Light In The Dark

Od Nathania1721

28.8K 4.5K 1.3K

[DISCONTINUE] Wonwoo seolah melihat cahaya memasuki kehidupannya sejak bertemu dengannya. Namun masih adakah... Více

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17

Chapter 11

1.2K 258 73
Od Nathania1721

Seungcheol menatap pintu di depannya. Pintu itu selalu tertutup rapat. Hanya saja, ia tahu Jisoo berada di dalamnya. Jisoo bahkan lebih sering menghabiskan waktunya di kamar itu dari pada kamarnya sendiri.

"Kenapa kau memasuki kamar ini lagi? Sudah lama kau melupakannya. Bahkan kita sepakat untuk tidak membukanya lagi."

Mata Seungcheol berkedip lemah. Ia tidak tahu bagaimana cara untuk bisa berbicara dengan Jisoo. Tidak dipungkiri, ia seperti merasa kehilangan. Ruang di hatinya seolah kosong.

Jisoo selalu berada di rumah. Namun kembarannya tidak pernah mau menatapnya lagi. Bahkan tidak pernah ada percakapan di antara mereka. Jisoo benar-benar menutup diri dari semuanya.

Sejak kepergian Wonwoo, Jisoo seolah menutup rapat hati dan kehidupannya. Tidak terdekati apalagi tersentuh. Membuat Seungcheol hanya mampu terdiam dengan rasa bersalah dengan kebingungannya.

"Kenapa kau begitu menyayangi anak itu?"

Satu pertanyaan itu tidak pernah terjawab. Jisoo tidak mau membuka bibirnya. Rasa bersalah itu bersatu dengan ketidak tahuannya. Bahkan sekeras apapun mencari, Seungcheol tidak menemukan jawabannya.

"Apa dia benar-benar mengingatkanmu dengan Chan?" Seungcheol hampir frustasi memikirkannya. Namun tidak ada yang bisa ia lakukan. Bahkan seluruh adik-adiknya menyerah untuk membuka hati Jisoo.

0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0

Myungho menghentikan pergerakannya memutar kenop pintu. Perhatiannya dialihkan dari Seungcheol. Kakak tertua mereka keluar dari kamar dengan wajah muram. Untuk beberapa saat, Myungho memperhatikan Seungcheol di tempatnya berdiri. Di belakangnya, Mingyu juga melakukan hal yang sama.

"Rumah ini benar-benar suram," batin Mingyu.

Saat Myungho melangkah masuk ke kamar, Mingyu mengekor di belakangnya. Langsung merebahkan tubuhnya di ranjang tanpa izin pemiliknya. Sedangkan Myungho lebih memilih membuka tirai kamarnya. Membuat cahaya matahari mengintip ke dalam ruangan itu.

"Mingyu." Myungho duduk tepat di samping sahabatnya.

"Kau tahu kan aku sangat membenci Wonwoo?" tanya Myungho yang hanya dijawab deheman.

"Aku benci dengan kehadirannya di rumah ini karena bagiku dia mengacaukan segalanya," lanjut Myungho tanpa memandang Mingyu. Tatapannya hanya lurus ke depan.

"Sampai saat ini, aku juga masih sangat membencinya. Dia benar-benar mengacaukan semuanya. Bahkan setelah kepergiannya, dia masih meninggalkan banyak luka. Dengan mudahnya dia menghilangkan semangat dan senyum Jisoo hyung yang baru saja kembali."

Mingyu masih diam di tempatnya. Karena ia tahu saat ini Myungho hanya butuh didengarkan. Ia yakin Myungho tidak membutuhkan kalimat apapun darinya.

"Aku membencinya, Mingyu-ya. Sangat membencinya." Kalimat yang terlontar tidak sesuai dengan ekspresi yang Myungho tunjukkan. Karena remaja seusianya itu justru memasang wajah sedih.

"Tapi ... aku lebih memilih dia tetap berada di sini. Dengan begitu, Jisoo hyung dan Seungcheol hyung tidak semenderita itu. Aku ingin melihat keceriaan mereka lagi. Tidak apa-apa aku hidup dalam kebencian karena kehadirannya asalkan semua baik-baik saja."

Pancaran mata Myungho menjelaskan kejujuran. Mingyu tidak melihat kebohongan atau kepura-puraan seperti waktu itu. Myungho benar-benar tulus menginginkan Wonwoo kembali.

"Seperti yang kau tahu, rumah ini semakin sepi. Seungkwan lebih sering menginap di rumah Hansol. Jun hyung lebih sering pergi ke luar kota karena kegiatannya. Dan Seokmin hyung, dia lebih sering menghabiskan waktunya dengan teman-temannya. Aku kesepian Mingyu-ya." Kalimat Myungho terhenti sejenak. Tangannya terangkat untuk menghapus setitik air di sudut matanya.

"Seungcheol hyung masih memperhatikanku, tapi aku tidak merasa sehangat dulu. Pikiran Seungcheol hyung pasti terus tersita karena perubahan Jisoo hyung. Seuncheol hyung pasti sangat terpukul dan merasa bersalah karena membuat seseorang yang sangat dia sayangi terluka sampai menutup diri."

Mingyu tahu itu. Bahkan tanpa Myungho jelaskan, ia paham dengan kondisi keluarga sahabatnya. Ia ingin Myungho tidak lagi mengingatnya. Hanya saja, ia sadar Myungho harus melepas beban di hatinya.

"Mingyu, kau tahu di mana Wonwoo saat ini?" kali ini Myungho menoleh.

"Aku tidak tahu," jawab Mingyu lirih.

"Apa saat ini dia hidup dengan baik? Apa di luar sana dia mendapat kebahagiaan yang tidak dia dapatkan di rumah ini?"

Pertanyaan itu tidak terjawab. Ke duanya sama-sama diam. Myungho mengubah posisi duduknya. Tidur di ranjang dan membelakangi Mingyu.

"Tapi Mingyu."

"Hem." Mingyu kembali berdehem.

"Kalau saat itu tidak ada dia, mungkin aku dan Jisoo hyung sudah tidak bisa diselamatkan. Dia yang menyelamatkan nyawa kami. Andai aku terbangun lebih cepat, mungkin aku akan mencegah kepergiannya. Mungkin Seungcheol hyung tidak pelu mengusirnya."

Suara Myungho bergetar. Bukan sekali dua kali Myungho menceritakannya pada Mingyu. Hanya saja, rasa bersalahnya tetap tidak bisa dihilangkan.

"Aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin berterima kasih dengannya Mingyu. Dan juga aku ingin minta maaf. Aku ingin dia kembali ke rumah ini untuk mengembalikan senyum Jisoo hyung. Hatiku sakit melihat hyung-ku kembali terpuruk. Aku seolah mengulang kenangan buruk yang dulu pernah aku rasakan."

Dalam diam, Mingyu menghembuskan nafasnya perlahan. Ia memperhatikan punggung Myungho yang membelakanginya.

"Aku sedang mencarinya. Dan sebentar lagi aku akan menemukannya. Tapi aku tidak bisa membawanya kembali Myungho-ya. Maafkan aku. Anggap ini hukuman untuk kalian. Dan juga, aku ingin melihatnya bahagia dengan hidupnya saat ini. Aku akan menemukannya tanpa membawanya ke hadapan kalian," batin Mingyu.

0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0

"Hyung pulang Ryeon-ah, Jihoon-ah, Soonyoung-ah!"

Jeonghan membuka pintu dengan semangat. Ia baru saja mendapat bonus dari pemilik kedai. Sayuran segar dan beberapa potong ayam. Ia yakin peliharaannya akan suka dengan menu makan malam ini.

"Di mana semua peliharaanku?" monolognya saat mendapati rumah sepi. Biasanya kepulangannya disambut dengan kekacauan rumah.

Setelah meletakkan barang bawaannya ke dapur, Jeonghan berjalan ke kamar. Di sana, ia menemukan Jihoon dan Soonyoung membaca komik. Namun ia tidak menemukan keberadaan Ryeon.

"Di mana Ryeon?" tanya Jeonghan.

"Hyung sudah pulang? Kami tidak mendengarnya."

"Hyung tidak bertemu dengan Ryeon? Tadi dia berniat mau menjemput Hyung ke tempat kerja." Jihoon menutup komiknya. Berdiri saat Jeonghan berlalu dari kamar.

"Hyung tidak melihatnya," jawab Jeonghan gusar.

"Apa mungkin Ryeon tersesat?" Soonyoung bertanya setelah keluar dari kamar. Menghasilkan tatapan tajam dari Jihoon. Karena pertanyaannya, Jeonghan semakin cemas.

"Hyung akan mencarinya." Jeonghan berjalan ke pintu. Memakai kembali sepatunya yang baru saja dilepas.

"Hyung di rumah saja. Biar aku dan Soonyoung yang mencarinya. Mungkin saat kami sedang mencarinya, Ryeon kembali ke rumah." Jihoon langsung menyambar jaket di balik pintu. Menarik kerah baju Soonyoung tanpa persetujuan.

"T-Tunggu dulu. Aku belum memakai sandal," protes Soonyoung dari depan pintu.

Sedangkan Jeonghan kembali duduk dengan pikiran berkecamuk. Ia yakin tidak melihat Ryeon selama di perjalanan pulang tadi.

0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0

"Menurutmu, Ryeon tersesat?"

"Dia tidak sebodoh kau. Tapi mungkin saja." Jawaban ringan itu membuat Soonyoung geram mendengarnya. Hanya saja ia menahan diri untuk tidak membuat keributan.

"Menurutmu, dia di mana?" Soonyoung tidak tahan dalam keheningan. Ia kembali bertanya sembari terus berjalan.

"Kita akan mencarinya."

Remaja yang lebih tinggi menahan nafasnya. Ia tidak bisa untuk tidak kesal dengan jawaban Jihoon. Tangannya gatal untuk memukul kepala remaja di sampingnya.

Mereka memutuskan menuju tempat Jeonghan bekerja. Meski Jeonghan mengatakan tidak bertemu Ryeon, mereka akan memastikannya sekali lagi. Perhatian Ryeon sering teralihkan karena hal-hal kecil.

Setelah sampai di sana, mereka tidak menemukan siapapun. Kedai itu telat tertutup rapat. Bahkan tidak ada siapapun di sekitarnya. Karena tidak membawa hasil, mereka memutuskan mencari ke tempat yang sering mereka kunjungi sepulang sekolah.

"Hah ... di mana anak itu sebenarnya?" keluh Soonyoung. Ia bukan kelelahan. Karena makhluk super aktif sepertinya tidak mengenal lelah. Hanya saja ia takut membuat Jeonghan bertambah khawatir karena terlalu lama.

"Jihoon-ah, Ryeon tidak diculikkan kan? Dia terlalu polos. Aku takut dia dijual."

"Yak, diam kau. Jangan berpikir yang aneh-aneh. Doki doki shichatta yo," ucap Jihoon sembari memegangi jantungnya.

"Apa kau kau katakan? Kau sedang mengejekku kan?" tuduh Soonyoung. Karena Jihoon mengucapkan kata-kata yang tidak ia mengerti.

"Aho!" ucap Jihoon ketus.

"Aku tahu itu artinya. Aku tahu itu. Benarkan kau sedang mengejekku?" tanya Soonyoung tidak terima.

"Baka." Jihoon langsung mempercepat langkahnya.

"Aku juga tahu itu. Ryeon yang memberi tahu artinya padaku," teriak Soonyoung sembari mengejar Jihoon.

Setelah mencari di berbagai tempat, mereka tidak menemukan keberadaan Ryeon. Bahkan tempat-tempat yang sering mereka kunjungi. Ke duanya berdiri dalam diam. Sedang memikirkan bagaiamana cara untuk menemukan remaja itu.

"Jihoon-ah, kau tidak ingin pulang ke rumahmu?" Soonyoung bertanya karena tidak menemukan ide yang bagus.

"Kau tidak ingin pulang ke rumahmu, Soonyoung-ah?" Jihoon balik bertanya. Setelahnya, mereka berdua terkekeh dengan pertanyaan masing-masing.

"Sepertinya jawaban kita masih sama," ucap Soonyoung. Merangkul Jihoon dan mengajaknya kembali berjalan.

"Ayo kita cari di tempat permbuangan sampah!" Soonyoung kembali bersemangat. Ia ingin segera pulang dan makan malam.

"Jeonghan hyung akan mencekikmu kalau dia mendengarnya," tegur Jihoon. Membuat Soonyoung memegangi lehernya sendiri. Bergidik ngeri saat membayangkannya.

"Dia membuat kita belum bisa menikmati makan malam. Kita harus menghukumnya setelah bertemu Jihoon-ah," usul Soonyoung.

"Kau benar. Kita harus memberikan hukuman. Aku yakin untuk kali ini Jeonghan hyung mengizinkannya." Ke duanya sama-sama tersenyum senang. Berlari membelah jalanan untuk mencari keberadaan Ryeon.

0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0

"Ryeon akan baik-baik saja. Ya, dia akan baik-baik saja." Jeonghan merapalkan kalimat itu dalam hati. Menghipnotis dirinya dengan harapannya sendiri. Namun pikiran-pikiran buruk mengalahkannya.

"Bagaimana kalau mereka menemukan Ryeon? Bagaimana kalau mereka membawa Ryeon?"

Pemuda itu langsung menggeleng keras. Mencoba mengusir segala kepanikan yang ia rasakan. Dalam diam, ia terus melihat ke arah pintu. Berharap Ryeon muncul untuk menghilangkan kecemasannya.

Sudah lebih dari tiga puluh menit Jeonghan menunggu. Tapi remaja berkulit putih itu belum juga terlihat. Pintu di depannya masih tertutup rapat seperti beberapa waktu lalu. Tidak ada tanda-tanda seseorang akan membukanya dari luar.

Tidak tahan menunggu lebih lama, Jeonghan langsung berdiri dari duduknya. Ia tidak bisa berdiam diri di tengah rasa cemas dan takutnya. Namun saat akan membuka pintu, seseorang lebih dulu membukanya dari luar.

"Aku pulang." Ryeon memberi salam. Tersenyum lebar saat Jeonghan berdiri di depannya.

"Hyung, aku—"

Ryeon tersentak saat Jeonghan langsung menariknya. Memeluknya erat seolah tidak ingin melepasnya. Sedangkan Jeonghan memejamkan mata sembari menggumamkan kelegaannya.

"H-Hyung ... Hyung menangis?" tanya Ryeon terkejut. Ia bisa merasakan bahu Jeonghan bergetar.

"M-Maafkan aku Hyung. Aku tidak bermaksud membuat Hyung cemas. A-Aku hanya mengantar harabeoji yang kesulitan—"

"Jangan pergi jauh-jauh lagi Ryeon-ah," potong Jeonghan.

"Berjanjilah jangan pergi sendiri lagi. Hyung takut kau terluka."

Bibir Ryeon langsung melengkung ke bawah. Ia merasa bersalah membuat Jeonghan sedih. Ia tidak tahu pulang telat bisa membuat Jeonghan sekhawatir itu.

"Maakan aku, Hyung. Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi," sesal Ryeon. Meneguhkan dalam hati untuk tidak membuat pemuda yang memeluknya kembali bersedih.

"Aku tidak peduli karena dendam atau tidak. Yang pasti aku tidak mau kehilangannya. Aku tidak akan melepaskannya untuk mereka," batin Jeonghan.

-

-

TBC

Belum bisa update dengan word yang banyak. Tapi diusahain rutin update. Dan mungkin masih ada beberapa chapter lagi. Semoga yang baca gak terlalu bosan karena chapternya banyak.


Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

48.2K 5.3K 38
Sebuah rahasia yang tidak akan pernah meninggalkanmu...
201K 16.7K 86
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
192K 17.6K 30
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
61.8K 5.7K 70
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...