The Fate (Completed)

By rinisurastikaa

320K 16.7K 528

Sequel INABILITY, bisa dibaca terpisah:) Menyembunyikan perasaan perihal biasa, berpura-pura tidak suka mesk... More

Prolog
Fate-1
Fate-2
Fate-3
Fate-4
Fate-5
Fate-6
Fate-7
Fate-9
Fate-10
Fate-11
Fate 12
Fate-13
Fate-14
Fate-15
Fate-16
Fate-17
Fate-18
Fate-19
Fate-20
Fate-21
Fate-22
Fate-23
Fate-24
Fate-25
Fate-26
Fate-27
Fate-28
Fate-29
Fate-30
Fate-31
Fate-32
Fate-33
Fate-34
Fate-35
Fate-36
Fate-37
Fate-38
Fate-39
Fate-40
Fate-41
Fate-42
Fate-43
Fate-44
Fate-45
Fate-46
Epilog
Sequel?!
Extra Part
Seputar Cerita ini

Fate-8

6.7K 407 16
By rinisurastikaa

Perasaan ngga bisa di tebak, lain di mulut lain juga di hati.

-Davi Exavario

 

                                 🍁🍁🍁

Matahari telah tenggelam, digantikan cahaya lembayung yang terbentang di ufuk barat.

Davi tergesa-gesa ketika keluar dari ruang khusus rapat panitia ospek, laki-laki itu memutari koridor demi koridor lantai dua FEB.

Matanya menjelajah ke sekitar, mencari seorang perempuan yang sedari tadi membuatnya khawatir.

Dia takut jika penyakit perempuan itu kambuh dan dia tidak ada bersamanya. Dan sudah berulang kali Davi menelpon nomor Zelda, tapi yang menjawabnya adalah oprator sialan yang mengatakan bahwa nomor yang ditujunya tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Davi mendesah frustasi, ketika perempuan yang dicarinya tak kunjung dia temukan.

"Nyari siapa lo? Dari tadi mondar-mandir terus, deh." Bayu, salah satu sahabat terbaik Davi yang juga adalah panitia ospek memandang Davi keherananan.

Melihat air muka Davi yang memancarkan khawatiran membuat matanya memicing. Pasalnya, selama tiga semester mengenal Davi, baru kali ini Bayu melihat ekspresi khawatir Davi yang sangat jelas.

"Peserta ospek udah pada pulang belum?" bukannya menjawab, Davi malah mengajukan pertanyaan.

Bayu sejenak berpikir, sebelum akhirnya menjawab bahwa para peserta memang sudah diizinkan pulang, dan setelahnya Davi langsung berlari tanpa pamit, meninggalkan Bayu di depan ruang B7.

Davi kalang kabut saat kakinya menginjak cafe kampus yang terletak di dekat pohon rindang belakang FEB. Cafe yang di desain klasik itu memberikan kenyamanan tersendiri, belum lagi sering ada live show yang ditampilkan para mahasiswa yang berbakat di bidang musik.

Cafe selalu ramai. Biasanya Davi akan senang bergabung dengan keramaian ditemani dengan lelucon-lelucon teman-temannya yang sering nongkrong di sini, namun tidak untuk kali ini.

Detik ini Davi ditemani oleh khawatir yang mendalam, dia tidak mengerti apa yang sebenarnya dia rasakan. Yang Davi tahu, dia takut terjadi apa-apa pada Zelda.

"ZELDA!!" hampir semua orang  menoleh ke arah Davi yang matanya menjelajah ke sana-sini.

Suara berat khas laki-laki itu mampu menciptakan kesunyian, sebelum sebagian kembali pada aktivitasnya masing-masing, meskipun di kalangan perempuan masih ada yang memperhatikan Davi, kagum.

Davi menyelinap di antara meja-meja yang terbuat dari kayu jati. Laki-laki itu semakin maju ke depan, sebelum matanya berhenti pada satu meja.

Di meja paling pojok dekat  jendela, sepasang manusia tengah menikmati hidangan yang telah disiapkan bersama senyum dan sesekali tertawa. Mereka sama-sama mengenakan atribut lengkap yang melambangkan mahasiswa baru, pakaian putih hitam dan jas almamater.

Davi sangat mengenal pasangan itu, Zelda dan laki-laki yang siang tadi menemani Zelda di UKS.

Rahang Davi mengeras, rasa khwatirnya menyeruak begitu saja. Dia sudah lelah mencari Zelda, tapi perempuan itu malah asik-asikan bersama laki-laki lain.

Dia tidak cemburu, hanya saja dia tidak suka jika tidak dihargai. Percuma dia membuang tenaga dan waktu hanya untuk mencari keberadaan Zelda.

Davi berjalan mendekati mereka dengan langkah pelan, sepatunya dan lantai  bergesekan, tapi tidak membuat pandangan Zelda dan Leo teralih sedikit pun. Mereka saling menatap, seperti remaja yang sedang merasakan jatuh cinta.

Entah mengapa, Davi ingin menonjok wajah Leo yang mampu menyihir iris hazel Zelda.

Saat tubuh jangkung Davi semakin dekat dengan meja Zelda, laki-laki itu berhenti melangkah ketika Leo menarik tangan Zelda yang berada di atas meja dan menggenggamnya.

Melihat itu, Davi hampir tidak bisa lagi menahan emosi, jika dia tidak mengingat perkataan omnya yang akan mengeluarkannya dari panitia ospek kalau dia berani membuat kekacauan.

Soal menjadi panitia ospek memang Davi yang meminta pada omnya yang adalah salah satu donatur terbesar Universitas Trisakti untuk menjadikannya panitia dan dengan satu syarat omnya memberikan izin. Davi tidak punya alasan yang jelas, dia hanya ingin saja.

Davi memilih bergeming di tempatnya berdiri di dekat meja yang hanya berjarak dua meja dengan meja yang ditempati Zelda dan Leo. Laki-laki itu mempertajam pendengarannya.

Dan ketika Leo membuka suara, merangkai kata yang penuh makna, saat itu jantung Davi langsung berdetak dua kali lebih cepat.

Mukanya memerah menahan emosi, tangannya terkepal, rahangnya mengeras, matanya menajam.

"Gue ngga tau kenapa bisa gue suka sama lo dalam waktu secepat ini, tapi ini nyata, gue suka sama lo, Zel." Itu yang didengarnya, itu yang membuatnya emosi, dan itu yang membuatnya ingin membunuh Leo saat ini juga.

Baru saja siang tadi dia mempercayai Leo adalah laki-laki terbaik buat Zelda, tapi kepercayaan itu hilang.

Bagaimana mungkin orang yang baru mengenal beberapa jam yang lalu sudah mengungkapkan rasa suka?

Bullshit.

Baru saja  Davi akan menghampiri mereka dan menarik paksa Zelda, tapi dia langsung di buat tercengang saat Zelda menjawab dengan senyuman.

"Gue juga."

Davi bisa gila kalau terus memperhatikan semua ini, kalau terus mendengar percakapan mereka yang membuatnya jijik.

Jadi, laki-laki itu memutuskan pergi tanpa membawa perempuan yang menjadi tujuannya ke sini. Dia tidak peduli lagi apa yang akan terjadi pada Zelda selanjutnya.

Davi menghentakkan kaki, sepatunya yang bergesekan dengan lantai kali ini lebih keras menimbulkan perhatian sana-sini. Termaksud pada meja yang tadi tengah dia pandangi.

Sepasang manusia yang di meja itu shock, Zelda segera berdiri. Dia sedikit berlari kecil, mengejar Davi yang melangkah lebih cepat tanpa perduli dengan perhatian orang-orang di sekitarnya.

"Vi, tungguin gue!"

Davi seolah tak mendengar, dia seperti tak mempunyai gendang telinga lagi. Laki-laki itu semakin mempercepat langkah hingga tiba di depan cafe.

Dia sedikit melirik ke belakang untuk memastikan Zelda masih mengejarnya, dan benar ... perempuan itu lebih mempercepat gerakan kakinya dengan napas tersengal-sengal.

"Vi, lo kenapa, sih? Datang langsung pergi?" napas Zelda berhembus tak teratur, dia mengambil inhaler di saku kemejanya dan langsung menyemprotkan ke dalam mulut.

Davi tidak jadi melanjutkan langkah, dia membalikkan badan sepenuhnya.
Iris cokelatnya yang tajam bak elang itu menatap Zelda dingin.

Dari jarak 15 cm, laki-laki itu menatap Zelda yang gugup.

"Lo gak bareng gue, karena gue mesti jemput pacar gue." Davi berucap lantang, seolah yang dikatakannya adalah kebenaran.

Laki-laki itu memperhatikan ekspresi Zelda, tegang, terkejut, kemudian tersenyum. Itulah yang bisa ditangkapnya dari mimik wajah Zelda, tapi yang Davi tidak tahu ada sebagian dari hati Zelda yang hilang.

"Yaudah, nanti gue pulang bareng Leo." Rahang Davi kembali mengeras, matanya semakin menajam.

Dia menunduk mengepalkan tangan, sebelum akhirnya mengangkat kepala seolah menantang.

"Terserah lo." Laki-laki itu berbalik dan langsung melangkah pergi.

Saat itu dia tidak sadar ada dua hati yang ia buat terluka, hati Zelda dan separuh hatinya.

Perasaan memang tidak bisa di tebak, mulut jarang sesuai dengan hati.

Leo yang melihat semua itu dari balik jendela bergegas menghampiri Zelda. Saat tiba di belakang Zelda, laki-laki itu berdehem membuat Zelda menoleh padanya bersama seukir senyuman.

Saat lagi patah hati pun, lo masih bisa senyum. Bisa ngga gue kagum?

Leo menggeleng pelan, merasa aneh sendiri dengan pemikirannya.

Dan apa yang baru saja dia lakukan tidak luput dari perhatian Zelda. "Kenapa?"

"Ah, ngga kok. Btw, itu tadi kak Davi senior kita, kan?" tanya Leo memastikan.

Zelda hanya mengangguk, merasa bingung harus memberi tanggapan seperti apa.

"Gue rasa kalian ada hubungan deh." Rasa penasaran Leo kumat, laki-laki itu memicing melihat Zelda yang menunduk diam.

"Zel, kita teman, ya walaupun baru kenal, sih. Tapi, lo gak perlu sungkan sama gue, gue tau kok simpan rahasia."

Zelda mendongak, melihat wajah Leo dengan keraguan. Laki-laki itu mengangkat alis kemudian membuang napas saat iris hazel Zelda berpaling darinya.

"Masih ragu?"

Zelda mengangguk.

"Sorry kalau gue terlalu kepo sama hubungan lo sam---"

"Dia calon tunangan gue." Tak tahu keberanian dari mana, Zelda memotong cepat tanpa titik koma.

Laki-laki yang di depannya membulatkan mata, iris pekatnya mencari kebohongan di iris hazel perempuan di hadapannya. Tapi, tidak ada kebohongan di situ, yang ada hanya tatapan malu-malu.

"Jadi ...." Leo tak melanjutkan lagi, ketika melihat Zelda mengangguk malu.

"Please, jangan bilang sama siapa pun." Kata Zelda setelah membiarkan hening menyusup dalam detik.

Leo mengacungkan jempol, berjanji dan yakin bahwa dia takan ingkar.

"Terus kenapa lo gak bareng dia?" Leo jadi heran sendiri, seharusnya hubungan antara calon tunangan itu harus sering bersama, agar bisa menciptakan kenyamanan.

"Dia---"

"Tunggu, Zel." Leo mengangkat tangan bersamaan raut wajahnya yang menampilkan ekspresi tegang.

Zelda menekuk alis, bertanya.

"Mungkin kak Davi liat gue megang tangan lo dan ...," Leo berhenti, matanya dan Zelda beradu. Lalu, keduanya membuka mulut, sama-sama terkejut.

"Dia salah paham." Spontan, keduanya berucap bersamaan.

"Lo harus ngejelasin sama dia, kalau tadi itu cuman ngetes." Kata Leo panik. Dia merasa bersalah, karena memberikan Zelda masalah baru.

Tadi dia meminta bantuan Zelda untuk menemaninya latihan drama, dia mengikuti lomba drama tingkat internasional dan Leo pikir Zelda bisa membantunya, sekedar untuk menjadi teman latihan sementara.

Kembali ke topik awal, Zelda setuju dengan saran Leo, dia akan bergegas pergi. Di langkah ke tiga, dia berhenti, bergeming menatap pohon-pohon penghias yang berjajaran.

Leo yang menyadari itu keheranan, "Kenapa, Zel?"

Zelda berbalik, melihat Leo sejenak sebelum menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Dia ngga akan peduli biar gue dekat sama siapa pun." Zelda ingat jelas yang dikatakan Davi sore itu. Mereka tidak ada hak untuk saling mencampuri urusan pribadi dan juga tidak berhak untuk melarang pacaran sama siapa pun, tapi saat itu Davi mengatakan hal itu berlaku untuknya, namun kemungkinan hal itu juga berlaku untuk Zelda.

Bukankah itu adil?

Zelda menarik napas, lalu menghembuskannya bersama gurat luka yang menggenang di rongga dada.

Kalau di pikir-pikir dia bodoh mencintai orang yang tidak mencintainya, lebih bodohnya dia berharap suatu hari nanti Davi bisa melihatnya sebagai calon tunangan yang nyata, bukan hanya sekedar status.

"Gue mau pulang Leo." Katanya setelah lama membiarkan detik digeluti keterdiaman.

Tadinya Zelda ingin mengejar, namun dia sadar buat apa dia mengejar jika yang dikejar tidak menginginkan hal itu.

Laki-laki yang berjarak 10 cm darinya mengangguk. Leo berjalan di belakang Zelda ke area parkiran. Mengambil motornya di sana.

"Lo dan kak Davi benaran akan tunangan?" Zelda mengangguk saat Leo mempertanyakan hal yang tidak ingin dia dengar.

Leo memperhatikan mimik wajah Zelda, seketika ada bagian dari hatinya yang terluka melihat Zelda sedih.

Dia hanya ingin menjadi teman Zelda, dan teman tidak suka temannya bersedih bukan?

"Gue hanya bawa satu helm, tapi lo jangan takut kita gak bakal di tilang. Gue jamin itu." Katanya setelah tiba di area parkiran FEB.

Laki-laki itu menaiki motor maticnya, sebelum Zelda naik ke jok belakang motornya itu.

"Pegangan, biar ngga jatuh." Zelda menurut, perempuan itu memegang sedikit ujung almamater Leo.

Mereka seperti sepasang kekasih, begitu serasi dan lebih pantas di bandingkan Davi.

Davi yang ternyata belum pulang, mengabadikan momen itu dengan ponselnya. Laki-laki itu bersembunyi dalam mobil temannya, hanya untuk memata-matai Zelda.

Dia tak mengerti mengapa dia melakukan hal konyol seperti ini, namun dalam hatinya ada ketidaksukaan saat Zelda tidak menghubunginya, atau mencarinya seperti yang tadi dia lakukan.

             

.
.
.
.
.
.
.
.

A.n.

Bagaimana dengan part ini? Agak panjang, kan?

Btw, masih ada yang nunggu cerita ini di lanjutkan? Atau udah ngga ada?

Ig : arini.rs
Ig : arinirs.story

Continue Reading

You'll Also Like

17.4K 13.9K 52
Dia Asya, gadis penuh kejutan istimewa. Siapa sangka, dirinya hadir di dalam kehidupan seorang Alfa hingga menciptakan romansa luka. Lalu, bagaimana...
1.4M 102K 44
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.5M 309K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
170K 10.3K 38
{BOOK 2 OF LIMBAD SERIES} Hara, adalah gadis yang terlahir sebagai anak tunanetra, sebuah penyakit yang ia derita menghambat kedua matanya dan menyeb...