mereka, seolah tangan mereka saling bersentuhan satu sama lain.

"Apa kabar, Puteri Kaa-chan yang cantik ini?" Suara Kushina begetat, ibu satu anak itu menahan isakannya, namun sang suami yang berada di sampingnya menenangkan dengan merangkulnya erat.

"Maafkan Hinata..., Kaa-chan..." Jawab Hinata lirih.

Sementara Naruto yang berdiri di sisi lain ibunya tersenyum tipis melihat interaksi Sang Ibu dengan Gadis yang Ia Cintai.

Plak

Kushina menepis kasar tangan sang putera yang ingin merampas gagang telepon paralel itu darinya. "Baka! Kau sudah puas berbicara dengan Hinata-chan sebelumnya, aku baru satu kali ini saja sudah kau ganggu!" Gerutu Kushina sambil menggenggam gagang telepon itu dengan kedua tangannya, seolah takut bila sang putera merebutnya.

"Kau pasti sangat sedih berada di dalam, sayang....?" Tanya Kushina lembut sembari mengelus kaca itu tepat dibagian wajah Hinata, seolah kini ia yang langsung menyentuh wajah Hinata.

Hinata menggeleng pelan, "Apa kabar Obaa-chan dan Ojii-chan...?" Tanya Hinata lirih, ia mengedarkan pandangannya ke belakang Kushina, namun tak mendapati siapapun kecuali Minato dan Naruto.

"Mereka sedang kurang sehat..." Jawab Kushina yang memonopoli pembicaraan.

"Jadi kalian hanya bertiga, ya?" Tanya Hinata sendu... Ia sebenarnya sangat berharap bahwa Kakak dan Ayahnya sudi untuk mengunjunginya. Namun ia cukup sadar diri untuk tak menaruh harapan terlalu tinggi. 'Mana mungkin Tou-sama dan Neji-nii sudi datang ke sini setelah apa yang telah ku lakukan....'

...

"Kaa-chan waktu besuknya sudah habis..." Naruto berbisik pelan di telinga ibunya itu. Sudah berulang kali, namun Kushina seolah tak ingin memutuskan pembicaraan dengan sang calon menantu kesayangan itu ia bahkan sampai lupa waktu.

"Apa tak bisa ditambah lagi waktunya? Akan kubayar lebih untuk teleponnya..." Jawab Kushina memelas.

Antara rasa kasihan dan geli. Naruto menggeleng tak habis pikir, ibunya itu menganggap ini adalah telepon umum, mungkin. "Besok Kaa-chan bisa bertemu Hinata di persidangan...."

Menghela nafas pasrah, akhirnya Kushina setuju untuk menyudahi perjumpaan itu. "Jaga dirimu baik-baik..." Pesan Kushina sebelum meletakkan gagang teleponnya.

"Kaa-chan tunggu!"

Kushina mengurungkan niatnya ketika mendengar Hinata sedikit berteriak. "Ya, sayang..."

"Tolong sampaikan pada Tou-sama... jangan lupa meminum obatnya...."

...

Kushina menghela nafas berat ketika ia bersama suami dan puteranya tiba di lobi utama tahanan itu. Di kursi tunggu tampak seorang pria paruh baya dengan mantel mahalnya tengah duduk, seperti tengah menunggu sesuatu.

"Ku pikir kau akan menyusul Hiashi..." Komentar Kushina dingin pada pria yang tengah duduk itu.

"Bagaimana keadaannya?" Hiashi bangkit, berjalan kearah Kushina dengan tatapan penuh cemas.

"Sebaiknya kau tanyakan sendiri pada Puterimu itu... dan satu lagi, dia punya pesan untukmu. Katanya, kau jangan lupa minum obat." Dan setelah ucapan penuh kekesalan itu terlontar, Kushina berjalan mendahului suami dan anaknya.

"Permisi, aku harus membuka pintu mobil..." Naruto lebih memilih mengejar Sang Ibu dan memberikan waktu pada dua ayah berusia paruh baya itu untuk berbicara.

"Temuilah dia Hiashi..."

Hiashi tersenyum tipis ketika mendapati sahabat kecinya itu menepuk bahunya.

"Hinata membutuhkanmu...." Tutup Minato sebelum berlalu meninggalkan Hiashi sendiri.

...

Hinata berjalan pelan keluar dari sel menuju lobi tahan kejaksaan. Ada banyak orang disana, beberapa polisi berseragam lengkap di kerahkan untuk mengawalnya menuju persidangan, senyuman manis sedikit tersungging di bibir mungilnya.

Netra ungu mudanya menangkap pria tegap yang berdiri di barisan paling depan para polisi itu, tanpa seragam kebanggannya. Naruto hanya mengenakan kemeja biru yang bagian lengannya digulung hingga ke siku dipadukan dengan celana bahan hitam. Rambutnya yang semalam nampak lusuh dan berantakan kini sedikit rapih karena dia menguncirnya ke belakang menyerupai ekor kuda.

"Kau cantik hari ini..." Sempat-sempatnya Naruto memuji di kala suasana hati Hinata yang kini diliputi rasa gelisah.

Hinata tersenyum tipis, hari ini penampilannya jauh lebih baik dari kemarin yang lusuh. "Setelah kalian pulang semalam ada seorang sipir mengantarkan pakaian ini padaku, tolong sampaikan terimakasih pada Kaa-chan..."

Naruto menatap lembut Hinata, ia tak berbohong, Hinata memang cantik dengan balutan celana bahan panjang dan kemeja lengan panjang putih dengan kerah rufle. "Tou-sama yang menitipkan pada sipir pakaian itu semalam..."

Hinata terlonjak tak percaya, ia mebulatkan bola matanya meminta penjelasan lebih lanjut pada Naruto. "Jadi....?" Tanya Hinata tak percaya.

"Ya... dia ikut bersama kami semalam, tapi entah kenapa ketika tiba di lobi dia mengurungkan niatnya."

"Dia sangat kecewa padaku..." Hinata tertunduk lesu, namun ia kembali mendongak ketika tangan Naruto bertengger di pundaknya.

"Tou-sama akan datang di persidangan...." Hibur Naruto sambil merangkul bahu mungil itu. "Sebaiknya kita harus segera bergegas, persidangannya akan segera dimulai."

...

"Ano.... Naruto-kun... aku permisi ke toilet sebentar apa, boleh?" Hinata bertanya pada Naruto takut-takut.

Saat ini mereka tengah duduk di ruangan khusus, menunggu persidangan dimulai. "Seorang polisi wanita akan mengantarmu... atau kau berharap aku yang mengantarmu, hmmmm?"

"Mesum...." Hinata tertawa kecil, candaan Naruto yang sedikit genit itu mampu mencairkan suasana tegang yang kini ia rasakan.

"Jangan terlalu lama, persidangan akan segera dimulai, sebentar lagi Tou-sama datang, setidaknya kau punya waktu sebentar berbicara dengannya..."

Hinata mengangguk pelan sebelum tangannya diamit oleh seorang polisi wanita.

...

"Ini sudah terlalu lama untuk ke toilet, Dobe." Sasuke, Jaksa Muda itu kini bangkit dari duduknya, satu jam lebih, bahkan persidangan sudah di undur lima belas menit, namun sang terdakwa tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. "Ku harap kali ini kau tak tertipu lagi." Sasuke mendengus remeh.

"Kiba dan yang lainnya sedang menyebar. Dari pada sibuk menggerutu sebaiknya kita juga ikut berpencar." Naruto mengambil inisiatif dan beranjak.

...

"Kiba!!!" Naruto mempecepat larinya ketika melihat Kiba di salah satu lorong.

"Inspektur..." Ucap Kiba lirih ketika mereka saling berhadapan. "Gadis itu...." Kiba menyerahkan secarik kertas lalu dengan cepat dirampas oleh Naruto.

Bola mata biru itu terbelalak lebar saat membaca kata demi kata yang tertulis dalam surat itu.

Naruto-kun.....
Aku sudah berusaha untuk memberikan seluruh hatiku padamu, namun terasa begitu sulit.
Ku mohon berhentilah berjuang demi aku... berhentilah untuk mempertahankan ku....

"Dobe!" Sasuke berlari terengah menghampiri Naruto, onix hitamnya menangkap safir biru Naruto yang di kelilingi warna kemerahan, juga tangannya yang terkepal sedang meremas sesuatu. "Aku sudah memeriksa cctv, seseorang dengan ciri fisik Toneri menyusup ke dalam pengadilan."

つづく
Tsudzuku

Continua a leggere

Ti piacerà anche

19.6K 1.1K 27
ini versi fanfic dari aku, kalau versi Korea judul Dramanya Playful Kiss, tapi aku lebih suka dengan versi Jepangnya.. Itazura Na Kiss hehehe
244K 15.8K 42
TAMAT "Aku tidak bisa melepaskan mereka berdua. Kalian bisa menyebut aku serakah, tapi aku ingin memiliki mereka berdua" -Uchiha Sasuke "Siapa yang p...
238K 21.7K 43
bangtan's and redvelvet's instagram \\-slow update, harsh words // ©soushiijuicy, 2018
320K 15.6K 27
• SasuSaku Fanfiction • [Completed WAF] Berselingkuh dengan Uzumaki Karin sukses membuat keluarga kecil Sasuke menjadi taruhannya. Keluarga kecil y...