Seorang gadis berpakaian khas anak SMA berlarian di lorong rumah sakit yang serba putih ini. Wajahnya terlihat lelah dengan keringat yang terus mengucur di pelipisnya. Matanya pun sudah bengkak, menandakan kalau ia sudah terlalu banyak memproduksi air matanya. Tapi gadis itu nggak peduli soal penampilannya sekarang, yang terpenting dia harus memastikan.
Kalau Baranya baik-baik saja dan ini hanyalah prank darinya.
Tubuh Lea bergetar, ketika melihat ruang ICU yang di penuhi oleh beberapa orang yang di kenalnya. Jordy, sang pengirim kabar yang memberitahu Lea pun seakan menyadari keberadannya. Satu fakta yang cukup membuat Lea terpuruk adalah...
Ini bukan prank.
Mata Lea menelusuri setiap tubuh Jordy yang sedang berjalan ke arahnya. Dan matanya terkunci ketika melihat leher Jordy yang di perban.
"Bara ... Mana?"
Cowok tersebut menggosok bahu Lea, pelan. Berusaha menenangkan meskipun Jordy ikut khawatir.
"Bara bakal baik-baik aja. Dia kuat. Mending lo duduk dulu. Tenangin diri."
"Aku mau ketemu Bara!"
"Lea!"
Jordy berlari kecil mengejar Lea yang sudah berada di depan pintu ICU dengan tatapan kosong. "Lea, duduk dulu. Kita--"
"Kamu pacarnya Bara?"
Lea dan Jordy menoleh. Jordy memundurkan langkahnya sedangkan Lea mengangguk pelan.
"Tante ... Siapa?" cicit Lea.
Wanita tersebut tersenyum ramah. Matanya masih basah dan memerah, pertanda bahwa beliau sama kacaunya dengan Lea.
"Saya Ibunya Bara ... Duduk dulu ya Nak? Biar saya ceritakan apa yang Bara alami,"
***
"Lea udah dong nangisnya. Bara bakal baik-baik aja kok,"
Lea tersenyum paksa. Matanya masih memandang kosong lantai rumah sakit. Sekarang, sudah mulai banyak yang menjenguk Bara. Padahal, Bara belum keluar dari ruang operasi dan belum ada satupun yang tau kabar pastinya, termasuk kedua orang tua Bara.
Lea mengalihkan pandangannya. Menatap kedua orang tua Bara yang duduk di kursi tunggu seberang. Sejujurnya, Lea cukup terkejut dengan kedua wajah tersebut. Karena...
"Keluarga pasien?"
Kedua orang tua Bara bangkit, menemui dokter dengan wajah yang masih terlihat lelah. "Gimana kondisi Bara, dok?"
"Kondisi Bara kritis. Kepalanya mengeluarkan banyak darah dan terdapat memar yang cukup parah di kepalanya. Tetapi kalian tidak perlu terlalu khawatir, Bara hanya mengalami gegar otak ringan yang masih bisa sembuh jika rutin check up,"
Dokter tersebut terdiam sebentar. "--tapi, Bara membutuhkan banyak darah dan kami--"
"Lakukan apa yang terbaik, dok."
"Sayangnya kami tidak mempunyai stok darah yang cocok dengan Bara. Karena... Bara memiliki golongan darah yang cukup langka,"
Kedua orang tua Bara tersentak. Pun mereka memundur perlahan.
"Kalian kedua orang tua Bara? Apa salah satu dari kalian memiliki darah yang sama dengan pasien?"
Dokter tersebut mengalihkan pandangannya waktu kedua orang tua Bara tidak menjawabnya dan beralih ke teman-teman Bara yang ikut duduk di kursi tunggu dengan wajah tegangnya.
"Kalian mempunyai golongan darah yang sama dengan pasien? Karena pasien harus segera di tranfusikan."
"Apa golongan darah Bara, dok? Biar kami carikan."
Lea menatap Jordy sekilas, lalu kembali menatap dokter tersebut.
"AB. Golongan darah pasien, AB."
Lea tersentak, jantungnya perlahan kembali berdetak normal. Pun rasa takutnya lama-kelamaan sirna.
"Saya, dok!"
Nura menatap Lea dengan ekspresi syok.
Darah Lea dan Bara cocok?
***
Lea memiringkan kepalanya, menatap Bara yang terbujur kaku di sebelahnya. Kedua mata yang setajam elang sekarang tertutup erat, seakan tidak mau terbuka lagi. Kulit Bara yang tadinya sehangat matahari pagi pun sekarang menjadi dingin ketika Lea menyentuhnya.
Menatap kepala Bara yang di perban, Lea tersenyum sendu.
Kepala Bara bocor karena diserang dari belakang sama lawannya.
Pandangan Lea menurun, menatap lengan atas Bara yang di balut oleh perban.
Tangan kirinya robek. Terkena celurit.
Memejamkan mata, Lea berusaha menahan tangisannya. Berharap semuanya akan berubah jika dia kembali membuka matanya. Tapi nyatanya, semuanya tetap sama.
Dan dia nggak bisa merubahnya. Karena ini memang takdir Tuhan.
"Gue boleh minta satu permintaan?"
"Apa? Jangan macem-macem!"
Bara menyentil kening Lea sambil terkekeh. "Gue boleh cium pipi lo? Sedikit aja ... Buat yang pertama dan terakhir,"
"Kamu pacarnya Bara?"
Lea tersentak, matanya menatap seorang perawat wanita yang sedang mengecek infusan Bara.
Mencoba tersenyum, Lea menjawab. "Iya, Sus."
"Saya baru kali ini ngelihat satu pasangan yang darahnya sama-sama cocok di rumah sakit ini,"
Lea terdiam, mendengarkan.
"Semoga kalian jodoh ya?" Lea tersenyum simpul. Dia pun melirik Bara yang masih tertidur lelap.
Suster tersebut menghampiri brankar Lea. Ikut mengecek darah yang mengalir dari tubuh Lea. "Kamu jangan mikir kalau Bara bakal pulang. Bara itu kuat. Tadi, sewaktu baru di bawa ke sini, Bara masih sempat sadar walau beberapa persen. Padahal, darah yang keluar dari kepalanya sangat banyak. Bara hebat 'kan?"
Lea menjawabnya dengan senyuman tipis. Tubuhnya kembali bergetar, pertanda akan menangis untuk yang kesekian kalinya.
"Usahakan jangan menangis di depan pasien ya? Bara butuh dorongan positif dari sekitarnya agar lekas sadar. Berdoalah untuknya, dan terus ajak dia bicara."
***
Lea menatapi selang-selang yang menjadi penopang hidup Bara untuk sementara. Bunyi mesin elektrokardiograf lah yang menjadi jawaban atas kondisi Bara belakangan ini jika ada orang lain yang membesuknya. Lea menghela napas, kondisi Bara tidak ada peningkatan setiap harinya. Membuat teman dekat, keluarga dan Lea'nya berkecil hati.
Mengusap tangan Bara yang bebas, Lea bergumam. "Jangan sok jadi jagoan makanya pakai tawuran segala! Kamu kena sendiri 'kan akibatnya?!"
Bibir Lea bergetar, matanya mulai memanas. "Aku di sini nunggu kamu bangun ... Kamu nggak tau 'kan betapa takutnya aku kalau tiba-tiba dapat kabar kalau kamu menyerah?!"
"Bangun, Onta!"
Lea menangis di sisi Bara. Menumpahkan segala perasaannya yang dia pendam akhir-akhir ini. Lea sungguh merasa takut, takut kehilangan Bara ketika dia sudah mulai mempunyai perasaan yang sama dengan Bara.
Suara decitan pintu sukses membuat Lea buru-buru menghapus air matanya. Sudut bibirnya sontak terangkat, tersenyum ketika orang yang dia tunggu akhirnya datang.
"Tante lama ya?"
Lea masih tersenyum. Pun matanya beralih menatap Bara. "Nggak kok, Tante. Lagipula, Lea seneng jagain Bara,"
Mayang menempati kursi yang di taruh di samping brankar Bara, beliau pun mengusap pipi Bara yang dingin dengan sebelah tangannya. "Abang pasti seneng 'kan habis di elapin sama cewek cantik kayak Lea?"
Mayang tersenyum sendu. Biasanya, putranya ini sangatlah bawel jika sudah berbicara dengannya. Tapi untuk sekarang dan untuk pertama kalinya, bibir Bara terkatup rapat ketika Mayang mengajaknya bicara.
"Bara itu ... Anaknya nakal. Kalau ngambek pun Tante suka kerepotan. Dulu, waktu dia masih kecil, dia pernah ngambek gara-gara Papanya gak mau nurutin keinginan dia. Dan kamu tau? Dia ngelampiasinnya ke tukang sayur yang jualan di depan rumah kami,"
"Tukang sayurnya di pukul, Tante?"
Mayang menggeleng, tersenyum geli. "Bara ngacak-ngacak dagangan tukang sayurnya. Bahkan, kangkungnya aja sampai Bara buang di saluran air."
Lea tergelak. Ngambeknya Bara gak elit banget deh!
"Dia anaknya emang jarang ngambek, tapi sekalinya udah ngambek ya gitu." Mayang mengambil sebuah apel dan pisau yang di letakkan di meja. "Kamu mau?"
"Nggak, Te. Makasih," tolak Lea sopan.
"Kamu cantik sekali. Pantes ya Bara tergila-gila sama kamu,"
Heh?
"Nggak, Tante. Bara biasa aja kok."
Mayang tersenyum. Mulutnya masih mengunyah apel yang sudah di potongnya menjadi beberapa bagian. "Gimana rasanya pacaran dengan Bara?"
Gadis yang masih memakai seragam SMA tersebut tersenyum malu. Semburat rona merah menghiasi kedua pipinya yang putih. "Bara itu emang nyebelin, nakal. Tapi menurut aku dia punya sisi romantisnya tersendiri..."
Lea terdiam sejenak, kembali menatap Bara yang seakan sedang mendengarkannya bercerita. "Aih, Tante... Aku jadi rindu Bara,"
"Ya ... Tante juga rindu dengan--"
"Assalamualaikum, Tante! Maaf aku baru kesini setelah Bara beberapa hari di rawat,"
Lea tersentak, matanya mengerjap tidak percaya dengan sesosok lelaki yang ada di hadapannya. Dia...
"Tante bisa maklumin kok. Oh ya Angga, cewek ini pacarnya Bara--"
"Li-- Lia?"
***
Halo2, aku mau ngasih dua pilihan ke kalian.
Kalian milih partnya banyak tanpa sekuel/partnya dikit tp ada sekuelnya?
Makasih! 😘🍓