Match Made in Heaven[SUDAH TE...

By achaindigo

2.5M 184K 12.3K

[SEBAGIAN PART SUDAH DI HAPUS] [TERSEDIA VERSI CETAK & EBOOK] Bara, namanya. Lelaki berdarah Arab yang mungk... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
The Late Night Video Call's
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Dua
Dua Tiga
Dua Empat
Dua Lima
Dua Enam
Dua Tujuh
Dua Delapan
Dua Sembilan
Tiga Puluh
Tiga Satu
Tiga Dua
Tiga Tiga
Tiga Empat
Tiga Lima
Tiga Enam
Tiga Tujuh
Tiga Delapan
Tiga Sembilan
Empat Puluh
Empat Satu
Tanya Yuk!
Kalian bertanya, Kami Menjawab
Empat Dua
Empat Tiga
Empat Empat
Empat Lima
Empat Enam
Empat Tujuh
Empat Delapan
Empat Sembilan
Lima Puluh
Lima Satu
Lima Dua
Lima Tiga
Lima Empat
Grup LINE?
Lima Lima
Lima Enam
Lima Tujuh
Lima Delapan
Lima Sembilan
Enam Puluh
Enam Satu
Enam Dua
Enam Tiga
Enam Empat
Enam Lima
Enam Enam
Enam Tujuh [END]
Epilog
Sekuel Atau Ekstra Part?
Ekstra Part
Ekstra Part II
sekuel
Bara versi cetak, yay or nay?
halo!
OPEN PRE ORDER [25 FEBRUARI - 11 MARET 2019]
BARA TERSEDIA VERSI E-BOOK
TERSEDIA DI SHOPEE
OPEN PRE ORDER 2
sekuel nggak ya?

Dua Satu

34.2K 2.5K 132
By achaindigo

"Aku tuh sengaja nggak bilang mau beli es bubble. Takut di bilang kode soalnya,"

Bara menjilat bibirnya sebelum menjawab. "Kode gimana?"

"Ya ... Kode minta di beliin es. Lagian 'kan tadi aku udah bilang, onta-- jangan bayarin aku mulu."

Bara mengernyit, kepalanya ia putarkan ke samping kiri, menatap sang pemilik hati yang berjalan menunduk.

"Uang gue banyak."

"Ih gak usah pamer deh raja minyak!"

Terkekeh, Bara mengacak pelan rambut gadisnya.

"Gini aja ya tuan puteri, gue udah bilang berkali-kali kalo lo di tugasin buat ngebikin gue bahagia. Dan sebagai gantinya akomodasi lo gue yang tanggung."

Lea mencibir. "Akomodasi segala bahasanya."

"Yaudah intinya lo gak usah khawatir kalo duit gue habis. Tenang aja, duit gue bakal cukup walaupun di pake buat biaya hidup anak kita nanti."

"Anak segala. Katanya gak usah mikirin masa depan."

"Siapa yang ngomongin masa depan. Orang gue cuma ngejelasin."

"Yaudah sini plastiknya aku yang pegang aja,"

Bara spontan menunduk, menatap plastik yang sedang di bawanya.

"Kenapa emang? Ini lumayan berat kalo bagi lo."

"Ih nanti di sangkanya aku cewek manja!"

"Emang manja,"

Buggh!

Lea memukul lengan atas Bara dengan kencang, tapi maaf-- pukulan Lea sama sekali gak ngaruh bagi Bara. Abisan, badan peyot kayak gini masa mau mukul badan Bara yang berisi.

"Ini lumayan berat, Tasha. Nanti jari lo pada sakit."

"Gak pa'pa kok."

"Ck. Gak usah ngeyel kalo di bilangin. Nurut aja."

Lea melepas tangannya yang sedang di genggam oleh Bara.

"Kam nyuruh aku nurut mulu! Nurut sama akunya kapan?!"

Gemas, Bara pun dengan isengnya menarik pipi gadisnya hingga melebar. "Emang ada sejarahnya kepala keluarga nurut sama ibu rumah tangga?"

"Terus kamu gak bakalan nurut gitu?!" seru Lea tak kalah gemas.

"Ya nurut."

"Kapan?!"

"Kalo lo ngandung anak gue, gue bakal nurutin apa yang lo mau."

Semburat rona merah menghiasi kedua pipi Lea. Ya ampun, Bara ini sepertinya calon suami siaga!

"Termasuk jalan-jalan keluar negeri? Korea? Dubai? Prancis? Umrah? Swiss?"

Bara mengangguk mengiyakan. "Ya. Termasuk."

"Kamu serius?"

"Gue harus nunjukkin buku rekening gue dulu ya biar lo percaya?"

***

Ibnu menyesap kopi hitamnya yang masih panas dengan sangat hati-hati. Kedua garis matanya yang mulai keriput ketika tersenyum pun sekarang menatap Bara yang sedang duduk di sampingnya.

Ibnu menghembuskan nafasnya melalui mulut, dan mulai mengintrogasi pacar putri sulungnya yang malam ini terlihat berbeda.

"Tatap saya."

Bara memutar tubuhnya, menghadap sang calon mertua dengan berani.

"Jelaskan soal memar yang ada di pipi kamu."

"Biasa, Om. Cow--"

"Jelaskan."

"Berantem, Om."

"Jelaskan." tegas Ibnu menatap mata elang Bara.

"Berantem gara-gara ada temen yang mau nyentuh Lea, Om. Saya gak suka ada yang nyentuh Lea. Lagipula, yang main tangan duluan dia kok Om, bukan saya. Saya cuma ngebalas aja."

Ibnu manggut-manggut sembari mengusap dagunya.

"Kamu membuat putri saya menjadi tidak aman."

Bara terperangah. Sampai dua menit kemudian dia bisa membalas ucapan Ibnu.

"Saya usahakan aman, Om. Karena-- Lea adalah sumber kebahagiaan saya. Dan bagi saya, putri Om itu udah kayak perhiasan yang emang harus saya jaga. Saya juga--"

"Juga apa?"

Bara memandang mata Ibnu, lekat.

"Saya mencintai putri sulung Om."

Ibnu tercengang ketika mendengar pernyataan lelaki berusia 17 tahun ini yang cukup membuatnya hampir terkena serangan jantung. Di tambah nada suara Bara yang terdengar mantap.

"Saya nggak suka di bohongi."

Mata Bara beralih ke kolam ikan yang ada di halaman rumah gadisnya.

"Saya gak pernah main-main Om kalo soal cinta. Kalo Om gak percaya, saya maklumi."

Ibnu menopang dagunya.

"Oh ya? Kenapa di maklumi?"

"Sebab kepercayaan masing-masing orang berbeda."

Lelaki paruh baya yang menginjak kepala empat itu mengulum senyumnya, puas dengan jawaban Bara.

"Kamu bilang kamu mencintai anak saya, lalu, kalau kamu menyakitinya-- hukuman apa yang kamu mau dari saya?"

Bara menelan salivanya susah payah sebelum menjawab.

"Saya ... Saya bakal ngejauh dari Lea."

***

Lea memandang tampilan layar ponselnya yang menunjukkan kalau di tengah malam ini Bara sedang merokok di balkon kamarnya.

Membetulkan posisi tidurnya, Lea kemudian berbicara. "Ngerokok mulu."

"Baru dua kali. Lo tidur sana, ngapain sih minta video callan segala. Udah tau gue lagi ngerokok."

Lea mengoceh pelan. Jahat banget deh Bara, masa lebih mentingin rokoknya daripada pacarnya?

"Lusa aku ada reuni SMP. Kamu ikut ya? Temenin? Boleh bawa temen kok."

"Emangnya gue temen lo?"

Lea meringis. "Ya bukan sih ... Kamu pacar aku ... Yaudah, mau 'kan? Bentar aja kok."

Di seberang sana, Bara menahan senyumnya. "Reuni mantan juga dong berarti?"

"Ih enggak! Kamu mau gak sih?"

Bara mengangguk kecil. "Mau. Gue pengin ngejagain lo soalnya."

"Emangnya aku anak kecil ya sampai di jagain segala?"

"Di jagain itu bukan berarti di anggap kayak anak kecil. Kalo lo ada yang ngejagain itu artinya..."

"Artinya apa?"

"Artinya lo itu berharga bagi orang itu."

Lea gak kuasa menahan senyumannya, alhasil dia pun menunjukkan senyum lebarnya di hadapan Bara.

"Artinya aku berharga dong?"

"Siapa yang bilang?"

Lea mencibir ketika Bara meledeknya.

"Iya ... Lo berharga buat gue."

"Seberapa berharganya aku bagi kamu?"

Bara tampak berpikir sebentar. Dia menghisap rokoknya terlebih dahulu sebelum menjawab.

"Gak ternilai. Udah lo tidur sana."

"Temenin,"

Bara berdecak pelan mendengar nada bicara gadisnya yang manja.

"Jangan manja."

"Kenapa sih 'kan cewek wajar kalo manja ... Nura aja suka di manjain sama Abriel,"

"Yaudah lo pacaran aja sana sama Abriel."

Lea tersentak. Bibirnya bergetar mendengar ucapan Bara yang ketus.

"Tash, dengar. Jangan nangis lagi ya? Gue gak suka lo manja bukan karena apa. Gue juga ngepacarin lo semata-mata bukan karena alasan sayang dan cinta doang,"

Lea terdiam, malas.

"Gue ngepacarin lo karena juga pengin ngerubah lo. Gue itu pengin lo jadi cewek mandiri. Tapi gue seneng kok kalo lo sekali-kali minta pertolongan ke gue, berarti itu artinya gue merasa di butuhin sama lo."

"Kenapa emang kalo mandiri."

"Karena ... Gue merasa tenang kalo sewaktu-waktu nggak ada gue di samping lo."

Hening.

"Emangnya ... Kamu mau ke mana?"

"Gue gak ke mana-mana ... Ya siapa tau aja 'kan gue besok-besok ikut bokap pergi keluar kota?"

Bara menatap gadisnya lekat. Tau apa yang ada di dalam pikiran Lea saat ini.

"Lo tenang aja. Gue gak bakal ninggalin lo untuk sekarang."

Nggak tau kalau nanti.

Lea memaksakan senyumnya. "Aku mau ngomong satu hal,"

"Kenapa cuma satu hal? Kenapa nggak dua hal atau tiga hal?"

"Yaudah nggak jadi."

"Ck. Ambekan banget sih. Yaudah mau ngomong apa?"

Lea menutup kamera depannya dengan ibu jarinya, sehingga tampilan yang ada di ponsel Bara menjadi gelap.

"Aku sayang sama kamu."

Lea mendengar suara Bara yang tersedak, dan tanpa rasa malunya, Lea kembali berucap.

"Dangshineun jega kkumkkudeon namja-eyobonaego shipeoyo, Bara." (Kamu itu cowok impianku, Bara.)

"Artinya apa tuh?"

Lea melepas ibu jarinya, lantas memasang tampang meledeknya.

"Artinyaaaaa, kamu itu cowok terbrengsek yang aku pacarin."

Menaikkan alisnya, Bara menyahut. "Kalo yang brengsek aja kayak gue, terus yang baik kayak gimana?"

"Bercan--"

"Tasha, lo sayang sama gue kenapa?"

"Umm ... Gak tau, intinya aku ngerasa nyaman dan seneng kalo lagi sama kamu. Dan setiap sama kamu, aku juga gak mikirin Ciko dan Sisi lagi. Mereka udah aku buang jauh-jauh,"

"Onta?"

"Iya,"

"Kamu sayang nggak sama aku?"

"Nggak."

"Ohh."

Keduanya terdiam sejenak.

"Terus, kenapa kamu milih aku buat jadi pacar kamu? Kamu mau mainin aku?"

"Nggak. Gue nggak milih lo,"

"Ta--"

"Hati gue kok yang milih lo buat jadi penghuni di hati gue."

"IHHHH ONTA JANGAN GOMBAL MULU DE--"

"Harusnya lo itu jadi tukang sihir aja."

"Hah? Kenapa?"

"Soalnya gak tau kenapa, setiap gue ngeliat lo, rasanya semua orang itu jadi hilang. Dan gue cuma bisa fokus ke lo doang, satu-satunya makhluk yang bisa gue lihat."

"IH ON--"

"Gue cinta sama lo, Tasha. Makasih udah sayang sama gue. Dan gue harap, nanti lo bisa cinta sama gue. Biar perasaan gue nggak bertepuk sebelah tangan gini,"

"Dan juga biar--"

"Biar apa? Biar--"

"Biar kita bisa saling mencintai satu sama lain."

***

Continue Reading

You'll Also Like

388K 30.2K 41
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
Say My Name By floè

Teen Fiction

1.1M 65.4K 33
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
8.1M 649K 58
SUDAH DITERBITKAN TERSEDIA DI TOKO BUKU Part lengkap "Mungkin bagimu sandiwara, tapi bagiku ini nyata."
3.8M 184K 42
Bagi Derin, jatuh cinta ternyata nggak segampang meng-capture gambar lewat kamera. Tidak juga selalu manis dan renyah seperti potongan cheese cake ya...