LILY & The DEMON PRINCE ✔️[di...

By Lucien_Dire

589K 37.6K 1K

(18+) Bayangan yang mengisi kesunyian dalam kegelapan.. Mengisi kekosongan jiwa akibat luka terdalam.. Member... More

💙Aku dan kau(?)💙
[01]_ Sadness_
[02] _Falling in the Dark_
[03]_Death Contract_
[04]_the Revenge_
💕Cast💕
[05]_Call Me 'HIME'!!_
[06]_Dantalion Lucifer_
[07]_Crazy of Love_
[08]_Fire Arrows_
[09]_the Same Pain_
[10]_Never Let YOU Go_
[11]_Queen Lucifer (story of the past)_
[12]_ Sleep 'TOGETHER' ??_
[13]_Blue Rose_
[14]_I will KILL YOU!!_
[15]_I... Love YOU_
Ebook
[16]_Don't LEAVE 'ME'_
[17]_ZEAN~Forbidden Spell_
[18]_MY Last Life, With YOU_
[19]_Black Mist_
[20]_Destruction of 'LUCIFER'_
[21]_Forgiven_
[22]_Don't Worry_
[23]_Thorn Among the Roses_
[24]_The "TRUTH"_
[25]_Broken_
[26]_Will Never End_
[27]_the GAME will Start_
[28]_YOU ~ Belong To ME_
[29]_Enemies_
[30]_the Return "PRINCES of BEHEMOTH"_
[32]_Let ME Go..._
[33]_Scramble of the Throne_
[34]_Missing YOU.._
[35]_Take your revenge, Lily.._
[36]_Beginning of the 'WAR'!!"_
[37]_Last Smile.... _

[31]_Betrayal of ASMODEUS_

5.4K 384 30
By Lucien_Dire

.

.

.

"Ikuti aku .... "

Azzuri berbalik dan berjalan menaiki tangga. Sementara Rion dengan sigap membuntutinya tanpa banyak bertanya.

Tak lama berselang, mereka sampai di tengah ruangan yang cukup besar. Ribuan buku menjulang tinggi mengelilinginya, serta satu set meja kecil lengkap dengan kursi yang tertata apik di bagian sudut dekat jendela.

Dengan satu kibasan ringan dari tangan kanan Azzuri, pintu dan jendela perpustakaan itu tertutup rapat. Lalu dengan gerakan jemari lentiknya, lilin-lilin yang tergantung di dinding mulai menyala. Memberikan cahaya temaram yang cukup untuk melihat dengan jelas seisi ruangan.

Azzuri melangkah pelan seraya mengusap satu per satu buku yang tertata rapi di depannya. Hingga sebuah buku tiba-tiba bersinar kemerahan saat tersentuh jemarinya.

Sang ratu melirik Rion sekilas yang masih berdiri beberapa langkah di belakangnya, lalu menekan buku itu hingga menimbulkan suara retakan yang entah dari mana asalnya.

Perlahan, rak buku di depan Azzuri mulai membelah. Menampilkan ruangan kosong dengan kerlipan lilin yang ikut menyala saat sang ratu menapakkan kaki masuk ke dalamnya.

"Azzuri," Rion terperangah. Ia sudah mengunjungi perpustakaan ini ribuan kali dalam ratusan tahun terakhir, tapi Rion bahkan tak pernah tahu ada ruangan semacam ini di balik tumpukan buku yang menjulang.

"Masuklah, Rion. Tak ada seorang pun yang tahu tentang ruangan ini, karena aku menyamarkan keberadaannya dengan kekuatanku sendiri," ujar Azzuri dengan senyum lembut saat menoleh ke arah Rion.

Tak ingin membuang waktu, Rion langsung menurut dan ikut masuk sebelum pintu ruangan rahasia itu kembali tertutup.

Di tengah ruangan, terdapat meja marmer persegi dengan sinar keemasan yang menyeruak keluar dari permukaannya, dan dengan sedikit gerakan jari Azzuri, sebuah buku muncul dari sana.

"Itu buku yang kau cari. Aku sengaja menyimpannya di sini agar tak ada seorang pun yang dapat mengambilnya." Azzuri mendekat, menatap buku itu lekat. "Sejak awal aku sudah merasa ada yang tidak beres dengan semua ini."

Rion ikut mendekat. Mengulurkan satu tangan yang membuat buku mantra itu melayang di atas telapak tangannya. Ia mengulurkan tangan lainnya, berusaha membuka buku itu dengan kekuatannya.

Tapi tak lama kemudian, kedua alis Rion menaut dengan raut keheranan.

"Buku ini tak mau terbuka."

Azzuri ikut mengerutkan keningnya, "Tapi aku melihat sendiri Zean membukanya. Bahkan kita juga melihat Zean membacakan mantra dari buku ini untuk menyelamatkan Hime."

Azzuri yang sedari tadi menatap Rion ikut beralih pada buku yang masih melayang di tangan sang pangeran. "Bagaimana mungkin tak bisa terbuka?"

Sang ratu mengulurkan tangannya, mengeluarkan sinar merah yang menyeruak terang dan menyinari buku itu. Namun, tiba-tiba asap hitam muncul, menghadang kekuatan Azzuri dan membuatnya terdorong ke belakang.

"Ukh!"

"Azzuri!!"

Rion yang melihat Azzuri hampir terjengkang segera mengembalikan buku itu pada tempatnya dan melesat, menangkap tubuh sang ratu dari belakang. "Kau baik-baik saja?"

"Ya." Azzuri mengangguk. Menatap gumpalan asap hitam yang tadinya menyelimuti buku mantra itu kini perlahan menghilang.

"Asap itu menahan kekuatanku. Dari mana datangnya? Aku tak pernah melihat asap itu sebelumnya."

"Bahkan saat Zean membukanya?"

Suara Rion membuat Azzuri menoleh. Menatap wajah datar Rion yang seakan menyembunyikan sesuatu di balik pertanyaannya. Lalu kembali menatap lekat buku mantra di depannya. "Ya. Bahkan Zean tak memerlukan kekuatan untuk membukanya."

Melirik sang ratu yang masih bertanya-tanya, Rion krmbali mendekati buku mantra yang hanya berjarak dua meter di depannya. "Hm ... sepertinya aku mengerti."

Jawaban ambigu Rion semakin membuat kening Azzuri mengerut bingung.

"Jika hanya Zean yang dapat membukanya, itu berarti buku ini memang sengaja ditujukan padanya," Rion menjeda kalimatnya, berhenti tepat di depan buku yang masih sedikit menguarkan asap hitam meski samar.

"Aku sempat berpikir, kenapa buku mantra milik Kerajaan Behemoth bisa dengan mudahnya digunakan oleh pangeran dari Kerajaan Lucifer? Apa lagi keberadaannya di Kerajaan Asmodeus?"

Manik Azzuri membulat, ia mulai mengerti ke mana arah pembicaraan Damarion. "Itu berarti, Kerajaan Behemoth dan Asmodeus selama ini-"

"Karena Lacreimosa sudah lama diinginkan untuk menjadi pendampingku, maka Lucifer tak memiliki alasan untuk menaruh curiga pada Asmodeus." Rion menyela, memperjelas perkataan Azzuri yang masih berdiri di tempatnya.

"Tapi aku masih tak mengerti, kenapa buku ini hanya ditujukan untuk Zean?" gumamnya. Manik kelabu Rion menyipit, menatap intens setiap sisi buku mantra itu saksama.

Untuk beberapa saat, keduanya kembali terdiam. Sama-sama menatap buku mantra milik Kerajaan Behemoth yang seharusnya tak berada di sana. Sampai Azzuri tiba-tiba tersentak, dengan cepat ia mendekati Rion dan menangkup pundak kanannya.

Rion berbalik, menatap bingung Azzuri yang kini tampak begitu cemas.

"Apa yang ada di pikiranmu, Azzuri?"

"Rion," Tatapan Azzuri kian lekat, jemari lentiknya kini berpindah menggenggam lengan kanan pria bermanik kelabu itu dengan erat. "Tidakkah semua ini terlalu janggal untuk disebut kebetulan terlepas dari konspirasi antara Asmodeus dan Behemoth?"

Manik Rion menajam, menatap lurus sang ratu yang semakin erat menggenggam lengannya. "Jangan berputar-putar, Azzuri. Katakan apa yang sedang kau pikirkan?"

Sejenak, Azzuri mengedarkan pandangan. Ia berbalik membelakangi Rion dengan kedua tangan saling bertaut gelisah.

"Dengan mudahnya Zean membawa pulang buku mantra milik Kerajaan Behemoth dan mempelajarinya meski ia adalah seorang Lucifer, yang seharusnya menjadi musuh bagi Kerajaan Behemoth-"

"Belum lagi kejadian saat Hime terluka karena ulah Putri Lacreimosa Asmodeus ... dan entah bagaimana di dalam buku itu tertera sebuah mantra yang dapat membangkitkan Hime kembali."

"Meski sebelumnya Zean sudah bercerita tentang mutiara merah yang diberikannya pada Hime setelah ia mempelajari buku ini. Tapi itu tetap saja-"

Sang ratu berjalan beberapa langkah, menerawang semua kejadian yang menurutnya sangat tertata rapi melebihi sebuah kebetulan.

"Bukankah semua yang terjadi belakangan ini selalu mengarah pada buku itu?"

"Rion," Azzuri kembali berbalik, menatap Rion yang terlihat sedang memahami setiap kalimat yang diucapkannya. "Apa ada sesuatu yang aneh terjadi pada Hime belakangan ini?"

Kening Rion mengerut dalam, ia mengedarkan tatapan, berusaha mengingat hal-hal aneh yang terjadi pada Hime setelah gadis itu kembali terbangun. Dan dalam beberapa saat saja, maniknya terbelalak. Tatapannya kembali tertuju pada Azzuri yang menunggu masih jawaban.

"Aku harus pergi," ucap Rion mantap lalu berjalan tergesa keluar ruangan. Kepalanya kini dipenuhi oleh bayangan gadisnya, membuatnya tetap bergeming saat Azzuri berusaha menyusul dan memanggil namanya berulang kali.

"Semoga aku tidak terlambat," gumam Damarion sebelum menghilang di balik kabut hitamnya.

                   .......


"Apa yang sebenarnya kau rencanakan, Chevalier Asmodeus?!"

Chevalier tersenyum remeh. Satu tangannya terulur pada Hime yang langsung mendapat sambutan dari gadis bermanik hazel itu.

"Tidakkan seharusnya kau lebih sopan saat bicara denganku, Pangeran? Sekarang aku sudah menjadi seorang raja," angkuh Chevalier seraya menggenggam tangan Hime dan menarik lembut gadis itu agar berdiri di sampingnya.

Maju selangkah, mungkin saat ini Aylmer sudah menghunuskan pedangnya jika saja Hime tak ada di sana.

"Sepertinya kau lupa jika seorang Raja Asmodeus sekalipun harus tunduk di bawah Lucifer." Aylmer mengangkat dagu dengan tangan kanan terulur ke samping.

Manik Chevalier mengikuti arah tangan Aylmer, seakan tahu apa yang akan dikeluarkan dari telapak tangan sang Pangeran Lucifer, Chevalier kembali angkat bicara sebelum terlambat. Bisa saja Aylmer akan mengeluarkan sesuatu yang dapat menggagalkan rencananya.

"Apa kau tidak keberatan kalau rumah ini hancur jika kita bertarung di sini, Pangeran? Apalagi ...,"

Chevalier melirik Hime sekilas, memberi kode dan mencoba membuat Aylmer berpikir ulang untuk mengeluarkan sesuatu dari tangan kanannya, yang ia tebak itu adalah sebilah pedang yang berisi jiwa seekor singa peliharaan Damarion.

Manik Aylmer menajam, lalu kembali mengepalkan tangan kananya, membuat sinar keemasan yang sempat menyeruak perlahan memudar dan menghilang. Pria berengsek di depannya ini benar-benar membuatnya tak bisa melawan.

Jika hanya rumah Hime yang hancur berantakan, dengan bantuan para iblis bawahannya, Aylmer masih bisa membuatnya kembali berdiri megah hanya dalam beberapa saat.

Tapi jika gadis di depannya ini tergores sedikit saja, maka ia tak akan bisa lari dari Damarion meski ke dasar neraka, bahkan setelah keabadiannya.

Melihat Aylmer yang mengurungkan niat untuk memulai pertarungan, Chevalier kembali memamerkan senyum miring di sudut bibirnya.

"Terima kasih telah memikirkan kembali apa yang kukatakan, Pangeran Aylmer," ucapnya seolah mendeklarasikan kemenangan yang membuat Aylmer semakin naik pitam.

"Cepat kembalikan Hime padaku dan enyah dari sini jika kau masih ingin bertakhta di kerajaanmu lebih lama lagi!" ancam Aylmer dengan berkilat saat mengucapkannya.

Chevalier menggenggam jemari Hime kian erat. Sedang gadis itu hanya diam saja seolah memang tak ingin dilepaskan. "Maaf, Pangeran, sekarang dia milikku, dan aku akan membawanya bersamaku."

Chevalier mengulurkan satu tangan dan melesatkan puluhan anak panah perak ke arah Aylmer. Membuat pangeran termuda Lucifer itu langsung melesat dan menghindar.

Blashh!

BLEDAR!!

Aylmer kini melayang di udara setelah menangkis setiap anak panah yang menuju ke arahnya. Membelokkannya hingga menabrak dinding-dinding rumah Hime yang membuatnya hancur seketika. Menggemakan ledakan yang bersahutan saat panah-panah itu saling bertumbuk dan bertabrakan.

Namun, saat anak panah itu telah habis, Aylmer baru sadar jika itu hanya trik untuk mengalihkan perhatiannya. Saat ia menatap sekeliling, hanya tersisa bangunan hancur dengan api yang masih berkobar di bawahnya. Sedang Chevalier dan Hime sudah hilang entah ke mana.

"Sialan! Raja keparat itu benar-benar mempermainkanku!" Aylmer ikut melesat dan menghilang dalam sekejab.

.

.

.

"Chevalier, kita mau ke mana?" Hime yang sedari tadi diam dalam pelukan sang Raja Asmodeus, kini angkat bicara.

Gadis itu mendongak, beberapa kali mengedipkan mata cantiknya. "Apa Aylmer akan baik-baik saja?"

Terlihat berpikir sejenak, Chevalier tampak bergeming. Bukannya tak mendengar suara merdu sang gadis, ia hanya meragu. Mengapa mantra itu tak berpengaruh sepenuhnya pada Hime?

Seharusnya gadis itu kini hanya melihat padanya tanpa bayang-bayang Lucifer. Tapi sampai saat ini Hime masih sadar dan bahkan menaruh simpati pada Aylmer meski sudah benar-benar berada dalam genggamannya.

Apa karena cintanya pada Damarion?

Sebesar itukah cinta gadis dalam pelukannya ini hingga mantra sang Pangeran Behemoth sekalipun tak mampu membuatnya tunduk?

"Chevalier?" Sekali lagi, Hime berucap pelan dan sedikit menarik pakaian pria tampan itu.

Chevalier menoleh, tersenyum lembut seperti biasanya. "Bukankah kau ingin ikut denganku? Kalau begitu jangan pikirkan yang lain. Lagipula dia adalah salah satu Pangeran Lucifer yang telah melenyapkan keluargamu."

Mendengar jawaban Chevalier membuat wajah Hime menyendu, ia mengedarkan pandangan. Menghindari tatapan memikat Chevalier yang masih menatapnya lekat.

"Kau benar," ucap Hime kemudian kembali menundukkan kepala yang disambut senyuman Chevalier.

BLEDAMM!!!

Sebuah ledakan tiba-tiba saja menghalangi Chevalier yang tengah melesat. Membuatnya terpaksa kembali menapakkan kaki di atas tanah karena tak dapat menghindar, di tengah hutan belantara, masih di dunia manusia.

"Berengsek!" umpatnya kala ledakan itu masih membumbungkan kabut yang menutupi pandangannya. "Love, kau tak apa-apa?"

Belum sempat Hime menjawab. Suara langkah kaki yang menapaki dedaunan kering membuat keduanya menoleh bersamaan. Hime yang kini berdiri di samping Raja Asmodeus itu tampak mengeratkan genggaman di lengan kiri sang raja.

Semakin dekat, suara langkah kaki itu semakin jelas terdengar. Berpenerang cahaya bulan yang tampak temaram karena tertutup awan hitam, di balik kabut hitam yang mulai memudar, terlihat bayangan tegap seorang pria dengan surai legamnya yang terurai panjang mengibar.

Tubuhnya dibalut jubah panjang yang setiap ujung sisinya mengerlip emas karena terpantul sinar rembulan. Membuat Chevalier semakin menyipitkan matanya.

"Mau ke mana kau?"

Suara berat yang khas menginterupsi. Suara yang sangat dikenal Hime meski saat matanya terpejam sekalipun.

Mendengarnya, gadis itu tanpa sadar melonggarkan genggaman. Mematung di tempat dengan manik membola dan bibir sedikit terbuka.

"Bangsat?" umpatan itu mengakhiri langkah sang pria. Berhenti beberapa meter di depan Hime dan sang raja.

Setelah kabut menipis dan kian memudar, barulah semakin jelas terlihat siapa yang ada di depan sana. Manik kelabunya beberapa kali berkilat keemasan, dengan wajah tampan penuh pesona dan ketegasan secara bersamaan. Menatap datar dengan sejuta emosi berkecamuk di dalam dada yang berusaha ia redam.

"Aku kemari untuk menjemputmu, Hime," Damarion mengulurkan satu tangan dengan senyum lembut yang dengan susah payah ia ulaskan. "Ayo kita pulang."

"Ri- Rion." Hime bergumam lirih, hendak menghampiri, tapi dengan cepat tangan Chevalier menggenggam pergelangan tangannya, membuat langkahnya kembali tertahan.

Hime menoleh, sedikit mendongak menyejajarkan pandangan keduanya.

"Tetaplah di sini, love."

Senyum lembut di bibir Chevalier kembali terulas, kilatan merah memancar sekilas, dan tiba-tiba Hime mengangguk patuh tanpa sepatah kata pun terucap.

Sementara di seberang sana, Damarion terlihat semakin geram. Amarah yang dengan susah payah ia netralkan kini tetap tak bisa ia kendalikan.

"Apa yang kau lakukan padanya, dasar keparat busuk!" Teriakan Rion membuat guntur menggelegar. Sinar bulan yang tadinya mengintip kini hilang ditelan gelapnya malam.

Angin berembus kencang. Menerbangkan dedaunan kering yang sempat berputar di udara kemudian terlempar ke sembarang arah.

Melihat sang Pangeran Lucifer semakin naik pitam, tampak raut kecemasan di balik wajah tampan Chevalier yang tadinya tenang. Tak perlu dijajal, sekalipun kini ia seorang raja, Damarion sudah tentu bukan tandingannya.

Apa lagi jika satu lawan satu seperti sekarang, pertarungan ini tak 'kan berlangsung lebih dari sepuluh menit dan pemenangnya sudah dapat dipastikan. Setengah jam jika Chevalier pandai berkelit dan menghindar, namun itu tetap tidak akan mengubah hasil akhirnya.

Tak tahu apa yang harus ia ucapkan, Chevalier diam seribu bahasa. Sementara di tangan kanan Damarion telah tercipta sebilah pedang dengan ukiran naga yang bersinar terang kebiruan.

Pedang yang siap menggorok lehernya dan menghujam jantungnya jika ia tak cepat mengambil langkah.

"Mati kau, Chevalier!"

Damarion berteriak lantang. Ia melesat dengan pedang di tangan kanan terhunus ke depan. Sementara Chevalier hanya bisa terbelalak. Tubuhnya seakan kaku untuk digerakkan meski hanya sejengkal. Terlambat! Sudah terlambat! Rencananya akan berakhir sampai disini.

Tep!

Tiba-tiba manik Rion membola. Ia memutar pedangnya hingga tubuhnya terpelanting ke udara dan kembali menapak pada jarak tiga meter dengan pedang sebagai tumpuan.

Manik Rion menyipit, menatap tajam gadis yang berdiri menantang hunusan pedangnya beberapa detik yang lalu.

"Hime, apa yang terjadi padamu?" gumam Rion pelan.

Saat Rion akan menghunuskan pedang ke jantung Chevalier, tiba-tiba Hime bergerak ke depan dan merentangkan tangannya lebar-lebar, menjadi tameng dan menghadang pedangnya. Jika Rion terlambat sedetik saja, pedang itu pasti sudah menembus jantung gadis yang sangat dicintainya.

"Apa yang kau kakukan?! Bagaimana jika aku terlambat memutar pedangku?!" Rion membentak, marah. Menatap tajam Hime yang masih mematung membelakangi sang raja, sedang Chevalier kembali tersenyum penuh kemenangan. Merasa puas karena mantra itu ternyata bekerja dengan sangat baik lebih dari yang ia duga.

"Jika kau ingin membunuhnya, kau harus membunuhku lebih dulu." Hime berucap lantang tanpa sedikit pun keraguan.

"Apa? Apa maksudmu?!" Manik Rion kian menajam. Ia melangkah dengan pedangnya yang perlahan menghilang. "Jangan main-main. Ayo kita pulang."

"Jangan mendekat!" Hime berteriak, membuat Rion tersentak dan kembali menghentikan langkah.

"Apa yang terjadi padamu, Hime? Kenapa kau melakukan semua ini? Apa kau tak tahu siapa dia?!" Rion balas berteriak, napasnya memburu hingga membuatnya sulit berkata-kata. "Dia itu-"

"Iblis." Hime menyela, menatap datar Rion yang masih melekatkan tatapan ke arahnya. "Dia iblis sama sepertimu, benar, bukan?"

Rion semakin kebingungan. Ia tahu jika Asmodeus bekerjasama dengan Behemoth, ia juga tahu jika mereka mengincar Hime. Tapi ia sungguh tak mengerti apa rencana mereka hingga membuat Hime sampai melakukan hal sejauh ini. Apa selama ini ia telah lalai menjaga gadisnya?

"Hahahaha .... Lucu sekali."

Sebuah suara dan tepukan tangan tiba-tiba muncul dari kegelapan di belakang Chevalier. Membuat Rion yang sempat melamun, kembali terfokus. Maniknya menyipit, mencoba mencari tahu lebih jelas siapa yang tiba-tiba saja mencampuri urusannya tanpa permisi.

Seorang pria bersurai perak dengan manik rubi perlahan menampakkan diri dari balik rimbunnya pepohonan. Berdiri di samping Chevalier dengan satu tangan menekuk ke depan tubuhnya. Mengulas senyum penuh kelicikan.

"Lama tak jumpa, Pangeran Damarion Rensford."

Melihat siapa yang kini berdiri di depannya, Rion benar-benar tak dapat percaya. Ia sama sekali tak menduga bahwa pria yang dulu bertarung mati-matian dengannya di arena pertempuran kini kembali berdiri tegap menantangnya.

"Kau?!"

                   ~°^°~

Thankyou for reading my story😘😘. Jangan bosan nunggu next up nya yaa..😉

Continue Reading

You'll Also Like

5.5K 689 32
Baby, I loved you first. First touch, first kiss, First boy who made me feel like this Heartbreak, it's killing me, I loved you first why can't you s...
244K 18.9K 67
JUDUL AWAL Alpha's Dunia yang diciptakan oleh para Dewa dan Dewi, kini dikuasi oleh Dewi Bulan. Dengan dipilihnya seorang mahluk yang dianggap sempur...
5.7M 100K 20
SUDAH TERBIT. TERSEDIA CHAPTER 1 - 15 SEBAGAI SAMPEL BUKU A Wattpad Werewolf story. Highest ranking #1 in Werewolf Highest ranking #1 in supernatura...
10M 1.2M 61
"Sumpah?! Demi apa?! Gue transmigrasi cuma gara-gara jatuh dari pohon mangga?!" Araya Chalista harus mengalami kejadian yang menurutnya tidak masuk a...