My Psychopath Boyfriend (SUDA...

By BayuPermana31

20.7M 1.2M 104K

[ SUDAH TERBIT DI SELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA • BEBERAPA CHAPTER TELAH DIUNPUBLISH ] Tentang kisah cinta y... More

• Wattpad Trailer (+NEW) •
PROLOG
SATU : Aku Akan Membunuhmu, Cantik
DUA : Pembantu?
TIGA : Korban Pertama
EMPAT : Ada Apa Dengan Aldrich?
LIMA : Apartemen Aldrich
ENAM : Yura ketakutan
TUJUH : Two Side of Aldrich
DELAPAN : Mengganggu Yura-ku? Mati
SEMBILAN : "Psikopat ini mencintaimu."
SEPULUH : Emosi Aldrich
SEBELAS : Taruhan
DUA BELAS : Pemotretan
TIGA BELAS : Shall We Date?
EMPAT BELAS : I'm Serious With You
LIMA BELAS : Undangan Pesta
ENAM BELAS : Birthday Party
TUJUH BELAS : Rencana Yura
DUA PULUH ENAM : Gift
DUA PULUH TUJUH : Yura Behavior
DUA PULUH DELAPAN : Telepon
DUA PULUH SEMBILAN : Problem
TIGA PULUH : Where is Yura?
TIGA PULUH EMPAT : The Room
TIGA PULUH LIMA : The Room [2]
TIGA PULUH ENAM : When The Monster Miss His Mom
TIGA PULUH TUJUH : Selama Kau Selamat, Tidak Ada Yang Perlu Dikhawatirkan
TIGA PULUH DELAPAN : Feel Different
EMPAT PULUH : Apartemen
EMPAT PULUH SATU : Dave Yang Kesepian
EMPAT PULUH DUA : Good Night
EMPAT PULUH TIGA : Awal Pertemuan Mereka Berdua
EMPAT PULUH EMPAT : Berteman
EMPAT PULUH LIMA : Sorry
EMPAT PULUH ENAM : Cokelat Dingin
EMPAT PULUH TUJUH : Kekecewaan Aldrich
EMPAT PULUH DELAPAN : Bingung
EMPAT PULUH SEMBILAN : Pulang
LIMA PULUH : Seoul
LIMA PULUH SATU : Endless Night
LIMA PULUH DUA : Endless Night [2]
LIMA PULUH TIGA : Ucapan Selamat Pagi
LIMA PULUH EMPAT : Jalan-jalan
LIMA PULUH LIMA : Sebuah Rahasia
LIMA PULUH ENAM : Mengenang Kembali
LIMA PULUH TUJUH : Aldrich Kesal
• Ask Your Question! •
LIMA PULUH DELAPAN : Polisi Di Apartemen
LIMA PULUH SEMBILAN : Jacob
ENAM PULUH : Kekhawatiran
ENAM PULUH SATU : Meleset
• About Them : Aldrich Bale •
ENAM PULUH DUA : Bergelut Dengan Rasa Takut
ENAM PULUH TIGA
ENAM PULUH EMPAT
ENAM PULUH LIMA
ENAM PULUH ENAM
ENAM PULUH TUJUH
ENAM PULUH DELAPAN
TUJUH PULUH
• COVER NOVEL •
• Author's Note & Honorable Mention •
• Q and A & Pengumuman Penting •
• GIVEAWAY! •
• PROLOG [Versi Novel] •
• BAB 1 (VERSI NOVEL) •
• Pengumuman Unpublish •
EBOOK MPB + CERITA ARCHIE!

TIGA PULUH SEMBILAN : Heirs

260K 17.9K 2.1K
By BayuPermana31

Aldrich hanya berjalan dengan wajah angkuh ketika beberapa orang dengan pakaian berjas berjajar dan menunduk hormat padanya, ia kini sudah berada di bangunan utama dari perusahaan Bale.

Lantai pertama yang biasanya agak padat oleh para pekerja yang hilir mudik kini terasa kosong sekali, semua orang yang berada di ruang itu terpusat pada satu titik yaitu Aldrich yang kini berjalan menuju lift.

Yang cukup mengherankan Aldrich adalah ada beberapa mobil yang tampak agak asing baginya di parkiran bawah tanah gedung itu, tampak berbeda dan tidak cocok dengan tempat ini karena warnanya yang putih bersih.

Mungkinkah ada pertemuan yang terjadi di sini dan ia sengaja diundang? Aldrich menduga bahwa hal itu benar adanya.

Apa rencana Jonathan kali ini? Kadang-kadang Aldrich tak habis pikir dengan kelakuan pria tua itu. Dulu ia sudah diperbolehkan keluar dari organisasi dan perusahaan setelah melakukan syarat yang diminta. Lalu mengapa ia diminta atau lebih tepatnya ditarik kembali?

Aldrich hampir saja mendengus keras ketika pintu lift terbuka terlihat Benjamin yang dengan cuek sedang memeriksa penampilannya di sana.

"Masuklah, aku diperintahkan untuk menjemputmu agar tidak ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."

Aldrich melangkah dengan suara derap langkah yang terdengar jelas. "Tidak ada yang akan terjadi di dalam lift, kecuali benda kotak ini jatuh meluncur ke bawah."

Benjamin menekan tombol menuju lantai paling atas. "Itu kau tahu."

"Tidak ada orang gila yang akan melakukan hal itu, atau ia ingin mati dengan siksaan terlebih dahulu."

Memang benar, penjagaan di gedung ini memang sangat ketat. Kamera pengawas dengan fitur canggih, jumlah penjaga yang banyak, lalu persediaan senjata di tempat yang tak akan pernah dipikirkan sebelumnya.

"Sebenarnya apa yang akan terjadi nanti?"

Benjamin mengangkat bahunya. "Lihat saja nanti, dan kau akan tahu. Tapi jika diperbolehkan, aku ingin memberi satu nasihat kepadamu."

Aldrich menoleh. "Katakan."

"Jangan pernah tunjukkan emosi di wajahmu​."

Aldrich mengerti. Itu berarti memang ada pertemuan yang diadakan, isinya entah hanya sekedar perbincangan antar perusahaan atau hingga rapat besar. Aldrich kini lebih condong ke kemungkinan kedua, perasaannya mengatakan bahwa ia tidak boleh bertindak gegabah kali ini.

Setelah sampai di lantai teratas Aldrich mengikuti Benjamin yang berjalan menuju sebuah ruangan luas tempat berlangsungnya pertemuan itu. Dan benar saja beberapa orang duduk di kursinya masing-masing dengan Jonathan sebagai pusat karena ia berdiri dan berbicara panjang lebar di depan mereka semua.

Aldrich tidak ingin tahu sedikitpun.

Jonathan yang menyadari keberadaan Benjamin dan Aldrich di luar pintu kemudian tersenyum.

"Mungkin kalian penasaran akan wujud penerusku? Aldrich, masuklah."

Aldrich sempat terkejut sebentar, meskipun wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Aldrich masuk dengan derap langkah terdengar jelas dan embusan napas teratur.

Aldrich sudah belajar hal-hal untuk terlihat tenang sedari kecil. Mulai dari cara menarik dan membuang napas, kaki dan tangan yang tidak terkulai lemas hingga bibir yang seolah garis lurus yang tidak bisa ditarik ujungnya.

"Namanya Aldrich Bale, dia adalah anakku yang paling pantas menduduki posisi ini." Aldrich dapat melihat pandangan tertarik dari seluruh orang yang hadir di ruangan itu. Ada yang sudah berumur, ada pula yang masih muda. Tetapi semuanya laki-laki.

Bagus, Jonathan sudah menyatakan bahwa ia adalah penerusnya. Maka kini sudah terlambat untuk mundur dan berlari menjauhi permasalahan yang menyangkut organisasi.

"Dia sangat mirip denganmu Jonathan," ucap salah seorang pria berumur yang memiliki kumis yang terawat dengan baik.

"Aku pun berharap seperti itu." Jonathan membalas dengan senyum sombong.

"Tetapi maaf, aku tidak ingin memperlihatkan penerusku lebih lama. Aku ingin kalian mengenalnya dari bagaimana kinerja kepemimpinannya nanti, bukan dari bagaimana ia terlihat sekarang."

"Bolehkah aku bertanya?" Pria muda dengan rambut​ hitam klimis berdiri dan tersenyum meremehkan ke arah Aldrich. Entahlah, sepertinya Aldrich mengenali laki-laki itu.

Jonathan mengangguk. "Tentu."

"Aku ingin bertanya sesuatu kepada penerusmu, Aldrich."

Aldrich mengangguk kecil sebagai tanda persetujuan.

"Yang pertama, mengapa kau tidak mengenalkan dirimu sendiri tadi dan ingin segera keluar dari ruangan ini?"

Aldrich hampir saja tersenyum.

"Kurasa perkenalan singkat yang diberikan Jonathan, ayahku sudah cukup dan dapat dimengerti oleh otak cerdas kalian semua. Tidak perlu ada pengulangan yang menghamburkan waktu untuk menjelaskan sesuatu yang sama."

Pria muda itu mengangkat bahunya. "Satu pertanyaan lagi, apakah kau memiliki kekasih? Jika iya, bukankah itu akan sangat merepotkan karena menjadi kelemahanmu?"

Aldrich kini tak bisa menahan dirinya untuk tersenyum samar. "Apakah ada​ orang di dunia ini yang tidak memiliki nafsu semacam itu? Lagipula bukankah nantinya kekasih akan berubah menjadi yang kalian sering sebut sebagai alat penghasil keturunan penerus perusahaan?"

Pria muda yang akhirnya Aldrich kenali sebagai salah satu pemilik apartemen di gedung apartemen yang Aldrich tempati tampak kehabisan kata-kata untuk membalas.

Aldrich juga ingat, pernah beberapa kali ia melihat pemuda itu mabuk bersama perempuan random di lantai satu.

Ternyata hanya seorang bajingan.

"Bisa kusimpulkan kalau memang ada." Pemuda itu duduk kembali.

"Mendengar dia menjawab pertanyaan anakku, semakin meyakinkanku bahwa dia sangat mirip denganmu Jonathan," tukas pria berumur dengan wajah kecoklatan.

"Baiklah. Aldrich, kau bisa kembali ke rumah dan melanjutkan studimu." Aldrich menoleh dan sedikit heran melihat tatapan penuh terima kasih dan penuh kebanggaan itu.

Aldrich menundukkan kepalanya sebentar lalu pergi dengan langkah berat ke luar ruangan.

Jadi bisa dibilang sekarang ia adalah penerus tahta?

***

"Kudengar kau diperkenalkan oleh ayah kepada seluruh orang penting pada satu ruangan, apakah itu benar?" Aldrich mendesah ketika baru saja dua langkah masuk rumah dan suara Dave yang nyaring menyerang telinganya.

"Tidak usah bertanya jika sudah tahu."

Dave mengiris semangka dan beralih menyayat tipis jarinya, mengabaikan rasa sakit dan malah menikmatinya. Ia kemudian menyodorkan salah satu potongannya ke Aldrich. "Kau mau?"

Aldrich yang merasa tidak ada ruginya menerima semangka itu dan duduk, merasakan seluruh tenaganya seakan tertumpu pada kepalanya.

Kepalanya sakit, dan ia butuh Yura untuk meredakan rasa itu.

Aldrich memandangi potongan semangka lalu terkekeh. Jika diibaratkan Yura hanyalah apel untuk ukurannya, semangka terlalu besar. Jika kalian mengetahui apa yang Aldrich maksud.

"Justin sudah pulang tadi, tapi aku yakin dia lebih memilih mendekam di kamar." Dave mengoceh tanpa henti, meskipun tidak mendapatkan reaksi sedikitpun dari Aldrich.

"Aldrich, bisakah kau mengajariku melempar pisau sekarang?" Aldrich mengehentikan lamunannya dan menoleh. "Apa?"

"Aku ingin kau mengajariku bermain pisau di halaman belakang, bisa kan? Atau mungkin panahan saja."

Aldrich mendesah. Rasanya jika ia menolak sekarang maka Dave akan memaksanya di lain waktu, maka Aldrich memilih menyanggupi permintaan pria berwajah manis itu.

"Baiklah, tapi aku ingin mengganti pakaianku dulu."

Dave mengangguk bersemangat dan segera berlari menuju halaman belakang.

Aldrich menaikkan alisnya. Usia Dave memang hampir dua puluh tahun, tetapi gelagatnya masih seperti kanak-kanak.

Setelah selesai berganti pakaian dan sebuah topi dipasang terbalik di kepalanya Aldrich berjalan dengan santai ke tempat di mana Dave berada.

Dave terlihat membidik target berbentuk bulat dengan susah payah, paling bagus ia hanya bisa menembak bagian paling pinggir. Hal itu membuatnya mengerucutkan bibir karena sebal.

"Aku tidak mengerti mengapa panahku selalu meleset." Aldrich merebut anak panah dan busur dari Dave, menarik napas sebentar lalu meluncurkan panah dengan jitu. Tepat mengenai bagian paling tengah.

"Jangan terlalu berambisi, kau harus tenang." Dave manggut-manggut mengerti.

"Harusnya Justin juga ikut, dia sama sepertiku. Payah dalam melempar sesuatu ke sasaran."

"Ah ... dia pintar dalam meramu obat-obatan bukan? Seperti Peter."

Mendengar nama Peter, mata Dave langsung berbinar. "Ah benar! Di mana Peter sekarang? Aku ingin bertemu dengannya lagi, sudah lama sekali sejak ia keluar. Dia selalu bisa mendengarkanku dan tidak pernah terlihat jengkel, kecuali kalau pakaianku sedang kotor. Dia pasti akan tidak suka dan menolak."

Aldrich tersenyum samar. Peter dan kefanatikannya terhadap hal-hal bersih.

Tiba-tiba ponselnya bergetar, senyuman yang tadi hanya secukupnya kini berubah menjadi senyum penuh perasaan.

"Siapa yang bisa membuatmu tersenyum seperti itu?" Dave tampak tertarik.

Aldrich memilih berbalik dan duduk di kursi besi yang teduh karena berada di bawah pohon yang rindang. Dave ikut duduk karena ingin tahu.

Aldrich melotot tidak suka, tetapi Dave tidak peduli dan malah berpura-pura bermain game di ponselnya. Tetapi yang sebenarnya terjadi hanya menggeser-geser menu atau galeri.

Aldrich mengangkat teleponnya.

"Kau merindukanku?"

"Apa? Jangan terlalu percaya diri."

"Lalu mengapa kau menghubungiku?"

"Aku lapar, bisa kau membawakan makanan untukku?"

"Aku bisa membawakanmu cinta."

"Aldrich! Aku serius."

"Aku juga serius."

"Aku.ingin.makanan.sekarang."

"Baiklah. Aku tahu ini hanya akalmu untuk bertemu denganku."

"Jangan mulai."

"Aku akan segera datang, tunggu saja di apartemenmu."

"Baiklah."

"Oh ya, terima kasih untuk kecupanmu tadi pagi. Aku ingin yang lebih nanti sebagai bayaran untuk makananmu."

Telepon ditutup sepihak.

Aldrich terkekeh kembali.

"Dia pacarmu ya?" Aldrich berdecak lalu menatap Dave yang kini juga balas menatap dengan matanya yang bulat.

"Tidak sopan."

Aldrich bangkit lalu hendak sesegera mungkin untuk pergi ke apartemen Yura ketika Dave kembali mengoceh.

"Bolehkah aku ikut?"

"Tidak," jawab Aldrich cepat.

"Tapi aku ingin ikut."

"Tidak​."

"Aldrich, kumohon."

Aldrich berbalik dan menendang perut Dave hingga laki-laki itu tersungkur. "Kubilang tidak ya tidak."

Aldrich mendengus, lalu pergi dengan langkah-langkah panjang.

Bukannya merasa marah karena ia ditendang hingga perutnya sakit, Dave malah terkekeh senang. Bahkan ia ingin mengalami lagi rasa sakit dan sesak tadi.

Asal kalian tahu, Dave adalah seorang masokis

***

Btw, untuk versi novel kalian lebih suka tipis atau tebal aja?

Keep waiting for Aldrich's story yo:)

Continue Reading

You'll Also Like

8.2M 515K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
4.1M 52.9K 39
Cerita Dewasa! Warning 21+ Boy punya misi, setelah bertemu kembali dengan Baby ia berniat untuk membuat wanita itu bertekuk lutut padanya lalu setela...
3.7M 27.6K 28
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...