LILY & The DEMON PRINCE ✔️[di...

By Lucien_Dire

589K 37.5K 1K

(18+) Bayangan yang mengisi kesunyian dalam kegelapan.. Mengisi kekosongan jiwa akibat luka terdalam.. Member... More

💙Aku dan kau(?)💙
[02] _Falling in the Dark_
[03]_Death Contract_
[04]_the Revenge_
💕Cast💕
[05]_Call Me 'HIME'!!_
[06]_Dantalion Lucifer_
[07]_Crazy of Love_
[08]_Fire Arrows_
[09]_the Same Pain_
[10]_Never Let YOU Go_
[11]_Queen Lucifer (story of the past)_
[12]_ Sleep 'TOGETHER' ??_
[13]_Blue Rose_
[14]_I will KILL YOU!!_
[15]_I... Love YOU_
Ebook
[16]_Don't LEAVE 'ME'_
[17]_ZEAN~Forbidden Spell_
[18]_MY Last Life, With YOU_
[19]_Black Mist_
[20]_Destruction of 'LUCIFER'_
[21]_Forgiven_
[22]_Don't Worry_
[23]_Thorn Among the Roses_
[24]_The "TRUTH"_
[25]_Broken_
[26]_Will Never End_
[27]_the GAME will Start_
[28]_YOU ~ Belong To ME_
[29]_Enemies_
[30]_the Return "PRINCES of BEHEMOTH"_
[31]_Betrayal of ASMODEUS_
[32]_Let ME Go..._
[33]_Scramble of the Throne_
[34]_Missing YOU.._
[35]_Take your revenge, Lily.._
[36]_Beginning of the 'WAR'!!"_
[37]_Last Smile.... _

[01]_ Sadness_

29.2K 1.7K 62
By Lucien_Dire

.

.

.

Lily, gadis bersurai coklat dengan iris hazel itu kini sedang duduk di teras belakang. Tersenyum saat melihat kucing kesayangannya tengah makan dengan lahap berpenerang cahaya bulan.

Kucing itu adalah hadiah terakhir orang tua Lily di ulang tahunnya yang kelima belas, sebelum kecelakaan maut menewaskan keduanya di hari yang sama.

"Pa ... Ma, lihatlah, Kitty sekarang sudah besar. Aku menjaganya dengan baik seperti yang aku janjikan." Mata indah Lily mulai berkaca-kaca. Tangannya yang tadi mengelus bulu halus kini berpindah menyapu lelehan air yang tak sengaja tumpah begitu saja.

"Aku baik-baik saja, jangan khawatir." Ia kembali berucap dengan air mata yang terus menetes.

"Lily, Di mana kamu?! Aku ingin jus jeruk. Cepat buatkan untukku!" Teriakan familier dari dalam rumah seketika membuyarkan lamunan sendu Lily.

Masih sambil mengusap pipinya yang basah, Lily berlari ke dapur untuk menjalankan perintah putri majikan yang tak lain adalah Felicia, sepupunya sendiri.

"Hei, kenapa lama sekali? Dasar lelet!" Cemoohan Felicia membuat tangan Lily semakin mempercepat gerakan.

"Iya, sudah selesai." Lily sedikit berteriak, buru-buru menaiki tangga untuk mencapai kamar Feli yang berada di lantai atas.

Lily meletakkan jus jeruk di atas meja tepat di samping ranjang queen size Felicia yang dulu adalah miliknya. Ya, itu dulu, sekarang semuanya sudah berubah.

Felicia mengambil jus itu lalu meminumnya sedikit, hingga tiba-tiba menyiramkannya ke wajah Lily yang seketika terlonjak kaget.

"Apa-apaan ini? Kau mau membuatku sakit perut, hah?"

"Mama, Lily membuat ulah lagi, Ma!" Kembali berteriak, Felicia lagi-lagi membuat kehebohan.

"Ada apa lagi ini? Feli sayang, ada apa?" Nyonya besar langsung menghambur ke dalam kamar putrinya setelah mendengar teriakan. Ia mengusap pipi Felicia penuh sayang.

"Ini, nih, si Lily ingin meracuniku. Masa dia membuatkan jus yang sangat masam untukku?" rengek Felicia dengan manja sambil menunjuk Lily yang masih terdiam, menunduk seraya mengusap wajahnya yang basah.

"Dasar tidak tahu diuntung! Sejak orang tuamu mati, Aku yang merawatmu. Tapi, kau malah ingin meracuni putriku?!" Wanita paruh baya dengan rambut hitam itu menjambak rambut Lily dengan kuat, membuat empunya meringis kesakitan.

"Am- ampun, Nyonya. Saya tidak bermaksud seperti itu. Jus itu sudah saya cicipi dan rasanya manis." Lily memegangi kepala seraya menggeleng lemah, air matanya mulai mengalir menyusuri pipi.

"Bohong, Ma! Dasar pembohong!"

PYARRR!!

Feli melemparkan gelas di tangannya hingga mengenai pelipis Lily sebelum akhirnya membentur lantai dan pecah.

Sementara Lily hanya bisa menggigit bibir bawahnya, menahan rasa sakit sambil memegangi rambutnya yang masih ditarik kuat.

Lily tahu, jika terus membela diri, tidak hanya ini yang ia dapatkan. Mereka hanya ingin menyiksanya.

"Akkhhh!" Lily berhenyak saat telapak tangan kirinya mengeluarkan darah, tertusuk pecahan gelas karena sang bibi mendoronganya hingga terjatuh di tempat pecahan gelas itu berserakan.

"Bersihkan semuanya!" perintah sang bibi sebelum membawa Feli keluar dari kamar, meninggalkan Lily yang masih tertunduk dan terisak.

Pasrah. Hanya itu yang bisa Lily lakukan, karena memberontak hanya akan memperburuk keadaan. Ia tak ingin bibinya semakin marah dan menghancurkan kenangan orang tuanya yang tersisa. Seperti saat Lily mengatakan ingin kembali bersekolah dan berakhir dengan sang bibi yang membakar foto-foto kedua orang tuanya.

Hancur? Tentu. Tidak hanya hancur, kini hati Lily telah luluh lantak. Ia hanya berusaha bertahan hingga usianya genap tujuh belas tahun dan seluruh harta orang tuanya akan kembali, sesuai yang tertera dalam surat wasiat.




Lily terseok-seok. Satu tangan ia gunakan untuk memapah tubuh pada dinding, sedang yang lain memegangi kepala yang tak henti-hentinya berdenyut.

Meski air matanya terus mengalir, bibir mungil Lily melengkungkan senyum kala melihat kucing kesayangannya sudah tertidur pulas di kandang belakang rumah.

"Selamat tidur, Kitty," ucapnya sebelum menutup pintu belakang dan kembali ke kamarnya.

"Hey, Lily, mau ke mana kau?" Belum sampai lima langkah, seorang pria jangkung tiba-tiba mencegat dan langsung mengurung Lily di antara dinding dan tubuhnya dengan kedua lengan.

"Tolong, Evan, lepaskan aku. Aku harus mengobati lukaku," pinta Lily seraya berusaha melepaskan diri.

Namun, Evan malah tersenyum miring kala mendapati tangan dan pelipis Lily yang terluka. Perlahan, Ia mendekatkan wajahnya. "Kau membuat ulah lagi, ya? Sudah kubilang, menurutlah. Terutama denganku," bisiknya sambil mengelus pipi halus Lily yang basah.

"Jangan menyentuhku!" Reflek Lily menepis dengan tangan kanan, tapi dengan mudah Evan menangkap dan mencengkram pergelangan tangannya.

"Ayolah, Lily ... wajah cantikmu itu tidak boleh disia-siakan begitu saja." Evan kian mendekatkan tubuhnya, semakin mengurung tubuh mungil Lily. Membuat gadis itu menutup mata erat dengan tubuh gemetar hebat.

"Evan? di mana kamu? Mama ingin bicara." Seketika mata Lily kembali terbuka. Teriakan itu telah menyelamatkannya kali ini.

Evan mendengus, kekesalan tampak kentara wajahnya. " Iya, Ma, aku datang."

"Kau selamat kali ini, Lily. Tapi tidak lain kali." Bisikan itu mengakhiri penderitaan Lily malam ini.

.

.

.

Angin malam berembus pelan, menerpa wajah Lily yang tengah menatap ribuan lentera di langit gelap melalui jendela kecil tempatnya beristirahat.

Beberapa kali, alisnya tampak bertaut. Meringis menahan perih akibat luka di tangan dan keningnya yang kini terbalut kain seadanya.

Tatapan Lily menerawang jauh, menatap kerlipan bintang. 'Ada yang berkata, jika seseorang tiada, mereka akan menjadi bintang di langit. Apa papa dan mama juga begitu? Apa sekarang kalian juga sedang melihatku dari atas sana?' batinnya mengalun dengan senyuman pilu.

"Lily tidak apa-apa. Lily kuat. Lily akan mempertahankan kenangan kita di rumah ini," lirih Lily sebelum rasa kantuk menggelayutinya, membuatnya terlelap dengan jendela yang dibiarkan terbuka.

Tak.

Tuk.

Tak.

Tuk.

Suara langkah terdengar semakin dekat. Bayangan pria dengan tubuh tegap dan surai panjang yang berterbangan oleh embusan angin tercipta di lantai tempatnya berpijak.

Tak lama berselang, pria itu berhenti. Menatap tubuh Lily yang kini terbuai di alam mimpi.
Tampak rapuh saat meringkuk di atas alas tipis yang menjadi pelindung dari dinginnya lantai.

Mengembuskan napas berat, pria itu berlutut. Membelai puncak kepala Lily dengan lembut,
kemudian beralih pada kain yang membalut keningnya. Saat tangan sang pria mengusap kain itu, keluar kabut tipis yang beberapa detik kemudian menghilang. Begitupun saat ia mengusap telapak tangan Lily.

Setelah mengamati tubuh Lily saksama, barang kali ada luka lain, sang pria ikut berbaring di samping Lily. Direngkuhnya tubuh mungil itu ke dalam dekapan.

"Aku akan selalu bersamamu, Lily-ku," lirihnya hampir tak terdengar.



                        ......




Malam berganti pagi. Lily segera bangun saat merasakan sinar mentari mulai menyingsing. Tanpa berlama-lama, ia bergegas menuju dapur untuk menyiapkan sarapan, karena akan jadi masalah besar jika Bibi dan kedua sepupunya bangun lebih dulu.

Namun, di tengah jalan, tanpa sengaja kaki Lily terpeleset. Sehingga tangan kirinya reflek berpegangan pada ujung meja terdekat.

Lily mengerutkan kening, karena tidak lagi merasakan sakit. Setelah membuka kain di tangannya dengan tergesa, Lily dibuat kaget karena lukanya sudah menghilang.

Dengan cepat Lily berjalan ke arah cermin dan membuka kain yang menutupi pelipisnya. Matanya membola, memar di sana juga tidak ada. Semua lukanya hilang tak berbekas, seperti sebelumnya.

Lily memang mengalami hal yang sama beberapa kali. Saat ia tidur dengan luka di tubuhnya, keesokan harinya luka itu sudah tidak ada. Bahkan lebam dan memar karena sering dipukul oleh bibinya juga selalu menghilang secara ajaib.

'Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang menyembuhkanku? Ini mustahil!' pikirnya seraya memasang kembali kain di tangan dan pelipisnya seperti yang kerap Lily lakukan agar bibi dan kedua sepupunya tak menaruh curiga.

Selama ini Lily memang tak terlalu ambil pusing dengan hal aneh yang terjadi padanya. Ia pikir, mungkin itu keajaiban?

Namun, kali ini tidak lagi.

.

.

.

Malam ini, Lily bertekad untuk mencari tahu siapa yang menyembuhkan luka-luka itu. Meski tubuhnya sudah begitu lelah dengan pekerjaan rumah yang menumpuk, namun itu tak lantas membuatnya menyerah.

Menunggu hingga malam semakin larut, gadis cantik itu masih terjaga meski beberapa kali menguap karena rasa kantuk yang mulai menggelayut.

Lily duduk bersandar pada dinding sambil memandang langit malam dari jendela yang tak pernah sekali pun ia tutup. Nyala lampu yang redup dan semilir angin semakin membuainya agar segera terbang ke alam mimpi. Hingga tak berapa lama akhirnya Lily tertidur karena kelelahan.

Sesaat setelah Lily terlelap, pria itu kembali muncul di depannya. Menatap dengan sorot mata penuh kelembutan.

Tubuh tegapnya membelakangi jendela, menutupi tubuh mungil Lily dari terangnya cahaya bulan.

"Kau begitu ingin bertemu denganku, ya?" Ia menaikkan salah satu sudut bibirnya. Berlutut guna meraih tubuh Lily lalu menggendong gadis itu di depan tubuh.

Dengan hati-hati pria itu membaringkan tubuh Lily di atas alas tidur sebelum ikut berbaring di sampingnya.

Tangan kiri ia gunakan sebagai penopang kepala, sementara tangan lainnya memeluk tubuh mungil gadis itu.

Kehangatan yang dirasakannya membuat Lily tanpa sadar memiringkan tubuh, membenamkan wajah cantiknya di dada bidang sang pria. Sementra pria itu mengulas senyum dan semakin mengeratkan pelukannya.

"Tidurlah," ucapnya setelah mengecup singkat kening Lily.

.

.

.

Byurr ....

Guyuran air membuat Lily gelagapan. Ia tersentak dengan mata membola, seketika bangun saat hawa dingin dengan cepat merayapi tubuhnya yang basah.

"Mau sampai kapan kau tidur, hah?!" bentak sang bibi menendang perut Lily sambil berkacang pinggang.

"Ayo, bangun! Dasar pemalas!" Ia meraih rambut Lily, menarik dengan kuat hingga si empunya meringis kesakitan.

"Ma-maaf, Nyonya." lirih Lily dengan air mata yang mulai mengalir.

"Pergi dan cepat siapkan sarapan untuk kami!" perintah sang bibi seraya mendorong Lily hingga tersungkur di lantai, lalu berjalan pergi melewatinya begitu saja.

"Bawa kembali ember ini sekalian!" Feli melemparkan ember yang ia gunakan untuk menyiram Lily, melangkah dengan entakan keras dan dengan sengaja menginjak tangan Lily, kemudian mengikuti ibunya keluar ruangan.

Sementara Evan menyeringai puas di ambang pintu sebelum melenggang pergi, meninggalkan Lily yang masih menangis sesenggukan.

.

.

.

Siang ini rumah tampak sepi. Lily bersyukur karena hari ini Feli pergi untuk kegiatan sekolah selama tiga hari ke depan. Sementara bibinya pergi shoping bersama teman-temannya yang kemungkinan akan pulang tengah malam.

Di rumah sebesar ini hanya tinggal dirinya dan ... Evan. Untungnya sejak pulang dari sekolah, Evan langsung mengunci pintu dan bermain video game di kamarnya.

Setidaknya, Lily memiliki waktu luang untuk memikirkan apa yang terjadi semalam. Melamun sambil memangku dan mengelus bulu halus kucing kesayangannya di belakang rumah.

'Kemarin aku ketiduran, tapi seingatku aku belum menata alas tidur, apa dia yang melakukannya? Kenapa dia selalu saja membantuku? Dan kenapa ... setiap malam jadi terasa hangat dan nyaman semenjak kedatangannya?'. Lily masih bergelut dengan banyaknya pertanyaan di dalam benak, sebelum sebuah teriakan membuatnya tersadar.

"Aakkkhhhh!!"

Teriakan Evan membuat Lily terperanjat. Dengan wajah bingung sekaligus cemas, ia langsung berlari menuju kamar tanpa pikir panjang. Saat sampai di sana, pintu kamar Evan sudah dalam keadaan terbuka.

Lily tampak terdiam di depan pintu dengan wajah kalut. Ada ketakutan yang menghantuinya, tapi jika terjadi sesuatu pada Evan, pasti sang bibi akan menyalahkannya.

Setelah menimbang beberapa saat, akhirnya Lily memutuskan untuk melangkah. Perlahan masuk ke dalam satu-satunya tempat yang tidak ingin ia masuki di rumah ini, apa lagi jika pemiliknya ada di dalam.

"Evan, apa kau baik-baik saja?" Iris hazel Lily berputar ke segala arah, mencari keberadaan sosok yang dicarinya, tapi tidak dapat ia temukan. "Evan?"

BRAKK!

Pintu di belakang Lily tiba-tiba tertutup. Menampilkan sosok Evan yang sedari tadi ternyata berada di baliknya. Dengan satu tangan Evan mengunci pintu dan memasukkan kuncinya ke dalam saku celana. Seringaiannya membuat wajah Lily memucat seketika. "Kau tidak akan bisa lari lagi, Lily."



                     ~°^°~

Continue Reading

You'll Also Like

8.9M 1.1M 67
Tidak ada perlawanan ketika tubuhnya dihempaskan ke lautan luas tersebut. Otaknya tidak merespon bahwa ia berada dalam keadaan berbahaya, tidak ada r...
589K 37.5K 40
(18+) Bayangan yang mengisi kesunyian dalam kegelapan.. Mengisi kekosongan jiwa akibat luka terdalam.. Memberikan kehangatan dalam rengkuhan di setia...
90.6K 5.8K 37
SPIN OFF LILY & THE DEMON PRINCE (Fantasy-Romance) 18+ ZEAN LUCIFER. Sang putra mahkota kegelapan tiba-tiba memutuskan untuk tinggal di dunia manusi...