Remediasi | ✓

By Crowdstroia

1.1M 157K 5.5K

"Ever wonder how it feels to love an ordinary man in the eyes of many people?" Remediasi © 2017 by Crowds... More

prakata
epigraph
: prolog :
1 : Kenal :
2 : Kedua :
3 : Telat :
4 : Kemungkinan :
5 : Kagum :
6 : Heran :
7 : Kesempatan :
8 : Perspektif :
9 : Berharga :
10 : Kejutan :
11 : Terulang :
12 : Tanya :
13 : Konklusi :

14 : Remediasi : [end]

101K 9.8K 694
By Crowdstroia


14

: r e m e d i a s i :


2015



"Ada lagi yang perlu saya bereskan?"

Leia menelan ludah mendengar suara direktur departemennya. Dia menggeleng, memberi senyum sopan. "Tidak, Pak Regen. Ini sudah cukup."

"Baik." Regen mengangguk. Tangannya mendorong berkas di meja yang sudah ditandatanganinya ke arah Leia.

Leia mengambil berkas itu. "Terima kasih, Pak."

"Ya." Sedikit, Regen menarik sudut-sudut bibir, membentuk senyum. "Viel Glück, Leia. Semoga beruntung untuk kehidupan barunya."

Lagi, Leia menelan ludah. Allahuakbar, Pak Re senyum. "Iya, Pak. Terima kasih." Leia menunduk hormat. "Saya permisi dulu."

Regen hanya mengangguk. Lalu sibuk kembali dengan laptopnya.

Usai pergi dari ruangan direktur operasional, Leia berjalan menuju kubikel kerjanya. Minggu ini adalah minggu terakhirnya bekerja di kantor ayah Aksel. Dia sudah berniat mengundurkan diri dari perusahaan selama beberapa bulan terakhir. Bukan karena tidak betah, tetapi karena dia menemukan sesuatu yang benar-benar ingin dia lakukan, yakni mengembangkan bisnisnya sendiri.

Menarik napas dan tersenyum sambil menyemangati diri dalam hati, Leia melangkahkan kaki menuju lift. Dia menunggu kotak besi itu sampai di lantai tempatnya berdiri dengan tenang. Begitu bunyi 'ting' dari lift muncul dan pintu mulai terbuka, Leia bersiap untuk masuk ke dalamnya.

Namun, sosok yang ada di dalam sana sempat membuatnya tertegun sejenak.

Sudah satu tahun berlalu dari hari Bara mengantarkannya pulang karena sakit di pesta ulang tahun Aksel. Pasca itu pun, sudah sangat jarang Leia melihat Bara. Baru Leia kemudian ketahui bahwa ternyata awal-awal tahun 2015, Bara menjalani pengabdian di suatu daerah terpencil sebagai dokter.

Kekagetan Leia pun tadi bukan tanpa alasan. Bara sekarang jadi jauh lebih kurus dibanding saat Leia terakhir kali melihatnya. Kulitnya juga lebih gelap—mungkin karena lebih sering dipanggang matahari. Tetapi beberapa hal, seperti kantung matanya yang agak tebal, senyumnya yang ramah, serta tatapan jenaka lelaki itu masih sama.

Kadang Leia merasa lucu, betapa waktu dapat mengubah banyak hal, tetapi bisa membuat perasaan tetap sama.

Hatinya masih bisa merasa hangat ketika Bara memberi senyum kepadanya. Otaknya masih memikirkan kemungkinan seandainya dia bisa bersatu bersama Bara. Hanya saja, Leia lebih mengenali dirinya kini. Dia tahu bahwa tak semua hal yang dia inginkan harus dia wujudkan jadi kenyataan.

Usai Leia masuk lift, Bara menyapa, "Hai, Leia. Long time no see."

"Definitely." Leia terkekeh. "Kakak kurusan sekarang."

"Terima kasih. Kamu orang ke sekian yang udah ngomong kayak gitu." Bara ikut terkekeh, lalu memandang Leia lebih teliti. "Rambut baru?"

Leia mengangguk. Menyentuh jumputan rambutnya yang sudah dipotong sebahu. "Mau coba gaya baru aja."

"Cocok, kok." Bara terkekeh. "Dengar-dengar, katanya kamu mengundurkan diri dari perusahaan ini, ya?"

Leia melebarkan mata, kemudian melepaskan napas dari paru-paru. "Pasti Pak Aksel yang bocorin ke Kak Bara."

Bara tertawa. "Maklum. Ember bocor."

Tak kuasa, Leia ikut tertawa bersama Bara. Adalah hal yang menyenangkan untuk bertemu kembali dengan Bara, dan tambah menyenangkan karena setelah bertemu kembali, Leia tak lagi merasa bingung harus melakukan apa. Dia hanya merasakan hangat ketika bersama Bara. Namun, dia tahu apa yang harus diprioritaskannya saat ini, dan itu bukanlah Bara.

Dia tidak lagi merasakan luka karena Bara. Dia pun juga tak tahu rasa sukanya akan bertahan berapa lama. Kapan lagi aku bisa bertemu lelaki kayak kamu di saat yang tepat, Bara? batin Leia.

"Kenapa mengundurkan diri? Mau pindah kerja?" tanya Bara, menyentak Leia dari pikirannya. Pintu lift terbuka di lantai 10, memberi akses masuk beberapa karyawan yang menunggu lift. Bara melangkah mundur bersama Leia, memberi ruang pada orang yang lainnya.

Leia merasa pipinya memanas saat Bara mendekat. Dia lalu melirik Bara, berujar, "Aku mau mengembangkan bisnis, Kak."

"Bisnis?" Bara mengangkat alis. "Bisnis apa?"

"Bisnis barang-barang rajutan. Sebenarnya, kalau aku kerja aku tetap bisa ngerajut, tapi nggak maksimal. Padahal, aku mau bisnis kecilku ini lebih besar. Dan, kupikir kalau emang niat, harus totalitas. Jadilah aku mengundurkan diri."

"Ohh." Bara mengangguk-angguk. "Glad to hear that."

"Why?"

Bara tersenyum. Kini, dia menatap Leia dengan berbinar. "Senang mengetahui bertambah lagi orang yang tahu apa yang dia inginkan serta berani ambil risiko."

Tanpa Leia perintah, senyum sudah terkembang di bibirnya disertai rasa hangat di dada. "Hm. Glad to hear that too."

Pintu lift terbuka di lantai satu. Semua orang di situ keluar kecuali Leia. Sebelum keluar, Bara melambaikan tangannya. "Semoga beruntung buat bisnis barumu."

Leia mengangguk. "Iya. Terima kasih, Kak."

Pintu lift terbuka selagi menambah beberapa karyawan yang masuk. Kemudian, pintu itu tertutup seiring dengan sosok Bara yang telah ditelan keramaian.

Leia menarik napas sambil tersenyum. Mengenang momen bersama Bara tadi. Bukan dikenang untuk diingat-ingat demi memupuk harapannya kepada lelaki itu, tetapi untuk dikenang karena setelah melewati proses panjang, dia berhasil merelakan Bara dengan fokus membahagiakan dirinya sendiri. Salah satunya seperti apa yang Bara ucapkan barusan; mengetahui apa yang benar-benar dia inginkan dan berani ambil risiko atas hal itu.

Pada akhirnya, Leia tahu apa yang harus dilakukan untuk mengobati patah hatinya. Lebih dari sekadar menjauhkan diri pada kenangan, lebih dari memotivasi diri untuk segera beranjak, lebih dari berkeinginan besar untuk kembali baik-baik saja; dia harus mengetahui apa yang benar-benar dia inginkan, sehingga bisa memilih mana yang harus diprioritaskan.

Kendati Leia masih merasakan kekaguman dan rasa suka kepada lelaki itu, Leia tahu bukan itu yang harus dia prioritaskan. Suatu saat ketika dia sudah siap secara mental, ketika dia sudah lebih mengenali diri sendiri, ketika dia sudah bisa berbahagia tanpa perlu bergantung kepada orang yang dia cinta, barangkali, dia akan mencoba mendekati Bara, atau lelaki lain yang di kala itu sedang dia suka.

Sebab, tak semua orang datang ke dalam hidup kita untuk menetap. Sebagian besar justru datang untuk singgah sejenak dan memberi pelajaran. Termasuk Bara.

Dan, merelakan lelaki itu adalah remediasi bagi hatinya.


TAMAT



-;-

END NOTES

(dis will be long)

I dedicate this story to every girls, karena ada masanya kalian berada di posisi Leia, mengalami siklus yang sama berulang-ulang and you just can't help it. Kalau kalian butuh sesuatu untuk dijadikan 'pegangan' di saat kalian lagi di posisi Leia, then this story is for you. Cerita ini akan saya keep terus di Wattpad mungkin buat kalian baca ulang, atau mungkin juga buat kalian share ke temen kalian yang lagi di posisi Leia dan kelihatan butuh 'pegangan'.

You can think that time heals all wounds. It's okay. But I also think, time won't heal you if you don't want to be healed. Time won't heal you if you can't accept yourself.

In case you are wondering, ini cerita berlanjut ke Seri Disiden yang berjudul "Afirmasi".

Yes, it will be Bara and Leia story.

Dan, seperti biasa di ceritaku yang lain, pesan dan kesan apa yang kalian dapatkan dari cerita Remediasi? 

Continue Reading

You'll Also Like

962K 47K 37
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...
5.1K 717 25
Bagi Ilona yang kelabu, Kaelus adalah pelangi. Laki-laki yang datang dengan banyak warna, dan perlahan mengubah warna gadis itu. Namun, Kaelus yang b...
501K 849 4
Kumpulan Cerita Pendek, penuh gairah yang akan menemani kalian semua. 🔥🔥🔥
169K 11.1K 48
"Cakrawangsa, artinya keluarga cerdas. Tetapi, apakah menumbalkan putri mereka kepada makhluk halus adalah tindakan cerdas?" tanya Seri. Serinaraya...