DANEL's

By setiase

2.1M 124K 6.6K

CERITA SUDAH DITERBITKAN!!! di @gloriouspublisher16 Kamu mau ngasih tau aku nggak gimana cara mahamin pikiran... More

INFO TOKOH!!!
(1) Murid Baru
(2) Gojek
(3) Cemburu
(4) Gue takut
(5) Boleh?
(6) Cuma Satu
(7) Sakit
(8) Sumpah?
(9) Makasih
(10) Khawatir
(11) Senyum
(12) Peduli
(13) Dia?
(14) Takut
(15) Lo sukses
(17) Sebatas
(18) Masih nggak?
(19) Hujan
(20) Kita?
(21) 'Temen'
(22) Detak
(23) Pergi
(24) Sebelum pagi
(25) Lupa
(26) Maksudnya?
INFO!!!!
HAIIIII!!!
DANEL's coming soon
PO DANEL's

(16) Jeda

50.4K 4.2K 255
By setiase

Bisa kamu pilih, jeda atau titik?

-Key

Maudy yang berniat pergi ke kantin untuk membeli minuman terdiam kaget ketika melihat wajah Cassie begitu pucat dengan mata sembab yang masih ketara.

"Whaattt?? lo kenapaaa Caaaaa??" teriak Maudy membuat seluruh kelas menoleh ke sumber suara.

Gadis itu menggeleng lemah lalu menoleh mencari keberadaan orang yang tadi sempat berkunjung sebentar ke UKS. Bangkunya kosong tapi tasnya masih ada. Dia kemana?

"Lo kenapa sih???"

"Kecapekan aja."

"Sumpah lo pucet banget Ca. Nggak mau pulang aja? lagian kayaknya jam terakhir ini jamkos kok."

"Nggak ah, males jalan keluar."

Maudy yang mengamati gadis di sampingnya meletakkan kepala di atas tangan merasa begitu khawatir. Sebelumnya ia tidak pernah melihat Cassie dalam keadaan seperti ini. Dia kenapa sih?

Mungkin karena efek menangis, matanya mulai terasa berat dan akhirnya pun terlelap. Hembusan angin yang masuk melalui jendela seakan menambah suasana mengantuk yang semakin terasa. Mungkin saat ini tidur adalah pelarian terbaik ketika air mata tidak mampu melegakan.

Meski mata gadis itu terpejam, Maudy tau ada sesuatu yang berat di atas kepalanya. Ia tau ada yang membenani perasaan sahabatnya. Tapi untuk saat ini mungkin bukan waktu yang tepat untuk menanyakan kata 'mengapa'. Dia hanya butuh diam dan menunggu mulut Cassie bicara sendiri untuk memberikan alasan.

Tepat ketika Danel baru saja kembali, bel pulang sekolah berbunyi nyaring. Maudy yang sampai detik itu masih terdiam menatap ponsel sambil sesekali melirik Cassie menghembuskan nafas lega lalu mulai membereskan peralatan sekolahnya yang berantakan.

"Key kenapa?"

"Ngantuk mungkin." ucap Maudy entah mengapa sedikit malas saat itu.

"Tadi dia ngapain di ruang OSIS?"

"Gue.nggak.tau."

"Yaelahhh sewot amat, lagi PMS lo?"

"Kalau iya kenapa?!! bukan urusan lo kan?!! minggir, gue mau pulang, jagain sahabat gue, sampek lecet gue tampol muka lo yang pas-pasan itu." ucap Maudy sewot dan segera berlalu dari tempat itu membuat Danel menghembuskan nafas lega.

Belum sampai cowok itu duduk, sosok Maudy kembali berlari masuk dan menunduk di dekat Cassie membuat Danel sempat terkejut untuk sesaat.

"Gue pulang ya, gws, gue tunggu cerita lo." bisiknya pelan lalu menoleh menatap Danel sekilas sebelum kembali pergi meninggalkan kelas.

"Tuh anak gila, nggak waras, nggak penuh, apa stress?" tanyanya pada diri sendiri sambil duduk dan tersenyum menatap bahu Cassie yang bergerak teratur.

Tangannya bergerak perlahan mengelus puncak kepala gadis itu. Beberapa detik kemudian, senyumnya memudar bersama gerakan tangan yang juga ikut berhenti. Entah mengapa bayangan tentang sesuatu itu kembali muncul tanpa meminta izin. Kini ia bingung apa yang harus dilakukan untuk melindungi yang lebih berharga.

"Gue harap gue nggak salah pilihan." gumam Danel pelan sambil mengusap kasar wajahnya.

Gadis itu melakukan pergerakan membuat Danel menoleh ke arahnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Ia memasukkan buku Cassie yang berserakan diatas meja ke dalam tas lalu melepas jaketnya untuk diserahkan kepada gadis itu. Entah kenapa Danel sedikit tidak menyukai seragam hari ini, menurutnya rok tersebut terlalu pendek digunakan Cassie. Padahal bagi siapa saja yang melihat mungkin tidak masalah, karena memang ukurannya hampir sama dengan rok gadis lain di sekolah ini.

"Key?" ucapnya pelan membuat Cassie mengucek matanya dan sedikit terkejut ketika menyadari orang yang sedang ingin ia hindari justru berada di sebelahnya sambil tersenyum.

"Eh hai, gue udah lama tidurnya?"

"Lumayan sih, masih ngantuk? kalau masih tidur lagi aja nggak papa, aku tunggu."

"Nggak usah, langsung pulang aja deh, keburu sore."

"Mau makan dulu?"

Cassie mengangguk lalu mengerutkan alis berfikir tempat mana yang akan dipilih untuk makan.

"Depan halte ada batagor kan? kesana aja yuk."

"Itu pinggir jalan lo Key?"

"Lha terus kenapa? kan tetep bisa dimakan?"

Danel tersenyum, ini yang membuat Cassie berbeda dari kebanyakan cewek diluar sana. Beda juga dengan Aurel, sejak dulu Danel belum pernah sama sekali makan di tempat seperti itu bersama Aurel. Gadis itu bilang, ia tidak bisa makan di tempat sembarangan. Padahal bukannya semua tempat sama saja? asalkan bersih kan?

"Nih pake jaket aku."

Cassie mengangguk lalu menerima uluran tangan Danel menuju parkiran. Mungkin untuk kali ini biarkan dia menghabiskan waktu bersama dengan orang yang ia cintai, meski entah hal ini akan menjadi sementara. Setidaknya, masih ada kenangan yang bisa dia ingat jika nanti Danel memutuskan pergi.

"Den Danel?"

"Sore pak, batagornya dua ya." ucap Danel tersenyum kepada tukang batagor tersebut dan menyuruh Cassie untuk duduk.

Tidak lama pesanan mereka sudah datang dan membuat mata Cassie yang awalnya masih setengah mengantuk langsung berbinar. Makanan bumbu kacang yang selalu enak jika ditambah sambal ini bisa membuat cacing di perut gadis itu semakin mendemo.

"Doyan, laper, apa rakus?" tanya Danel terkekeh membuat gadis di sampingnya hanya melirik sekilas dan melanjutkan makannya.

"Kode banget suruh bersihin." ucap cowok itu mengelap sudut bibir Cassie yang terkena bumbu kacang membuat pergerakannya mengunyah langsung berhenti.

Jangan terlalu berharap tinggi Ca.
-Cassie

"Habis ini mau ikut aku sebentar?"

"Kemana?"

"Pasar malem."

Cassie spontan menoleh dan mengangguk secara antusias membuat Danel juga tersenyum lebar. Mungkin hanya menjadi sebatas penikmat senyum sudah lebih dari cukup.

Senja itu, mereka berjalan berdampingan melewati beberapa kerumunan orang yang sedang mencari hiburan di tempat ini. Sekedar mengobrol sambil makan gulali, melihat senja ditemani bunga kapas, atau bahkan bermain di beberapa wahana yang ada disana. Tidakkah mereka lelah?

Dengan membawa gulali merah di tangan kanannya, Cassie berjalan melihat seorang gadis kecil sedang tertawa kencang ketika ayahnya harus menari bersama badut. Dia rindu masa kecil itu, dimana ia hanya menangis karena terjatuh bukan sakit hati.

Danel menggandeng tangan gadis itu menuju wahana bianglala. Ia memesan tiket lalu menoleh ke arah Cassie yang ternyata masih mengamati gadis kecil tadi. Perlahan senyumnya terangkat seiring dengan tawa Cassie yang sedang melihat ekspresi lucu dari objek di ujung sana.

"Lihat apa?"

"Anak kecil itu, lucu banget sumpah."

"Nggak mau naik sekarang? mumpung senjanya belum hilang."

Gadis itu menoleh dan terdiam ketika melihat wahana permainan yang dipilih Danel. Bianglala, permainan yang selalu mengingatkannya pada sesosok Ayah yang saat ini mungkin sedang berkutat dengan laptopnya di balik meja kerjanya di kantor. Dimana dia masih tertawa lebar bersama laki-laki itu, dimana dia menangis ketika mamanya tidak mau ikut, dan dimana dia naik sendirian karena ayahnya tiba-tiba pergi karena ada meeting. Beberapa suasana dalam satu tempat yang sama.

"Ayo."

Cassie mengangguk samar namun tetap menerima uluran tangan Danel untuk masuk ke dalam salah satu gerbong bianglala yang bewarna putih. Ia terdiam sambil masih memakan gulalinya dan menatap luar jendela dengan pandangan menerawang.

"Key? kenapa?"

"Aku kangen papa, bukan, aku kangen mereka, mama sama papa."

"Mereka pasti pulang kok."

Iya nel, mereka pasti pulang, tapi akan pergi lagi. Rumah bukan tempat mereka melepas penat, tapi hanya sebatas tempat singgah yang digunakan ketika mereka butuh kenyamanan. Mirip seperti aku di kehidupan kamu kan?

"Kamu atlet karate Key?"

"Dulu sih, sekarang udah males, mau fokus ke basket aja."

Danel tersenyum samar dan menghembuskan nafas lega.

"Tapi masih bisa bela diri kan?"

"Kalau buat nyelamatin diri sendiri aku masih bisa kok."

"Syukur deh, aku cuma takut nggak bisa selalu jagain kamu."

Gadis itu terdiam, menatap lurus mata Danel yang saat ini sedang menatap ke arah cahaya matahari yang semakin terlihat indah. Tidak bisa selalu menjaga? apa karena ada seseorang yang harus kamu jaga juga Nel?

"Key, asal kamu tau aku itu cowok brengsek."

Jantung Danel berdegup kencang membuat gadis di hadapannya justru tersenyum dan mengacak pelan puncak kepala cowok itu. Meski pada faktanya, jauh di lubuk hati yang paling dalam, bagian itu mulai retak. Mungkin setelah ini jika benturan itu kembali hadir, bagian tersebut akan kembali hancur seperti sedia kala.

"Udah tau."

"Terus kenapa kalau tau tapi masih tetep sayang?"

"Pernah aku bilang kan kalau aku nggak bisa ngasih alasan kenapa aku sayang sama kamu? tugas aku cuma itu, gimana balesannya itu hak kamu. Aku nggak bisa maksa."

"Kalau ternyata aku suka sama orang lain selain kamu?"

Deg

"Itu hak, karena memang pada dasarnya perasaan bisa berubah kapan aja."

Danel tertegun, ia menatap manik coklat itu dengan pandangan serius. Jelas terpancar raut kekecewaan yang disembunyikan di dalam sana. Dia benci dirinya sendiri, ia benci menjadi orang brengsek seperti kebanyakan cowok di luar sana. Ia benci kebimbangan itu, intinya Danel membenci sosoknya yang sekarang.

"Key? selama ini aku udah bikin kamu bahagia belum?"

Gadis itu tersenyum sebisa mungkin dan mengangguk sambil masih menikmati gulalinya yang sudah tidak terasa manis. Mungkin mulutnya tidak lagi berfungsi, bahkan mungkin bukan hanya mulutnya. Tapi seluruh indra beserta hati ikut mati rasa karena suatu hal, cinta.

"Udah kok."

"Nggak tau kenapa aku ngerasa cinta aku nggak bisa bikin kamu selamanya bahagia."

"Kamu apaan sih? kenapa ngomongnya kayak orang mau pergi aja?"

Danel terkekeh dan mendekat ke arah gadis itu untuk memeluknya. Cassie yang berada di dalam dekapan Danel memaksa untuk tidak menangis saat itu juga. Perasaanya tidak karuan, ataukah mungkin pelukan ini adalah sebuah salam perpisahan secara simbolik?

Senja kala itu, membawa kembali rasa sakit yang hadir melalui sosok lain yang berbeda. Seiring dengan semburat jingga yang mulai terkikis perasaan itu juga ikut menipis dengan alasan 'ragu'. Tidak pernah terduga sebelumnya tentang kisah ini, pertemuan dengan akhir yang entah bagaimana, dan ungkapan pertanyaan yang mengandung makna selamat tinggal.

Senja kala itu, menjadi saksi bisu bahwa mungkin tuhan memang tidak menginginkan ada kalimat 'satu'. Atau mungkin hanya sekedar menegur bahwa memang tidak selamanya yang istimewa adalah yang terbaik. Tidak, bahkan banyak yang istimewa justru menjadi alasan munculnya rasa kecewa. Dan kali ini gadis itu paham, tuannya tidak bersedia untuk selalu menjadi istimewa.

Tuannya pamit, meski tidak terucap langsung namun bisa terasa walau hanya melalui tatapan mata. Hati tuannya bimbang, antara harus keluar kota untuk kembali ke rumah lama atau tetap tinggal di rumahnya yang sekarang. Tuannya bingung, antara harus menetap atau beranjak dari tempat. Maka dari itu, gadis yang saat ini sedang berkutat dengan perasaannya sendiri memilih untuk memutuskan pilihan. Biarkan dia saja yang membiarkan tuannnya pergi.

Membiarkan dia bahagia, meski bukan bersamanya. Karena terkadang melepaskan adalah pilihan terbaik disaat hati tidak bisa memaksa dia untuk tetap tinggal dan melukai. Mungkin hati terlalu enggan untuk menerima luka dan menghambat kebahagiaan atas seseorang yang dicintainya. Munafik? sangat, tapi hati tau mana keputusan terbaik antara harus mempertahankan dengan cara murahan atau melepas perlahan dengan cara bangsawan.

Pikiran tersebut terus berputar dalam otak keduanya. Cassie terdiam memeluk erat pinggang Danel dari belakang. Saat ini mereka sedang berada di atas motor menuju jalan pulang. Entah kenapa ada rasa sakit yang dirasakan ketika pelukan itu mungkin tidak bisa lagi dilanjutkan setelah ini, setelah semuanya sudah diputuskan oleh masing-masing pihak.

"Danel, stop!" Cassie menepuk pelan pundak cowok itu membuat Danel perlahan mengurangi kecepatan dan akhirnya berhenti di depan seorang gadis yang masih berdiri di depan halte dengan menggunakan seragam.

"Aurel?"

"Caca?"

"Lo belum dijemput?" tanya Cassie berusaha ramah membuat gadis di hadapannya menggeleng sebal.

"Daritadi masih nunggu taksi."

Cassie yang melihat Danel terdiam akhirnya turun dari motor dan menoleh ke arah cowok itu dengan pandangan sulit diartikan. Terlalu banyak rasa yang tercampur di dalam sana.

"Rumah lo jauh dari sini?"

"Deket sih, gue jalan kaki juga bisa, cuman kaki gue sakit banget."

"Nel, anterin dia pulang dulu gih."

"Tapi Ca,.." bantah Aurel membuat Cassie meletakkan jari telunjuk ke bibir menyuruh gadis itu untuk diam.

"Key, pliss ja.."

"Danelll, aku bisa bilang supir aku suruh jemput kok."

"Nggak, aku.."

"Nggak papa Nel."

"Tunggu sini bentar, habis nganter dia aku langsung kesini jemput kamu." ucap Danel menyerahkan helm ke arah Aurel dan segera menyuruh gadis itu untuk naik.

Ketika motor Danel sudah meninggalkan halte, Cassie merapatkan jaketnya dan memutuskan untuk duduk disana sambil menunggu cowok itu kembali. Nunggu terus sih kerjaan lo Ca?

"Neng Caca? pacarnya Danel kan?" tanya seorang laki-laki tukang ojek ramah membuat gadis itu mengangguk.

"Bapak masih kerja?"

"Barusan aja habis nganter penumpang neng, awalnya tadi mangkal disana, terus pindah sini lagi."

Cassie mengangguk lalu kembali menoleh mengamati jalanan yang begitu ramai dengan kendaraan dan beberapa pejalan kaki yang entah ingin kemana.

"Neng nggak pulang?"

"Masih nunggu Danel pak." jawab Cassie pelan lalu melirik ke arah ponselnya yang bergetar menandakan ada pesan masuk.

Gazza : Kak, mama sama papa mau pulang.

Diam, gadis itu menatap kosong layar ponselnya dengan ekspresi datar. Perlahan matanya kembali melirik sadar ke deretan pesan baru yang berasal dari orang yang sama.

Gazza : Cpt pulang.

Melihat pesan terakhir dari Gazza membuatnya menoleh ke arah tukang gojek yang tadi mengajaknya bicara. Ia ragu, namun karena permintaan adiknya yang tidak bisa dibantah, Cassie pun memutuskan untuk pulang tanpa harus menunggu Danel.

"Pak?"

"Iya Neng?"

"Bisa anter saya pulang?" tanyanya membuat laki-laki tadi mengangguk.

Cassie bangkit lalu berniat memasukkan ponselnya ke dalam saku rok seragam, namun karena ada benda yang membuat kantongnya penuh, ia pun tersadar bahwa dia butuh bertemu Danel. Dompetnya tertinggal. Dikeluarkannya lagi ponsel untuk membuka aplikasi GPS demi menemukan lokasi Danel saat ini.

"Pak, ke daerah sini dulu ya." ucap Cassie menunjukkan alamat yang ada di layar ponselnya membuat laki-laki tersebut mengangguk paham.

Sampai di depan sebuah rumah minimalis bewarna abu-abu, Cassie menyuruh tukang ojek tadi menunggu sebentar. Ia melangkah perlahan dengan sedikit ragu masuk ke dalam halaman rumah yang memang tidak terlalu luas. Bener ini bukan?

Oh benar, buktinya ada pada motor hitam milik Danel yang terparkir rapi di depan garasi.  Tanpa ragu gadis itu berjalan mendekati pintu rumah yang memang sudah terbuka. Namun belum sampai mengucapkan permisi, langkahnya terhenti begitu saja ketika melihat Danel mengacak pelan rambut Aurel yang sedang tertawa lebar bersamanya. Tidak hanya itu, Aurel masih sempat menarik hidung Danel yang akhirnya ditepis kasar oleh cowok itu sambil terkekeh.

Cukup, pemandangan malam ini sudah berhasil menjelaskan semuanya. Tidak perlu ada lagi kalimat yang harus mengatakan bahwa dialah sosok yang akhirnya ditinggalkan. Semuanya sudah sangat jelas.

"Sorry gue ganggu." ucap Cassie datar membuat kedua orang itu terkejut, terutama Danel.

"Ini dompet lo ketinggalan, makasih Nel." ucapnya segera melangkah pergi dari tempat itu.

Danel yang mengetahui Cassie berjalan keluar langsung mengejar gadis itu dan menahan pergelangan tangannya membuat Cassie berhenti dan menoleh ke arahnya dengan pandangan sendu.

"Key, biar aku anter."

"Nggak usah, gue naik ojek kok."

"Key pliss."

Gadis itu tersenyum dan menepuk pelan pundak Danel dengan perasaan sayang.

"Nel?"

Danel terdiam dengan pandangan bertanya membuat Cassie berjalan selangkah lebih maju mendekati cowok itu.

"Boleh gue minta sesuatu?" tanyanya membuat Danel mengangguk setuju.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Jalan sendiri-sendiri dulu ya? kita butuh jeda."

😢😢😢😢😢😢😢 Malam semuanya yang mungkin udah banyak yang tidur, maafin gue up nya telat, baru sampek kos nih. Jangan lupa votmentnya ya. Maafin typo, sumpah gue baper nyesek disini. See you in next part gaes. 💕🙏
















Continue Reading

You'll Also Like

4M 90.1K 20
[sudah diterbitkan oleh Momentous Publisher tanggal 15 Januari 2020] [Beberapa part sudah dihapus] Penulis : Ohdaraa (darainbxws) p.s : Cerita ini ha...
1.4M 103K 45
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
28.6M 1.3M 74
(Beberapa bagian dihapus untuk kepentingan penerbitan) "Berandal - berandal gini gue juga masih punya hati kok dek." Bagaimana respon kalian jika men...
6.5M 264K 45
‼️REPOST AND REVISI‼️ Hidup seperti seorang Pangeran ternyata tidak bisa membuat Antariksa Sabhara bahagia. Kebutuhan akan materi dan kemewahan bukan...