MeloDylan 2 (Retrouvailles)

By asriaci13

44.9M 3.1M 1.5M

Cover by Wira Putra Kesalahan manis yang di rahasiakan. *** Ketika kita bertemu kembali, apakah yang akan ter... More

Sedikit Cerita Untuk MeloDylan Pertama
Prolog
CHAPTER SATU | Dylan Kembali
CHAPTER DUA | Dibalik Semua itu
CHAPTER TIGA | Sebuah Pertemuan dan Pernyataan
CHAPTER EMPAT | Pelukan Terakhir?
Chapter 5 | Video Perpisahan
CHAPTER ENAM | Deva mencari Melody
CHAPTER TUJUH | Pertemuan Melody dan Alice
CHAPTER DELAPAN | Masa Lalu dan Masa Depan
Chapter Sembilan | Aku Punya Hati
Chapter Sepuluh | Berdamai dengan Masa Lalu
CHAPTER SEBELAS | BERHARAP TAK BERPISAH
Chapter Dua Belas | Tanpa Sengaja
Chapter Tiga Belas | Sisi Manis Dylan
Chapter Empat Belas | Nostalgia
Chapter Lima Belas | Sebuah Syarat
Chapter Tujuh Belas | Kadang Aku Tidak Mengerti
Chapter Delapan Belas | Semua Punya Rahasia
Chapter Sembilan Belas | Menjelaskan Kesalahpahaman
Chapter Dua Puluh | Mengingat Yang Tidak Penting
Chapter Dua Puluh Satu | Sampai Disini
Chapter Dua Puluh Dua | Jawaban Dylan
Bukan Update!
Chapter Dua Puluh Tiga | Terlalu Percaya Diri
Chapter Dua Puluh Empat | Rapat Ketiga
Chapter Dua Puluh Lima | Survey Tempat Reuni
Chapter Dua Puluh Enam | Sebatas Teman
Chapter Dua Puluh Tujuh | Truth Or Dare
Chapter Dua Puluh Delapan | Teman Makan Teman
Chapter Dua Puluh Sembilan | Can I Kiss You?
Chapter Tiga Puluh | Jadi Siapa?
Chapter Tiga Puluh Satu | Retrouvailles (Bag •1)
Chapter Tiga Puluh Dua | Retrouvailles •Bag 2
Chapter Tiga Puluh Tiga | Retrouvailles •Bag 3
Chapter Tiga Puluh Empat | Retrouvailles (•Bag 4)
Chapter Tiga Puluh Lima | Retrouvailles (•Bag 5)
Chapter Tiga Puluh Enam | Retrouvailles (Bag Enam)
Chapter Tiga Puluh Tujuh | Retrouvailles (•Bag 7)
Chapter Tiga Puluh Delapan | Retrouvailles (•Bag 8)
Chapter Tiga Puluh Sembilan | Retrouvailles (•Bag 9)
Chapter Empat Puluh | Retrouvailles (Bag 10)
Chapter Empat Puluh Satu | Dibalik Yang Terjadi
Chapter Empat Puluh Dua | Alice kembali
Chapter Empat Puluh Tiga | Semuanya Telah Berakhir
Chapter Empat Puluh Empat - Rahasia Terbesar Alice
Chapter Empat Puluh Lima | Permintaan Alice
Chapter Empat Puluh Enam | Pertunangan?
Chapter Empat Puluh Tujuh | Apa yang terjadi?
Chapter Empat Puluh Delapan | Semua Berakhir Disini
Chapter Empat Puluh Sembilan | Pelaku Tabrak Lari
Chapter Lima Puluh | Keadaan tidak baik
Chapter Lima Puluh Satu | Menunggu Melody
Chapter Lima Puluh Dua | Penyesalan datang di akhir
Bagian Lima Puluh Tiga | Jangan datang lagi
Bagian Lima Puluh Empat | Lupakan, Aku sudah tak peduli
Bagian Lima Puluh Lima | Jeda
Bagian Lima Puluh Enam | Berdamai?
Chapter Lima Puluh Tujuh | Sekadar Saran
Chapter Lima Puluh Delapan | Pamit
Chapter Lima Puluh Sembilan | Menebus Kesalahan
Vote aja
Chapter Enam Puluh | Choose or Lose
Chapter Enam Puluh Satu | Puncak Part 1
Chapter Enam Puluh Dua | Puncak Part 2
Chapter Enam Puluh Tiga | Early Birthday
Chapter Enam Puluh Empat | Titik Balik Sebuah Kejelasan
Penjelasan Sedikit
Chapter Enam Puluh Lima | Kemungkinan Terburuk
Chapter Enam Puluh Enam | Salah Siapa?
Chapter Enam Puluh Tujuh | Friend?
Chapter Enam Puluh Delapan | Random Talk
Bagian Enam Puluh Sembilan | Bertemu Dengan Orang Baru
Tanya Dong
Bagian Tujuh Puluh | Sebuah Pemberitahuan
Sedikit Memberikan Jawaban
Bagian Tujuh Puluh Satu | Kamu, Lucu Sedunia
Bagian Tujuh Puluh Dua | Mencari Penyakit
Bagian Tujuh Puluh Tiga | Sudut Pandang Dylan
Bagian Tujuh Puluh Empat | Pernah Gak sih?
Bagian Tujuh Puluh Lima | Ending?
Bantu memilih.
Bantu Pilih Kover
Bagian Tujuh Puluh Enam | Restart
Bagian Tujuh Puluh Tujuh - Alasan Kembali
Harga Paket dan Merchandise
List TBO Yang Bisa kalian Pesan PO
Bagian Tujuh Puluh Delapan | Begini Adanya
Open Pre-Order
Spoiler Alert!
Spoiler alert Part 2!
Ending :)
Penjelasan Ending
Alternative Ending Part 1
Open Pre Order Merchandise
MeloDylan Special chapter
Special Chapter | Satu
Special Chapter | Dua
Special Chapter | Tiga

Chapter Enam Belas | Tidak Baik-Baik Saja

556K 33.3K 10.8K
By asriaci13

Update, 30 September 2019

NOW PLAYING | Charlie Put - I Wont Tell A Soul

SELAMAT MEMBACA CERITA MELODYLAN

BAGIAN ENAM BELAS | TIDAK BAIK-BAIK SAJA

Masing-masing dari kita tengah memiliki hubungan tidak baik-baik saja dengan pasangan masing-masing. Namun, sepertinya ini adalah kesalahan dengan kita jalan berdua seperti sekarang ini.

***

MENUNGGU itu yang tengah Melody lakukan sekarang. Menunggu sang kekasih yang tengah bermain basket di lapangan, kedua tangannya menggenggam erat botol minum yang sudah dia siapkan untuk sang kekasih. Namun, getaran yang dihasilkan oleh ponselnya mengganggu fokusnya, satu tangannya bekerja untuk mengeluarkan benda bentuk pipih itu dari saku celananya.

Mendapat pesan dari orang yang tengah ia hindari akhir-akhir ini, membuatnya menghela napas panjang.

Entah apa maksud dari pesan itu, yang jelas si pengirim mengajaknya untuk pergi, bahkan berniat menjemputnya dari kampus. Jelas saja Melody melarangnya, dia tidak mau menumbuhkan kecurigaan dari pacarnya, namun hal ini terkesan seperti dia sedang selingkuh. Padahal, kenyataannya tidak sama sekali.

Sudut matanya menangkap dua orang yang sangat dia kenali, Fathur tengah berbicara dengan Bella di dalam kantin, dia tersenyum. Setidaknya, reuni ini bisa menyatukan keduanya. Membuat dua orang yang masih belum menyadari perasaannya bisa disatukan. Perpisahan kemarin bisa membuka mata Fathur, bahwa pemuda itu membutuhkan Bella di hidupnya.

Meski ada perasaan tidak rela saat itu, karena pada akhirnya Fathur akan lebih fokus kepada Bella dibandingkan dengan dirinya. Namun, hal itu tidak membuat Melody menjadi egois. Fathur hanya temannya, tidak lebih dari itu dan Melody tidak mempunyai hak untuk menahan Fathur untuk tetap disampingnya. Pemuda itu memiliki kehidupan sendiri dan tentu saja tanpa Melody di dalamnya.

Kini fokusnya kembali ke lapangan, menyaksikan kekasihnya yang tengah bermain basket. Sebuah senyuman tercetak di bibirnya, dia baru menyadari bahwa memiliki seorang pacar yang hebat dan tidak pernah menuntut apapun kepadanya. Pacar yang pengertian dan selalu ada untuknya. Selama ini, Melody hanya terus saja membandingkan apa yang dia dapat sekarang dengan apa yang dapat di masa lalu.

Louis menyadari keberadaan Melody lalu dia melambaikan tangannya disertai senyum cerahnya. Dia senang, karena Melody jarang sekali menunggunya latihan, selalu banyak alasan atau ditengah-tengah dia pulang. Sampai didetik Louis selesai dari permainan basketnya.

"Tumben si Melody nungguin lo, biasanya ogah-ogahan," ujar seorang temannya yang memiliki rambut ikal.

"Nyadar kali sekarang," cibir seorang temannya lagi.

"Atau ada butuhnya sama Louis, biasanya kan gitu." Temannya yang lain mengomentari diselingi dengan tawa renyah.

Louis cukup terganggu dengan hal itu, tapi biar bagaimanapun yang dikatakan teman-temannya tidak sepenuhnya salah. Dia pun berpikiran aneh dan bingung, bahkan Melody menunggu sampai permainan selesai.

"Gue samperin dulu." Louis menepuk pundak teman-temannya dan berniat menghampiri Melody, namun dipertengahan jalan, ada Keira yang menhalangi langkah kakinya.

"Nih." Keira memberikan minuman isotonik kesukaan Louis. Louis mengangguk kecil, dia mengambil minuman itu dari tangan Keira.

"Thanks Kei."

"Oke. Gue duluan ya Lou, semangat buat tandingnya minggu depan," ujar Keira sambil mengepalkan tangannya tanda dia menyemangati Louis.

"Lo nonton, kan?"

"Kalau enggak sibuk, gue usahain nonton."

Jelas. Melody melihat adegan di mana Keira memberikan minuman itu kepada Louis. Dia juga sering mendengar kalau Keira suka menunggu Louis latihan basket kalau dia memiliki waktu senggang, gadis itu baik kepada siapapun termasuk kepada dirinya. Awalnya dia merasa tak ada yang salah dengan Keira, karena Keira merupakan teman satu kelompok saat OSPEK Universitas. Tapi entah mengapa akhir-akhir ini kehadiran Keira di tengah-tengah hubungannya dengan Louis terasa mengganggu.

"Hei..," sapa Louis, yang kini sudah duduk disampingnya.

"Hei." Melody balas menyapa Louis, lalu dia memberikan minum yang ada di tangannya.

Louis membuka tutup botolnya dan memberikan kembali kepada Melody.

"Bukan buat aku, tapi buat kamu dari aku."

"Ohh...." Louis pikir Melody meminta membukakan tutup botolnya, ternyata dia salah.

"Kamu enggak pulang bareng Fathur? Tadi aku liat dia pulang sama cewek?"

"Aku nunggu kamu," jawab Melody

Jawaban Melody barusan membuat dahi Louis berkerut, namun beberapa detik kemudian dia tersenyum. Meskipun di dalam kepalanya banyak sekali pertanyaan yang ingin dia tanyakan kepada Melody mengenai jawaban itu.

"Kamu mau apa?"

"Mau apa, apa maksud kamu? Emangnya salah aku nunggu kamu?"

"Enggak sih, cuman ya kamu kan..." Louis menggantungkan kalimatnya, namun hal itu membuat Melody mengerti.

"Aku tau, yuk pulang," ajak Melody

"Aku izin dulu temen aku ya?"

"Kamu mau pergi lagi?"

"Rencananya sih begitu. Gak boleh pergi?"

"Boleh kok. Aku boleh ikut?"

Semakin terpana akan jawaban Melody membuat Louis kebingungan. Dia merasa bahwa Melody salah makan hari ini, lalu satu tangannya menyentuh dahi Melody.

"Kenapa sih? Gak boleh ya?"

"Boleh, cuman pulang dulu ya? Izin dulu sama Bunda," ujar Louis, "ini udah malem."

"Oke."

Sikap Melody hari ini membuat Louis merasa senang. Ini yang dia tunggu selama ini. Melody menatap ke arahnya, menjadikannya lebih penting dari teman-temannya, mau mencoba megenal teman-temannya. Tapi, dia merasa ada yang salah. Dan semoga saja hanya perasaannya saja.

Mobil Louis masuk pekarangan rumah Melody, namun ada satu pemandangan yang membuatnya mengerutkan dahi kembali sampai dia dapat menyimpulkan mengapa Melody bersikap seperti sekarang.

"Kamu gak usah ngelakuin hal yang gak pernah kamu lakuin," ujar Louis

"Maksud kamu?"

"Iya, nunggu aku, mau ikut sama temen-temen aku. Kamu ini kenapa, Mel?"

"Aku mencoba memperbaiki semuanya, aku mencoba melakukan hal yang gak pernah aku lakukan untuk kamu. Aku gak tau kalau kak Dylan ada di rumah."

Benar. Pemandangan yang Louis dapatkan adalah, mobil Dylan terparkir di halaman rumah Melody.

"Yakin?" Louis meragukan jawaban Melody barusan, bahwa dia tidak tahu kalau Dylan ada di rumahnya. Memanfaatkan kehadiran Louis hanya untuk membuat Dylan cemburu.

"Dia ngajak belanja keperluan buat reuni nanti, terus dia niatnya mau jemput aku di kampus. Cuman aku bilang, aku diater kamu pulang. Aku gatau kalau dia langsung ke rumah aku."

"Yaudah, aku udah nganterin kamu, kan?"

"Turun dulu yuk? Sapa Bunda, kan aku bilang aku mau ikut kamu kumpul bareng sama temen kamu."

"Alasan kamu mau ikut apa sih, Mel?"

"AKu selama ini tau apa yang di omongin sama temen-temen kamu, seenggaknya aku ingin ketemu mereka secara langsung supaya mereka dan aku gak salah mengerti masing-masing. Kamu mau mengenal temen-temen aku, berteman dengan mereka, lalu apa aku salah melakukan hal yang sama?"

"Oke." Louis turun dari mobil, berikut disusul Melody. Kedua sejoli itu masuk ke dalam rumah.

Hal yang mereka lihat di ruang tamu pertama kali adalah Dylan duduk bersama dengan Bundanya. Mereka tengah mengobrol berdua, terlihat asik dan menyenangkan. Entah apa yang mereka bicarakan.

"Assalamualaikum Bunda, Ody pulang."

"Waalakumsalam." Nada menoleh dan tersenyum, "Tuh anaknya pulang, Lan," ujar Nada, "Louis makasih ya udah anterin Ody pulang."

"Iya Tante."

"Bunda, Ody mau pergi sama Louis ya malem ini. Sama temen-temennya juga, soalnya nanti waktu Louis tanding basket aku gak bisa nonton karena acara reuni."

Permintaan izin Melody barusan membuat Dylan menatap ke sumber suara. Dia sudah menunggu untuk mengajak Melody pergi membeli barang-barang yang dibutuhkan di reuni nanti.

"Mel? Bukannya kamu mau pergi sama Dylan buat beli barang-barang reuni?" tanya Bundanya dengan nada heran.

"Kan masih ada waktu buat beli barang-barangnya nanti Bun."

"Sini Bunda mau ngomong sebentar sama kamu," ajak Nada, "Louis Tante tinggal sebentar ya?"

"Iya Tante."

Canggung. Louis duduk di depan Dylan, keduanya terdiam tanpa suara. Hanya saling mengalihkan tatapan ke arah lain agar tatapan mereka tak saling bertemu. Melody mengikuti Nada yang berpindah ke ruangan lain.

"Dylan udah nunggu kamu dari sore dan kamu udah bilang iya sama dia, terus kamu pulang sama Louis bilang kalau kamu mau pergi sama dia? Kenapa?"

"Bun, lagian masa kak Dylan gak bisa pergi sendiri, kenapa harus dianter sama aku, sih?"

"Itu pertanyaan Bunda juga, tapi Bunda udah punya jawabannya. Dylan bilang kalau dia pergi membeli kebutuhan reuni sendiri, dia akan membeli semuanya yang menurut dia dibutuhkan dan itu akan membuat anggarannya semakin membengkak dan tugas kamu adalah bendahara jadi kamu yang paling tau mana yang lebih efektif untuk dibeli. Kalau kamu gak enak sama Louis, biar Bunda yang ngomong sama dia. Dia pasti ngerti kok."

"Bukannya masalah ngertinya Bunda, cuman Louis lagi merasa insecure sama dirinya sendiri."

"Karena Dylan?"

Melody mengangguk, "Karena aku juga mungkin."

"Yaudah, kamu ajak Louis aja pergi sama kalian. Gak ada pilihan lain, mengusir Dylan juga bukan pilihan yang baik Ody. Kamu yang sudah bilang iya sama dia."

"Oke."

Melody dan Nada kembali ke ruang tamu. Keadaan masih canggung, Melody bisa merasakannya. Dia harus segera meminta maaf kepada Louis karena telah menempatkan dirinya dalam situasi seperti ini.

"Begini saja nak Louis, kamu ikut sama Melody dan Dylan pergi mencari barang buat reuni. Setelah selesai baru kalian melanjutkan agenda kalian yang tertunda."

"Gapapa Tante, Melody boleh pergi sama Dylan. Lagipula ini buat kepentingan reuni kan, buat pergi sama Louis masih ada hari esok."

"Tapi Lou," sanggah Melody

"Bedain kepentingan pribadi sama kepentingan kelompok. Aku gapapa."

"Dia aja udah bilang gapapa, kan? Lagian cuma beli barang doang, itu juga buat kepentingan reuni," ujar Dylan dengan santainya.

"Kalau gitu aku pamit ya?" ucap Louis, "Tante, Lou pulang ya."

"Iya hati-hati di jalan ya."

Louis berpamitan kepada Nada, sementara dia mengabaikan Dylan. Entah tidak sengaja atau memang disengaja. Tak ada yang tahu akan hal itu.

"Aku anterin Louis ke depan dulu," ucap Melody sambil berlalu pergi meninggalkan Nada dan Dylan di ruang tamu.

Satu tangannya menahan Louis yang kali itu akan membuka pintu mobilnya. Louis menoleh dan menatap Melody, menunggu gadis itu mengucapkan sesuatu.

"Maaf," ucap Melody tulus

"Gapapa. Masih ada hari esok, kan?"

"Aku sayang kamu."

Louis mengangguk.

Melody sedikit berjinjit lalu dia mencium pipi Louis, "Hati-hati di jalan, besok jemput ya di rumah, berangkat bareng."

Louis masih belum bisa kembali ke dunianya sendiri. Satu tangannya masih berada di pipinya yang terasa panas. Namun, dia hanya tersenyum lalu mengangguk setelah itu masuk ke dalam mobil dan meninggalkan pekarangan rumah Melody.

Saat Melody akan kembali ke dalam rumah dia melihat Dylan yang berada di luar rumah dengan kedua tangan di lipat di dada, memperhatikannya dengan serius. Tatapan matanya tak teralihkan sedikitpun. Biar saja, kalaupun Dylan melihat adegan tadi, dia tidak peduli.

"Ayo pergi, jangan kemalaman pulangnya, banyak tugas kuliah," ajak Melody kepada Dylan.

"Lo gak gabti baju dulu?"

"Buat apa? Lagian gak pergi kemana-mana juga, kan?"

"Oke."

Dylan langsung melangkahkan kakinya menuju mobil.

"Aku izin Bunda dulu."

"Udah gue izinin, langsung pergi aja. Tadi Bunda mau ke toilet katanya."

"Oh gitu, yaudah."

Melody menurut. Namun, ketika dia akan membuka pintu mobil, Dylan lebih dulu membukakan pintu mobil buat Melody. Entah apa maksudnya, tapi Melody tidak bertanya akan hal itu, yang dia lakukan hanya masuk ke dalam mobil.

"Sorry kebiasaan kalau sama Alice," katanya

"Oke."

Suasana di antara mereka mendadak menjadi canggung, Melody pun enggan berbicara atau memulai pembicaraan dengan Dylan. Yang dia lakukan hanyalah memainkan ponselnya dan bertukar pesan dengan Louis, meskipun balasan yang dikirimkan oleh Louis cukup lama, namun setidaknya Melody memiliki alasan untuk memainkan ponselnya.

"Mau beli apa dulu?" tanya Dylan

"Kok nanya? Kak Dylan ada listnya, kan?"

"Ada. Bentar." Dylan mengeluarkan ponselnya, lalu dia memberikannya ponselnya kepada Melody.

"Passwordnya?"

"Ulang tahun gue, masih inget, kan?"

Melody mengangguk. Lalu dia menuliskan ulang tahun Dylan dan ponselnya terbuka. Wallpaper ponselnya kembali ke wallpaper bawaan ponselnya, padahal sebelumnya Melody pernah tak sengaja melihat kalau wallpaper handphone Dylan adalah foto Alice. Sudahlah, itu bukan lagi urusannya.

"Ada dimana? Listnya?"

"Note."

Beberapa pesan bisa Melody lihat dan tak sengaja baca dari pop up. Kebanyakan pesan itu dikirimkan oleh Alice dan Bella.

"Alice tau kak Dylan ke rumah aku?" tanya Melody

"Enggak."

"Kenapa gak bilang? Nanti aku dikira yang lain lagi sama dia."

"Kalaupun iya, kan gue yang nyamperin lo bukan lo yang nyamperin gue."

Memang benar begitu. Tapi, Melody merasa ada yang salah. Seandainya nanti Alice tau, entah apa yang akan dipikirkan oleh gadis itu. Melody tidak mau ada di tengah-tengah hubungan orang lain. Itu akan membuat semuanya canggung, terlebih dia tidak mengenal bagaimana Alice lebih jauh.

"Bella pergi sama Fathur," ujar Dylan

"Ya, aku tau. Tadi Bella ada di kampus sama kak Fathur."

"Lo gapapa?"

"Kenapa aku harus apa-apa. Aku sama kak Fathur hanya teman, kalaupun nanti kak Fathur punya cewek yang dia sukai, kak Fathur berhak untuk itu dan aku gak berhak untuk melarangnya."

"Oh, ya, begitu."

"Jaga jarak ya dengan Bella, biar kak Fathur yang mengusahakan supaya dia bisa kembali sama Bella. Biar kak Dylan juga menjaga perasaan Alice."

"Lalu lo? Bakalan menjaga jarak dari Fathur juga untuk Bella?" tanya Dylan

Melody menghela napasnya perlahan, "Sepertinya bukan aku yang akan menjaga jarak, tapi kak Fathur sendiri dan aku bisa maklum akan hal itu."

Topik pembicaraan mereka hanya sampai disitu. Keadaan menjadi hening kembali sampai Dylan menyalakan sebuah musik untuk menemani kecanggungan mereka. Melody menyebutkan beberapa barang yang bisa mereka beli di satu tempat yang sama. Dylan hanya mengangguk, menurut saja.

Dia merasa Alice tidak perlu tau kalau dia pergi berdua dengan Melody. Entah mengapa, dia tidak ingin Alice ataupun Bella tau.

"Lo selalu seperti itu sama Louis?"

"Seperti itu gimana?"

"Nemenin dia main basket?"

Melody menggeleng, "Jarang sih, kalaupun iya kadang aku pulang duluan atau pulang sama kak Fathur. Tapi akhir-akhir ini aku suka nungguin dia sampai selesai."

"Lalu, cium pipi dia?"

"Tadi yang pertama."

Entah mengapa Dylan tidak ingin percakapan dengan Melody selesai. Dia ingin terus mendengar cerita Melody atau Melody mendengarkan ceritanya. Hanya sebatas itu, dia ingin Melody menceritakan hubungannya dengan Louis, kalau Melody bahagia dengan pilihannya setidaknya luka yang diberikannya kemarin sudah sembuh.

"Kak Dylan sendiri gimana dengan Alice?"

"Ya begitu, seperti orang pacaran pada umumnya."

"Kenapa gak izin Alice?"

"Gue lagi berantem sama Alice, kalau izin pergi sama lo malah memperkeruh semuanya."

"Lalu kenapa kak Dylan malah pergi sama aku padahal hubungan kak Dylan sama Alice lagi enggak baik-baik aja?" Melody sedikit tersenyum kecut, "kalau tau kak Dylan lagi berantem sama Alice, aku gak mau pergi sama kak Dylan. Harusnya kak Dylan selesaiin dulu masalahnya bukannya pergi. Aku ngerasa gak enak sama Alice, kalau dia tau kita pergi sama-sama."

"Alice perlu waktu buat mengerti semuanya," ujar Dylan, "dia yang ingin tau semua tentang masa lalu gue, dia harus membiasakan diri jika masa lalu gue selalu ada lo dan Bella."

"Aku justru menyesal kasih tau Louis semuanya."

"Kenapa?"

"Kalau saja aku hanya cerita kak Dylan hanya mantan aku saja, enggak dengan masalah yang terjadi di antara kita atau kalimat yang kak Dylan ucapkan saat kak Dylan pergi. Mungkin Louis gak akan merasa insecure seperti sekarang. Apalagi tadi, kak Dylan ada di rumah, itu akan membuat Louis semakin berpikiran macam-maca. Louis bukan tipe orang yang akan ngomong kalau ada sesuatu, hanya saja selama ini aku terlalu seenaknya saja akan Louis."

"Kalau dia merasa insecure seperti itu, artinya dia gak cukup yakin perasaan lo untuk dia."

"Ya dia merasa seperti itu. Makanya sekarang aku lagi berusaha meyakinkan dia akan perasaan aku."

"Jangan," ucap Dylan spontan.

"Kenapa?"

"Seharusnya dia yakin akan perasaan lo tanpa harus diyakinkankan sama lo."

"Enggak, Louis udah banyak berkorban untuk aku. Sekarang giliran aku untuk meyakinkan dia. Cinta itu saling kan, bukan hanya salah satu yang mengusahakan. Aku gak mau kehilangan orang yang aku sayang hanya karena aku diem aja, seperti dulu aku kehilangan kak Dylan karena aku gak berani buat ngomong dan jelasin apa yang aku rasain."

Kalimat panjang yang diucapkan Melody membuat Dylan terdiam. Dia memikirkan kalimat itu berulang kali sebelum dia menanggapinya. Dia juga melakukan hal yang sama kepada Alice untuk tidak terjadi seperti dulu lagi. Dia lebih mementingkan Alice daripada Bella, dia mendengarkan keinginan Alice tidak memaksanya untuk mengerti kemauan dia. Tidak bersifat egois seperti dulu.

Masing-masing dari mereka sudah belajar untuk menghargai dan dari kesalahan yang pernah dilakukan dulu. Seharusnya itu adalah hal yang baik.

"Kalau kita lebih saling mengerti dulu, mungkin tidak akan seperti sekarang kejadiannya."

"Mungkin," respons Melody.

"Ya, mungkin."

***

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA CEIRTA MELODYLAN

JANGAN LUPA UNTUK VOTE + KOMENTAR

Menurut kalian bagaimana chapter ini?

Kalian pindah haluan gak atau tetep di couple yang sama?

#Melody dan Dylan

#Melody dan Louis

JANGAN LUPA UNTUK FOLLOW AKUN Instagram :

1. melovedy_ (Akun Melody baru guys! Follow ya)

2. Dylanarkanaa_

3. duniaaci

4. asriaci13

***

With Love,

Aci Istri sah dan satu-satunya Oh Sehun

Continue Reading

You'll Also Like

6.3M 413K 57
[Sequel INTO YOU] Akan ada saat dimana orang berhenti berjuang. Berhenti berharap. Meski sulit, tapi itu yang terbaik. Sama hal-nya dengan Bintang Ar...
1.2M 9.9K 11
📝 [SEBAGIAN BAB SUDAH DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN!] Judith Aluna al-Vadric, sosok gadis manis yang cinta mati sama pudding dingin dan pisan...
266K 10.3K 42
(TAHAP REVISI) [12-04-2019] #2 in anakremaja [01-04-2019] #2 in nyaman [27-03-2019] #1 in akukamudia Saling mencintai tanpa memiliki itu tak semudah...
4K 389 47
[ Akan direvisi ] REMENTANG ( Rembulan, Mentari, & Bintang ) Dan dia adalah Mentari yang memberikan sinarnya padaku--sang Rembulan. Yang kemudian sos...