Only Hope

By Camilaaz_

48.3K 5.1K 2.7K

"Bisakah aku menjadi - KAMU- untukmu? Sebagai orang pertama yang menjadi maksud pikiranmu." Kalimat itu, ada... More

Prolog
The beginning-part 1
Story of class- part 2
Why- part 3
Picture??- part 4
Last MPLS!- part 5
Begin!- part 6
Choice- part 7
Miss him!-part 8
Good news- part 9
Line!-part 10
Him-part 11
Meet- part 12
The place- part 13
Really?- part 14
About you- Part 15
Run- part 16
A beautiful day -part 17
Fake- part 18
Telling the truth- part 19
Free- part 20
Miscommunications- part 21
Lockers - part 22
Modus- part 23
First greet- part 24
Again - part 25
Prepare - part 26
Miracle - part 27
Thank you - part 28
Lucky day - part 29
Change (1) - part 30
Change (2) - part 31
Peka? - Part 32
A Problem - Part 34
Letter - Part 35
Mean - Part 36
Focus- Part 37
This's Over? - Part 38
Wrong Opinion - Part 39
For Reset - Part 40
Part 41

Almost - Part 33

869 69 44
By Camilaaz_

Aku menoleh ke samping dan betapa terkejutnya saat aku melihat Ka Albyan yang tengah duduk di sampingku.

Oke fine. Gue kurang peka!

*

"K-ka Albyan?"

Dia menaikkan kedua alisnya lalu mengangguk.

Aku memegang dadaku yang terasa sesak.

Jantung gue mulai disko aaiisshh.

"Loh kenapa? Lo sakit?" tanyanya panik.

Aku menggeleng dengan cepat.

"Terus kenapa lo kaya nyesek gitu? Muka lo juga jadi merah,"

Anjuuu, kenapa ketara banget sih?

Untung kamu gak peka maz!

Aku memegang kedua pipiku, "Engga papa Ka," lalu menjauhkan posisiku se-di-kit darinya. Sedikit aja, kalo banyak entar rugi wkwk.

Dia masih melihat ke arahku yang membuat usahaku untuk menormalkan detak jantung gagal total.

"Itu apa Ka?" ujarku sambil menunjuk ke depan.

Dia pun mengikuti arah tunjukkanku.

1 2 3 ambil napas... Buang napas... Hufffttt.

"Ada apaan?" tanyanya masih melihat ke depan.

"Emm," gumamku bingung karena aku telah membohonginya.

"Gak ada apa-apa," keningnya mengerut memandangku.

Oh my, tamvannyaaa.

"Em, itu, itu tadi ada kucing lewat, lucu banget Ka," jawabku menyeleneh.

Dia menaikkan sebelah alisnya, lalu berkata, "Oh."

Najis garing banget lo Kei!

Jika mulut dan pikiran tidak bisa terorganisir, maka suasana krik-krik lah yang akan kau dapatkan.

Seperti aku sekarang ini, Ka Albyan menjadi diam setelah mendengar jawabanku tadi. Pasti dia mengira aku adalah gadis aneh bin garing.

Oh god,

What should I do?

"Lo di sini dari tadi Ka?" Oke, aku sedang mencoba mencairkan suasana.

Dia mengangguk, "Sekitar lima menit yang lalu."

"Lima menit?" Aku mengerjapkan mataku tak percaya, lalu mengalihkan pandangan ke sebelah kanan.

Meratapi kepekaan ku yang sangat luar binasah.

Hellooo gebetan duduk di samping lo selama lima menit dan lo gak bisa ngerasain itu? Bagus Kei bagusss -_-.

"Hei, kenapa?"

Aku menarik napas panjang, lalu menoleh ke arahnya, menggeleng dan tersenyum.

Lo harus tingkatin kepekaan lo, Kei. Kalo engga, lo bakal rugi!

Aku mengangguk seperti mengiyakan monologku sendiri.

"Hah? Kenapa ngangguk? Lo gapapa kan?"

Aku tersadar ternyata Ka Albyan masih menatapku. Dia sekarang terlihat bingung, terlihat jelas dari keningnya yang benar-benar mengerut.

Aku menggeleng -lagi-.

Ka Albyan tertawa kecil, "Tadi gue tanya, lo geleng. Terus sedetik kemudian, lo ngangguk. Dan barusan lo geleng lagi," sekarang dia lah yang geleng-geleng kepala seraya menahan tawanya.

Aku menepuk dahiku setelah mengalihkan wajah lagi.

Bodoh. Satu kata buat lo, Kei.

"Lucu,"

Pergerakanku terhenti saat mendengar itu, menoleh padanya untuk memastikan telingaku tidak salah.

Dia tersenyum padaku, "Lucu, satu kata buat lo, Kei."

"Lu-cu?"

Anjir, anjir, anjirrr...

Gue mau pingsan! Gue gak kuaaaatttt.

Mataku membulat sempurna, terpanah oleh kalimat yang dikatakannya.

Seakan dia bisa membaca pikiranku, aku benar-benar merasa ... Meleleh.

Ahhhh.

"Kei?" Dia mengibaskan tangannya di hadapanku.

Aku mengerjapkan mataku sebanyak dua kali, lalu menangkup pipiku yang mulai terasa panas.

Dia tertawa kembali, entah apa yang dia tertawakan.

Apa dia tau hatiku yang akan meledak karenanya?

Masa bodo dengan apa yang dia pikirkan, sekarang aku benar-benar ingin pulang karena rasa maluku sudah mencapai batasnya.

Aku beranjak dari tempat dudukku, ada perasaan tidak ikhlas untuk meninggalkan tempat duduk yang sangat lucky itu. Tapi, mau bagaimana lagi? daripada wajahku terus-menerus memerah dibuatnya.

"K-ka gue balik duluan yak! Bye." pamitku dengan bergetar malu, lalu berlari.

"Keira!" Baru beberapa langkah berlari, tiba-tiba suara lantang seseorang memanggil namaku.

Pandanganku mengedar ke segala arah, yang kudapati sekarang adalah para siswa yang sedang saling berbisik melihatku.

"Kei,"

Aku memutar tubuhku 90° ke belakang.

Ternyata itu suara lantang dari seorang Albyan.

Selama hidup enambelas tahun, baru sekarang aku merasa bahagia saat namaku terucap dari lisan seseorang.

Aku menatap lurus pangeran tampan yang sedang setengah berlari ke arahku.

Indahnya.

"Buru-buru banget, Kei." katanya saat sampai di depanku.

Aku hanya mengusap tengkukku sambil tersenyum kikuk.

"Lo pulang sendiri?"

"Eng...," aku sejenak berpikir, "Eng- engga tau, Ka." ujarku kemudian.

Bilang aja gak tau, kali aja nanti di ajak pulang bareng hehe.

Peka mode:on.

"Kok gak tau? Lagi nunggu temen?" tanyanya sambil memakai jaket berwarna maroon yang sejak tadi di tentengnya.

"Tadinya iya Ka, tapi kayaknya temen gue udah pulang." jawabku ragu dan langsung menunduk.

Bismillah. Boong dikit. Biar berkah. *eh.

"Oh yaudah, mau gue anter?"

Dengan cepat aku mendongakkan kepala, mengerjapkan mata melihatnya.

Gue gak mimpi, kan?

"Gimana mau gak?" tanyanya sekali lagi.

Aku refleks mengangguk dengan cepat, sedangkan dia membalas dengan senyum jenaka.

Karena merasa terlalu frontal, akupun mengalihkan pandangan untuk mencari sesuatu yang dapat ku lihat sembari mengutuk kelincahan anggukanku.

"Yaudah tunggu di sini ya." pesannya, sebelum bergegas pergi ke parkiran.

Aku tersenyum senang sambil meremas gemas rok abu-abu ku, sekilas melompat-lompat kecil di tempat tanpa sadar bahwa masih ada orang yang berlalu lalang di depanku.

Bahkan sekarang aku tersadar, banyak orang yang sudah menatapku sejak tadi. Seperti mengatakan -dia kenapa, sih?-.
Oh tidak! Ini lebih dari itu.

Aku mempertegas pandanganku, aku melihat ujung alis mereka yang meninggi, dan saling terpaut dengan tatapan mata yang tajam ke arahku. Terlihat jelas mereka mengisyaratkan -aku akan membunuhmu!-

Hey, apa mereka salah satu fans Ka Albyan?

Setelah menerima sinyal kematian dari mereka, akupun menunduk setengah takut dan berharap seseorang datang menemaniku.

"Kei," aku menoleh ke sumber suara, lalu menghembuskan napas kasar.

Oh god, bukan dia yang ku maksud.

"Sorry Kei, lo pasti nunggu lama." ujar Vela sembari mengatur napasnya akibat berlari ke arahku.

"Nah, itu lo tau." cetusku lalu, mengalihkan pandangan ke arah parkiran, "oiyah, lo pulang sendiri ya, Vel."

Vela terbengong sebentar, "Kenapa? Lo marah sama gue? Yah Kei, gue kan udah minta maaf, masa gitu aja lo marah, sih?" Dia mengguncang pelan tubuhku, "maafin gue, Keiii." tambahnya persis seperti anak kecil yang merengek.

Aku terkekeh melihatnya, "Engga, gue gak marah sama lo, Vel."

"Terus kenapa lo gak mau pulang sama gue?" katanya, masih dengan bibir yang mencebik.

Aku terlebih dahulu memperlihatkan cengiran senangku, "Gue abis dapet rezeki nomplok!"

"Maksudnya?" Dahi Vela berkerut samar.

Aku mengeluarkan kunci motorku, lalu memberikannya pada Vela, "Ini, lo bawa pulang motor gue aja,"

Vela memandang kunci itu bingung, kemudian mengembalikannya padaku. "Kalo lo gak mau bareng sama gue, gapapa. Gue bisa jalan atau naik taksi, kok." ujarnya mendadak muram.

Kayanya Vela gak ngerti maksud gue.

"Udah lo bawa aja. Soalnya gue..., " aku membungkam ketika motor ninja berwarna hitam sudah terlihat olehku.

"Vel iniii," kataku memaksa Vela untuk mengambil kunciku.

"Engga ah," tolaknya keras kepala.

Yaelah ni bocah!

"Yaudah lo pergi sekarang Vel!" kataku cepat.

Vela menatapku tajam, "Yaudah gue pergi!" jawabnya dengan nada yang terdengar marah.

Please, jangan salah paham sekarang, Vel.

Jika Ka Albyan tau, bahwa teman yang ku tunggu adalah Vela dan dia masih ada di sekolah, pasti Ka Albyan akan menganggapku telah membohonginya atau mungkin berpikir aku modus untuk kesekian kalinya.

Sebelum Vela pergi, suara deruman motor di depanku segera menyadarkan kami.

Oh no.

Ka Albyan memberikanku helm, akupun mengambilnya perlahan sambil melihat ke arah Vela yang tengah bingung dengan situasi ini.

"Loh, temen lo belum pulang?" tanyanya setelah membuka helm.

Aku mengulum bibir sambil mengangguk pelan.

"O!" Tiba-tiba Vela membulatkan mulutnya dan jari telunjuk yang dia jentikkan di samping wajahnya.

Aku menoleh ke Vela yang sudah tersenyum lebar.

Dia menarik lenganku untuk mendekat, "Kenapa lo gak bilang? Oke, gue ngerti!" katanya sambil berbisik.

"Ka, bisa tolong anterin Keira pulang gak? Soalnya gue ada urusan." pinta Vela.

Buset dah, sokap banget ni bocah haha.

Ka Albyan mengangguk, "It's oke, tadi gue juga udah nawarin dia kok." Ka Albyan melirik ke arahku.

"Oh jadi kalian udah mau pulang bareng, ohhh," ujar Vela sambil angguk-angguk di sertai cengiran gak danta. "Bagus, bagus!" tambahnya.

Aku memegang pundak Vela dengan tersenyum, berkata -Gak usah akting plis- tanpa suara.

Vela menurunkan tanganku yang ada di pundaknya secara perlahan, "Oke kalo gitu, gue pulang duluan ya, Kei. Babayyy." Vela melayangkan flying kiss ke arahku.

"Jagain Keira ya, Ka!" pesannya dengan tersenyum lebar.

Sedangkan Ka Albyan menaikkan dagunya sedikit di sertai senyuman juga.

Dan aku, aku hanya memandang Vela yang sudah berlenggang pergi dengan tatapan tak menyangka.

Vela terlalu berani dan sok akrab untuk ukuran orang yang belum saling mengenal.

But it's oke. This is so nice.

"Ayo," ajaknya.

Ya allah jantung gue... Berdebarrr.

Saat aku ingin memakai helm, tiba-tiba Vela muncul lagi.

"Kei," Vela langsung menarikku sedikit dan membelakangi Ka Albyan.

"Gue rasa, gue butuh kunci motor lo, Kei," Katanya sambil nyengir, "Duit gue udah abis dan kaki gue terlalu mager buat di ajak kencan hehe." tambahnya semakin nyengir.

"Huh dasar!" tukasku lalu mengeluarkan kunci motor dari saku bajuku.

"Oke, besok gue jemput ya!"

"Ngga usah, Rumah gue kan lebih jauh. Besok gue bareng bokap aja." jawabku tersenyum.

Vela pun mangut-mangut mengerti, "Oke deh, makasih ya... And have fun beb." katanya sambil melirik ke Ka Albyan.

Setelah Vela pergi, aku pun menghampiri Ka Albyan lagi.

"Udah?" tanyanya lembut. Oh my.

"Udah Ka," jawabku tersenyum.

"Oke, lets--"

Bunyi dering ponsel menghentikan kalimatnya.

"Ck." Dia berdecak sedikit lalu menerima panggilan itu.

"Iya Ka?"

"..."

"Gue gak bisa,"

"..."

Aku mendengar dia seperti menolak sesuatu yang di inginkan orang di sebrang sana.

Daripada menguping dan terus memandangi wajahnya yang membuatku terus ingin terbang, lebih baik aku melihat situasi sekitar.

Oh shit. Mengapa mereka masih melihatku?

Tenang Kei, Ka Albyan ada di depan lo. Gak mungkin kan, mereka ngebunuh lo di depannya.

Aku tersenyum tenang, saat monolog ku kembali berkata. Mengabaikan mereka sepertinya pilihan terbaik.

Aku pun memilih memandang kursi taman tadi, senyumku pun kembali mengembang.

Selain taman belakang sekolah, lorong loker dan lapangan. Kursi itu adalah saksi dari moment indahku bersamanya.

I will remember that.

"Huft." Ka Albyan membuang napas kasar. Akupun menoleh ke arahnya.

"Sorry ya, tadi ada--"

Ponselnya kembali berdering, Ka albyan menatap layar ponselnya dengan malas lalu memasukkan benda itu ke dalam jaketnya.

"Yu," ajaknya lagi.

"Itu gak mau di jawab dulu Ka? Siapa tau penting," kataku mencoba berbicara biasa di atas penderitaan jantungku.

Ka albyan menggeleng, "Engga penting, kok." katanya tersenyum.

Geleng-geleng sambil senyum. Please itu terlalu cute.

"Keiraaa," mendengar itu, aku dan Ka Albyan menoleh ke sumber suara.

Ternyata itu hanya Vela yang melambaikan tangannya menuju pagar sekolah.

Dengan cepat aku membalas lambaian tangannya. "Hati-hati." teriakku yang di balas anggukan darinya lalu melenggang pergi dengan motor kesayanganku.

"Gue kira dia orangnya diem, tapi ternyata ...," Ka Albyan tertawa kecil.

"Kalo udah kenal mah, sifat Vela emang berubah, jadi lebih absurd hehe," kataku yang di sambut tawanya.

Sumpah demi apapun, aku masih merasa deg-degan saat bicara panjang apalagi berhadapan dengannya seperti ini. Oh tuhan.

"Yaudah yu," ajaknya untuk kesekian kali.

Aku mengangguk tersenyum.

Berharap tidak ada deringan ponsel atau panggilan seseorang yang dapat menghambat kepulanganku bersamanya, ouh.

Aku memakai helm dan bersiap untuk menaiki motornya, tapi...

"I got you." seru seseorang yang langsung nemplok di jok motor Ka Albyan.

Anjir. Kampret!

Aku menatap tajam orang itu.

"Eh-eh ngapain sih lo?! Turun gak!" bentak Ka Albyan pada cowok itu.

"Sorry Al, gue gak bisa lepasin lo. Ini perintah dari Ka Rizky." jawabnya dengan mengeratkan pegangan di jok belakang.

Aku mengernyitkan dahi mendengar nama Ka Rizky.

Dasar kambing! Ganggu banget sih!

"Anak kelas 11 bukan gue aja, kan? Masih banyak yang lain, kenapa harus gue?!" Kali ini Ka Albyan turun dari motornya dan berdiri di sampingku.

"Gue gak bisa, gue ada urusan." tambahnya datar.

Cowok itu melihat ke arahku, "Hai." sapanya dengan tersenyum.

Akupun membalasnya walaupun dalam hati memakinya yang sudah mengulur waktu kami. Cielah kami haha.

"Sorry sekali lagi nih Al, kalo lo mau kencan," mendengar kata itu, aku langsung menoleh ke Ka Albyan yang terlihat biasa. "atau mau ngelakuin kegiatan lainnya sekarang, gue gak bisa biarin itu. Karena jujur, gue lebih sayang nyawa daripada waktu kencan lo." kata cowok itu panjang lebar.

"Siapa yang mau kencan hah?! Gue cuma mau nganterin pulang." tukas Ka Albyan.

Baiklah~ ini memang bukan kencan.

"Bodo amat dah, pokoknya gue gak mau mati aja. Gue gak percaya sama lo!" ujarnya sambil melipat tangan di dada.

Ngajak berantem nih orang!

"Ck." Ka Albyan mengusap rambutnya kasar.

Aku jadi merasa tidak enak jika hanya diam. Kesannya aku seperti tidak mengerti situasi yang di hadapi Ka Albyan.

Aku harus bagaimana?

Tetap diam atau,

Pulang sendiri?

"Ka--"

"Lo gak bakal mati disana, cepet turun!" kalimat ku terpotong oleh Ka Albyan yang mulai menarik temannya untuk turun.

"Gak!" tolak cowok itu.

"Kalo lo gak turun ... Lo bakal mati di sini!" pekik Ka Albyan.

"Dek, tolongin gue dong." pinta cowok itu padaku.

Dih ngapain gue tolongin lo? Gue juga maunya lo turun kali.

"Turun ... cepet! Turun ...," Ka Albyan menarik temannya dengan kuat, sehingga temannya tersungkur ke aspal.

Mampus!

Eh tapi kasian.

Aku hanya meringis tak bersuara melihat itu. Antara merasa bahagia dan iba. Hmm.

"Kasar bat njir." umpat cowok itu.

"Pergi, pergi!" Ka Albyan bertolak pinggang lalu menaiki motornya lagi.

"Ayo cepet, Kei. Sebelum ada penghambat lagi." ucapnya.

Aku melihat ke arah cowok itu yang menyatukan tangannya di depan dada seperti memohon kepadaku.

Aduh gimana nih?

"Ka, ini," Aku memberikan helm padanya, "gue pulang sendiri aja." kataku dengan tersenyum.

Akhirnya dengan yakin aku memutuskan untuk melakukan perbuatan baik. Merelakan Ka Albyan pergi dengannya. Argh.

"Gak. Gue tadi kan udah bilang mau anter lo, jadi sekarang naik!" jawabnya datar tapi terkesan tegas.

Ka Albyan mendorong helm itu kepadaku lagi.

"Parah lo, anak orang mau pulang sendiri juga." kata cowok itu sambil menaik turunkan alisnya ke arahku.

Ish jijik.

Kalo bukan karna kasian sama lo, gue gak bakal mau pulang sendiri!

"Diem lo!" cetus Ka Albyan, sedangkan cowok itu langsung menutup mulutnya rapat.

Ka Albyan menoleh ke arahku. "Kei, gapapa kok. Gue beneran gak mau kesana." ucapnya tenang.

"Tapi--"

Tiiinn tiinn.

Bunyi klakson mengecoh pembicaraan kami.

Dio!

"Lagi pada ngapain?"

"Lagi mempertaruhkan nyawa gue, Di!" ujar cowok itu yang membuat aku dan Ka Albyan memandang jijik.

"Loh Kei, ngapain di sini?" Dahi Dio berkerut samar.

"Emm ...." Entah mengapa aku menjadi kikuk saat di tanya begitu.

"Keira mau pulang bareng gue, Di." jawab Ka Albyan.

"Hah? Bareng?"

"Iya mereka mau pulang bareng, tapi lo tau kan Di, kalo sekarang anggota basket kelas 11 wajib ikut ke sana. Apalagi dia nih!" sambung cowok itu sambil memajukan dagunya ke arah Ka Albyan.

Kok kesannya gue jadi kayak penghambat mereka ya?

"Ya kan Di? Ya kan?" tambah cowok itu.

"Ehm, i-iya Ka. Lo kan harusnya di sana." ujar Dio dengan wajah yang terlihat blank.

Lah si Dio ngapa?

"Oke-oke gue ke sana. Daripada lo ngomong mulu." Ka Albyan bertolak pinggang sambil memandang malas temannya itu.

"Nah gitu kek dari tadi!" cowok itu tersenyum penuh kemenangan.

It's oke, gue beneran pulang sendiri.

"Tapi setelah gue anterin Keira." tambahnya datar.

Aku menoleh menatap Ka Albyan.

Dia masih tetep mau anterin gue? Uuu.

"Hah? engga-engga. Nanti lo kabur lagi." ujar temannya.

"Gak bakal elah."

"Gue aja yang anter pulang Keira, Ka. Lo langsung ke sana aja." usul Dio dengan yakin.

Sepertinya itu pilihan terbaik.

Jujur, aku tidak ingin merepotkan Ka Albyan dan di anggap sebagai pengganggu oleh temannya.

Aku langsung berjalan menghampiri Dio.

"Iya Ka, gue sama Dio aja. Rumah kita searah kok." Aku tersenyum walaupun merasa sedih.

"Oh, ya ... yaudah kalo lo mau begitu." jawab Ka Albyan pelan.

Aduh Ka Albyan kecewa gak ya, sama gue?

Kok jadi beda gini suasananya.

"Yaudah yu, Kei." ajak Dio.

"Ayo." jawabku tersenyum lalu mengembalikan helm Ka Albyan terlebih dahulu.

"Makasih sebelumnya ya, Ka!" ucapku sambil menyodorkan helm padanya.

Dia hanya mengangguk lalu mengambil helm itu.

Aku tersenyum, kemudian menaiki motor Dio.

"Pake dulu, Kei." kata Dio dengan memberikan helm yang di bawanya.

"Duluan ya, Ka." pamit Dio pada mereka.

"Ti-ati yo." jawab cowok itu, yang sampai sekarang belum ku ketahui namanya.

Dio pun mulai menjalankan motornya.

Perlahan, aku tersenyum pada Ka Albyan, dia membalasnya dengan lambaian tangan santai.

Lalu tatapannya berubah menjadi sendu.

Apa dia merasa sedih, seperti yang aku rasakan?

*

"Kei,"

"Keiii,"

"Keira!"

Aku tersadar dari lamunanku saat Dio memanggilku cukup keras.

"Lo kenapa?" tanyanya dengan hembusan angin kencang.

Aku mendekatkan wajahku ke samping telinganya yang tertutup helm, "Gue gapapa Di."

"Kalo gapapa, kenapa lo ngelamun?" Dio sedikit menoleh ke belakang.

"Engga, gapapa. Beneran deh." ujarku bohong.

Hening ... Dio menjadi diam dan aku juga merasa sedang malas berbicara.

Beberapa saat kemudian, aku membuka mulut karena jalan yang ku lalui bukanlah arah ke rumahku.

"Di, mau kemana? Ini kan bukan jalanan rumah gue."

"Gue mau ngajak lo refresing sesaat. Lo mau kan?"

"Oh, oke." jawabku tanpa berpikir.

Gue sebenernya gak mood, tapi kayaknya gue emang butuh refresing.

Dio melajukan motornya dengan cepat dan berhenti di suatu taman yang luas.

"Wow,"

Aku takjub melihat pemandangan sekitarku.

Taman yang di penuhi rerumputan hijau nan segar, serta terdapat danau luas di dalam sana.

"Ke sana?" Dio tersenyum ke arahku sambil menunjuk dengan jempolnya.

Aku mengangguk riang.

Kami pun berjalan beriringan menuju danau itu, suasana di sini tidak hening karena terdapat beberapa anak kecil yang bermain di sekitar, serta berbagai pedagang yang menjual snack ringan. Namun rasanya benar-benar tenang berada di sini.

"Wow, lo tau darimana tempat ini Di?" ujarku saat sampai di tepi danau.

"Emm, darimana yak? Mungkin dari guru TK gue." jawabnya sambil mengusap tengkuknya.

"Guru TK? Oh, dulu TK lo suka rekreasi kesini ya?" pikirku.

"Ngga sering banget sih, mungkin sekali atau dua kali." jawabnya sambil menerawang.

Aku mengalihkan pandangan seraya mengangguk-angguk mengerti.

"Lo tadi ngerasa kecewa ya?" tanya Dio saat kami mulai menyusuri tepi danau.

"Kecewa kenapa?" Aku balik bertanya.

Sebenarnya aku sudah tau arah pembicaraan ini.

"Ya ... Karna gak jadi pulang sama Ka Albyan,"

"Hah?" aku menoleh padanya, "Haha engga kok." lalu tertawa hambar.

"Gue biasa aja tuh, emang kenapa harus kecewa?" ujarku kemudian.

"Emm ... Entahlah, gue pikir lo kecewa," Dio menoleh padaku, "karena gak jadi di anter sama cogan kaya Ka Albyan hehe." lanjutnya dengan terkekeh.

"Haha cogan? Kalo alasannya itu, gue gak bakal kecewa kali, Di." jawabku, jujur lho.

"Karena?"

"Karena ujung-ujungnya gue di anter sama cogan juga," aku tersenyum jenaka melihatnya, "dapet bonus ke taman lagi hehe." lalu melayangkan cengiran ke arahnya.

"Hah? Bisa aja lo, Kei." Dio tersenyum malu. "Lo lagi gombalin gue ya?" tanyanya dengan menyipitkan matanya.

"Gombal? Engga tuh." jawabku sambil terkekeh.

Dio memberhentikan langkahnya. "Iya!"

"Engga."

"Iya!"

"Engga!"

"Iyaaa."

"Enggaaa."

"Engga."

"Iya!" Seketika aku menutup mulutku dengan kedua tangan.

Bisa ku lihat Dio yang tertawa geli dengan mata yang hanya segaris.

Karena merasa kalah, Akupun melanjutkan langkah ke depan, lalu Dio mencoba mensejajarkan langkahnya denganku.

Pandanganku teralihkan lagi ke arah Danau yang terlihat tenang. Bisa kutebak itu dalam.

"Padahal jaraknya gak terlalu jauh dari rumah gue, tapi gue kok belum pernah ke sini, ya?" ujarku pada diri sendiri.

"Serius lo belum pernah ke sini?"

Aku mengangguk tanpa melihatnya.

"Di, di dalem sana, ada ikan gak, ya?" Aku menunjuk ke tengah danau.

Merasa tidak ada jawaban, aku langsung menoleh ke samping, Ternyata Dio berhenti di belakang sana.

"Di?" aku berjalan menghampirinya.

Dio menatapku dengan tatapan yang tak terbaca.

Aku memandangnya bingung, kemudian Dio tersenyum. "Kalo ada ikan, pasti semua orang udah mancing di sini."

"Oh, oiyaya." Aku terkekeh sendiri dan kembali berjalan.

"Kei," panggil Dio pelan.

Aku memutar tubuhku menghadapnya dari beberapa langkah, "Ya?"

"Lo pernah ke sini, Kei."

***

Kira-kira maksud Dio apa yaaa? Kenapa bilang begitu?

Gue sebagai author, jadi bingung sendiri *MikirKeras Wkwk.

Hulaa readersku tercinta 😙

Gue update dengan 3238 word, woahh.

Sekalian merayakan Anniversary para suami, uri Bangtan Sonyeondan 😘🎉🎉

Jungkook's wife in here 😂

Oke, stay read guys and voment please 🙏🙏🙏

13-06-17.


Continue Reading

You'll Also Like

519K 56.6K 23
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santrinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah dip...
6.9M 292K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
3.2M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
PUNISHER By Kak Ay

Teen Fiction

1.3M 114K 43
"Kenapa lo nolongin gue, hm? Kenapa nggak lo biarin gue mati aja? Lo benci 'kan sama gue?" - Irene Meredhita "Karena lo mati pun nggak ada gunanya. G...