Arabella & The Waterhouse Fam...

By GeenaAG

709K 77.2K 15.4K

Maukah kamu tinggal bersama keluarga yang memiliki kuburan di halaman belakang rumah? Atau makan malam bersam... More

Dalam kenangan, Anthony Ackerman
Grave 1
Grave 2
Grave 3
Grave 4
Grave 5
Grave 6
Grave 7
Grave 8
Grave 9
Grave 10
Grave 11
Grave 12
Grave 13
Grave 14
Cast & Characters
Grave 15
Grave 16
Grave 17
Grave 18
Grave 19
Grave 20
Grave 21
Grave 22
Grave 23
Grave 24
Grave 25
Grave 26
Grave 27
Grave 28
Characters ; The Sims Version
Grave 29
Grave 31
Grave 32
Grave 33
Grave 34
Grave 35

Grave 30

10.4K 1.5K 446
By GeenaAG

Jack O'lantern benci bekerja, bisa jadi seperti kalian yang benci belajar. Fakta menyatakan bahwa gagak itu sudah berumur ratusan tahun, dan sebentar lagi akan memasuki masa pensiun. Walau sudah tua pendengarannya masih setajam gigi Drakula, serta instingnya selalu tepat sasaran. Bakat terliarnya membuat Tuan Evanders tercengang dan akhirnya mengadopsi gagak itu sekitar dua puluh tahun yang lalu.

Tuan Evanders mengerti akan kondisi Jack O'lantern yang kian menua. Kinerjanya pun dirasa menjadi tidak maksimal. Tidak jarang dia memergoki sang burung kerap tertidur lelap saat bekerja pada malam hari. Dia tidak berniat mencari gagak lain untuk dijadikan penjaga rumah. Dia juga tidak bisa memaksa Jack O'lantern untuk selamanya tinggal. Tuan Evanders berpikir bahwa meggunakan jasa burung gagak untuk mengantarkan surat, atau menjadi mata-mata di rumahnya sendiri sudah ketinggalan jaman. Tidak ada salahnya mencoba beberapa tekhnologi yang minim kandungan radiasi.

(Coba kalian sebutkan apa saja contohnya!)

Komite Hewan Internasional Dunia Hitam (KHIDH) memberi surat terbuka kepada Tuan Evanders beberapa hari yang lalu. Isinya menyatakan bahwa Jack O'lantern harus dikembalikan ke habitat aslinya di sebuah desa di Rumania. Padahal Tuan Evanders sudah menganggap gagak itu seperti kakeknya sendiri. Akan tetapi sangat lebih bijak jika gagak itu dapat menikmati masa tua bersama gagak-gagak lain seusianya.

Bukti bahwa Jack O'lantern masih dapat diandalkan yaitu ketika sayup-sayup suara sirene menggema dari kejauhan. Dengan sigap gagak itu langsung bereaksi mengikuti instingnya. Jack O'lantern kemudian mengepakkan sayap dari tempatnya bekerja, dan segera memberi sinyal tanda bahaya kepada sang majikan.

Tak lama berselang Jack O'lantern pun hinggap di jendela ruang kerja Tuan Evanders. Gagak itu berkoak-koak memberi peringatan kepada sang majikan. Erico pasti tahu apa yang sedang diucapkannya, tetapi Tuan Evanders lebih tahu segalanya.

"Aku tahu, Jack," sahut Tuan Evanders dari meja kerja. Pria itu mematikan lampu baca, lalu memijat pangkal hidungnya pelan-pelan. "Pekerjaan akan menjadi semakin berat."

Jack mendadak terdiam, sorot matanya yang berwarna labu orange terlihat khawatir. Baru setahun terakhir dia merasa sangat gelisah.

"Tidak apa-apa, Jack. Aku akan segera membereskannya."

Seakan tahu apa yang akan terjadi di menit-menit selanjutnya, Tuan Evanders menyungginggkan senyuman pahit, kemudian bergegas menuju ruang utama di lantai bawah.

***

Dua besar koper milik Arabella yang tergeletak di lantai membuat Tuan Evanders mengeryitkan dahi. Di lain sisi Arabella tak kalah terkejut mengetahui seseorang telah memergoki aksinya. Gadis itu lalu memasang tampang murka dan mengacungkan pisau dapur ke arah Tuan Evanders, yang berdiri tepat di ujung tangga. Dia selalu menggunakan pisau dapur jika dalam keadaan tertekan.

Semua orang tahu apa yang dilakukan Arabella sebenarnya percuma, karena Tuan Evanders bisa menghilangkan pisau itu dalam satu jentikan jari. Tetapi pria itu tidak ingin melakukan pertunjukan sulap, apalagi pamer kekuatan.

"Jangan mendekat Tuan Evanders! Aku bisa menusuk jantungmu sekarang juga," ancam Arabella dengan tangan gemetar. Untuk bergerak saja rasanya sulit, apalagi menusuk Tuan Evanders tepat di jantung.

Selepas mimpi buruk yang berujung pada panggilan terhadap keluarga Johansson, Arabella lekas mengemasi seluruh barang miliknya ke dalam koper. Mimpi itu seakan menjadi petanda bahwa teka-teki yang dikatakan oleh seluruh orang tentang keluarga Waterhouse itu benar adanya. Arabella tidak ingin lagi menjadi bagian dari keluarga aneh tersebut. Tanpa berpikir panjang dia meminta pertolongan kepada keluarga Johansson—yang dulu dia pikir sangat menyebalkan, namun sekarang dapat diandalkan—karena hanya merekalah satu-satunya harapan.

"Apa yang sedang kau lakukan malam-malam begini, Arabella?" ucap Tuan Evanders seraya menuruni anak tangga. "Dan untuk apa koper-koper itu?"

"Aku sudah tahu siapa kalian sebenarnya. Aku sudah menduga kalau sejak awal kau bukan manusia sungguhan. Dan juga seluruh anggotamu bukan manusia. Polisi akan datang sebentar lagi untuk menangkapmu dan mengeluarkan aku dari rumah terkutuk ini," hardik Arabella cepat.

Tatapan keheranan muncul dari mata Tuan Evanders. "Kau habis bermimpi buruk?"

"Itu bukan urusanmu, Tuan Evanders," jawab Arabella ketus, masih setia menghunus pisau dapur milik Lumpa-lumpa. "Kalian semua jahat."

"Memangnya apa yang telah kami perbuat kepadamu?"

Suara sirene—yang berasal dari belasan mobil polisi—terdengar semakin jelas dari luar rumah. Dengan perasaan lega Arabella membuka pintu rumah tanpa menghiraukan pertanyaan dari Tuan Evanders. Senyumannya melebar tatkala beberapa mobil polisi berhasil memasuki halaman pintu depan keluarga Waterhouse dengan aman dan selamat.

"Kau menelepon polisi?" tanya Tuan Evanders.

"Ya. Seharusnya dari awal aku lapor polisi karena kalian adalah keluarga tidak waras," cetus Arabella sembari melempar pisau dapur milik Lumpa-lumpa ke sembarang tempat. "Aku yakin sekali ayahku dalam kondisi tidak sadar ketika dia menulis surat wasiat. Bukankah begitu, Tuan Evanders?"

"Dia dalam kondisi yang sepenuhnya sadar. Aku bisa menjaminnya."

"Oh Arabella sayang," panggil suara wanita dari celah bunyi sirine. Langkah sepatunya mengingatkan setiap orang yang mendengarnya pada ketukan palu Hakim di meja persidangan. "Untunglah kau baik-baik saja, Sayang. Aku sangat khawatir jika sesuatu terjadi kepadamu." ucap wanita itu seraya memeluk Arabella dengan erat.

"Syukurlah kau datang tepat waktu, Mrs. Johansson. Aku baik-baik saja," isak Arabella. Matanya mencari-cari keberadaan sisa keluarga Johansson.

"Darwin dan ayahnya sedang mengurus hal lain," kata Mrs. Johansson seakan tahu apa yang sedang dipikirkan Arabella. "Kau aman bersamaku."

Tingginya yang hanya sebatas ketiak Mrs. Johansson, membuat Arabella harus rela mendongkakkan kepala. "Kumohon keluarkan aku dari rumah ini."

"Dengan senang hati, Sayang." Kedua sudut bibir Mrs. Johansson terangkat, matanya yang besar menatap Tuan Evanders dalam-dalam. "Semuanya telah berakhir. Kami sudah tahu siapa sebenarnya keluarga Waterhouse."

Malam itu jelas adalah malam yang paling menggembirakan bagi Mrs. Johansson. Rasanya seperti mendapat Jackpot tanpa perlu bersusah payah bermain. Sudah berkali-kali keluarga Johansson menghabiskan malam di Las Vegas, namun nasib mereka tak pernah sebagus malam itu. Sebelumnya dia sempat merasa jengkel ketika ponsel miliknya berbunyi pada saat ia tertidur pulas. Emosi Mrs. Johansson kian memuncak ketika nama Arabella-lah yang tertera pada layar ponselnya. Tetapi puncak kemarahan itu sirna secepat kilatan cahaya petir begitu mendengar kabar dari si penelepon.

"Ehem," sahut sebuah suara dari balik tubuh Mrs. Johansson yang menjulang tinggi. "Boleh permisi sebentar?"

Mrs. Johannson—yang berdiri menghalangi pintu utama—memberi jalan kepada Mr. Jones, yang kala itu mengenakan coat berwarna coklat muda lengkap dengan topi Flat Cap.

"Pemandangan rumah ini sangat unik jika dilihat di malam hari," ucap Mr. Jones sambil melihat-lihat seisi rumah. Beberapa waktu yang lalu, dia pernah menginjakkan kaki di tempat yang sama. "Apa Anda yang bernama Evanders Waterhouse?" tanya Mr. Jones walau dia sudah tahu.

"Ya, saya yang bernama Evanders Waterhouse," jawab Tuan Evanders tenang. "Ada yang bisa saya bantu?"

Mr. Jones mengeluarkan sebuah lencana dari balik jas mungilnya. "Perkenalkan aku Detektif Patrick Jones. Kedatanganku kemari karena aku mendapat laporan bahwa Anda telah melakukan ancaman terhadap mendiang saudara Anthony Ackerman pada saat beliau menulis surat wasiat." Detektif itu menyuruh asistennya, Margot, memberi surat perintah kepada Tuan Evanders. "Itu adalah surat perintah penangkapan Anda."

"Aku rasa ini sebuah kesalah-pahaman," ucap Tuan Evanders seraya membaca sekilas surat perintahnya. "Aku bahkan tidak tahu kapan Mr. Ackerman menulis surat wasiatnya."

"Anda tidak perlu lagi berbohong," sahut Mrs. Johansson. Posisinya kini berada di sebelah Mr. Jones. "Arabella mengatakan padaku jika saat ini Anda sedang merencanakan sesuatu untuknya. Bukan begitu, Sayang?"

"Ya. Kurasan Tuan Evanders dan keluarganya berniat ingin membunuh dan mengambil seluruh hartaku," jawab Arabella lirih. Dia masih ingat betul setiap detail kejadian yang ada di dalam mimpi buruknya. Meski mimpi itu tidak bisa dijadikkan tolak ukur, tetapi semuanya terlihat begitu nyata.

"Anda berhak menjelaskan segala sesuatunya di kantor polisi," imbuh Mr. Jones. "Akan kuberi waktu beberapa menit agar Anda bisa berbicara dengan keluarga Anda terlebih dulu."

"Apa-apaan ini?" seru suara wanita dari ujung tangga. "Mengapa banyak sekali orang malam-malam begini di rumahku?"

"Selamat malam, Mrs. Waterhouse. Maaf telah membuat keributan di rumah Anda," ujar Mrs. Johansson lembut. "Semua ini tidak akan terjadi jika saja Arabella tidak menghubungiku beberapa waktu lalu. Dia merasa sangat tertekan. Aku sungguh menyesal."

"Selamat malam Mrs. Johansson, tetapi aku sama sekali tidak mengerti mengapa sampai ada polisi." Nyonya Eveline—yang malam itu mengenakan jubah tidur berwarna hitam dan tidak memakai eyeliner terlalu banyak—terkejut sewaktu melihat sosok kerdil Mr. Jones. Maklum saja, dari keseluruhan orang yang ada di rumahnya hanya detektif itu yang sulit terdektesi.

"Tunggu ... bukankah kau Dokter Da Silva yang sewaktu itu datang untuk memeriksa Erico?" kata Nyonya Eveline bingung. Kepalanya pening karena melihat orang banyak. "Aku benar-benar tidak mengerti. Bisakah seseorang membawakan segelas air untukku?"

"Tenanglah, Sayang." Tuan Evanders menepuk-nepuk pelan kedua pundak istrinya. "Dia adalah Detektif Patrick Jones."

"Selamat malam, Mrs. Waterhouse," sapa Mr. Jones tak acuh. "Maaf telah membingungkanmu. Aku bukanlah seorang Dokter anak seperti yang kau kira. Aku sebenarnya seorang Detektif profesional, yang ditugaskan untuk menangkap suami Anda karena telah melakukan ancaman terhadap seseorang."

"APA?" Nyonya Eveline semakin terkejut. Wanita itu terlihat sulit mengatur napas. "Ta ... tapi kau telah—"

"Itu hanya obat tidur," potong Mr. Jones tanpa merasa bersalah. Sebelum bertindak sebagai Dokter gadungan, Mr. Jones membeli beberapa obat tidur sebagai penggati obat sebenarnya. "Kami juga mendapat izin untuk menggeledah rumah Anda."

Margot memberi surat perintah kedua kepada Tuan Evanders.

Malam itu Mr. Jones membawa banyak sekali pasukan kepolisian. Karena dari kabar yang beredar, jika kau berjalan sendirian di sekitar sudut rumah keluarga Waterhouse, maka artinya kau tidak berjalan sendirian.

"Berani-beraninya kau memberi anakku obar tidur!" Nyonya Eveline nyaris menggumamkan mantra guna mengubah detektif kerdil itu menjadi katak gendut kalau saja tidak dihentikan oleh suaminya. "Apa kau tahu tentang semua ini, Arabella?"

"Ya. Aku tahu. Bahkan aku yang meminta Mr. Jones untuk menyelidiki siapa kalian sebenarnya," jawab Arabella seraya menunduk. Dia tidak sampai hati apabila harus bertatapan langsung dengan Nonya Eveline.

"Tunggu ... atas dasar apa Anda ingin menggeledah rumah kami?" hardik Nyonya Eveline kepada Mr. Jones. "Jangan sentuh barang-barang kami!"

Sang detektif memberi aba-aba kepada Margot untuk membuka sebuah kotak yang berisi barang bukti. Sebelumnya dia mengenakan sarung tangan berbahan latex terlebih dulu. "Ini," katanya seraya mengangkat sebuah barang bukti yang telah dimasukan ke dalam plastik transparan. Itu adalah boneka voodoo milik Erico. "Banyak yang melapor bahwa suami Anda adalah seorang dukun yang memiliki ilmu hitam. Selama ini Mr. Waterhouse telah membuat keresahan di khalayak publik."

"Itu milik Erico!" tukas Nyonya Eveline, hendak meraih boneka itu namun kalah cepat oleh gerakan Margot. "Seharusnya aku sudah menduga bahwa ada yang tidak beres denganmu waktu itu."

"Bolehkah saya minta waktu berdua bersama istri saya sebentar?" ucap Tuan Evanders kepada Mr. Jones, yang hanya ditanggapi pria kerdil itu dengan anggukan samar.

Kepada suaminya Nyonya Eveline berkata, "Evanders, tolong katakan sesuatu padaku!"

Tuan Evanders membuat tembok pelindung di antara ia dan istrinya agar apa yang mereka ucapkan tidak terdengar. "Tidak apa-apa, Sayang. Aku berjanji akan mengatasi masalah ini secepatnya. Semua ini hanyalah kesalah-pahaman. Mereka bilang aku melakukan ancaman terhadap Anthony sewaktu dia menulis surat wasiat sebelum meninggal. Arabella juga mengatakan bahwa kita semua akan membunuh dan mengambila hartanya. Paling tidak dia berpikir seperti itu," katanya santai.

"Itu tidak mungkin," seru Nyonya Eveline tampak terkejut. "Apa yang membuat Arabella berpikir seperti itu? Sepertinya kau harus merencanakan rencana lain. Kita tahu waktunya hanya tinggal beberapa minggu saja. Ini sebuah amanat, kita harus menyelesaikannya."

"Aku tahu." Tuan Evanders diam sejenak. "Aku akan memikirkan beberapa cara selama aku berada di kantor polisi. Kau jagalah anak-anak selama aku tidak berada di rumah." Pria itu lalu mengecup dahi istrinya dan membuat pelindung di sekitarnya menghilang.

Tak lama berselang seluruh anak-anak keluarga Waterhouse berdatangan ke ruang utama. Mimpi indah mereka harus tertunda karena dikagetkan oleh kehadiran—tamu tidak diundang—polisi. Tidak sedikit polisi yang mendapat ganjaran berupa gangguan-gangguan penampakan akibat ulah mereka sendiri.

"Mengapa banyak polisi di rumah kita, Ayah?" tanya anak tertua Elliot.

"Salah satu polisi bodoh mengganggu mimpi burukku," tukas Elena berang. "Memangnya siapa yang butuh polisi malam-malam begini?"

Emily—dengan wajah mengantuk—terpaksa menggendong Erico yang saat itu berteriak memanggil-manggil nama Bumblebee. Walau Bumblebee telah dimasukan kembali ke dalam kotak barang bukti, Erico—yang penciumannya setajam serigala—masih bisa merasakan kehadirannya.

"Aku akan pergi dengan Mr. Jones untuk beberapa hari ke depan," umum Tuan Evanders di depan anak-anaknya. "Jagalah ibu kalian selama aku pergi dan jangan sampai dia jatuh sakit."

"Kita harus segera pergi sekarang, Mr. Waterhouse." Mr. Jones mengeluarkan borgol dan meminta Margot untuk mengunci pergelangan tangan Tuan Evanders—di depan mata anak-anaknya.

"Kumohon beri aku waktu sebentar untuk mengucapkan selamat tinggal kepada anak-anakku," pinta Tuan Evanders, yang lagi-lagi hanya ditanggapi dingin oleh Mr. Jones.

Anak-anak keluarga Waterhouse berdiri mengelilingi ayah mereka. Sambil tersenyum pilu, Tuan Evanders memberi ucapan selamat tinggal dan pelukan hangat kepada masing-masing anaknya.

"Mengapa mereka menangkap ayah?" isak Elena dalam dekapan sang ayah. "Ayah bahkan tidak melakukan kesalahan."

Lalu Erico berebut untuk memeluk sang ayah. "Jangan pergi terlalu lama. Bawa Bumblebee pulang untukku," katanya tegar tanpa menangis. Elliot bilang menangis hanya untuk bayi.

Setelah itu giliran Emily memeluk ayahnya sambil tersenyum pahit. "Ayah akan baik-baik saja. Ayah akan pulang jika sudah saatnya."

Dan yang terakhir anak tertua dari keluarga Waterhouse, Elliot, berkata, "Aku akan menjaga ibu dan adik-adik." Dan sebelum berpaling meninggalkan seluruh keluarganya, Tuan Evanders sempat berbisik kepada si sulung Elliot.

"Ayolah anak-anak ... ayah kalian adalah orang yang baik, tetapi belakangan ini dia hanya salah melangkah," seru Mr. Jones sembari memutar kedua bola mata. "Waktu Anda sudah habis, Mr. Waterhouse."

"Tidak! Kau tidak mengenal ayahku!" seru Elena sembari berlari menghampiri Mr. Jones. "Mengapa kau menangkap ayah kami, Makhluk kerdil?"

Malam itu adalah malam yang sangat menyakitkan bagi keluarga Waterhouse. Tangisan pecah Nyonya Eveline mengiringi kepergian suaminya. Si bungsu Erico berteriak histeris memanggil-manggil sang ayah yang hendak dibawa pergi. Sementara Elena masih berupaya keras mengejar ayahnya namun terhalang oleh tembok transparan yang dibuat Elliot. Hanya Emily dan Elliot yang cukup tenang menghadapi kondisi ricuh di sekitar mereka.

Bisa saja kedua anak itu melakukan sesuatu agar ayah mereka tidak dibawa pergi. Akan tetapi mereka sudah diperingatkan sejak dulu agar tidak menunjukkan kemampuan di depan banyak orang.

"Mari kita pergi, Sayang," ujar Mrs. Johansson, kedua sudut bibirnya terangkat sempurna. "Lihat saja, kau tidak pantas tinggal bersama mereka."

Saat itu Arabella hampir mengeluarkan air mata. Perasaan campur aduk menjadi satu dalam benakknya; antara takut, lega, dan bersalah. Dia tidak pernah menyangka jika kepergiannya dari rumah keluarga Waterhouse harus dengan cara seperti itu. Apa yang dia impikan seharusnya membuat batinnya bersorak-sorak. Namun dia tidak merasakan apa yang seharusnya dia rasakan.

Arabella memberanikan diri mendongkakkan kepala. Dilihatnya keluarga Waterhouse satu persatu sebelum kepergiannya malam itu; dimulai dari Nyonya Eveline yang masih terisak, Elena yang mulai menangis histeris, Emily yang tampak bersedih, Erico yang terus berteriak, dan terakhir Elliot yang menatapnya seolah hendak mengatakan, "Apa yang salah?".

Dari sudut mata, Arabella melihat siluet Lumpa-lumpa dan Beep yang bersembunyi dari balik punggung tangga. Mungkin itu merupakan pertemuannya yang terakhir kali.

Pada kenyatannya keluarga Waterhouse hanyalah keluarga biasa yang memiliki perasaan seperti manusia biasa. Hanya saja jika kau berani mengusik mereka sekali, maka di lain hari jangan harap kau bisa menikmati hari-harimu dengan aman. Karena kita tidak tahu kapan dan di mana keluarga Waterhouse mulai melancarkan aksi mereka.

"Tunggu apalagi, Arabella," ajak Mrs. Johansson untuk terakhir kali. "Duniamu yang sesunggunya telah menantimu di luar sana."

"Ayo kita pergi."

***

Haloo adik-adikku semuanya ^o^

Eheeem *drum roll*

Siapa yang kangen Arabella?

Siapa yang kangen Elliot?

Siapa yang kangen Darwin?

Siapa yang kangen aku? /eh digaplok masa/

Iya tau lama banget ya updatenya. Kalian kangen kan dengan tokoh-tokoh di atas pastinya. Maaf kali ya authornya ini sudah tua dan renta jadi ya kalau mau nulis jari-jarinya harus disuntik dulu pake kekuatan super. /ea/

Jadi gini loh, beberapa hari yang lalu aku buka wattpad dan banyak banget notif yang masuk. Selama ini aku bukannya gak baca komen kalian, aku baca kok komen kalian satu persatu dan banyak dari kalian yang minta untuk lanjutin cerita ini. Aku ngerti sih rasanya digantungin itu gak enak banget. Karena sejujurnya uda beberapa bulan ini aku uda gak punya hasrat lagi dalam menulis. Maklumlah pekerja kantoran sibuknya macam emak-emak dagang rengginang. /iya kan authornya sudah tua dan renta/

Ya akhirnya setelah melaukan perdebatan sama diri sendiri, kenapa aku harus berhenti menulis?

Kadang mood itu datang tanpa kita tahu loh. Dan akhirnya lusa kemaren aku dapet ilham buat ngelanjutin cerita Arabella & Waterhouse Family ini.

Target aku sebenarnya cerita ini harus rampung pada Halloween tahun lalu, tapi kenyataannya gak sama sekali.

Mohon maaf sekali lagi ya kalau author uda cuekkin komen kalian, gak bales pesan kalian, dan bikin kalian nunggu berbulan-bulan. Bahkan ada loh yang sampe ngancam gak mau lagi masukin cerita ini ke reading list dan unfollow XD

Sok atuh dek aku mah apa atuh di dunia wattpad ini huehehehe

Well, mulai di chapter ini aku bakal sebisa mungkin balas pertanyaan kalian. Tanya aja kalo ada dari cerita aku yang bikin kalian bingung ^_^

Selamat membaca adik-adikku sayang. Mohon bijak ya dalam berkomentar...

PS : Aku sempet bingung cara maenin wattpad versi baru nih hahaha

Continue Reading

You'll Also Like

516K 35.2K 50
Tentang seorang bernama Revandra Alvaro Bagastra, yang sekarang marga Bagastra itu sudah ia hapus. Pemuda berumur 18 tahun itu memiliki sifat dingin...
2.1M 188K 39
Kalisa sungguh tidak mengerti, seingatnya dia sedang merebahkan tubuhnya usai asam lambung menyerang. Namun ketika di pagi hari dia membuka mata, buk...
481K 28.5K 57
Selena Azaerin, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, Selena tak pernah kehilangan sifat cerobohnya. Ketika gadis itu telah menyelesai...
374K 28.3K 16
menceritakan tentang seorang gadis yang bernama adena terpaksa yang bertransmigrasi dan menetap ke dalam sebuah novel yang berjudul My Lovely Sun. A...