The Fate (Completed)

By rinisurastikaa

320K 16.7K 528

Sequel INABILITY, bisa dibaca terpisah:) Menyembunyikan perasaan perihal biasa, berpura-pura tidak suka mesk... More

Prolog
Fate-1
Fate-2
Fate-3
Fate-4
Fate-5
Fate-6
Fate-7
Fate-8
Fate-9
Fate-10
Fate-11
Fate 12
Fate-13
Fate-14
Fate-15
Fate-16
Fate-17
Fate-18
Fate-19
Fate-20
Fate-21
Fate-22
Fate-23
Fate-24
Fate-25
Fate-26
Fate-28
Fate-29
Fate-30
Fate-31
Fate-32
Fate-33
Fate-34
Fate-35
Fate-36
Fate-37
Fate-38
Fate-39
Fate-40
Fate-41
Fate-42
Fate-43
Fate-44
Fate-45
Fate-46
Epilog
Sequel?!
Extra Part
Seputar Cerita ini

Fate-27

4.3K 254 7
By rinisurastikaa

Tidak bisakah sedetik saja jangan ada dia, cukup aku saja?

-Karin Maharani

   🍁🍁🍁

Matahari sudah menjejaki bumi, cahayanya merosot ke seluruh penjuru, lalu menatap sendu lelaki yang tengah terpejam di balik gorden transparan.

Ruangan perpaduan warna putih-hijau itu tampak sepi, hanya seseorang yang menempatinya. Hening, sepi, dan merintih.

Semalam Davi dibawa di rumah sakit, orang tuanya belum ada yang datang. Papa sedang ada pertemuan di luar negeri, sedang mama sedang sibuk dengan klien bisnisnya yang mau mengelola cafe yang sudah dia rintis sejak lima tahu yang lalu.

Alat monitor menunjukkan garis melengkung. Cup alat bantu pernapasan tepat di mulut lelaki yang terpejam itu. Punggung tangan kirinya tertempel inpus.

Pihak rumah sakit sudah berulang kali menghubungi nomor orang tua Davi--mereka menemukan ponsel Davi di dekat lelaki itu tergeletak dalam jurang kematian--namun selalu operator yang menjawab panggilan itu.

Miris, bahkan saat Davi sedang berjuang sendirian antara hidup dan mati, orang tuanya masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Entah kebetulan dari mana, Davi dirawat di rumah sakit tempat Zerina bekerja.

Zerina memasuki ruang ICU, karena subuh tadi Davi dipindahkan di ruangan itu. Dia membutuhkan perawatan yang lebih intensif.

Dia mengalami patah tulang, tepat pada tulang sendi lengan kanannya membuat lelaki itu untuk beberapa hari atau bahkan minggu tidak akan dapat melakukan aktivitasnya seperti biasa.

Zerina memandangi wajah tenang Davi, dilihat seperti ini Davi ibarat laut yang tenang, tak bergelombang. Zerina tersenyum tipis, lalu menyingkirkan horden agar matahari pagi menyinari Davi.

"Coba kamu nggak hancurin harapan Zelda, saya pasti akan menghubungi dia sekarang untuk datang menjengukmu." Katanya tersenyum lirih. Zerina belum memberitahu tentang kecelakaan yang dialami Davi pada anggota keluarganya. Dia tidak mau Zelda khawatir berlebihan, karena Zerina tahu masih ada perasaan yang tertinggal di hati kecil adiknya itu.

Seorang suster menghampiri Zerina yang berdiri di samping brankar. "Dok, siapa yang akan kita hubungi? Orang tua pasien sudah dihubungi berulang kali, tapi belum ada jawaban."

Zerina menghela napas. "Ponsel pasien mana? Nanti saya mencoba menghubungi temannya."

Suster tadi menyerahkan ponsel Davi, kemudian berlalu untuk mengerjakan tugasnya yang lain.

Zerina menggeser layar ponsel itu, bersyukur tidak diberi password. Dia langsung mencari kontak yang mungkin bisa dihubunginya.

Iris pekat Zerina berhenti pada satu nama.

Dia mengembuskan napas, hanya nama ini yang familiar. Meski ragu, perempuan muda itu menekan tombol hijau.

Panggilan terhubung pada bunyi ketiga. Zerina menarik napas, ketika akan mengeluarkan suara. Tentu dia merasa kaku bicara dengan Rani, karena biar bagaimana pun yang dia tahu Davi membatalkan pertunangannya dengan Zelda dengan alasan lelaki itu telah memiliki pacar--Rani.

"Halo,"

Sedang perempuan di seberang sana yang tengah mengeringkan rambutnya menggunakan hair drayer itu terlonjak ketika nada dering ponselnya berseru lantang.

Rani mengucek telinganya sebelum menarik ponselnya di atas kasur.

Sejenak, dia terpaku. Davi meneleponnya? Ini tidak mungkin, karena Davi belum memaafkannya.

Rani tersentak ketika nada dering ponselnya semakin menggelegar memenuhi ruangan dengan dominasi kuning itu.

Dia tersenyum kala pemikiran Davi akan berbaikan padanya muncul.

Dengan cepat dia mengangkat panggilan itu.

"Halo,"

Lidah Rani langsung terasa kelu, dia mempertajam pendengarannya.

"Halo?"

Masih sama, suara seorang perempuan. Rani kecewa, tapi dia tetap berusaha tegar. Mengambil separuh jiwanya yang dulu.

"Halo. Maaf, ada yang bisa saya bantu?" dia sengaja langsung ke inti. Tidak mau membiarkan getar suara dan detak jantungnya membuatnya membenci dunia. Tidak seharusnya dia jatuh cinta untuk yang kedua kali, jika akhirnya dia harus belajar melepaskan.

"Kami dari pihak rumah sakit, pasien atas nama Davi Exavario sekarang dirawat di rumah sakit kami karena kecelakaan semalam, yang mengakibatkannya patah tulang." Ketika penuturan itu menjelaskan secara detail, Rani nyaris luruh pada lantai marmer.

Ponsel rose gold yang masih menempel di telinganya dengan pelan dia turunkan setelah sang penelepon memberikannya alamat rumah sakit tempat Davi saat ini.

Tuhan, tolong katakan ini hanyalah mimpi.

Sekali pun hatinya menolak, namun ini telah terjadi. Rani segera bersiap-siap tanpa memakan banyak waktu dia meninggalkan rumah.

                                      🍁🍁🍁

                                 

Masih pada pagi yang sama di Universitas Trisakti, Zelda menuju lantai dua dengan ceria. Dia hanya sedang mencoba bahagia, tanpa harus terpuruk lagi bersama kenangan yang pernah hadir sesaat.

Sudah cukup! Dia harus melupakan Davi. Takdir Tuhan tidak bisa ditolak, dan takdirnya kemungkinan adalah merelakan Davi.

Pikiran Zelda melayang, dipikarannya Zelda melepaskan seekor merpati untuk terbang di angkasa.

"Heh, ngelamun aja." Zelda tersentak, dengan segera dia menoleh ke sumber suara.

Ray menaikkan alisnya sebelah melihat Zelda menampilkan senyum ceria seperti di iklan sebuah pasta gigi.

"Kenapa? Kayaknya lagi senang?" Zelda mengangguk tanpa ragu.

Dengan tak tahu malu, dia meraih tangan Ray bergandengan ke lantai dua.

Ray terkejut, jantungnya berirama ketika jemari mungil Zelda menelusup pada jemarinya. Hangat dan nyaman.

"Mau ke mana, Zel?"

"Ikut aja, Kak. Gue pengen hirup udara segar sebanyak mungkin." Jawab Zelda tanpa melepaskan tautan jemarinya.

Ray tersenyum masam, Zelda tidak sedang bahagia, tetapi perempuan itu sedang ingin membuang masalah.

Namun, Ray tetap mengikut. Jika memang dia hanya bisa dijadikan tempat Zelda menampung resah, lelaki itu siap, asal untuk Zelda.

Leo yang baru tiba, kebetulan bertemu Rara di depan fakultas memandang punggung Zelda dan Ray.

Bukan tatapan nanar, hanya helaan napas panjang. "Seenggaknya lo nggak bareng Davi. Nggak apa-apa, deh dengan cowok lain."

Rara termangu, bibirnya tertutup rapat, sedang matanya memandangi Leo.

Ada yang aneh, seperti ada yang disembunyikan lelaki itu.

"Lo bukannya suka sama Zelda?"

Leo menghentikan langkahnya. Dia melirik Rara, lalu mengangguk. "Gue suka sama dia, tapi gue sadar Zelda nggak akan pernah liat gue lebih dari temannya."

Sama kayak gue, ya?

"Gue akan coba ikhlasin dia, asal Zelda nggak bareng Davi."

Alis Rara mengerut. Apa yang menbuat Leo tidak menyukai Davi?

"Emang kenapa kalau Kak Davi? Lo ada masalah yah sama dia."

"Nggak semua hal harus lo tau." Sahut Leo datar dan berlalu tanpa bisa tercegat oleh tangan Rara. Perempuan itu hanya terpaku dalam bisu, saat menyadari semua orang bisa saja berubah dalam waktu yang tidak terduga. Setidaknya, hal itulah yang dia rasakan melihat sikap Leo pagi ini.

                                    🍁🍁🍁

Tatapan nanar langsung tertuju pada lelaki yang masih tenggelam dalam dunia kesadaran. Sang mentari sudah bergerak semakin ke arah barat, namun belum ada tanda-tanda lelaki yang terpejam itu akan segera bangun.

Rani duduk di sisi brankar pada kursi lipat yang disediakan. Iris kelamnya menatap sang iris cokelat yang kali ini terpejam. Tidak ada senyum hingga matanya membentuk bulang sabit, tidak ada juga tatapan sendu, yang ada hanya kekosongan. Terpejam, entah sampai kapan.

Rani menggenggam tangan Davi. "Kenapa bisa kayak gini, Vi? Apa lo kecelakaan karena pas nyetir lo sambil mikirin Zelda? Vi, kapan lo akan bukan hati buat cewek lain?"

Rani mengembuskan napas. Dia hanya sendiri yang menemani Davi, sedang Zerina langsung pergi ketika panggilannya tadi dengan Rani terputus. Dia tidak mau Rani tahu kalau dia yang merawat Davi, karena Zerina takut ini akan membuat masalah baru.

"Vi, kadang gue mikir lo terlalu nyata untuk gue gapai, sedang selama ini gue hanya hidup dalam angan," setetes bulir bening menetes dari kelopak matanya. Perempuan itu menggelengkan kepala, tidak percaya bahwa Davi berhasil membuatnya menangis.

"Sorry kalau gue kemarin mencoba jadi orang egois. Gue hanya nggak mau lo lupain gue setelah apa yang lo ingin udah lo dapatin."

Rani mendekap tangan Davi. "Harus dengan cara apa gue buktiin ke lo kalau gue sayang sama lo?" lirih, dia mengecup punggung tangan lelaki itu.

"Harus dengan cara apa agar bisa buat lo ngerti kalau Zelda nggak akan sadar kalau lo sayang sama dia?"

Kembali, air matanya menetes, hampir bersamaan dengan kelopak mata Davi yang perlahan-lahan terbuka.

"Zel ... da."

Pada detik itu dunia Rani runtuh, langit seolah jatuh ke bumi, menimbunnya yang ingin berteriak pada dunia.

Sebab, setiap embusan napas Davi akan selalu ada nama Zelda di celahnya. Setiap iris cokelat itu terpancar, nama Zelda yang utama.

Buat apa Rani bertahan bersama ketulusan sedang Davi mempertahankan ketulusannya untuk perempuan lain?

Sejenak, Rani ingin menimbun dirinya ketika mata Davi kembali terpejam. Terbuka hanya untuk memanggil nama Zelda. Dunia begitu egois, menganggap Rani tidak merasakan sakitnya bagaimana.

                                      🍁🍁🍁

Apa kabar kalian?
Apa masih ada yang membaca kisah mereka?

Vote dan komen!

                                 

Continue Reading

You'll Also Like

3K 543 45
Terima kasih karena telah mencintaiku. . . . Selamat tinggal. --- Hanya cerita pendek dengan konflik ringan. Budayakan vote sebagai support! Publishe...
38.5K 3.9K 44
- Akibat terlalu pandai mendebet rasa tanpa mengkredit gengsi - Bagi Keandra, Kirana adalah poros dunianya. Induk singa tergalak dengan ucapan pedas...
4.5K 684 49
#LavenderWriters Project Season 3 ;Ketua: Manda ;Asisten:Indri Sinopsis: "Ternyata dunia sedang menggoda kita. Mempertemukanku kembali dengan seseor...
495K 18.6K 33
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...