[BTS FF] Verstand

By ryokucha136

30.4K 2K 488

[A BrotherShip Collection] Starring : BTS member (Mainly V) length : Oneshot (with or without Sequel), Two Sh... More

Just, What if
Rubber Band
Useless
Hide and Seek
Eccedentesiast

Sadness [eccedentesiast sequel]

2.9K 220 23
By ryokucha136


Menangis bukan berarti kau lemah.
Menangis berarti kau tengah menguatkan diri untuk menghadapi satu hal berat dalam hidupmu, yang akan membuatmu bertambah kuat di kemudian hari.

----

Eccedentesiast Sequel

.
.
.

Sadness
.
.
.

Warn for typos, storyline amburadul, juga kesalahan lain

-----

Taehyung memandang permukaan air sungai han yang beriak tenang. Tangannya mengambil sebuah batu sebesar genggaman tangannya dan menjatuhkannya ke kedalaman air, dalam hati ia menerka, kapan batu itu akan mencapai dasar sungai?

Satu pertanyaan muncul di benaknya, bila ia terjatuh atau menjatuhkan diri kesana, apakah ia akan tenggelam begitu saja ke dasar sungai atau akan kembali mengambang suatu saat nanti? Atau apakah ia akan ditemukan di terdampar di pinggiran sungai atau terus terbawa arus sampai ke laut dan tidak pernah ditemukan?

Pemuda itu menggelengkan kepalanya sebelum kemudian membuang napas perlahan. Pikiran-pikiran sial semacam itu selalu muncul di kepalanya. Kapan pun, di mana pun, apapun yang dilakukannya.

Ketika hendak menyebrang jalan, ia berpikir apa jadinya kalau ada mobil ugal-ugalan yang muncul dan menabraknya. Apakah ia akan terlempar begitu saja atau terseret sejauh beberapa meter?

Kala ia menatap ke bawah dari atap sekolah, pikiran tentang jatuh akan muncul seketika di kepalanya. Bagaimana rasanya menjatuhkan diri? Bagaimana rasanya melayang sejenak sebelum kemudian ditarik tanpa ampun oleh gravitasi bumi? Bagaimana rasanya ketika hembusan angin menerpa wajahmu saat meluncur jatuh begitu saja?

Apakah ia akan mati seketika atau sempat dibawa ke rumah sakit dan diselamatkan? Apakah akan ada yang mencegahnya melakukan semua itu? Akankah ada orang yang mengkhawatirkannya? Apakah aka nada orang yang menangisinya ketika ia mati? Apakah aka nada orang yang merasa kehilangan dirinya?

Taehyung kembali menghela napas untuk yang entah keberapa kalianya. Ia memang termasuk orang yang sangat pesimis dalam menjalani hidup. Motto hidupnya hanya satu, jalani saja. Ikuti alurnya seperti air yang mengalir mengikuti alur sungai. Seperti daun yang gugur tertiup angin. Karena akhirnya satu, air akan kembali ke laut, dan daun akan sampai di tanah. Semuanya sama saja.

Taehyung sendiri tidak paham apa alasannya tetap bertahan sampai seperti ini. ia tidak tahu kenapa ia masih hidup sampai sekarang ini. Orang bilang hidup hanya sekali, harus dinikmati. Tapi apa yang bisa dinikmati dari hidupnya saat ini? Tujuan hidup pun dia tidak punya.

Alasan Taehyung hidup hingga saat ini hanya satu; karena dia belum mati, dan belum ada malaikat maut yang mau mencabut nyawanya.

Entah bagaimana kalau waktu itu datang.

---


"Jim, boleh aku menginap di rumahmu malam ini?"

Sudah lama sekali sejak Jimin mendengar suara Taehyung begitu lirih. Maka tanpa pikir panjang ia mengiyakan permintaan Taehyung.

Beruntung orang tuanya tengah berada dalam perjalanan bisnis selama seminggu kedepan, jadi ia leluasa mengizinkan Taehyung datang tanpa harus minta izin orang tuanya dulu.

"Kau oke?" tanya Jimin ketika mendapati Taehyung berdiri di depan pintu rumahnya dengan wajah pias dan ransel lusuh yang biasa Taehyung gunakan saat bepergian.

Taehyung menjawab pertanyaannya dengan anggukan pelan sementara bibirnya menyunggingkan senyum tipis yang membuat Jimin makin khawatir.

"Ayo," Jimin membiarkan Taehyung melangkah memasuki rumahnya sementara ia tinggal dan menutup pintu.

"Taruh tasmu di kamarku, aku akan pesan delivery untuk makan malam," ujar Jimin.

Taehyung mengangguk pelan dan melangkah ke kamar Jimin, sementara Jimin menatap punggung Taehyung yang seolah mengangkut berton-ton beban tak kasat mata.

"Kapan kau mau berhenti berpura-pura tersenyum, Taehyung-ah?"

---

Taehyung menjatuhkan tasnya begitu saja di lantai kamar Jimin yang dilapisi karpet simpel berwarna cokelat. Pemuda itu menatap kosong ke depan selama beberapa saat sebelum akhirnya meluruh, terduduk di lantai.

Taehyung tak tahu apa yang terjadi padanya. Tubuhnya luar biasa lemas sementara dadanya begitu sesak hingga rasanya ia kesulitan bernapas.

Pemuda itu mengepalkan tangannya, lantas membenturkannya pada dadanya.

"Berhenti terasa sesak," bisiknya, setengah memohon, "berhenti terasa sakit."

Ekor matanya sekilas menangkap gunting dan cutter yang tergeletak di atas meja bersama beberapa lembar kertas dan alat-alat kerajinan. Taehyung menatap benda tajam itu kosong. Haruskah?

Pemuda itu beringsrut mendekati meja berkaki pendek itu. Tangannya terulur menggapai cutter.

Bukan sekali dua kali Taehyung berpikir untuk melakukan hal ini. Hampir setiap hari, kala ia merasa begitu frustasi hingga rasanya tidak ada jalan lain untuk mengakhiri segala rasa sakit dan lelahnya selain dengan benar-benar mengakhiri segalanya.

Namun tangan Taehyung terhenti sebelum dapat meraih benda itu.

Selalu seperti ini.

Ia terlalu takut untuk mengakhiri semuanya. Sebut saja Taehyung pengecut, tapi memang begitu adanya.

Tiap ia berusaha--atau paling tidak berniat--mengakhiri segalanya, bayangan itu muncul. Bayangan wajah adik-adiknya, ibunya, ayahnya, keluarganya, teman-temannya.

Ia tidak sanggup membayangkan mereka menangis hanya karena seorang manusia tak berharga seperti dirinya. Ia tak pantas, tak cukup berharga untuk menjadi alasan kesedihan mereka semua.

Taehyung merasakan napasnya memberat, begitu pula matanya. Kepalan tangannya melonggar sementara tubuhnya kembali meluruh di lantai.

Selalu seperti ini.

Tiap kali ia berniat mengakhiri semuanya, selalu berakhir seperti ini.

Ia lelah.

Begitu lelah hingga rasanya tenaga untuk menarik napas pun tidak ada. Taehyung merasa matanya memberat dan sulit untuk dipaksa terbuka.

Pemuda itu menghela napas pelan.

Pemuda itu menyunggingkan senyum tipis. Mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk mengakhiri semuanya dengan cara seperti ini.

Taehyung meralat kata-katanya.

Masih hidup bukan karena belum mati.

Tapi karena ia terlalu pengecut untuk bisa mengakhirinya sendiri.

---

"Tae."

Taehyung membuka matanya perlahan ketika merasakan seseorang mengguncang bahunya, dan satu yang lain mengusap rambutnya lembut.

"Tae, bangun, ayo makan dulu."

Kesadaran Taehyung mulai terkumpul saat anak itu membuka mulutnya, "Seokjin Hyung?"

Netranya menangkap wajah Jin Hyung-nya tengah menatapnya dengan segaris senyum simpul.

"Ayo bangun sebentar. Makan dulu. Setelah itu kau bisa tidur lagi," Jin berucap seraya menarik Taehyung bangun, kemudian memapah--setengah menyeret--Taehyung ke ruang makan.

Ia mengomel tentang berat tubuh Taehyung yang makin ringan juga pipinya yang menirus, juga sedikit omelan lain yang berbunyi makan apa saja sih dirimu selama ini? kemudian berucap, lihat saja, akan kubuat beratmu bertambah minimal sekilo malam ini.

"Hyung, berhenti mengomel seperti radio butut! Berisik!" Itu sergahan Min Yoongi yang tengah merebahkan diri di sofa abu empuk di ruang keluarga.

"Ya!"

"Hyung, berhenti teriak teriak, kasihan Taehyung masih setengah sadar!" Yang itu suara Jung Hoseok yang tengah menata meja makan bersama Jungkook.

Taehyung terkekeh pelan sementara mengucek matanya, ia menggumamkan cuci muka pelan sebelum melepaskan rangkulan Jin dari bahunya dan melangkah ke kamar mandi di dekat dapur.

Jin menghampiri Jimin yang masih berkutat di dapur, mengambil sedok sup dan mulai mengaduk samgyetang di dalam panci.

"Dia tertidur tadi," ucapnya.

"Di atas kasur?"

"Tidak," Jin mengambil jeda sejenak, "di karpetmu."

Jimin tidak menjawab lebih lanjut, ia mengambil sendok dan mencicipi sedikit rasa masakannya.

"Jangan simpan benda tajam di sembarang tempat, Jim," ucapan Jin membuat mata sipit Jimin melebar. Ia menoleh menatap pemuda itu minta penjelasan.

"Tidak--tidak. Tidak ada luka. Tangan, kaki, dan perutnya semua masih aman bebas goresan. Aku sudah memeriksanya," Seokjin menjelaskan dengan cepat, "tapi tangannya sudah hampir mencapai cutter di atas mejamu. Lebih baik sembunyikan sekarang sebelum ia berniat melakukannya lagi."

Tepat setelah Jin selesai berucap, Taehyung muncul di pintu kamar mandi. Tangannya terangkat menutup mulutnya yang terbuka lebar saat menguap sementara ia melangkah memasuki dapur.

"Kenapa banyak sekali orang disini? Kukira kau mau delivery untuk makan malam, Jim," ujar Taehyung sementara hidungnya mengendus, menerka makanan apa yang tengah mereka masak.

"Ini aku delivery kok," jawab Jimin, ia menggeplak pelan tangan Taehyung yang dengan nakal mencoba mengambil beberapa potong wortel untuk dicemil, "tapi bukan delivery makanan. Aku delivery kokinya sekalian."

"Delivery tidak bagus untuk kesehatan, terutama untukmu yang sekurus itu," Seokjin menimpali, bergumam heit, jangan mengacau pelan saat Taehyung menghampiri dengan tatapan mata menyorot jahil, "masakan rumahan akan membuat beratmu naik setidaknya sekilo."

"Kenapa semua orang selalu bilang aku kurus dan harus menambah berat badan? Padahal makanku sudah hampir empat kali sehari?" Keluh Taehyung.

"Karena memang begitu adanya, Hyung. Tubuhmu sama tebalnya dengan sebatang lidi," Jungkook menyahut.

Taehyung merengut mendengarnya, ingin melawan tapi ia sadar diri. Jadi tidak bisa berkomentar selain mencibir pelan, "mentang-mentang bongsor."

Setelah itu Taehyung digiring ke ruang tv untuk bermain game dengan yang lain. Sementara Jin, Hoseok, dan Jimin tetap tinggal di dapur untuk menyelesaikan masakan.

"Jadi, apa rencananya hari ini?" Tanya Hoseok setelah bergabung dengan mereka.

Jimin terdiam sebentar, tidak yakin dengan rencananya. Tapi di sisi lain ia percaya kalau inilah satu satunya cara untuk menyadarkan sahabatnya itu.

Jin dan Hoseok masih menatapnya ingin tahu, sementara Jimin akhirnya menatap mereka.

"Buat bocah ceroboh itu menangis."

.

.

.

Jimin menunggu Taehyung memasuki kamarnya sebelum mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi pesan dan mengetikkan satu kalimat.

'Taehyung ada di tempatku. Kondisi siaga III dan bisa menjadi awas kapan saja. Bantuan dibutuhkan sesegera mungkin.'

Semenit kemudian, lima balasan masuk ke ponselnya.

'Roger.'

'Meluncur ke TKP'

'SIAP, 86'

'Wiiiuuuu wiuuuu wiuuuuuu, sang penyelamat dalam perjalanan'

'Otw.'

Jimin tersenyum melihat semua jawaban itu, lantas melangkah ke dapur.

Apa bahan makanan yang ia punya cukup untuk 7 orang?

----

Ada dua hal yang sangat tidak dipahami Kim Taehyung.

Yang pertama, adalah korelasi antara senang dan sedih, kebahagiaan juga penderitaan.

Dan kedua, apa itu fungsi air mata.

"Untuk membasahi mata agar tidak kering dan berfungsi sebagaimana mestinya," ini jawaban Taehyung saat ditanya.

"Selain itu?"

"Tidak ada," jawab Taehyung kalem.


Dan tugas mereka sekarang adalah, membuat Taehyung memahami hal itu.

---

Setelah makan malam yang bisa disebut jamuan tadi, mereka kini berakhir menonton film bersama di ruang tv Jimin. Seokjin dan Yoongi terlihat duduk manis di sofa panjang, Namjoon di single sofa di sebelah kanan, sementara sisanya duduk lesehan di atas karpet lembut dengan berbungkus-bungkus cemilan di sekitar mereka.


"Fear mirip sekali dengan Hoseok Hyung," Taehyung berkomentar seraya mengambil segenggam popcorn dari mangkuk yang dipeluk Jeongguk.

"Sadness cengeng sekali," yang ini komentar Jeongguk.

"Karena itulah namanya sadness, bukan Happiness," timpal Namjoon.

"Sepertiya aku suka angry, dia keren," ini pendapat Yoongi yang kelihatannya setengah tidur.


"Aku tidak heran dengan itu," Jin menyahut, "kerjamu sama seperti Angry, Yoongi-ah. Menggerutu setiap hari."

"Tapi Yoongi-Hyung mirip Disgust juga, kadang kadang," timpal Jimin, "tuh, kan! Mirip sekali!" Tambahnya saat Yoongi mengernyit terganggu.

Taehyung tertawa saat Yoongi dengan jahil menendang-nendang tubuh Jimin dan sengaja meletakkannya tepat di depan hidung Jimin. Dan ia tertawa lebih keras lagi ketika Jimin mengernyit dan berseru bau! Dan dilanjut dengan kapan kau terakhir kali cuci kaki, kaus kaki, dan sepatumu?

Jimin dan Yoongi berakhir dengan saling melempar kaus kaki dan saling mengulurkan kaki ke hidung masing masing. Sementara Namjoon menonton dengan kalem, Jin menghela napas lelah, Hoseok mendukung Jimin dan Jungkook mendukung Yoongi.

Taehyung?

Anak itu sudah berguling di lantai, tangannya memeluk perutnya sendiri sementara tawanya sudah tidak bersuara lagi. Pemuda itu sudah kehabisan napas tapi masih tertawa terbahak parah sekali. Tangannya terangkat menyeka air matanya yang mengalir deras.

"Kalian--haha--berhenti--aduh, aku capek tertawa," keluh Taehyung dengan suara serak, "haduh, pipiku pegal."

Tanpa anak itu sadari, teman-temannya melempar pandang penuh arti, lantas kembali pada posisi masing masing.

"hei! Berisik! Kalian melewatkan bagian pentingnya!"

----

"Yaampun, joy menyebalkan sekali," komentar Taehyung, ia meraih sekaleng soda dan menegaknya.

"Hei! Dasar labil! Kau bilang paling suka Joy tadi!" Sahut Hoseok menyahut.

"Aku suka karena awalnya Joy selalu membuat Riley bahagia, tapi sekarang aku tidak suka," Taehyung membela dirinya.

"Lalu?" Seokjin melanjutkan topik.

"Sekarang aku tidak suka joy karena dia egois sekali, masa dia meninggalkan sadness--Nah! Rasakan! Itu akibatnya!" Seru Taehyung saat tv memutar adegan dimana pipa yang digunakan joy untuk kembali ke markas pusat terputus.

"Memangnya kenapa kalau sadness ditinggalkan? Kan lebih baik Riley tidak merasakan sedih. Kan Hyung sendiri pernah bilang kalau sedih itu tidak berguna," Kali ini Jeongguk yang menyahut.

"Benarkah? Kapan? Aku tidak pernah bilang begitu!" Taehyung berujar tidak terima.

"Tidak secara verbal sih," Jeongguk menjawab.

"Kenapa joy menyebalkan? Dia hanya berusaha membuat Riley merasa bahagia," Jimin kembali melanjutkan topik, "seperti kata Jungkook, sadness hanya membuat riley sedih. Lebih baik ia tidak kembali ke markas pusat kan?"


Taehyung mengerucutkan bibirnya tidak setuju, "lihat, Riley jadi tidak bisa merasakan apa-apa!"

"Lalu? Kenapa harus sadness? Bisa saja joy yang harus memperbaikinya," Namjoon yang menimpali kali ini.


"Karena Riley butuh menangis juga," Taehyung berucap cepat, "untuk melepaskan semua bebannya... ia.. butuh... menangis...."

Tiga kata terakhir disebutkan Taehyung dalam bisikan. Ia mengerti sekarang, kenapa Jimin begitu bersikeras mereka harus menonton film ini, juga kenapa Jungkook tidak merengek ingin menonton ironman favoritnya.

Ia mengerti.. sungguh sungguh mengerti apa yang ingin mereka sampaikan.


"Sudah mengerti?" Jin merangkulnya dari belakang.


Taehyung terdiam. Benar benar terdiam. Ingin rasanya meneriakkan pada mereka kalau ia mengerti apa yang ingin mereka sampaikan, tapi bibirnya kelu. Lidahnya seolah diikat kutukan ikat-lidah.


"Tae, lihat sini. Kau dan Riley itu persis sama. Kalian berusaha menyembunyikan beban kalian dengan terus terlihat bahagia, sampai sesak dan tidak tahu harus berbuat apa untuk meringankan beban dan menghilangkan sesak itu," Jin berujar lembut sekali, berusaha menatap mata Taehyung, "Rasanya pasti membingungkan dan berat sekali kan?"


Taehyung tidak merespon, tapi pemuda itu menggigit bibirnya gugup. Entah kenapa ia merasa bendungan tak kasat mata yang dibangunnya mulai runtuh sedikit demi sedikit.


"Kau sudah paham kan, untuk melepaskannya kau hanya perlu menangis sedikit," Namjoon kali ini yang berbicara. Ia meraih tangan Taehyung dan meremasnya lembut.


"Ta--tapi,"


"Kau tidak ingin terlihat lemah, kan?" Kali ini Yoongi yang bicara. Nadanya tak acuh namun juga begitu lembut, "menangis bukan berarti kau lemah."

"Lagipula Hyung," Jungkook menimpali, "Sepintar apapun kau menyembunyikan bebanmu itu, kami pasti akan segera tahu. Hyung pikir sudah berapa lama kita bersama-sama?"

"Benar sekali. Kami ini sudah jadi sahabatmu sejak masih orok, jangan dipikir kami tidak tahu menahu tentang dirimu," ini Hoseok yang bicara.

Taehyung terkekeh sedikit, Hoseok Hyung-nya itu sama sekali tidak bisa membaca suasana. Sudah terharu begini dia malah melucu, dasar tidak tahu tempat.

"Tae, dengar," kali ini suara empuk Jimin yang terdengar, "seperti yang Hoseok Hyung bilang, kita sudah saling kenal sejak orok, dan mungkin kami mengenalmu lebih baik dari dirimu sendiri. Jadi singkirkan topeng-selalu-bahagiamu itu dan berhentilah bersikap sok kuat. Kau tidak perlu bersikap sok kuat di depan kami, karena kami bisa tau apa yang kau sembunyikan hanya dengan melihat matamu."

Jimin menghela napas, yaampun ceramahnya panjang sekali.

"Jadi? Tunggu apalagi?"

Setetes air mata jatuh langsung mengenai punggung tangan Jin tyang tengah menggenggam tangan Taehyung erat.

Setetes, dua tetes, hingga kemudian membentuk anak sungai kecil di pipinya.

Dan dengan pancingan itu, bendungan yang selama bertahun-tahun Taehyung bangun roboh begitu saja. Mulaya pemuda itu menangis dalam diam. Namun lama kelamaan isakkan kecil terdengar. Taehyung mulai sesegukkan dalam tangisnya.

"Tidak apa apa, jangan ditahan. Keluarkan semuanya," bisik Jimin. Pemuda itu merengkuh Taehyung dalam pelukan, membiarkannya menangis sepuas puasnya.

Membiarkan anak yang hampir tidak pernah menangis selama hidupnya menumpahkan seluruh perasaan yang dipendamnya dalam bentuk air mata.


Dan malam itu, Taehyung jatuh sakit. Demam tinggi karena kelelahan juga udara dingin dan cuaca buruk yang akhir akhir ini menghantui. Pemuda itu tertidur dengan kompres di dahi, mata bengkak juga wajah sembab, namun dengan perasaan yang jauh lebih ringan dari sebelumnya.

----

Ketika hidup rasanya begitu berat dan melelahkan, juga membuatmu merasa kecil dan menyedihkan. Begitu menyesakkan seperti tali rotan yang membelit dadamu dan membuatmu kesulitan bernapas, juga begitu berat seperti beban yang harus kau bawa kemanapun kau pergi. Atau ketika dunia seolah menjadi musuhmu.

Kau hanya perlu menangis untuk melepasnya.


Menangis bukan berarti kau lemah. Menangis berarti kau tengah menenangkan dirimu, beristirahat sejenak sebelum bersiap menghadapi tantangan selanjutnya.

Menangis bukan suatu kesalahan, apalagi dosa besar.

Tidak apa apa menangis hari ini, tapi jangan lupa untuk kembali berjuang besok.

Karena kebahagiaan tidak bisa kita dapat dari orang lain.

Kebahagiaan, adalah sesuatu yang kita miliki dan harus kita usahakan sendiri.

.
.
.
.

eccedentesiast sequel - Sadness
Selesai.

[2571 W]

special for uri eomma clou3elf (maaf nggak ditag.. mungkin efek kuota sekarat) yang berulang tahun 5 bulan 3 hari yang lalu. Mohom maaf keterlambatannya, juga kalo ceritanya mengecewakan. Aku sayang mama deh pokoknya :* :* kapan kapan wajib musti kudu samperin aku kesini terus kita mitap, aamiin


Ohyes ini juga bagian dari LY project yang pencetusnya orang malang, sekarang lagi sibuk mau pts. Yuk kita cintai diri sendiri dengan nggak banyak nahan nangis. Nangis itu sehat lho, tapi kebanyakan nangis nggak baik juga. Cintai diri kalia sendiri ya gengs. Mencintai diri sendiri itu awal buat orang lain mencintai kalian. Yuk sama sama belajar.

#LYproject
#LoveYourself

Continue Reading

You'll Also Like

579K 29.6K 23
↳ ❝ [ ILLUSION ] ❞ ━ yandere hazbin hotel x fem! reader ━ yandere helluva boss x fem! reader ┕ 𝐈𝐧 𝐰𝐡𝐢𝐜𝐡, a powerful d...
119K 4.8K 40
𝗜𝗡 𝗪𝗛𝗜𝗖𝗛 noura denoire is the first female f1 driver in 𝗗𝗘𝗖𝗔𝗗𝗘𝗦 OR 𝗜𝗡 𝗪𝗛𝗜𝗖𝗛 noura denoire and charle...
2M 104K 62
↳ ❝ [ INSANITY ] ❞ ━ yandere alastor x fem! reader ┕ 𝐈𝐧 𝐰𝐡𝐢𝐜𝐡, (y/n) dies and for some strange reason, reincarnates as a ...
156K 7.1K 58
╰┈➤ *⋆❝ 𝐢'𝐝 𝐫𝐚𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐧𝐨𝐭 𝐥𝐨𝐬𝐞 𝐦𝐲 𝐜𝐨𝐟𝐟𝐞𝐞 𝐭𝐚𝐛𝐥𝐞 𝐚𝐬 𝐚 𝐫𝐞𝐬𝐮𝐥𝐭 𝐨𝐟 𝐲𝐨𝐮 𝐩𝐢𝐬𝐬𝐢𝐧𝐠 𝐨𝐟𝐟 𝐭𝐡𝐚𝐭 𝐭𝐢𝐦𝐞-𝐛...